You are on page 1of 67

SCIENTIA VOL. 1 NO.

1, 2011 ISSN : 2087-5045

ISSN : 2087-5045

Volume 1, Nomor 2, Agustus 2011

Scientia, Vol. 1, No. 1, 2011 ; halaman 1 58 ISSN : 2087-5045 Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis Padang

DAFTAR ISI
MEMBANDINGKAN KADAR DAN LAJU DISOLUSI TABLET ASAM MEFENAMAT NAMA DAGANG DAN NAMA GENERIK Revi Yenti, Firmansyah dan Ayu Dwi Utami PENETAPAN KADAR VITAMIN B1 PADA BERAS MERAH TUMBUK, BERAS MERAH GILING DAN BERAS PUTIH GILING SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VISIBEL Regina Andayani, Syahriar Harun dan Vica Kurnia Maya PEMERIKSAAN KADAR KALIUM DAN NATRIUM PADA HERBA Centella asiatica (L) URBAN DENGAN METODA FOTOMETRI NYALA Roslinda Rasyid, Mahyuddin dan Miza Agustin PENENTUAN KADAR KALSIUM PADA IKAN KERING AIR LAUT DAN IKAN KERING AIR TAWAR DENGAN METODA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Ria Afrianti dan Syahriar Harun PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI AKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DAN LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K. Schum) TERHADAP MIKROBA PENYAKIT KULIT Emma Susanti, Musyirna Rahma dan Sumiati Rahman PENGARUH PEMBERIAN RUTIN DAN KUERSETIN TERHADAP KESTABILAN PIGMEN ANTOSIANIN DARI KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) Musyirna Rahmah Nasution, Deddy Permana dan Mirwan Arif UJI EFEK ANALGETIK HERBA SURUHAN (Peperomia Pellucida) PADA MENCIT PUTIH BETINA Dwi Mulyani PENENTUAN HLB BUTUH (Required Hydrophile Lipophile Balance) DARI VCO DENGAN METODE TIE Chris Deviarny dan Deifsa Noca Fersti UJI TOKSISITAS SUB KRONIK EKSTRAK BUAH MALUR ( Brucea Javanica L.Merr) PADA ORGAN HATI MENCIT PUTIH JANTAN Mimi Aria, M. Husni Mukhtar dan Sri Sufyantini PEMANFAATAN ZAT WARNA DARI EKSTRAK Cyphomandra Betacea DAN MINYAK KELAPA MURNI DALAM FORMULASI LIPSTIK Farida Rahim PENGARUH PEMBERIAN SERBUK BIJI MAHONI (Swietenia Macrophylla King) TERHADAP KADAR GAMMA-GLUTAMIL TRANSFERASE (GGT) PADA MENCIT PUTIH BETINA Surya Dharma, Dedi Nofiandi 1- 6

7- 12

13- 17

18- 24

25- 31

32- 37

38- 42

43- 47

48- 54

55- 63

64- 69

Scientia, Vol. 1, No. 2, Agustus 2011 ; halaman 1 69, ISSN : 2087-5045 Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis Padang

SCIENTIA
JURNAL FARMASI DAN KESEHATAN
TERBIT DUA KALI SETAHUN SETIAP BULAN FEBRUARI DAN AGUSTUS

DEWAN REDAKSI
Penanggung Jawab : Prof. H. Syahriar Harun, Apt Pemimpin Umum : DR.H.M. Husni Mukhtar,MS, DEA, Apt Redaktur Pelaksana : Verawati, M.Farm, Apt Eka Fitrianda, M.Farm, Apt Sekretariat : Afdhil Arel, S.Farm, Apt Khairul Dewan Penyunting : Prof.H. Syahriar Harun,Apt Prof.DR.H. Amri Bakhtiar,MS,DESS,Apt Prof.DR.H. Almahdy, MS, Apt DR.H.M. Husni Mukhtar, MS, DEA, Apt Drs. Yufri Aldi, MSi, Apt Drs. B.A. Martinus , MSi Hj. Fifi Harmely, M.Farm ,Apt Farida Rahim, M.Farm, Apt Revi Yenti, M.Si, Apt Verawati, M.Farm, Apt Ria Afrianti, M.Farm ,Apt Eka Fitrianda, M.Farm, Apt

Penerbit : Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis Padang ISSN : 2087-5045 Alamat Redaksi/Tata Usaha STIFI Perintis Jl. Adinegoro Km. 17 Simp. Kalumpang Lubuk Buaya Padang Telp. (0751)482171, Fax. (0751)484522
e-mail : stifi_perintis@yahoo.co.id website : www.stifi-padang.ac.id

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

MEMBANDINGKAN KADAR DAN LAJU DISOLUSI TABLET ASAM MEFENAMAT NAMA DAGANG DAN NAMA GENERIK
Revi Yenti, Firmansyah, Ayu Dwi Utami STIFI Perintis Padang

Abstract

The determination of concentration and dissolution of mefenamic acid in trade name and generic name tablet has been done. Dissolution test was done in phospate buffer with pH 7,2 at 50 rpm for 60 minute using paddle method, while the concentration of mefenamic acid was measured using spectrophotometry at 285 nm. It was found that all of tested product were qualified, that is 80% of the tablet were dissolve within 30 minutes and fullfil requirement of concentration for mefenamic acid in tablet. Keywords : mefenamic acid, dissolution test, spectrophotometry

PENDAHULUAN

Banyaknya pabrik obat yang memproduksi obat dengan nama dagang yang berbeda dan berbagai formula yang berbeda maka dibutuhkan suatu pedoman pengobatan yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan keamanan suatu obat. Jika terjadi penyimpangan kadar dari yang dicantumkan (zat khasiatnya sangat rendah bahkan ada yang sama sekali tidak mengandung zat khasiat), maka perlu dilakukan intervensi regulasi misalnya dengan membatasi atau menarik obat yang memang terbukti tidak bermanfaat atau obat-obat palsu.(Anonim, 2000). Pemakaian bahan baku dan bahan pembantu yang bervariasi serta berbagai macam formula dapat menunjukan perbedaan sifat karakteristik fisik pada tablet dan berpengaruh terhadap stabilitas kimia, fisika dan biofarmasetiknya. Jenis dan jumlah bahan penbantu yang digunakan dalam pembuatan tablet haruslah dipilih dengan tepat, walaupun bahan tersebut tidak berkhasiat tetapi dapat berpengaruh terhadap ketersediaan hayati obat dalam tubuh.

Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) merupakan salah satu golongan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat baik yang diresepkan oleh dokter maupun yang dijual bebas. Golongan obat AINS dapat digunakan untuk pengobatan inflamasi dan nyeri. Dari suatu pengukuran kuantitas penggunaan obat golongan AINS (dengan 4 jenis obat) yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya didapatkan data bahwa golongan obat AINS yang paling banyak digunakan adalah Asam Mefenamat (46,46%) dan yang paling rendah penggunaannya adalah ketoprofen (5,07%) (Anonim, 2009). Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas peniliti ingin untuk melihat tingkat keamanan tablet asam mefenamat dengan mengetahui berapa kadar dan laju disolusi asam mefenamat dalam tablet dengan nama dagang dan obat generik yang beredar dipasaran.

