You are on page 1of 28

BAB I STATUS PASIEN

I.

Identifikasi Pasien Nama Jenis kelamin Usia Status Alamat Agama No. Reg/Med Tanggal MRS : Nn. AI : Perempuan : 16 tahun : Belum Menikah : Dalam Kota : Islam : RI14005763/802361 : 19-03-2014

II.

Anamnesis Keluhan utama: Nyeri dan sulit menggerakkan tungkai kiri setelah kecelakaan lalu lintas. Riwayat perjalanan penyakit: 7 jam SMRS motor yang dikendari penderita dengan kecepatan sedang (40 km/jam) ditabrak oleh mobil dari arah samping dengan kecepatan tinggi, penderita terjatuh dengan tungkai kiri membentur benda keras. Setelah kejadian penderita dalam keadaan sadar, dan penderita mengeluh nyeri serta sulit menggerakkan tungkai kiri.

III. Pemeriksaan Fisik Status generalis Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi : tampak sakit sedang : compos mentis : 110/70 mmHg : 88 x/m

Frek. Pernapasan Temperature Mata

: 22 x/m : 36,60 : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-),

pupil isokor, refleks cahaya (+/+) Ekstremitas superior Ekstremitas inferior : lihat status lokalis : lihat status lokalis

Status lokalis Regio Cruris sinistra, didapatkan: Look dasar otot Feel Movement : nyeri tekan (+), krepitasi (+), NVD baik : ROM aktif pasif terbatas : tampak luka ukuran 1x1 cm tepi tidak rata dengan

IV.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium (19 Maret 2014) Hemoglobin Eritrosit Leukosit Trombosit Hematokrit Diff. count : 10,6 : 3,73 : 5,5 : 369 : 31 (12,0-14,4) (4,75-4,85) (4,5-13,5) (150-450) (36-42, krisis <25)

: 0/3/0/75/12/6

Pemeriksaan rontgen cruris sinistra AP/ Lateral

Kesan: Tampak fraktur os tibia 1/3 distal kompleks Tampak fraktur os fibula 1/3 distal oblique

V.

Diagnosis Fraktur terbuka os tibia 1/3 distal kompleks terbuka grade II dan fraktur terbuka os fibula 1/3 distal oblique grade II.

VI.

Penatalaksanaan Tatalaksana awal O2 3L/m IVFD RL gtt XX/m ATS 1500 U Ceftriaxone 2x1 g

Ketorolac 3 x 30 mg

Tatalaksana khusus 1. Terapi konservatif : dilakukan debridement dan immobilisasi pada fraktur komplek terbuka grade II os tibia 1/3 distal dan fraktur terbuka obique grade II os fibula dengan back slab 2. Terapi definitif : tindakan operatif dengan Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)

VII. Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam : bonam : bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Fraktur 2.1. 1 Definisi Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun yang bersifat parsial.1

2.1.2 Proses terjadinya fraktur Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Tekanan pada tulang dapat berupa: 1 Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya pada badan vertebrae, talus atau fraktur buckle pada anak-anak Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur obliq atau fraktur Z Fraktur oleh karena remuk Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang Fraktur dapat disebabkan trauma langsung dan tak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, fraktur yang terjadi bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

2.1.3 Klasifikasi fraktur1 Klasifikasi etiologis Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba Fraktur patologis ; terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang Fraktur stress : terjadi karena adanya trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu

Klasifikasi klinis Fraktur tertutup (simple fracture) : suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar Fraktur terbuka (compound fracture) : fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar). Adapun derajat fraktur terbuka yaitu : 3 1. Grade I : luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat tulang menonjol keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan lunak, tanpa penghancuran dan fraktur tidak kominutif. 2. Grade II : luka > 1 cm, tetapi tidak ada penutup kulit. Tidak banyak terdapat kerusakan jaringan lunak, dan tidak lebih dari kehancuran atau kominusi fraktur tingkat sedang. 3. Grade III : terdapat kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan struktur neurovaskuler, disertai banyak kontaminasi luka. - III A : tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi secara memadai oleh jaringan lunak. - III B : terdapat pelepasan periosteum dan fraktur kominutif yang berat. - III C : terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki, tidak peduli berapa banyak kerusakan jaringan lunak yang lain.

Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang.

