You are on page 1of 7

EKSTRAKSI KOMPONEN BIOAKTIF DARI LIMBAH KULIT BUAH KAKAO DAN PENGARUHNYA TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIMIKROBA

EXTRACTION BIOACTIVE COMPOUND FROM COCOA POD HUSK AND ITS EFFECT ON ANTIOXIDANT AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY
Sartini 1, M. Natsir Djide2 , Gemini Alam3 Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRAK Telah dilakukan penelitian ekstraksi komponen bioaktif dari limbah kulit buah kakao dan uji aktivitas antioksidan dan antimikroba secara in vitro. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimal untuk ekstraksi komponen bioaktif yang memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba . Kulit buah kakao yang digunakan ada 2, yaitu yang segar dan yang telah dikeringkan. Sampel diekstraksi secara maserasi dengan pelarut aseton-air (7:3) dan etanol 70 %. Uji antioksidan dilakukan dengan metode DPPH, sedangkan uji antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimal untuk mengekstraksi komponen antioksidanantimikroba dari kulit buah kakao adalah menggunakan sampel segar dengan cairan pengekstraksi aseton : air (7:3). Ekstrak aseton kulit buah kakao segar berpotensi untuk dikembangkan sebagai antioksidan alami dengan IC50 0,08 mg/l Ekstrak aseton sampel segar juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan antibakteri terhadap Streptococcus mutan. Kata kunci: Kulit buah kakao, kompenen bioaktif, antioksidan, antibakteria

ABSTRACT The reseach on extraction bioactive compound of cocoa pod husk waste and antioxidant and antimicrobial activity assay by in vitro has been done. The aim of research was to get optimum condition to extract their bioactive compounds which have antioxidant and antibacterial activity. There were two samples that used, i.e : fresh and dried cocoa pod husk. The samples were extracted by maceration method using acetone:water (7:3) and ethanol 70 %. Antioxidant assay was done by DPPH (diphenyl-pycrylhydrazyl) method and antibacterial assay was done by diffusion agar. The result showed that optimal condition to extract antioxidant-antimicrobial compound using fresh sample with aceton : water (7:3) as solvent. The acetone extract was potential expanded as nature antioxidant with IC50 0.08 mg/l. The acetone extract of fresh sample was also potential as antibacterial against Streptococcus mutant Keywords: Cocoa podhusk, bioactive compound, antioxidant, antibacteria

PENDAHULUAN Tanaman pangan diketahui kaya akan senyawa-senyawa bioaktif, terutama polifenol, yang mempunyai khasiat sebagai antioksidan dan antimikroba. Senyawa-senyawa antioksidan alami sangat dibutuhkan akhirakhir ini untuk mencegah penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, kanker, dll. Senyawa-senyawa antimikroba demikian pula adanya akibat makin banyaknya mikroba patogen yang telah resisten dengan antibiotika yang ada. Salah satu tanaman di Indonesia yang berpotensi sebagai antioksidan dan antimikroba alami adalah tanaman kakao (Theobroma cacao L.). Biji kakao kaya akan komponen-komponen senyawa fenolik, antara lain : katekin, epikatekin , proantosianidin, asam fenolat, tannin dan flavonoid lainnya. Biji kakao mempunyai potensi sebagai bahan antioksidan alami, antara lain : mempunyai kemampuan untuk memodulasi system immun, efek kemopreventif untuk pencegahan penyakit jantung koroner dan kanker (Othman et al, 2007; Weisburger, 2001; Keen, 2005), selain itu polifenol kakao bersifat antimikroba terhadap beberapa bakteri patogen dan bakteri kariogenik ( Osawa et al, 2000; Bouchers, 2002; Lamuela-Raventos, 2005). Kakao juga mempunyai kapasitas antioksidan lebih tinggi dibanding teh dan anggur merah (Lee et al, 2003) Disamping menghasilkan biji, dalam proses penanganannya juga menghasilkan produk ikutan (limbah) berupa kulit buah kakao sebesar kurang lebih 73,77% dari berat buah secara keseluruhan. Adanya komponenkomponen polifenol dalam biji kakao, tidak menutup kemungkinan juga terdapat dalam kulit buah kakao dengan khasiat yang sama. Menurut Figuera et al (1993), kulit buah kakao mengandung campuran flavonoid atau tannin terkondensasi atau terpolimerisasi, seperti antosianidin, katekin, leukoantosianidin yang kadang-kadang terikat dengan glukosa. Tannin yang terikat dengan gula umumnya mudah larut dalam pelarut hidroalkohol, sedangkan tannin terkondensasi atau tannin lebih mudah terekstraksi dengan pelarut aseton 70 % (anonim, 2007).