METODE PENELITIAN

Alat Desintegrator (pharmetest), hardnesstester, alat disolusi (pharmatest), 1

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 friabilator (pharmatest), spektrofotometer UV-Visibel (Shimadzu), timbangan digital dan seperangkat alat gelas standar laboratorium, Pemeriksaan Kekerasan Tablet Pemeriksaan dilakukan terhadap 10 tablet, dimana tiap tablet diletakkan pada alat sehingga skala menunjukkan angka nol, kemudian putar penekan maka tablet akan tertekan dan akhirnya pecah. Tepat pada saat pecahnya tablet skala dibaca dan dicatat sebagai kekerasan tablet. Kekerasan tablet diukur dalam satuan kg/cm2 . Pemeriksaan Kerenyahan Tablet Dilakukan terhadap 20 tablet yang bebas dari debu ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam alat, jalankan alat biarkan berputar selama 4 menit (100 rpm), keluarkan tablet tersebut dan bersihkan dari debu dan ditimbang kembali dan hitung besarnya kerapuhan tablet dalam satuan persen.

Bahan Tablet asam mefenamat dengan nama dagang dan nama generik, asam mefenamat baku, larutan alkali hidroksida (NaOH), dapar pospat 0,2M pH 7,2 dan aquadest.

Pengambilan Mefenamat.

Sampel

Tablet

Asam

Pengambilan sampel dari satu apotik yang kemudian tiap jenis tablet diberi kode OPA (Obat Dagang A), OPB (Obat Dagang B), dan OPC (Obat Dagang C) . OGA (Obat Generik A), OGB (Obat Generik B), dan OGC (Obat Generik C).

Pemeriksaan Waktu Hancur Tablet Pemeriksaan Kadar tablet Ditimbang 20 tablet asam mefenamat kemudian gerus, timbang setara dengan 20 mg asam mefenamat, masukkan kedalam labu ukur 100 ml, larutkan dengan NaOH 0,2 N, tambahkan dapar fosfat 0,2 M hingga tanda batas aduk sampai larut. Kemudian dipipet 10 ml, masukkan kedalam labu ukur 100 ml, tambahkan dapar fosfat 0,2 M hingga tanda batas, sehingga didapat konsentrasi 20 g/ml, ukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimum asam mefenamat yang sudah ditentukan sebelumnya. Kemudian hitung kadar yang diperoleh. Pada pemeriksaan waktu hancur dilakukan terhadap semua tablet dengan menggunakan medium aquadest. Pengukuran dilakukan terhadap 6 tablet, isi bejana dengan medium aquadest pada suhu 36-37 oC, atur jumlah cairan sehingga pada saat keranjang turun permukaannya tidak tenggelam dalam cairan dan pada saat keranjang naik permukaan sebelah bawahnya tidak melebihi permukaan cairan, masukkan tablet satu persatu pada 6 tabung jalankan alat dengan kecepatan 30 rpm. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian yang tertinggal diatas kasa alat uji.

Penentuan Uji Disolusi Tablet Asam Mefenamat Pemeriksaan Tablet Keseragaman Bobot Pemeriksaan laju disolusi tablet asam mefenamat dilakukan berdasarkan metoda pertama (metoda dayung) menurut USP XXIV. Medium disolusi yang digunakan adalah dapar pospat 0,2 M pH 7,2 dengan volume disolusi 900 ml dan kecapatan putaran 50 rpm selama 60 menit. Larutan dipipet sebanyak 5 ml pada bagian tengahnya setelah menit ke 5, 10, 2

Sejumlah 10 tablet yang telah dibersihkan dari debu ditimbang satu persatu dan dihitung bobot rata-rata tablet dan standar deviasi.

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 15, 30, 45, dan 60 menit. Masing-masing larutan sample diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang maksimum. Kemudian ditentukan kadar tablet yang terdisolusi. Pengolahan Data Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dilakukan pengolahan data dengan metoda Anova dua arah. Tabel I. Pemeriksaan Mutu Tablet Asam Mefenamat Tablet OPA 89,70 0,102 0,7354 0,0019 10,4 0,305 0,79 42,16 Tablet OPB 99,58 0,265 0,7452 0,0012 10,3 0,213 0,82 36:14 Tablet OPC 92,94 0,267 0,6384 0,010 8,4 0,339 0,98 20:16 Tablet OGA 104,35 0,525 0,7302 0,006 10,3 0,214 0,82 38:12 Tablet OGB 94,75 0,703 0,7173 0,005 10,2 0,249 0,87 28:27 Tablet OGC 102,05 0,674 0,7104 0,002 8,8 0,133 0,92 23:51 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pemeriksaan mutu tablet asam mefenamat dari beberapa nama dagang dan generik dapat dilihat pada tabel I.

Pemeriksaan Kadar zat aktif (%) Keseragaman bobot (g) Kekerasan (kg/cm2) Kerenyahan (%) Waktu hancur (menit)

Keterangan : Tablet OPA Tablet OPB Tablet OPC Tablet OGA Tablet OGB Tablet OGC = Obat nama dagang A = Obat nama dagang B = Obat nama dagang C = Obat generik A = Obat generik B = Obat generik C satupun tablet yang penyimpangannya lebih besar dari 10%. Perbedaan variasi bobot tablet akan menyebabkan kandungan zat aktif pada setiap tablet akan berbeda. Penyimpangan bobot tablet dipengaruhi oleh jumlah bahan yang diisikan ke dalam ruang cetakan tablet (punch dan die ) (Ansel, H.C., 1989; Firmansyah, 1989). Hasil yang didapat memenuhi persyaratan bobot tablet. Persyaratan kekerasan untuk tablet kecil adalah 4 7 kg/cm2, sedangkan untuk tablet besar 4 13 kg/cm2. Kekerasan tablet ini sangat berpengaruhi terhadap uji disolusi dan waktu hancur, 3

Dari hasil tesebut kelima macam tablet tersebut memenuhi persyaratan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi IV adalah tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari yang tertera pada etiket. Sedangkan untuk OPA tidak memenuhi persyaratan, didapatkan hasil yang sedikit menyimpang yaitu 89,70%. Hal ini bisa disebabkan oleh proses pembuatan dan jumlah bahan obat yang digunakan tidak memenuhi persyaratan. Persyaratan untuk tablet yang bobot lebih besar dari 300 mg tidak lebih dari 2 tablet mempunyai penyimpangan lebih besar dari 5% dan tidak boleh ada

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 jika tablet terlalu keras maka uji disolusi dan waktu hancurnya akan menjadi lambat. Kekerasan tablet dapat dipengaruhi oleh formulasi yaitu jumlah partikel halus (kadar fine) didalam tablet terlalu banyak sehingga menyebabkan daya ikat antar masa cetak menjadi kecil, sehingga tablet yang dihasilkan menjadi rapuh. Jika jumlah bahan pengikat yang digunakan dalam formulasi melebihi batas yang ditetapkan maka tablet yang dihasilkan akan menjadi keras begitu juga sebaliknya jika bahan pengikat yang digunakan sedikit maka tablet yang dihasilkan akan menjadi rapuh (Ansel, H.C., 1989; Firmansyah, 1989). Hasil yang didapat tablet asam mefenamat memenuhi persyaratan. Uji kerenyahan merupakan uji untuk menentukan kemampuan dan daya tahan tablet terhadap gesekan dan goncangan selama waktu proses pengepakan dan transportasi hingga sampai ke tangan konsumen. Tablet memenuhi persyaraatan uji kerenyahan jika uji kerenyahan yang diperoleh adalah 0,8-1% (Ansel, H.C., 1989; Firmansyah, 1989). Dari hasil yang didapat keenam produk ini memenuhi persyaratan kerenyahan tablet. Persyaratan waktu hancur tablet menurut Farmakope Indonesia edisi IV yang menetapkan bahwa kecuali dinyatakan lain waktu hancur untuk tablet biasa tidak lebih dari 15 menit dan untuk tablet bentuk salut selaput tidak boleh lebih dari 60 menit. Pengujian waktu hancur dilakukan bertujuan supaya tablet harus hancur, kemudian melepaskan komponen obat ke dalam cairan tubuh untuk dilarutkan, sehingga obat akan diabsorbsi dalam saluran cerna (Ansel, H.C., 1989). Waktu hancur berkaitan dengan kekerasan tablet yaitu dengan bertambah keras tablet maka waktu hancur akan menjadi lebih lama. Tablet asam mefeamat berada dalam bentuk tablet salut selaput, dari hasil yang didapat semua tablet memenuhi persyaratan yaitu hancur sempurna.

