Professional Documents
Culture Documents
Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp lOO.OOO.OOO,- (seratus juta rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
MAHABHARATA
oleh:
Nyoman S. Pendit
Mahabharata oleh: Nyoman S Pendit GM 201 03.009 All rights reserved Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama JL Palmerah Barat 33-37 Lt 2-3 Jakarta 10270 Ilustrasi: Nur Ahmad Sadimin Desain Sampul: Pagut Lubis Setting: Sukoco Diterbitkan pertama kali oleh PT Gramedia Pustaka Utama Anggota IKAPI, Jakarta 2003 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang memperbanyak buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Dicetak oleh Percetakan PT Ikrar Mandiri, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan
Buku ini dipersembahkan kepada: Bapak I Made Putu dan Ibu Ni Made Toya, orangtua istri saya Luh Putu Murtini, sebagai tanda bakti dan terima kasih
Daftar Isi
Kata Pengantar Pendahuluan Silsilah Kaurawa dan Pandawa Mahabharata 1. Cinta Dushmanta Terpaut di Hutan 2. Dewabrata, Putra Raja Santanu dan Dewi Gangga 3. Dewabrata Bersumpah Sebagai Bhisma 4. Amba, Ambika, dan Ambalika 5. Ilmu Gaib Sanjiwini 6. Kutukan Mahaguru Sukra 7. Yayati Tua Ingin Muda Kembali 8. Mahatma Widura 9. Pandu Memenangkan Sayembara Dewi Kunti 10. Pandawa Lahir di Hutan 11. Bhima Menjadi Sakti karena Racun dan Bisa 12. Karna, Anak Sais Kereta Kuda 13. Drona, Seorang Brahmana-Kesatria 14. Istana dari Papan Kyu 15. Pandawa Terhindar dari Maut 16. Bakasura Terbunuh 17. Sayembara Memperebutkan Draupadi 18. Membangun Ibukota Indraprastha 19. Pertarungan Melawan Jarasandha 20. Krishna Menerima Penghormatan Tertinggi 21. Undangan Bermain Dadu 22. Semua Dipertaruhkan dalam Permainan Dadu 23. Dritarastra Selalu Cemas
24. Sumpah Setia Krishna 25. Arjuna dan Pasupata 26. Penderitaan adalah Karunia Dharma 27. Pengembaraan di Rimba Raya 28. Pertemuan Dua Kesatria Raksasa 29. Duryodhana yang Haus Kekuasaan 30. Telaga Ajaib 31. Hidup dalam Penyamaran 32. Kedaulatan Negeri Matsya Dipertaruhkan 33. Pertemuan Para Penasihat Agung 34. Di Antara Dua Pilihan 35. Duryodhana Menjebak Raja Salya 36. Usaha Mencari Jalan Damai 37. Krishna dalam Wujud Wiswarupa 38. Yang Berpihak, Yang Bertentangan, dan Yang Berdamai 39. Pelantikan Mahasenapati 40. Saat-Saat Sebelum Perang 41. Perang di Hari Pertama 42. Perang Hari Kedua 43. Perang Hari Ketiga 44. Pahlawan-Pahlawan Muda Berguguran 45. Kedua Pihak Berusaha Keras untuk Menang 46. Gugurnya Mahasenapati Bhisma 47. Rencana Penculikan Yudhistira 48. Abhimanyu Gugur 49. Jayadrata Harus Ditumpas 50. Mahasenapati Drona Tewas Terhormat 51. Duryodhana Tewas Sesuai Swadharma-nya 52. Setelah Perang Berakhir 53. Yudhistira Menjadi Raja di Hastinapura 54. Musnahnya Bangsa Yadawa 55. Pengadilan Terakhir Tentang Pengarang
Kata Pengantar
udah sejak lama orang mengenal kisah Mahabharata. Para pecinta karya sastra mengenalnya dari berbagai sumber tulisan berupa naskah-naskah kuno. Dalam perjalanan panjang Mahabharata, semenjak diciptakan sekian ratus tahun yang lalu hingga kini, telah berkembang berbagai versi yang tersaji dalam bahasa yang indah dan sarat dengan ajaran moral. Mahabharata sebagai wiracarita atau cerita kepahlawanan kini dikisahkan kembali oleh Nyoman S. Pendit dengan bahasa yang sederhana, dengan harapan akan lebih bisa dinikmati oleh generasi muda. Dalam versi ini, Nyoman S. Pendit tak ingin jauh-jauh meninggalkan tanah kelahiran Mahabharata, yaitu India, sehingga penggambaran suasana India dalam epos ini terasa begitu kental. Kecuali itu, pengarang menyajikan episode-episode secara runtut, dimulai dengan munculnya tokoh Bharata sampai keturunannya yang berkembang menjadi sebuah wangsa yang besar. Dua keturunan Bharata yang termasyhur, yaitu Kaurawa dan Pandawa, akhirnya berperang dalam perang besar Bharatayudha untuk memperebutkan kekuasaan. Mahabharata versi Nyoman S. Pendit ini disajikan dalam lima puluh lima bagian cerita dan dihiasi gambar-gambar yang menarik. Selamat menikmati. Jakarta, 2003 Penerbit