Permasalahannya adalah bagaimana kondisi ekstraksi yang paling optimal untuk mengekstraksi komponen antioksidan dan antibakteri dari limbah kulit buah kakao ? Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi menggunakan 2 macam kulit buah kakao (segar dan kering ) dan 2 macam pelarut (etanol 70 % dan campuran asetonair (7:3). Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH dan uji antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar. BAHAN DAN METODE A. BAHAN PENELITIAN Kulit buah kakao jenis lindak (Forastero) asal kabupaten Soppeng, 2,2diphenyl-2-picrylhydrazyl / DPPH (Sigma), , aseton (teknis), etanol (teknis), etanol absolute (e-Merck), aquadest, Nutrien agar , Muller Hilton Agar, paper disc (Oxoid), Dimetil sulfoksida (e-Merck), mikroba uji Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Escherichia coli, Salmonella thyposa (koleksi laboratorium Mikrobiologi Farmasi UNHAS). B. METODE KERJA 1. Pengolahan Sampel Buah kakao yang diambil yang sudah masak, ditandai dengan mulai menguningnya buah pada saat dipetik. Sebelum dilakukan pengolahan, buah yang sudah dipetik dibiarkan dahulu selama kurang lebih 5 hari untuk memudahkan lepasnya biji dari kulit buahnya. Sebagian kulit buah kakao dalam bentuk segar ditumbuk kasar menggunakan lumpang batu. Sebagian dikeringkan di bawah sinar matahari dan setelah kering ditumbuk kasar. 2. Ekstraksi Kulit buah Kakao secara maserasi Masing-masing sampel kulit buah kakao 1 kg diremaserasi sebanyak 3 kali menggunakan Aseton : air (7:3) dan etanol 70 % dengan perbandingan sampel- pelarut (1 : 2) untuk sampel basah, dan (1 : 3) untuk sampel kering. 3. Uji Aktivitas antioksidan Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DDPH seperti yang

dilakukan oleh Othman et al., (2007) yang dimodifikasi, yaitu : Dibuat larutan uji dengan konsentrasi 5 mg/ml; 1,25 mg/l; 0,5 mg/l; 0,1 mg/l; dan 0,01 mg/l dalam etanol absolut. Sebanyak 100 l larutan uji ditambahkan 1,0 ml larutan DPPH 0,4 mM dan etanol hingga 5 ml. Campuran selanjutnya divortex dan dibiarkan selama 30 menit . Larutan ini selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Dilakukan juga pengukuenran absorbansi blanko. Hasil penetapan antioksidan dibandingkan dengan vitamin C. Besarnya daya antioksidan dihitung dengan rumus :
%penghambatan=(Absorbance blanko Absorbance sampel)x100 % Absorbance blanko

IC50 dihitung dengan dengan memplot grafik aktivitas scavenging dengan konsentrasi ekstrak, yang didefinisikan sebagai total antioksidan yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi DPPH sampai 50 %. 4. Uji aktivitas Antibakteri Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar , seperti yang dilakukan oleh Nostro et al (2000) yang dimodifikasi, yaitu : Masing-masing ekstrak yang diperoleh sebanyak 2 g dilarutkan dalam dimetilsulfooksida (DMSO) hingga 10 ml. Dari larutan stok dibuat pengenceran bertingkat dengan konsentrasi 20% ,10%, 5%, 2,5%, 1,25%. Masing-masing larutan uji dipipet 5 l diteteskan ke paper disc, kemudian diletakkan di atas media Muller Hilton Agar yang telah mengandung mikroba uji 0,1 ml transmitan 25 % atau setara dengan 108 koloni/ml. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam suhu 37OC. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah kakao segar dan kulit buah kakao yang telah dikeringkan, dengan asumsi proses pengeringan dapat mengubah komposisi polifenolnya sehingga diharapkan dapat mempengaruhi aktivitas antimikroba dan antioksidannya.