Tabel II. Pemeriksaan Uji Disolusi Tablet Asam Mefenamat % terdisolusi Waktu OPA 0 0 29.97 5 0.015 53.26 10 0.006 62.54 15 30 0.117 77.34 OPB 0 33.23 0.011 59.50 0.053 74.88 0.115 84.50 OPC 0 45.38 0.012 72.19 0.011 81.62 0.021 90.34 OGA 0 31.99 0.003 54.73 0.008 63.04 0.091 82.97 OGB 0 44.91 0.032 70.08 0.112 79.13 0.161 88.80 OGC 0 49.23 0.015 61.27 0.090 71.88 0.308 89.75

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 0.072 89.99 45 0.136 98.05 60 0.171 0.150 93.77 0.157 100.22 0.195 0.153 95.85 0.185 103.18 0.185 0.326 91.93 0.170 100.01 0.043 0.145 95.10 0.156 99.41 0.166 0.153 92.10 0.173 102.14 0.200

Gambar 1. Profil disolusi tablet asam mefenamat Penentuan uji disolusi yaitu menghitung kadar asam mefenamat yang terdisolusi atau terlarut pada menit menit tertentu, yang dilakukan selama 60 menit dapat dilihat pada tabel II dan gambar 1. Hasil yang diperoleh semua tablet memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV kecuali OPA baru terdisolusi 77,34%. Penetapan model kinetika pelepasan tablet asam mefenamat dilakukan dengan menggunakan menggunakan berbagai persamaan kinetika orde. Hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa model kinetika pelepasan obat yang baik adalah mengikuti orde satu karena nilai korelasinya mendekati satu yaitu sebagai berikut tablet OPA = 0.952, OPB = 0.964, OPC = 0.947, OGA = 0.958, OGB = 0.985, OGC = 0.973. Dari hasil yang didapat dibuat analisa data dengan metoda analisa yaitu metoda Anova Dua Arah. Pada antar perlakuan dari perbandingan tiap sampel pada = 0,05 dan pada = 0,01, memberikan nilai bahwa F hitung perlakuan dan waktu lebih kecil dari pada F tabel. Ini menandakan bahwa kadar persentase tablet asam mefenamat yang terdisolusi dalam medium tidak berbeda nyata tidak signifikan. Ini membuktikan bahwa tidak ada perbedaan mutu antara obat nama dagang dan bentuk generik.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada pemeriksaan kadar zat aktif dan pemeriksaan uji disolusi dapat diambil kesimpulan bahwa tablet dengan nama dagang maupun nama generik tidak memberikan perbedaan yang bermakna dengan kata lain memenuhi persyaratan terkecuali untuk tablet dagang A, kadar yang didapat sedikit menyimpang dari 5

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 ketentuan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu 89,70 % dan persen zat terdisolusinya pada waktu 30 menit yaitu 77,34 %. Saran Disarankan untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian terhadap laju absorbsinya secara invivo.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000, Bagian Organisasi dan Hukum, Volume 1 Edisi VIII, Jakarta. Anonim, 2009, Pengukuran Kuantitas dan Kualitas Peresepan Obat Golongan AINS Pada Pasien Rawat Jalan di RSI Surakarta Jakarta.2008 Dengan Metoda DU 90% http://rac.uii.ac.id/harvester/index.ph p/record/view/3284.Diakses 10 des 2009. Ansel H. C., 1989Introduction to Pharmaceutical Dosege Farmasi, Terjemahkan oleh F, Ibrahim, Pengantar Bentuk Seiaan Farmasi, Edisi Keempat, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta. Firmansyah, Formulasi Tablet, Departemem Pendidikan dan Kebudayaan, Padang, 1989.

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

PENETAPAN KADAR VITAMIN B1 PADA BERAS MERAH TUMBUK, BERAS MERAH GILING, DAN BERAS PUTIH GILING SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV- VISIBEL

Regina Andayani1, Syahriar Harun2, Vica Kurnia Maya2 1 Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang 2 STIFI Perintis Padang

Abstract

A research about analysis of vitamin B1 on the pounded red rice, the milled red rice and the milled rice using spectrophotometry of UV-Visible had been performed. Vitamin B1 was reacted with a bromothymol blue to form an ion-association complex in a weak-base aqueous solution in the presence of solubilization agent (polyvinyl alcohol). The wavelength of maximum absorbance was 441 nm.The method has high selectivity and could be applied to direct spectrophotometric determination of vitamin B1 in aqueous phase without organic solvent extraction. The concentration of vitamin B1 on the pounded red rice was 0,2887 % + 0,243, on the milled red rice was 0,2265 % + 0,198, and the milled rice was 0,2129 % + 0,190. The LSD test on the = 0,05 and = 0,01 showed that the highest concentration of vitamin B1was found in the pounded red rice followed by the milled red rice and the milled rice. Keywords : Vitamin B1, pounded red rice, milled red rice, milled rice, spectrophotometry UVVisible

PENDAHULUAN Vitamin B1 atau Tiamin merupakan salah satu vitamin yang dibutuhkan untuk menimbulkan nafsu makan dan membantu penggunaan karbohidrat dalam tubuh dan sangat berperan dalam sistim saraf. Kebutuhan vitamin bagi tubuh sebenarnya sangat cukup tersedia, ada unsur-unsur vitamin alami di dalam makanan yang di santap setiap hari. Kebutuhan harian akan vitamin berbeda-beda berdasarkan jenis usia, jenis kelamin dan bisa juga berdasarkan jenis pekerjaanya. Masing-masing jumlah vitamin B1 yang di butuhkan untuk bayi 0,4-0,5 mg/hari, anak-anak 0,7-1,0 mg/hari, pria dewasa 1,2-1,3 mg/hari, wanita dewasa 1,01,1 mg/hari, ibu hamil 1,5 mg/hari dan ibu menyusui 1,6 mg/hari. (Andi,H.N,1987;

Murray, R.K et al.,1997; Gan, S., 1995; Soeharto, P.K., 1991). Tiamin terdapat hampir pada semua tanaman dan jaringan tubuh hewan yang lazim digunakan sebagai bahan makanan tetapi kandungan vitamin ini biasanya kecil. Sumber vitamin B1 contohnya sereal, gandum, kentang, ikan, telur, hati, ginjal, jantung, otak, susu sapi dan ASI. Biji-bijian yang tidak digiling sempurna merupakan sumber tiamin yang baik. Tiamin dalam makanan dalam bantuk bebas atau dalam bentuk kompleks dengan protein atau kompleks protein phosfat, pada prinsipnya tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memudahkan pembentukan senyawa kaya energi yang disebut ATP ( adenosil triposfat ). 7