Pendahuluan
alam kesusastraan Indonesia kuna kita mengenal dua epos besar, yaitu Ramayana dan Mahabharata, yang pada awalnya ditulis dalam bahasa Sanskerta. Menurut para arif bijaksana, Ramayana dikatakan lebih tua daripada Mahabharata. Keduanya memuat uraian tentang adat istiadat, kebiasaan, dan kebudayaan manusia di jaman dahulu. Pengarang-penyair epos Ramayana adalah Walmiki, dan pengarang-penyair epos Mahabharata adalah Bhagawan Wyasa. Menurut para arif bijaksana pula, kedua karya besar itu menjadi sungguh-sungguh besar seperti yang kita kenal sekarang, karena banyak cerita puitis ditambahkan kemudian, dan pengarang banyak menambahkan pujian dan berbagai keterangan, meskipun tambahan ini bukan sepenuhnya hasil karya pengarang, namun kemudian menjadi bagian dari epos itu. Mahabharata berasal dari kata maha yang berarti besar dan kata bharata yang berarti bangsa Bharata. Pujangga Panini menyebut Mahabharata sebagai Kisah Pertempuran Besar Bangsa Bharata. Dalam anggapan tradisional, Bhagawan Wyasa sebagai pengarang-penyair epos Mahabharata, dikatakan juga menyusun kitab-kitab suci Weda, Wedanta, dan Purana, kira-kira pada 300 tahun sebelum Masehi sampai abad keempat Masehi. Dengan jarak waktu seperti itu, maka sulit dipercaya bahwa Bhagawan Wyasa adalah pengarang-penyair Mahabharata dan juga penyusun-pencipta kitab-kitab suci. Dalam kitab-kitab suci Purana dikenal adanya wyasa yang berjumlah 28 orang. Kata wyasa artinya penyusun
atau pengatur. Dalam hubungan arti ini maka mungkin penyusun-pencipta atau pengarang-penyair pada jaman dahulu disebut Bhagawan Wyasa. Terlebih jika hasil ciptaannya merupakan monumen atau mahakarya dari jamannya, maka wajarlah para pengarang-pencipta itu mendapat pujian dan dihormati jika tidak boleh dikatakan didewa-dewakan. Lagi pula, tidak jarang dijumpai, suatu ciptaan atau karya besar dari jaman dahulu itu tanpa nama atau tidak diketahui pengarang-penciptanya. Situasi semacam ini kiranya menambah kuat kesimpulan yang menyatakan bahwa karya-karya itu adalah ciptaan seorang wyasa, atau dengan sebutan penghormatan: Bhagawan Wyasa. Interpretasi ini dikuatkan oleh pendapat seorang sarjana kebudayaan kuna yang mengatakan, Mahabharata bukan hanya suatu buku, melainkan karya kesusastraan yang luas cakupannya dan disusun dalam jangka waktu yang sangat lama.1 Pendapat M. Winternitz itu didasarkan pada kisah-kisah dalam epos Mahabharata yang melukiskan kejadian, peristiwa, masalah dan berbagai keterangan tentang keadaan masyarakat dan pemerintahan yang terdapat dalam kitabkitab suci Weda, Wedanta, dan Purana. Meskipun demikian, para ahli kebudayaan kuna dari Barat maupun Timur, baik yang bersepakat dengan pendapat tradisional maupun pendapat modern, semua setuju bahwa pengarang-penyair atau penyusun epos Mahabharata adalah Wyasa, atau secara lengkap disebut Krishna Dwaipayana Wyasa. Wyasa adalah anak Resi Parasara dengan Satyawati, buah dari hubungan yang tidak sah. Wyasa dibesarkan di dalam lingkungan keagamaan dan kesusastraan dengan bimbingan ayahnya. Satyawati, gadis nelayan yang ayu itu,
1
Winternitz, M. History of Indian Literature (English translation, published by the Calcutta University). Hopkins, E.W. The Princes and Peoples of the Epic Poems dalam The Cambridge History of India. Vol. I Ancient India, Ed. By E.J. Rapson.