Klasifikasi radiologis Menurut lokalisasi

1. diafisial 2. metafisial 3. intra-artikuler 4. fraktur dislokasi

Menurut konfigurasi

1. fraktur transversal 2. fraktur oblik 3. fraktur Z 4. fraktur segmental 5. fraktur komunitif (fraktur lebih dari dua fragmen) 6. fraktur baji biasanya pada vertebrae karena trauma kompresi 7. fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patella 8. fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya tengkorak 9. fraktur impaksi 10. fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah misalnya pada fraktur patela, talus, kalkaneus 11. fraktur epifisis

Menurut ekstensi

1. fraktur total 2. fraktur tidak total 3. fraktur buckle atau torus 4. fraktur garis rambut 5. fraktur green stick

Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

1. fraktur tidak bergeser (undisplaced) 2. fraktur bergeser (displaced) - bersampingan - angulasi - rotasi - distraksi - over riding - impaksi Klasifikasi fraktur menurut muller AO2 Klasifikasi menurut muller AO, pada angka pertama menunjukkan tulang, angka kedua menunjukkan segmen, huruf pertama menunjukkan jenis fraktur dan nomor selanjutnya menunjukkan morfologi fraktur secara rinci.

10

11

12

Klasifikasi fraktur tibia fibula diaphysis menurut AO 42-A simple fracture 42-A1 spiral 42-A2 oblique (>_ 30) 42-A3 transverse (< 30) 42-B wedge fracture 42-B1 spiral wedge 42-B2 bending wedge 42-B3 fragmented wedge 42-C complex fracture 42-C1 spiral 42-C2 segmental 42-C3irregular

2.1.4 Gambaran klinis fraktur Anamnesis Biasanya penderita datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun karena trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan anggota gerak. Penderita mengeluh adanya nyeri, pembengkakkan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejalagejala lain.1

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan awal, perlu diperhatikan adanya1 Syok, anemia atau perdarahan Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thorax, panggul dan abdomen. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis Pemeriksaan lokal1 Inspeksi (Look) Bandingkan dengan bagian yang sehat Perhatikan posisi anggota gerak Keadaan umum penderita secara keseluruhan Ekspresi wajah karena nyeri Lidah kering atau basah Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka

13

Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari

Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organorgan lain

Perhatikan kondisi mental penderita Keadaan vaskularisasi

Palpasi (Feel) 1 Hal-hal yang perlu diperhatikan Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang Krepitasi dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit. Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk

mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai. Pergerakan (Move) 1 Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi proximal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

14

Pemeriksaan Neurologis1 Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropaksia,aksonotmesis atau

neurotmesis. Pemeriksaan radiologis 1 Foto polos Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis : Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi Untuk konfirmasi adanya fraktur Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya Untuk menentukan teknik pengobatan Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua : Dua posisi proyeksi ; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada anteroposterior dan lateral Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur femur dan kalkaneus, maka perlu dilakukan foto pada tulang panggul dan tulang belakang.

15

Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya dilakukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri

2.1.5 Waktu penyembuhan fraktur Waktu penyembuhan fraktur dipengaruhi beberapa faktor 1. Umur penderita Anak-anak lebih cepat daripada dewasa karena aktivitas osteogenesis pada periosteum dan endosteum dan juga proses remodeling tulang masih sangat aktif dan semakin berkurang apabila usia bertambah. 2. Lokasi dan konfigurasi fraktur Fraktur metafisis lebih cepat daripada diafisis. Fraktur transversal lebih lambat daripada fraktur oblique karena kontak yang lebih banyak. 3. Pergeseran awal fraktur Fraktur tidak bergeser lebih cepat mengalami penyembuhan. 4. Vaskularisasi pada kedua fragmen Kedua fragmen yang mempunyai vaskularisasi yang baik maka penyembuhannya akan lebih cepat. Apabila salah satu fragmen vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya union. 5. Reduksi serta imobilisasi Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya sehingga mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam penyembuhan fraktur. 6. Waktu imobilisasi Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, maka untuk terjadinya non union sangat besar.

16

7. Ruang diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak Bila ditemukan interposisi jaringan berupa periostat maupun otot atau jaringan fibrosa maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur. 8. Adanya infeksi Infeksi akan mengganggu proses penyembuhan. 9. Cairan sinovia Cairan sinovia pada sendi dapat menghambat penyembuhan fraktur. 10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak Gerakan aktif dan pasif akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur.

Perkiraan Penyembuhan Fraktur pada Dewasa WFalang/metacarpal/metatarsal/kosta a Distal radius k Diafisis ulna dan radius t Humerus u Klavikula Panggul p Femur e Kondilus femur/tibia n Tibia/fibula y Vertebrae e mbuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar waktu penyembuhan daripada orang dewasa. Fase Penyembuhan Fraktur1 3-6 minggu 6 minggu 12 minggu 10-12 minggu 6 minggu 10-12 minggu 12-16 minggu 8-10 minggu 12-16 minggu 12 minggu

17

Fase hematoma Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

Fase proliferasi seluler subperiostal dan endostal Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel

osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk

18

dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jarigan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan daerah radioulsen.