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Dampak kekurangan vitamin B1 ini dapat menimbulkan penyakit beri-beri . Umumnya penyakit yang ditemukan tahun 1642 di Indonesia ini banyak menyerang masyarakat dengan makanan pokoknya beras giling seperti Indonesia, India, Cina, Jepang, Malaysia dan Negara lainnya. Kekurangan vitamin tersebut dapat disebabkan karena vitamin ini tidak stabil pada pemrosesan tertentu dan penyimpanan, karena itu aras kandungan vitamin dalam makanan yang diproses dapat sangat menurun. (DepKes RI, 1974) Penetapan kadar vitamin B1 dapat dilakukan dengan cara gravimetri, volumetri, fluorometri, kolorimetri dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). (DepKes RI,1995; Garrat, D.C.,1964; Herlich, K,1990). Penentuan kadar vitamin B1 pada sediaan farmasi menggunakan beberapa macam pewarna (dye) asam trifenilmetan telah dilakukan dan diperoleh hasil yang baik (Liu,S., et al,2002). Oleh karena itu metode tersebut dicoba digunakan untuk menetapkan kadar vitamin B1 pada sampel makanan seperti ; beras merah tumbuk, beras merah giling dan beras putih giling menggunakan biru bromotimol sebagai senyawa pengompleks yang dapat membentuk kompleks asosiasi ion dengan vitamin B1 menggunakan polivinyl alkohol (PVA) sebagai zat pensolubilisasi yang menghasilkan senyawa yang larut dalam air dan diukur dengan spektrofotometri UV Visible pada panjang gelombang 441 nm. Bahan Polivinyl alkohol 1%, etanol netral 40 %, larutan biru bromotimol 0,05 %,larutan dapar NH4CL-NH4OH 0,2 M (49:1) pH 7,6, kalium heksasianoferat (III) 5% timbal (II) asetat 10 %, indikator fenolftalein, asam klorida 3 N, tiamin HCL ( BDH Biochemical ), kertas saring, aquadest. Prosedur Persiapan sampel Sampel yang digunakan adalah beras merah tumbuk, beras merah giling dan beras putih giling yang diambil dari daerah Kayu Aro Kerinci, Jambi. Sampel di haluskan dengan blender kemudian timbang 5 gram sampel masukan dalam erlenmeyer 50 ml cukupkan dengan aquadest sampai tanda batas, kocok, kemudian saring dengan kertas saring masukan dalam labu ukur 50 ml, cukupkan dengan aquadest sampai tanda batas. Pembuatan Larutan Induk Vitamin B1 500 g/ml (Liu, S.,et al., 2002) Ditimbang 25 mg Vitamin B1 kemudian larutkan dengan air suling dalam labu takar 50 ml tepatkan sampai tanda batas. Pengukuran Panjang Gelombang Serapan Maksimum (Liu, S.,et al., 2002) Dari larutan induk di pipet 4 ml masukkan dalam labu ukur 25 ml, sehingga diperoleh konsentrasi 80 g/ml, tambahkan 2 ml dapar amonia, ditambah 3,3 ml biru bromotimol 0,05 % dan 1,5 ml polivinyl alkohol 1 %, cukupkan dengan aquadest sampai tanda batas, kocok homogen, lalu tentukan panjang gelombang serapan maksimum dengan spektrofotometer VV VIS antara (400-800) nm.

METODE PENELITIAN Alat Spektrofotometer UV-Visibel (Shimadzu 265), erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, corong, batang pengaduk, pipet takar, pipet tetes, karet hisap, labu semprot, timbangan digital, labu ukur, pH meter.

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Pengukuran Kadar Vitamin B1 Larutan induk Vitamin B1 (500 g/ml) dipipet sebanyak 2; 2,5; 3; 3,5; 4 ml dan masing-masing larutan dimasukkan dalam labu ukur 25 ml. Ke dalam masingmasing labu ditambahkan 1,2 ml dapar amonia, 2,7 ml biru bromotimol 0,05 % dan 0,7 ml polivinyl alkohol 1% kemudian cukupkan dengan aquadest sampai tanda batas, dikocok homogen, sehingga diperoleh konsentrasi larutan vitamin B1 berturut-turut 40,50,60,70, dan 80 g/ml. Ukur serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang maksimum yaitu 441 nm kemudian data absorban dan konsentrasi larutan standar digunakan untuk membuat kurva kalibrasi. Pengukuran vitamin B1 pada sampel dilakukan dengan memipet 5 ml filtrat sampel dan masukan dalam labu ukur 25 ml tambahkan 1,5 ml dapar amonia, tambahkan 3 ml biru bromotimol 0,05 %, tambahkan 1 ml polivinyl alkohol 1 %, kemudian cukupkan dengan aquadest sampai tanda batas, kocok homogen dan ukur serapan dengan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 441 nm. Pengolahan Data Kadar Vitamin B1 ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi dari larutan standar yang dihitung dengan menggunakan rumus : HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar vitamin B1 yang terdapat pada beras merah tumbuk, beras merah giling dan beras putih giling dilakukan dengan metoda spektrofotometer UV-VIS menggunakan kompleks asosiasi ion antara vitamin B1 dengan biru bromotimol. Metoda ini sederhana, mudah dan selektif dengan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit dengan waktu yang singkat, dan dapat diterapkan untuk penentuan spektrofotometri secara langsung pada vitamin B1 dalam fase air tanpa melakukan ekstraksi dengan pelarut organik. Vitamin B1+ bereaksi dengan biru bromotimol pada pH 7,6 ditunjukkan dengan perubahan warna larutan dari tidak berwarna menjadi kuning. Kompleks vitamin B1+ dengan biru bromotimol merupakan kompleks asosiasi ion yang berwarna yang dapat diamati pada panjang gelombang serapan maksimum 441 nm (Liu, S., et al.,2002). Keadaan pH yang lebih tinggi atau lebih rendah dari 7,6 dapat mempengaruhi peranan biru bromotimol yang merupakan indikator, karena keasaman larutan berperan besar pada reaksi warna, oleh karena itu untuk mengontrol keasaman larutan dapat digunakan larutan dapar NH4Cl NH4OH 0,2 M agar tidak terjadi penurunan nilai serapan ( Liu, S., et al.,2002). Untuk meningkatkan kelarutan senyawa kompleks vitamin B1 dengan biru bromotimol dalam air perlu ditambahkan polivinyl alkohol sebagai zat pensolubilisasi yang merubah kompleks asosiasi ion yang bersifat hidrofob menjadi bentuk misel selain itu penambahan polivinyl alkohol juga membentuk larutan tetap jernih sehingga perubahan warna yang terjadi dapat diamati dengan jelas. Pada pembuatan kurva kalibrasi semakin tinggi konsentrasi vitamin B1 maka semakin meningkat juga penambahan larutan 9

Cs ( mg/g) =

C xfpxV w

Keterangan : C = konsentrasi rata-rata ( g/g), fp = faktor pengenceran, V = volume filtrat (ml), W = berat sampel ( g )

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 dapar serta zat pensolubilisasi yang dibutuhkan, untuk memperoleh hasil yang linear antara konsentrasi dengan serapan. Standar vitamin B1 dibuat dengan konsentrasi 40, 50, 60, 70 dan 80 g/ml sehingga diperoleh kurva kalibrasi dengan persamaan regresi Y = - 0,1754 + 0,0109 x dengan harga koefisien korelasi r adalah 0,99472.

