Professional Documents
Culture Documents
Berdasarkan data yang disampaikan Eiichiro, hingga 2008, impor batu bara
Jepang dari Indonesia sekitar 30 persen dari kebutuhan negeri ini.
Peningkatan kontribusi batu bara Indonesia di Jepang terjadi mulai 2003
yaitu sekira 22 persen.
Sejak itu setiap tahunnya, batu bara Indonesia terus meningkat perannya
untuk memenuhi kebutuhan Jepang. Sebelumnya, dari 2000-2002, peran
batu bara Indonesia di Jepang stabil di kisaran 14 persen. Adapun
kebutuhan Jepang akan batu bara, menurut Eiichiro, masih terus meningkat.
Jika di 2009 kebutuhan batu bara Jepang diprediksi sebesar 60 juta metrik
ton, maka di 2015 akan menjadi 120 juta metrik ton. Kebutuhan sebesar itu
baik untuk industri maupun pembangkit listrik.
Peningkatan impor batu bara sub-bituminous dari Indonesia dalam beberapa
tahun belakangan dan di masa mendatang adalah untuk memenuhi
Kebutuhan pembangkit listrik di Jepang.
Pemanfaatan batu bara sub-bituminous (kualitas menengah), menurut
Eiichiro, memiliki prospek yang baik terutama dari sisi harga yang tergolong
kompetitif dalam beberapa tahun mendatang. Hanya saja, di sisi lain ada
tantangan lingkungan hidup antara penanganan abu maupun harus
meminimalkan emisi gas SOx dan NOx. Kendati teknologi pemanfaatan batu
bara Low Rank semakin berkembang, konsumen Jepang masih membatasi
untuk memilih batu bara kualitas menengah dari Indonesia.
Dari paparan diatas, nampak jelas bahwa pasar global dan nasional pada
tahun-tahun mendatang justru menunjukkan semakin bergairah. Setiap
tahun mengalami peningkatan yang signifikan berbarengan dengan semakin
banyaknya Negara-negara yang melakukan konversi dari BBM ke batubara
sebagai sumber energinya. Kondisi sebaliknya menerpa para pengusaha
batuara Kaltim dengan skala menengah ke bawah (konsesi dibawah 5.000
ha), dimana mereka umumnya mengeluhkan kurangnya pasar merespon
hasil produksi mereka. Penurunan produksi dan pengurangan karyawan
nampaknya bukan jalan tengah terhadap permasalahan yang melilit
pengusaha batubara local.
Data Ekspor Terakhir:
Mei 2009
Tahun Ekspor (Ton)
2009 44,971,468.85
2008 140,354,525.69
2007 140,048,706.98
2006 129,123,676.61
2005 105,818,439.51
2004 93,292,374.71
2003 84,017,493.63
Bila ditelisik lebih jauh, untuk bisa bertahan menghadapi persaingan keras
usaha penambangan batubara ternyata tidak cukup hanya bisa berproduksi.
Berproduksi bila biaya produksi tinggi sementara harga batubara terus
merosot yang terjadi tentu saja mudah ditebak, perlahan tapi pasti
perusahaan akan gulung tikar. Oleh karenanya membangun usaha
penambangan yang berorentasi pada efisiensi pekerjaan dan efisiensi biaya
merupakan syarat utama untuk tetap bisa bersaing menghadapi berbagai
permasalahan yang melilit dunia batubara, khususnya di Kaltim.
Pertanyaannya bagaimana profit bisa tercapai bila kondisi pasar batubara
terus seperti sekarang ini? Penyiasatan yang paling jitu adalah dengan
melakukan penambangan yang diarahkan untuk menghasilkan profit
maksimal. Meski badai krisis masih terasa peluang tersebut tetap masih
terbuka lebar. Dari sisi market, perubahan strategi meski dilakukan.
Setidaknya bila sebelumnya produksi dulu baru cari market maka pola
tersebut harus dirubah menjadi market dulu baru produksi.
Dan sebenarnya kunci efisiensi tidaklah sulit tetapi sangat banyak pelaku
usaha yang tidak menyadarinya. Pertama yang harus dilakukan adalah
mengenal pekerjaan yang akan dilakukan. Kemudian mengindentifikasi
potensial lost yang akan menyebabkan profit tergerus.Indentifikasi potensial
lost yang diketahui sejak awal melakukan kegiatan usaha akan berpengaruh
langsung pada pendapatan (profit) perusahaan. Sebab, sesungguhnya profit
maksimal tidak akan datang dengan sendirinya. Profit maksimal harus
dirancang dari awal kegiatan dan dimulai dari indentifikasi potensial lost
(potensi kerugian).