diceritakan menjadi gadis perawan lagi berkat restu suci Resi Parasara, suaminya. Raja Santanu bertemu dengan Satyawati di tepi hutan. Sang Raja jatuh cinta kepadanya dan mengangkat Satyawati menjadi permaisurinya. Santanu adalah kakek Dritarastra dan Pandu, dan moyang Kaurawa dan Pandawa. Sebagai putra Satyawati, boleh dikatakan Wyasa adalah kakek tiri dan berkerabat dekat dengan Kaurawa dan Pandawa yang menjadi pelaku utama dalam perang dahsyat di padang Kurukshetra. Jika kita cermati garis keturunan Wyasa, kita akan tahu bahwa wajar jika Wyasa dapat melukiskan peristiwa dalam Mahabharata dengan sangat jelas dan mengharukan. Teristimewa pula, Wyasa dapat dikatakan selalu terlibat dalam peperangan besar itu, setidak-tidaknya dari segi moral dan spiritual. Waishampayana, murid Wyasa, menceritakan kisah pertempuran besar itu kepada Raja Janamejaya ketika sang Raja melangsungkan upacara besar Sunaka. Janamejaya adalah putra Maharaja Parikeshit, cucu Arjuna. Mengenai sejarah disusunnya epos Mahabharata, dijumpai banyak pendapat yang saling berlawanan, baik pendapat sarjana Barat maupun sarjana Timur. Pendapat dari Timur menyatakan bahwa Bhagawan Wyasa hidup kira-kira 3800 tahun yang lalu, yaitu pada jaman disusunnya kitab-kitab suci Weda bagi orang Hindu. Pendapat lain menyatakan bahwa jaman kitab-kitab suci Weda adalah sekitar tahun 3102 SM. Pendapat lainnya lagi menyatakan bahwa jaman kitab-kitab suci Weda berakhir pada tahun 950 SM atau mungkin pada tahun 250 SM.2 Dalam bukunya yang berjudul The Great Epic of India, E.W. Hopkins mengemukakan pendapatnya, yang pada
2 Munshi, KM. Veda Vyasa: the Author dalam Indian Inheritance, Literature, Philosophy and Religion. Gen. Eds. K.M. Munshi and N. Chandrasekhara Aiyer. Vol. I. Pusalker, AD. Studies in Epics and Puranas of India. Bombay: Bharatya Vidya Bhavan.
umumnya diterima oleh para ahli kesusastraan kuna, yaitu bahwa perkembangan epos Mahabharata dari bentuk aslinya hingga menemui bentuknya yang sekarang ini adalah sebagai berikut: Tahun 400 SM terdapat kisah tentang asal-usul bangsa Bharata, tetapi Pandawa belum dikenal pada masa itu. Tahun 400-200 SM muncul kisah-kisah tentang Mahabharata yang menceritakan bahwa Pandawa adalah pahlawan-pahlawan yang memegang peranan utama dan Krishna adalah manusia setengah dewa. Antara tahun 300 SM-100-200 M, Krishna dikisahkan sebagai Dewa. Ada penambahan kisah-kisah baru yang bersifat didaktis yang bertujuan untuk mempertinggi semangat dan moral-spiritual para pembaca. Tahun 200-400 M, bab-bab pendahuluan dan bahanbahan baru ditambahkan.