0.8
Absorban

0.6 0.4 0.2 0 0

y = -0,1754 +0,0109 x r = 0,99472

20

40

60
(g/ml)

80

100

Konsentrasi (ppm)
Gambar 1. Kurva kalibrasi larutan standar vitamin B1 dalam dapar amonia + PVA 1 % + BBT 0,05 % Ketelitian adalah ukuran yang menunjukan derajat kesesuaian antara hasil uji individual dan rata rata jika prosedur ditetapkan secara berulangulang. Ketelitian diukur sebagai simpangan baku dan koefisien variasi dari masingmasing pengukuran. Untuk pengukuran kadar vitamin B1 pada sampel dengan 3 kali pengulangan diperoleh SD untuk beras merah tumbuk 0,243, beras merah giling 0,198 dan beras putih giling 0,190. Sedangkan nilai KV yang di peroleh untuk beras merah tumbuk 0,419 %, beras merah giling 0,437 % dan beras putih giling 0,449 % hasil ini memenuhi kriteria, karena nilai standar deviasi atau koefisien variasi 2 % atau kurang.

Tabel 1. Penentuan kadar vitamin B1 dalam sampel menggunakan spektrofotometri UVVisibel pada panjang gelombang 441 nm Kadar Vitamin B1 (mg/g)

Sampel

A 1. 0,457

C (g/ml) 1. 58,018 2. 57,559 3. 57,651 1. 45.174 2. 45,266 3. 45,449 1. 42,513

C
(g/ml)

SD

KV (%)

Beras merah tumbuk

2. 0,452 3. 0,453 1. 0,317

57,743

2,887

0,243

0,419

Beras merah giling Beras putih

2. 0,318 3. 0,320 1. 0,288

45,296

2,265

0,198

0,437

42,574

2,129

0,190

0,446

10

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 giling 2. 0,287 3. 0,291 2. 42,422 3. 42,789

Hasil pemeriksaan kadar vitamin B1 dalam sampel beras diperlihatkan pada tabel 1. Beras merah tumbuk mengandung vitamin B1 dengan kadar tertinggi yaitu 2,887 mg/g, yang diikuti dengan beras merah giling 2,265 mg/g dan beras putih giling 2,129 mg/g. Pada uji statistik menggunakan ANOVA satu arah dilanjutkan uji beda nyata terkecil diperoleh perbedaan yang sangat signifikan (p<0,01) antara kadar vitamin B1 dari masing-masing sampel. Proses penyosohan atau penggilingan dapat mengurangi kadar vitamin B1 dalam beras. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa kadar Vitamin B1 yang tertinggi terdapat dalam Beras merah tumbuk 0,2887 % 0,243 yang terendah dalam Beras putih giling 0,2129 %, 0,190 sedangkan Beras merah giling 0,2265 %, 0,198. DAFTAR PUSTAKA Andi, H.N., 1987, Pengetahuan Gizi Mutakhir : Vitamin , PT Gramedia, Jakarta

Liu, S., Zhuyuan, Z., Qin, L., Hongqun, L., and Wenxu, Z., 2002, Spectrophotometric Determination of Vitamin B1 in a Pharmaceutical Formulation using Tryphenylmethane Acid Dyes, Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, Volume 30, Issue 3 Miller. JC., 1991, Statistika Untuk Kimia Analitik, Edisi II, Penerbit ITB, Bandung Murray, R.K., Granner, D. K., Mayes, P. A., Rodwell, V. W., 1997, Biokimia Harper, Edisi 24, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Soeharto, P.K., 1991, Biokimia Nutrisi (Vitamin), Edisi 1, Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1974, Ekstra Farmakope Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Ed IV, Jakarta Gan, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, Ed. 4, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta Garrat, D.C., 1964, The Quantitative Analisys of Drugs, Toppan Company, London Herlich, K, 1990, Official Methods of Analisis, 15 th ed, Volume 1, USA 11

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

PEMERIKSAAN KADAR KALIUM DAN NATRIUM PADA HERBA Centella asiatica (L) URBAN DENGAN METODA FOTOMETRI NYALA
Roslinda Rasyid, Mahyuddin dan Miza Agustin Fakultas Farmasi Universitas Andalas

Abstract A research on potassium and sodium concentration inspection has been done to Centella asiatica (L) Urban herbal using Flame Photometry Method, it is a method of spectrum line intensity measurement which is transmitted by element which excitated in flame. The analysis principle is by altering solid or liquid form to gas form and spread it, then excitate the particles to breed flame emission. From the research, it was found that potassium concentration of dry sample pegagan herbal was 2.58% and from wet sample was 2.14%, while sodium concentration of dry sample pegagan herbal was 2.65% anf from wet sample was 2.19%. Keyword : Centella asiatica, potassium, sodium, flame photometry

PENDAHULUAN Bangsa Indonesia sejak dahulu telah terbiasa dengan penggunaan obat-obat tradisional. Pengetahuan ini telah diwariskan secara turun temurun berdasarkan kebiasaan semata. Seiring dengan meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian kearah obat-obat tradisional semakin meningkat pula. Para ahli berusaha menyelidiki komponen apa saja yang terkandung pada tumbuhan serta pengaruhnya terhadap penyakit (Sitakusuma, 1987). Centella asiatica (L) Urban atau yang biasa dikenal dengan nama Pegagan (family Umbeliferaceae) merupakan salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai obat. Kandungan kimia utama dari tumbuhan pegagan yaitu asam asiatat, asiatikosida dan asam madekasat. Kandungan kimia lainnya yaitu karotenoid, valerian, resin, tannin, minyak menguap dan garam-garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi (Widowati, et al., 1992; Schaneberg, et al., 2003; Achyad dan Rasydah, 2000).

Kandungan kalium dan natrium menyebabkan tumbuhan pegagan berkhasiat sebagai diuretic dan pemecah batu ginjal. Kalium akan bereaksi dengan batu ginjal yang berupa kalsium karbonat membentuk kalium karbonat. Endapan batu ginjal ini kemudian larut dan keluar bersama urin. Mineral natrium akan membantu pengeluaran air seni yang disebut dengan efek dieresis. Mineral ini akan menambah kecepatan pembentukan volume urin (Mariani, 2008). Pada penelitian ini penentuan kandungan kalium dan natrium dalam herba pegagan dilakukan dengan menggunakan metoda Fotometri Nyala. Metoda ini cocok digunakan karena kalium dan natrium merupakan unsur yang mudah tereksitasi dengan memancarkan sinar yang karakteristik dengan intensitas yang cukup tinggi untuk diukur dengan fotosel (Horwitz, 1990; Vogels, 1978).