Fase Pembentukan Kalus Suatu pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut woven bone. Pada pemeriksaan radiologis kalus atau woven bone sudah terlihat.

Fase konsolidasi Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktifitas osteoblas yang menjadi struktur lamenar dan kelebihan kalus akan diresopsi secara bertahap

Fase remodeling Bilamana union telah lengkap, maka tulang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputu tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resobsi secara osteoklasik dan tetap rerjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna yang secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisis sitem haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum. Penilaian Penyembuhan Fraktur1 a. Klinis : tidak menimbulkan nyeri dan gerakan pada tempat fraktur saat ditekuk dan diputar. b. Radiologis : terbentuk kalus, tetapi masih ada garis fraktur.

19

Abnormalitas Penyembuhan 1 a. Malunion : waktu penyembuhan pada saatnya, tetapi posisi tidak memuaskan dengan deformitas tulang yang berbentuk kependekan. b. Delayed union : union lebih lama dari waktu penyembuhan normal/tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan. c. Non union : tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan pembentukan konsolidasi sehingga angulasi, varus/valgus, rotasi,

terdapat sendi palsu (pseudoartrosis). Penatalaksanaan1

2.1.6

Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4 : a. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : Lokalisasi fraktur Bentuk fraktur Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan b. Reduction : reduksi fraktur apabila perlu Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula (reposisi). Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna

20

aposisi yang sempurna c. Retention : tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi fraktur) d. Rehabilitation Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Metode pengobatan fraktur antara lain : a. Konservatif Proteksi semata-mata untuk mencegah cidera lebih lanjut, dapat menggunakan sling (mitela)/tongkat. Diindikasikan pada frakturfraktur tidak bergeser, fraktur iga stabil, falangs, metacarpal,dan klavikula pada anak. Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi), menggunakan gips atau bidai dari plastik/metal. Diindikasikan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi ekterna, mempergunakan gips. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi dapat dilakukan dengan cara traksi kulit atau traksi tulang. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi, menggunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment. Ada 4 metode traksi kontinu yang digunakan, yaitu traksi kulit, traksi menetap, traksi tulang, dan traksi berimbang & traksi sliding. b. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutan dengan Kwire. Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang tidak stabil, maka reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutan. c. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang Operasi harus dilakukan secepatnya. Alat-alat yang dipergunakan dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat kirschner, screw, screw dan platem pin

21

Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin Trephine, plate and screw Smith Peterson, pin plate teleskopik, pin Jewett, dan protesis.

Indikasi reduksi terbuka degan fiksasi interna : Fraktur intraartikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus, olekranon, patella. Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur tidak stabil. Terdapat interposisi jaringan diantara kedua fragmen Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan reduksi tertutup misalnya fraktur monteggia dan Bennett Kontraindikasi imobilisasi eksterna Eksisi fragmen kecil, dan lainnya.

d. Eksisi fragmen tulang dan penggantuan dengan protesis Pada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion, oleh karena itu dilakukan pemasangan protesis, yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian yang nekrosis. Sebagian bahan tambahan sering dipergunakan metilmetakrilit.

Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur leher femur, baik dewasa muda maupun dewasa tua, karena: Perlu reduksi yang akurat dan stabil Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi paru-aru dan ulkus dekubitus. Fraktur yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi interna. Fraktur yang terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu terdapat risiko pergeseran pada fraktur itu, sekalipun berada di tempat tidur, jadi fiksasi akan lebih aman.

22

Prinsip terapi adalah reduksi yang tepat, fiksasi secara erat dan aktivitas dini. Bila pasien di bawah anestesi, pinggul dan lutut difleksikan dan paha yang mengalami fraktur ditarik ke atas, kemudian dirotasikan secara interna, lalu diekstensikan dan di abduksi akhirnya kaki diikat pada footpiece. Pengawasan dengan sinar-x digunakan untuk memastikan reduksi pada foto anteroposterior dan lateral. Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan IV; fiksasi pada fraktur tak tereduksi hanya mengakibatkan kegagalan. Kalau fraktur stadium III dan IV, fiksasi pada fraktur yang tidak tereduksi secara tertutup melalui pendekatan anterolateral. Sekali direduksi, frakur dipertahankan dengan pen atau screw berkanula atau kadang-kadang dengan screw kompresi geser (Screw pinggul yang dinamis) yang ditempelkan pada batang femur. Insisi lateral digunakan untuk membuka femur bagian atas. Kawat pemandu, yang disisipkan di bawah kendali fluoroskopik, digunakan untuk memastikan bahwa penempatan alat pengikat telah tepat. Dua skrup berkanula sudah mencukupi, keduanya harus terletak sejajar dan memanjang sampai plat tulang subkondral; pada foto lateral keduanya berada di tengah-tengah pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteroposterior screw distal terletak pada dengan korteks inferior leher. Bila tidak dilakukan operasi ini cara konservatif terbaik adalah langsung immobilisasi dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan tongkat. Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseuarthritis yang tidak nyeri sehingga penderita diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta sedikit rasa sakit yang didapat ditahan, serta sedikit pemendekkan.

