You are on page 1of 5

BAB III ANALISA KASUS

Pada pasien ini diagnosa Observasi febris hari ke.5 susp DHF grade III (DSS) ditegakkan berdasarkan dari : 1. Anamnesa Demam dirasakan sejak 5 hari yang lalu yang disertai dengan pegalpegal persendian, nyeri ulu hati, dan penurunan nafsu Makan dan minum. Demam muncul secara mendadak dengan suhu tinggi dan terus menerus sepanjang hari. Orang tua mengatakan suhu terakhir anak adalah 38.5oC. Ciri demam seperti ini biasanya salah satu demam yang disebabkan oleh virus seperti DHF. Gejala-gejala tambahan seperti pegal-pegal pada persendian, serta penurunan nafsu makan merupakan manifestasi klinis tambahan akibat pelepasan mediator-mediator kimiawi akibat adanya infeksi mikroorganisme secara sistemik dan juga bersifat akut. Nyeri perut yang terjadi pada pasien demam berdarah disebabkan karena terjadinya ekstravasasi cairan pada lapisan tunika subserosa gaster sehingga menekan gaster dan menyebabkan rasa nyeri yang dapat memancing mual dan muntah. Orang tua mengatakan bahwa BAK anak berkurang dalam 1 hari SMRS. Keadaan ini membuat kecurigaan bahwa terdapat keadaan intake cairan yang kurang atau adanya keadaan plasma leakage pada pasien 2. Pemeriksaan fisik Suhu 37.2C (suhu aksilla). Pada pasien saat ini tidak ditemukan adanya demam. Terdapat 2 kemungkinan yaitu pasien baru saja meminum paracetamol atau hal ini dapat sesuai dengan pola demam DHF dimana bersifat bifasik yang menjelaskan tidak ditemukan adanya demam pada pasien ini di hari ke-5. Demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,8oC, atau suhu membran tympani mencapai 37,6oC Tekanan darah pasien menunjukkan 80/60 mmHg, Nadi

116x/menit, akral dingin, gelisah. Uji torniquet memberikan hasil (+). Pada keadaan ini ditemukan adanya keadaan renjatan. Pada auskultasi pulmo ditemukan adanya ronkhi pada pulmo dekstra bagian inferior 30

dengan taktil fremitus yang berkurang pada pulmo dekstra bagian inferior. Kecurigaan adanya efusi pleura dapat ditegakkan. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan pada regio hipokondria dekstra dan epigastrium. Hepatomegali ditemukan pada palpasi dalam pemeriksaan abdomen. Berdasarkan kriteria WHO, 4 kriteria klinis DBD telah ditemukan yaitu Demam terus menerus dibawah 7 hari, Manifestasi perdarahan karena test provokasi, Hepatomegali, dan renjatan. 3. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium menemukan adanya trombositopenia

( 22.ribu) dan peningkatan Ht ( 39%). Pada demam dengue produksi trombosit dari megakariosit ditekan. Hal ini menyebabkan rentannya terjadi kerusakan vaskular. Akibat dari kerusakan vaskular dan juga efek dari mediator kimiawi akibat infeksi virus dengue yang menyebabkan peningkatan permeabilitas endotel pembuluh darah sehingga plasma leakage terjadi. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan Ht pada pasien DBD. Plasma leakage juga dapat menyebabkan keadaan syok diakibatkan banyaknya plasma darah yang keluar dari pembuluh darah sehingga aliran darah ke organ-organ berkurang. Berdasarkan kriteria WHO maka kriteria laboratorium terpenuhi dengan trombositopeni < 100 ribu dan peningkatan hematokrit 20% 4. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi menunjukkan kesan efusi pleura pada pulmo dekstra. Hal ini memperkuat terjadinya plasma leakage pada pasien ini.

A. Diagnosa banding 1. DHF Grade II Berdasarkan kriteria klinis, kriteria DHF grade II terpenuhi. Untuk menyingkirkan hal ini, perlu dilakukan penekanan dan penggalian dalam menemukan apakah terjadi tanda-tanda renjatan pada pasien atau tidak. 2. Chikungunya Pasien chikungunya memiliki gejala klinis yang sama dengan DHF. Hanya saja, pada pasien chikunguna gejala yang paling menonjol adalah nyeri pada persendian, sedangkan pasien ini tidak terlalu mengeluhkan 31

persendiannya walaupun terdapat pegal-pegal pada sendinya. Pemeriksaan NS 1 dapat membantu membedakan antara demam akibat chikungunya atau demam akibat virus Dengue 3. Leptospirosis Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans. yang terdapat pada urin hewan pengerat. Manusia dapat terinfeksi oleh leptospira melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang (termasuk tikus) yang telah terinfeksi leptospira sebelumnya. bakteri ini masuk jika ada luka / erosi pada kulit ataupun selaput lendir (sangat jarang). Diantara gejala nya adalah demam , mual , muntah , icterus, nyeri sendi, dan ruam kulit

4. Hepatitis Gejala pada pasien hepatitis pada umumnya adalah rasa tidak nyaman pada bagian epigastrium dan hipokondrium dekstra. Dapat disertai dengan warna urin yang berubah seperti teh. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan sklera ataupun warna kulit yang berubah menjadi ikterik disertai hepatomegaly. Untuk memperkuat diagnosis ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan enzim-enzim hati seperti ALT dan AST. Pada keadaan infeksi akut dapat terjadi peningkatan pada enzim-enzim hati tersebut

32

B. Penatalaksanaan pasien Penatalaksanaan yang dilakukan kepada pasien ini menurut kepustakaan adalah dengan bagan 5. Dengan berat badan 19 kg maka terapi awal untuk mengatasi renjatan adalah pemberian cairan larutan isotonik RL dengan jumlah 380 ml/30 menit

Kebutuhan cairan pada penderita ini dalam keadaan stabil dilihat dari berat badan pasien 19 kg dengan menggunakan rumus Halliday Segar 1000 cc (BB x 50) = 1500 ml/hari

Paracetamol Pada pasien ini diberikan penurun panas dengan obat paracetamol syrup dengan dosis 3x7.5 ml p.o.

33

Diet makanan lunak. Pada pasien ini diberikan makanan yang lunak dan makanan dengan rendah serat bertujuan untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses, dan tidak merangsang saluran cerna. Pemberian bubur saring, juga ditujukan untuk menghindari terjadinya komplikasi perdarahan saluran cerna dan agar mempermudah pencernaan.

Douer Catheter Untuk memantau produksi urin pasien. Pada pasien dengan syok perlu dipantau urin output 1ml/kgBB/jam

PROGNOSIS Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada pasien saat ini tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena organ-organ vital pasien masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat adanya manisfestasi perdarahan. Untuk quo ad sanactionam bonam karena kekambuhan pada DBD hanya dapat terjadi jika terdapat reinfeksi oleh virus dengue. Dengan edukasi yang tepat, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan terjadinya infeksi virus dengue.

34

You might also like