METODOLOGI PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain herba pegagan, asam nitrat pa (merck), asam sulfat pa (merck), 12

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 kalium klorida pa (merck), natrium klorida pa (merck), asam klorida pa (merck), larutan standar kalium 1000 ppm, larutan standar natrium 1000 ppm dan aquadest. Sedangkan alat yang digunakan adalah Fotometri Nyala (140-Corning), timbangan digital, labu Kjeldahl, desikator, blender, ayakan dan alatalat gelas lainnya yang biasa digunakan di laboratorium. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah herbal pegagan yang diambil di daerah Batusangkar Kabupaten Tanah Datar dan diidentifikasi pada Herbarium Jurusan Biologi (ANDA) Fakultas MIPA Universitas Andalas. Sampel dibersihkan dari kotoran dan ditimbang sebanyak 1 Kg, dicuci dengan aquadest, dikering anginkan dan sebagian dipotong kecil-kecil dan digunakan untuk penentuan kandungan air. Sampel kering diblender dan diayak dengan ayakan 180 m hingga didapatkan sampel dalam bentuk bubuk halus. Sampel yang telah dihaluskan didestruksi basah menggunakan pelarut asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat. Sebanyak 1 gram sampel dimasukan ke dalam labu kjeldahl, ditambahkan 10 ml asam sulfat pekat dan dikocok, kemudian ditambahkan 5 ml asam nitrat pekat dan beberapa buah batu didih, dikocok hingga bercampur, diamkan selama 30 menit. Kemudian dipanaskan perlahan-lahan sampai semua sampel larut dan mendidih hingga asam nitro kuning keluar sebanyak mungkin. Dilanjutkan dengan penambahan asam nitrat pekat 1 2 ml dan dipanaskan hingga seluruh bahan organik terbakar, dipanaskan hingga asap putih dari sulfat timbul, didinginkan, diencerkan hingga volume 50 ml. Sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 2 ml di diencerkan hingga 25 ml dengan aquadest kemudian dilakukan pengukuran emisi nyala sampel dengan fotometer nyala, dimana sebelumnya alat yang digunakan dikalibrasi dengan deretan standar. Farmakope Indonesia IV dan didapatkan hasil rata-rata kandungan air sampel sebesar 17,21%. Perlakuan sampel setelah dikering anginkan adalah dengan menjadikannya serbuk yang bertujuan untuk mempercepat proses destruksi. Bentuk serbuk memiliki luas permukan yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk tumbuhan dalam keadaan utuh sehingga larutan pendestruksi akan lebih mudah berpenetrasi. Proses destruksi bertujuan untuk menghilangkan, merombak dan memutuskan ikatan-ikatan senyawa organik yang terdapat dalam sampel sehingga yang tinggal hanya senyawa anorganik saja. Metoda destruksi yang digunakan adalah metoda destruksi basah. Metoda ini digunakan karena pengerjaannya lebih sederhana, oksidasi kontinyu dan cepat dan unsur-unsur yang diperoleh mudah larut sehingga dapat ditentukan dengan metoda analisa tertentu (Raimon, 1992; Lisawati, 1985). Proses destruksi menggunakan campuran asam sulfat pekat dan asam nitrat pekat sebagai pengoksidasi. Destruksi basah menggunakan larutan pendestruksi campuran ini memberikan hasil yang lebih baik karena destruksi lebih sempurna dan suhu pemanasan tidak terlalu tinggi sehingga kemungkinan kehilangan unsur renik akibat penguapan dan retensi menjadi lebih kecil. Destruksi dimulai dengan pemanasan rendah dan selanjutnya ditinggikan perlahanlahan sampai sampel larut sempurna. Sebelum pemanasan, campuran sampel dan pelarut dibiarkan lebih kurang 30 menit agar proses penetrasinya lebih sempurna. Beberapa batu didih ditambahkan agar pemanasan lebih merata dan mencegah terjadinya bumping. Proses destruksi ditandai dengan keluarnya asap nitro yang berwarna kuning. Kemudiann dilanjutkan dengan penambahan 1 2 ml asam nitrat pekat yang bertujuan untuk menyempurnakan proses destruksi. Destruksi dikatakan sempurna bila telah diperoleh larutan jernih yang menunjukan bahwa semua konstituen telah larut sempurna atau perombakan senyawa organic telah berjalan dengan baik. Selanjutnya larutan jernih ini diencerkan dengan aquadest guna penentuan kandungan 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kadar air sampel dilakukan sesuai dengan yang tertera pada

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 kalium dan natriumnya menggunakan fotometer nyala. Metoda fotometri nyala merupakan metodda yang sangat tepat digunakan untuk penentuan kadar kalium dan natrium karena unsure-unsur ini merupakan logam golongan IA yang sangat mudah tereksitasi dengan memancarkan sinar yang karakteristik dengan intensitas yang cukup tinggi untuk diukur dengan fotosel. Kalium akan menghasilkan intensitas yang tinggi pada panjang gelombang 766,5 nm sedangkan natrium pada panjang gelombang 589,0 nm. Sebelum pengukuran kadar kalium dan natrium dari sampel terlebih dahulu dibuat larutan standar kalium dan natrium dari kalium klorida dan natrium klorioda dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm. Hasil pengukuran emisi larutan standar kalium pada panjang gelombang 766,5 nm didapatkan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi Y = 0,057 + 0,0107x dan koefisien korelasi (r) = 0,998. Sedangkan pengukuran emisi larutan standar natrium pada panjang gelombang 589,0 nm menghasilkan persamaan regresi Y = 0,0162 + 0,00476x dan koefisien korelasi (r) = 0,998. Pengukuran emisi larutan sampel hasil destruksi dikonversikan pada kurva kalibrasi larutan standar

Gambar 3. Kurva kalibrasi standar kalium klorida

Gambar 4. Kurba kalibrasi standar natrium klorida

14

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Hasil pengukuran emisi nyala sampel menunjukkan bahwa terdapat kadar yang hampir sama antara kalium dan natrium yang terkandung di dalam herba pegagan. Kadar kalium di dalam sampel kering adalah sebesar 2,58% sedangkan kadar natrium 2,65%. Kadar air sampel basah yang didapatkan adalah sebesar 17,21%, sehingga didapatkan kadar kalium dalam sampel basah sebesar 2,14% sedangkan kadar natrium dalam sampel basah adalah sebesar 2,19%. Besar kecilnya kandungan mineral kalium dan natrium diduga dipengaruhi oleh berbagai factor diantaranya keadaan tanah, letak geografis, tempat tumbuh dan keadaan musim. Horwitz, W., Official Methods of Analysis Association of Official Analytical Chemists, 15th Ed., Vol. Two, USA, 1990. Lisawati, Y., Perbandingan Metoda Destruksi Basah dan Kering Terhadap Pencemaran Logam Fe, Cu dan Zn, Jurnal Universitas Andalas, 1985. Mariani R., Mencegah Batu Ginjal dan Batu Empedu, http://www.pikiranrakyat.com Materia Medika Indonesia, Jilid I, 34 39, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1977. Raimon, Perbandingan Metoda Destruksi Basah dan Kering Terhadap Pencemaran Logam Fe, Cu dan Zn, BPPI Palembang, Edisi BIPA, Palembang, 1992. Schaneberg, B.T., J.R. Mikell, E. Bedir and. I.A. Khan, An Improve HPLC Method for Qualitative Determination of Six Triterpenes in Centella asiatica Extract and Commercial Product, http://www.herbmed.org., Juni, 2003 Sitakusuma, T., Kimia dan Lingkungan, pusat Penelitian Universitas Andalas, Padang, 1987 Tang, W. and Eisbrand, G., Chinese Drug of Plant Origin : Chemistry Pharmacology Use in Traditional and Modern Medicine, Springer Verlag Published, Germany, 1982. Vogels, A., Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Edisi IV, diterjemahkan oleh L. Setiono dan A.H. Pudjaatmaka, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1974. Vogels, A Textbook of Qualitative Inorganic Analysis, 4th Ed., 1978 Widowati, L., P. Astuti, D. Indrari dan D. Sundari, Beberapa Informasi Khasiat Keamanan dan Fitokimia Tanaman 15