Jenis-jenis operasi a. Pemasangan pin b. Pemasangan plate dan screw

2.1.7

Komplikasi Komplikasi pada fraktur radius ulna :

23

1. Komplikasi dini :

- forearm swelling - Compartement syndrome

2. Komplikasi lanjut : - malunion Komplikasi pada fraktur tibia fibula : 1. Komplikasi dini : - syok (dapat terjadi perdarahan massif walaupun fraktur bersifat tertutup - trauma pembuluh darah - trauma saraf - infeksi 2. Komplikasi lanjut : - delayed union, non union, malunion - kaku sendi lutut - refraktur

24

2.1.8

Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam : bonam : bonam

2.2 Fraktur diafisis tibia dan fibula1 Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasa terjadi antara batas 1/3 tengah dan 1/3 bagian distal sedangkan fraktur fibula pada batas 1/3 bagian tengah dengan 1/3 bagian proximal, sehingga fraktur tidak terjadi pada ketinggian yang sama. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Gambaran klinis pada fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan penonjolan tulang keluar kulit.

Pengobatan Konservatif Pengobatan standar dengan cara koservatif berupa reduksi fraktur dengan manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk imobilisasi, dipasang sampai diatas lutut. Prinsip reposisi: fraktur tertutup ada kontak 70% atau lebih tidak ada angulasi tidak ada rotasi

pada fraktur oblik atau spiral imobilisasi denga gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.

Operasi Terapi operatif dilakukan pada: fraktur terbuka kegagalan dalam terapi konservatif
25

fraktur tidak stabil adanya nonunion

metode pengobatan operatif pemasangan plate and screw nail intrameduler pemasangan screw semata-mata pemasangan fiksasi eksterna. Adapaun indikasinya yaitu fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang dan pseudoartrosis yang mengalami infeksi.

Komplikasi 1. infeksi 2. delayed union 3. malunion 4. kerusakan pembuluh darah 5. trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis 6. gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki, gangguan ini disebabkan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah. Pengobtan fraktur metacarpal tunggal biasanya bersifat stabil dan tidak memerlukan tindakan operasi. Fraktur multiple kemungkinan memerlukan tindakan operasi untuk mengoreksi kerusakan dan rotasi.

26

BAB III ANALISIS KASUS

Dari anamnesis didapatkan bahwa penderita berusia 16 tahun berasal dari dalam kota Palembang datang berobat ke RSMH dengan keluhan utama nyeri dan sulit menggerakkan tungkai kiri setelah kecelakaan lalu lintas. Dari anamnesis lebih lanjut didapatkan 7 jam SMRS motor yang dikendari penderita dengan kecepatan sedang (40 km/jam) ditabrak oleh mobil dari arah samping dengan kecepatan tinggi penderita terjatuh dengan tungkai kiri membentur benda keras. Setelah kejadian penderita dalam keadaan sadar, dan penderita mengeluh nyeri serta sulit menggerakkan tungkai kiri. Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik status lokalis didapatkan pada regio cruris, tampak fraktur terbuka, nyeri tekan (+), krepitasi (+), NVD baik, ROM aktif dan pasif terbatas. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan radiologis berupa rontgen cruris dextra AP lateral yang menunjukkan adanya fraktur os tibia 1/3 distal kompleks dan os fibula 1/3 distal oblique. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pasien ini didiagnosa Fraktur terbuka os tibia 1/3 distal kompleks dan fraktur terbuka os fibula 1/3 distal oblique grade II. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini ada 2 pilihan yaitu terapi konservatif dan terapi operatif. Jika secara konservatif yaitu dilakukan debridement dan immobilisasi pada fraktur terbuka os tibia 1/3 distal kompleks dan fraktur terbuka os fibula 1/3 distal oblique posterior slab dan dilakukan immobilisasi. Dilakukan terapi ORIF pada fraktur terbuka os tibia 1/3 distal kompleks dan fraktur terbuka os fibula 1/3 distal oblique. Prognosis pasien ini adalah quo ad vitam bonam dan quo ad functionam bonam.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, Chairuddin. 2009. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Cetakan keenam. Jakarta : Penerbit PT. Yarsif Watampone. 2. Ruedi. P. Thomas. AO Principles of Fractures Management. New York: AO Publishing. 2000 3. Matthew Camuso, Chris Colton. AO Principles of Management Open Fractures. New York: AO Publishing. 2012 4. Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition. New York: Mc Grow Hill. 2009 5. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.

28

You might also like