Cairan pengekstraksi yang digunakan yaitu etanol 70% yang diasumsikan dapat mengekstraksi senyawa-senyawa flavonoid atau tannin yang teikat sebagai glikosida.. Sedangkan pelarut aseton-air (7:3) sangat baik untuk mengekstraksi tannin terkondensasi(anonim, 2007). Pada pengujian aktivitas antioksidannya digunakan DPPH sebagai radikal bebas yang memiliki panjang gelombang maksimum 517 nm.. Aktivitas penangkap radikal bebas (proton) diketahui salah satu mekanisme untuk mengukur aktivitas antioksidan (Othman et al, 2007). Pada ekstrak dari kulit buah kakao kering, baik ekstrak etanol maupun ekstrak aseton tidak memperlihatkan adanya aktivitas antioksidan Sedangkan pada ekstrak dari kulit buah kakao segar, baik ekstrak etanol maupun asetonnya memperlihatkan aktivitas antioksidan. Tidak adanya aktivitas antioksidan dari kulit buah kakao yang dikeringkan, hal ini disebabkan selama pengeringan komponen-komponen polifenolnya kemungkinan mengalami oksidasi oleh enzim polifenol oksidase yang juga terdapat pada buah kakao. Hasilnya seperti terlihat pada tabel 1. Sebagai pembanding digunakan asam askorbat (vitamin C) yang diketahui mempunyai aktivitas antioksidan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 2. Pada tabel 1 dan gambar 1 terlihat bahwa aktivitas antioksidan dari ekstrak aseton lebih tinggi dibandingkan ekstrak etanol. Menurut Figuera (1993), kulit buah kakao mengandung campuran flavonoid/tannin terkondensasi atau terpolimerisasi, seperti antosianidin, katekin, leukoantosianidin yang kadang-kadang terikat dengan glukosa . Pelarut aseton-air (7:3) optimal mengekstraksi tannin terkondensasi (Anonim, 2007). Dari hasil pengukuran aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan analisis probit,. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dari ekstrak aseton (IC50 = 0,08mg/ml) lebih tinggi dari ekstrak etanol (IC50 = 0,48 mg/ ml) maupun vitamin C (IC50 = 0,15 mg/ml).

Tabel 1 . Hasil pengukuran absorban Setelah Perlakuan dengan Ekstrak Kulit Buah Kakao segar Ekstrak aseton Konsentrasi (mg/ml) 5 1,25 0,5 0,1 0,01 0 (blanko) Replikasi 3 kali Aktivitas Pengikatan DPPH (%) 86,91 82,02 68,08 52,35 25,86 Ekstrak etanol Aktivitas Pengikatan DPPH (%) 80,10 65,90 46,88 23,06 12,20

Absorban (A) 0,0970 0,1332 0,2365 0,3530 0,5492 0,7408

Absorban (A) 0,1474 0,2526 0,3935 0,5700 0,6504

Tabel 2. Hasil Pengukuran Serapan DPPH Setelah Perlakuan dengan Vitamin C

Konsentrasi (mg/ml) 5 2,5 1,25 0,5 0,25 0,1 0,01 0(Blanko) Replikasi 3 kali
100 90

Absorban (A) 0,0225 0,0253 0,0301 0,1533 0,1583 0,4319 0,7517 0,8358

Aktivitas Pengikatan DPPH (%) 97,31 96,97 96,40 81,66 81,06 48,32 10,06

% Pengikatan DPPH

80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 0.01 0.1 0.5 1.25 5 Ekstrak aseton Ekstrak etanol

Konsentrasi Ekstrak

Gambar 1. Efek pengikatan DPPH oleh ekstrak kulit buah kakao pada berbagai konsentrasi

Tabel 3. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan (mm) rata-rata dari ekstrak kulit buah kakao terhadap beberapa bakteri uji. Konsentrasi ekstrak ( g/disc) 250 500 1000 7,25 7.35 10.25 7.15 7.45 9.15 6.25 7.15 9.15 6.75 7.75 10.20 7.45 7.55 7.45 7.55 7.45 7.85 7.85 8.55 7.70 7.65 8.15 8.50 8.15 8.25 9.15 8.95

Sampel Uji Ekstrak aseton kulit buah kakao segar Ekstrak aseton kulit buah kakao kering Ekstrak etanol kulit buah kakao segar

Bakteri Uji Escherichia coli Salmonella Thyposa Staphylococcus aureus Streptococcus mutan Escherichia coli Salmonella Thyposa Staphylococcus aureus Streptococcus mutan Escherichia coli Salmonella Thyposa Staphylococcus aureus Streptococcus mutan

Escherichia coli Ekstrak etanol kulit Salmonella Thyposa buah kakao Staphylococcus aureus kering Streptococcus mutan Keterangan : replikasi 2 kali

Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak aseton dari kulit buah kakao kering tidak memberikan aktivitas antibakteri. Sedangkan pada ekstrak aseton buah kakao segar memberikan aktivitas antibakteri mulai pada konsentrasi 5 % (250 g/disc), 10% (500 g/disc), dan 20 % (1000 g/disc ). Sedangkan ekstrak etanol dari sampel segar mampu menghambat pada konsentrasi 20 % (1000 g/disc), Sedangkan ekstrak etanol sampel kering mampu menghambat dimulai pada konsentrasi 5 % (250 g/disc). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 terlihat aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol sampel basah lebih kecil dibanding ekstrak etanol sampel kering, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya senyawa pektin yang ikut terekstraksi menggunakan sampel kulit buah kakao segar. Senyawa pektin dapat terekstraksi pada larutan etanol di bawah 70 %, sedangkan kadar air pada sampel segar tidak diketahui. Dari empat bakteri uji yang digunakan ternyata

Streptococcus mutan yang paling sensitif terhadap senyawa antibakteri dalam kulit buah kakao, hal ini sesuai penelitian Pasiga (2006) dan Matsumoto et al., (2004) bahwa ekstrak kulit buah kakao mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutan secara in vitro maupun in vivo. Bakteri ini merupakan penyebab terjadinya karies gigi.

KESIMPULAN 1. Kondisi optimal untuk mengekstraksi komponen antioksidanantimikroba dari kulit buah kakao adalah menggunakan bahan segar dan dengan cairan pengekstraksi aseton-air (7:3). 2. Ekstrak aseton kulit buah kakao segar memiliki aktivitas antioksidan dengan IC50 0,08mg/ ml dan aktivitas antibakteri terhadap S. Mutan dengan diametr hambatan 10,2 mm pada konsentrasi 1000 g per disc.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan Nasional dan Lembaga Penelitian UNHAS yang telah mendanai penelitian ini melalui Proyek Hibah Bersaing dengan nomor kontrak 131/H4.20/PL.09/2007.
DAFTAR PUSTAKA Anonim., 2007, Tannin: Chemical Analysis. Polyphenol flavonoid/tannin analysis. htm , diakses 14 April 2007 Borchers, A. T., Keen, C. L., 2000, Cocoa and Chocolate: Composition, Bioavailability, and Health Implication. Journal of Medicinal Food., 3(2): 77-105. Figueira, A., and Janick, J., 1993, New products from Theobroma cacao: Seed pulp and pod gum. New crops., New York, 475478. Keen, C. L., Holt, R.R., Oteiza, P., Fraga, C., and Schmitz, H.H., 2005, Cocoa Antioxidant and Cardio vascular Health. Am. J. Clin. Nutrition., 81(1): 298S-303S. Lamuela-Raventos, R. M., Romero-Perez, A. I., Andres-Lacueva, C. and Tornero, A., 2005, Review: Health Effects of Cocoa Flavonoids . Food Science and Technology International ., 11(3): 159176 Lee, K.W., Kim,Y.J., Lee, H.J., Lee, C.Y., 2003, Cocoa has More Phenolic Phytochemical and Higher Antioxidant Capacity than Teas and Red Wine. J.Agric. Food. Chem., 51(25) : 72927295 Nostro, A, Germano, M.P. , D'Angelo, V. ,Arino, A., and Cannatelli, M.A.,2000 ,Extraction Methods And Bioautography For Evaluation Of Medicinal Plant Antimicrobial Activity. Letters in Applied Microbiology., 30, 379-384 Osawal, K., Miyazakil, K. , Shimura, I., Okuda, J., Matsumoto, M and Ooshima, T., 2001, Identification of Cariostatic Substances in the Cacao Bean Husk: Their Antiglucosyltransferase and Antibacterial Activities. Dent. Res., 80(11):2000-2004 Othman, A., Ismail, A., Ghani, N.A., Adenan, I., 2007, Antioxidant Capacity and Phenolic Content of Cocoa Bean. Food Chemistry.,1523-1530.

Pasiga, B., 2006, Diversifikasi Manfaat Kakao sebagai Komponen Aktif Pasta gigi. Disertasi. . Program Pascasarjana UNHAS, Makassar. Weisburger, J. H., 2001, Chemopreventive Effects of Cocoa Polyphenols on Chronic Diseases. Experimental Biology and Medicine . , 226: 891-897.

You might also like