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar kalium yang terdapat dalam herba pegagan kering adalah sebesar 2,58% dan pada herba pegagan segar 2,14%. Sedangkan kadar natrium pada herba pegagan kering adalah 2,65% dan pada herba pegagan segar 2,19%. Diharapkan peneliti selanjutnya untuk dapat memeriksa kandungan kalium dan natrium dari jenis tumbuhan lain dengan metode yang sama. DAFTAR PUSTAKA Achyad, D.E. dan R. Rasydah, Pegagan (Centella asiatica (L) Urban), http://www. Asiamaya.com Becker, C.A. and R.C. Bachizen, Flora of Java, Vol. I, N.V.P. Noordhoff, Broningen, The Netherland, 1965. Elvers, B., Wilmanns Encyclopedia of Industrial Chemistry, Vol. A15, Verlags Gessell Shaft Moit, Weinheinm, 1990. Geniswara, S.G., Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1995.

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Pegagan, Centella asiatica (L) Urban, Prosiding Seminar Pegagan dan Cabe Jawa, Vol. I, Jakarta 8 9 Januari 1992, Kelompok Kerja Tanaman Obat Indonesia, Jakarta, 1992. Winarto, W.P. dan M. Surbakti, Khasiat dan Manfaat Pegagan : Tanaman Penambah Daya Ingat, Penerbit Agromedia, Jakarta, 2003.

16

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

PENENTUAN KADAR KALSIUM PADA IKAN KERING AIR LAUT DAN IKAN KERING AIR TAWAR DENGAN METODA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Ria Afrianti, Syahriar Harun STIFI Perintis

Abstract

A research has been done to determining calcium concentration on dry saltwater and freshwater fish using atomic absorption spectrophotometry method ini 422,7 nm. From the research, calcium concentration found in dry saltwater fish were 7,565 mg/g and 8,145 mg/g respectively for Stelophorus sp and Goura sp. Meanwhile calcium concentration in dry freshwater were 19,155 mg/g and 13,775 mg/g respectively for Trichogaster pectoralis and Mystacoleuseus padangensis. Keywords : calcium determination, Stelophorus sp, Goura sp, Trichogaster pectoralis, Mystacoleuseus padangensis Atomic Absorption Spectrophotometry

PENDAHULUAN
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung nutrisi yang tinggi seperti : protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Ikan berdasarkan tempat hidupnya dibagi atas dua bagian yaitu ikan air laut dan ikan air tawar. Contoh ikan air laut antara lain : ikan tongkol, ikan tenggiri, ikan teri, ikan beledang dan ikan kakap sedangkan contoh ikan air tawar antara lain : ikan mas, ikan nila, ikan bilih, ikan sepat dan ikan mujair. Kandungan mineral yang dibutuhkan dalam jumlah relatif banyak antara lain : fosfor, kalsium dan magnesium (H.d. Belitz. W. Grosch, 1981). Kalsium adalah mineral yang paling banyak dibutuhkan oleh tubuh, terdapat dalam jumlah 1,5-2 % dari keseluruh berat tubuh. Lebih 99 % kalsium terdapat dalam tulang. Kalsium juga merupakan komponen penting dalam pembentukkan gigi. Kalsium sangat penting untuk mengatur sejumlah besar aktivitas fungsi saraf dan otot, kerja hormon serta pembekuan darah. Dengan

mengkonsumsi kalsium sejak dini dapat mencegah terjadinya osteoporosis dimasa tua (Darmono, 1995; Winarno, F.G, 1997). Kalsium dalam tulang sangat penting dalam susunan komposisinya, berat kering mengandung sekitar 460 g Ca/kg, 360g protein/kg dan 180g lemak/kg. Komposisi ini bervariasi menurut umur dan susunan nutrisi dari hewan. Kebutuhan kalsium dapat diperoleh dari susu, kuning telur, keju, kacang-kacangan, sayur-sayuran dan ikan (Robert, K, Muray, 1990 ). Penetapan kadar kalsium dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan metode titrasi kompleksometri, titrasi permanganometri dan spektrofotometri serapan atom. Prinsip penelitian adalah sampel didestruksi terlebih dahulu dengan menggunakan pelarut asam kuat dibantu dengan pemanasan sehingga diperoleh hasil destruksi yang sempurna ditandai dengan larutan jernih. Pada penelitian ini kadar kalsium pada ikan kering air laut dan ikan kering air tawar ditentukan dengan 17

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 menggunakan metode spektrofotometri serapan atom (Day, A.R, A.K, Underwood, 1996; Rivai. H. 1995). Pada penelitian ini sampel dibatasi karena keterbatasan waktu dan dana. Dimana ikan kering air laut diambil dua jenis yaitu ikan teri (Stelophorus sp ) dan ikan beledang ( Goura sp ) serta dua jenis ikan kering air tawar yaitu ikan bilih ( Mystacoleuseus padangensis ) dan ikan sepat ( Trichogaster pectoralis ). METODE PENELITIAN Alat dan Bahan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Cara diatas diulangi pada jarak 1 jam hingga didapat berat yang konstan. Ditimbang 2 gram sampel, kemudian dimasukkan kedalam cawan penguap, keringkan dalam oven pada suhu 105C selama 3 jam. Dinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Masukkan kembali kedalam oven pada suhu 105C selama 1 jam. Dinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kemudian lakukan percobaan diatas sampai didapatkan berat yang konstan, sehingga penentuan kandungan air sampel dapat dihitung dengan rumus:

2. 3.

4. 5.

Spektrofotometri serapan atom alfa 4 , labu Kjeldahl, timbangan analitik digital, pipet gondok, corong, gelas ukur, labu ukur, beker glass, pipet mikro, oven, desikator, cawan penguap, kertas saring whatman 42. Sampel ikan kering yaitu: ikan kering yang berasal dari laut (ikan teri dan ikan beledang) dan ikan kering yang berasal dari air tawar (ikan bilih dan ikan sepat), asam nitrat pekat p.a (Merck), hidrogen peroksida pekat p.a (Merck), asam klorida pekat p.a (Merck), kalsium karbonat (Merck), air suling.
Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel Sampel diambil didaerah Pasar Raya Padang, sampel yang dianalisa adalah ikan yang telah dibersihkan dari kotoran.

Keterangan: B1= Berat cawan kosong B2= Berat cawan dengan sampel sebelum dikeringkan B3= Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan

Pemeriksaan Karbonat

Bahan

Baku

Kalsium

Kalsium karbonat yang digunakan terlebih dahulu diperiksa menurut cara yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV. Pemeriksaan ini terdiri dari pemerian, kelarutan dan identifikasi.

Penyiapan Sampel Ditimbang sampel sebanyak 100 g, kemudian dibersihkan dari kotoran. Sampel dipotong kecil-kecil kemudian diblender lalu digerus dalam lumpang sampai homogen. Penentuan Kandungan (Depkes RI, 1995) 1. Air Sampel

Destruksi Basah Sampel dengan Menggunakan Pelarut Asam Nitrat Pekat (HNO3) dan Hidrogen Peroksida Pekat (H2O2) (Helrich, k. 1990 ) 1. Sampel yang telah digerus ditimbang sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam labu kjedahl. 2. Tambahkan 25 ml asam nitrat pekat biarkan setengah jam. 3. Dipanaskan mula-mula dengan pemanasan yang rendah kemudian 18

Cawan Penguap dipanaskan dalam oven pada suhu 105C selama 3 jam,

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 dinaikkan secara perlahan-lahan, setelah 30 menit pemanasan dinaikkan, dihentikan sebentar. Kemudian diteteskan Hidrogen Peroksida (H2O2) 35 % sebanyak 5 tetes dan pemanasan dilanjutkan. Penambahan tetes Hidrogen peroksida dilakukan berulang kali sampai larutan menjadi larutan yang jernih. 4. Hasil destruksi didinginkan, kemudian encerkan dengan air suling sampai volume 50 ml lalu disaring dengan kertas whatman 42. 5. Sampel siap diukur dengan SSA pada panjang gelombang 422,7 nm. 6. Pengulangan dilakukan 2 kali untuk masing-masing sampel. ukur 25 ml, tambahkan air suling sampai tanda batas. c. Pembuatan larutan standar 10 g/ml dari larutan standar 100 g/ml. Larutan standar 100 g/ml dipipet 2,5 ml masukkan ke dalam labu ukur 25 ml, tambahkan air suling sampai tanda batas. d. Pembuatan larutan standar 15 g/ml dari larutan standar 100 g/ml. Larutan standar 100 g/ml dipipet 3,75 ml masukkan ke dalam labu ukur 25 ml, tambahkan air suling sampai tanda batas. e. Pembuatan larutan standar 20 g/ml dari larutan standar 100 g/ml. Larutan standar 100 g/ml dipipet 6,25 ml masukkan ke dalam labu ukur 25 ml, tambahkan air suling sampai tanda batas.

Pembuatan Larutan Standar Kalsium 1000 g/ml (Haswel, S.I, 1991; Slavin, M, 1986) Timbang kalsium karbonat sebanyak 2,498 g, masukkan dalam labu ukur 1000 ml, tambahkan kira-kira 100 ml air suling, tambahkan sedikit demi sedikit 20 ml larutan HCl 12 N sampai kalsium karbonatnya larut. Kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda batas. Larutan ini mengandung 1000 g/ml. Dari larutan standar ini dibuat deretan larutan standar dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, dan 20 g/ml.

Pengukuran Larutan Standar dan Sampel dengan SSA Pembuatan Kurva Kalibrasi a. Pengukuran serapan dari deretan larutan standar kalsium Serapan diukur dari larutan standar kalsium dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, dan 20 g/ml pada panjang gelombang 422,7 nm. b. Buat kurva kalibrasi dengan menghubungkan konsentrasi terhadap absorban.

Pengenceran Bertingkat Larutan Standar dengan Konsentrasi 0, 5, 10, 15, dan 20 g/ml a. Pembuatan larutan standar 100 g/ml dari larutan standar 1000 g/ml. Larutan standar 1000 g/ml dipipet 10 ml, masukan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan air suling sampai tanda batas. b. Pembuatan larutan standar dengan 5 g/ml dari larutan standar 100 g/ml. Larutan standar 100 g/ml dipipet 1,25 ml masukkan ke dalam labu

Penentuan Kadar Kalsium Spektrofotometri Serapan Atom.

dengan

Masing-masing 5 ml hasil destruksi dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml tambahkan air suling sampai tanda batas. Ukur absorban larutan sampel pada panjang gelombang 422,7 nm dengan spektrofotometri serapan atom. Pengolahan data.

Konsentrasi larutan sampel dapat dihitung berdasarkan kurva kalibrasi larutan standar, sehingga konsentrasi logam dalam sampel bisa dihitung.
19

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

Konsentrasi logam Ca dalam ikan dihitung dengan rumus: X .Y Logam Ca ( ppm ) = x fp Z

Keterangan : X = Kosentrasi yang didapat berdasarkan kurva kalibrasi (g/ml) Y = Volume larutan contoh (ml) Z = Berat sampel (gram) Fp = Faktor pengenceran

Tujuan penambahan asam nitrat adalah agar proses pendestruksian lebih sempurna. Masing-masing sampel dilakukan 2 kali pendestruksian dengan tujuan untuk mengambil rata-rata kadar Ca yang terdapat pada masing-masing sampel dan juga untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran sampel. Metoda yang digunakan yaitu metoda destruksi basah dengan pelarut asam nitrat dan hidrogen peroksida. Proses destruksi dimulai dengan pemanasan rendah kemudian pemanasan dinaikkan secara perlahan-lahan sampai pelarutan sempurna. Proses destruksi ditandai dengan adanya buih dan uap berwarna coklat. Penambahan H2O2 secara berulang-ulang bertujuan agar proses pendestruksian senyawa organik berjalan sempurna yang di tandai dengan terbentuknya larutan jernih. Ini menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut sempurna atau semua senyawa organik telah dirombak. Sampel yang diteliti adalah ikan kering air laut dan ikan kering air tawar dimana sampel yang diambil ini sering dikonsumsi masyarakat bersamaan dengan tulangnya karena pada tulang banyak terdapat kandungan kalsium. Sebelum ditentukan kadar kalsium pada ikan kering air laut dan ikan kering air tawar terlebih dahulu dilakukan penentuan kandungan air yang gunanya untuk mengetahui persentase kandungan air dalam ikan kering tersebut dan untuk mengkonversikan kadar kalsium dalam sampel dengan kadar kalsium dalam sampel kering sehingga dapat ditentukan kadar kalsium dalam ikan kering air laut dan ikan kering air tawar. Kandungan air yang diperoleh pada ikan kering air laut yaitu ikan teri 37,74 % dan ikan beledang 39,93 % sedangkan pada ikan kering air tawar yaitu ikan sepat 25,63 % dan ikan bilih 22,44 %. Kadar kalsium yang diperoleh pada ikan kering air laut yaitu
20

HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa ikan kering yang beredar di pasaran, jumlah sampel yang dipilih adalah 4 macam ikan yaitu ikan teri, ikan beledang, ikan bilih dan ikan sepat. Sampel dibersihkan lalu dipotongpotong kecil kemudian diblender setelah itu digerus dalam lumpang sampai homogen. Sampel yang telah digerus ditimbang masing-masingnya sebanyak 0,5 gram. Sampel yang telah ditimbang dimasukkan dalam labu kjedahl kemudian tambahkan HNO3 65 % 25 ml. Biarkan setengah jam. Panaskan dengan pemanasan rendah kemudian naikkan suhu secara perlahan-lahan. Setelah 30 menit pemanasan dihentikan sebentar kemudian tambahkan 5 tetes H2O2 35 % yang dilakukan berulangkali sampai larutan menjadi jernih. Hasil destruksi didinginkan, saring dengan kertas saring whatman No. 42 kedalam labu ukur 50 ml, kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda batas. Hasil destruksi dipipet masing-masing 5 ml masukkan dalam labu ukur 50 ml encerkan dengan air suling sampai tanda batas. Hasil destruksi ini siap diukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm.

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

ikan teri 756,5 mg/100g dan ikan beledang 814,5 mg/100g sedangkan kadar kalsium pada ikan kering air tawar yaitu ikan sepat 1915,5 mg/100g dan ikan bilih 1377,5 mg/100g. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kadar kalsium pada ikan kering air laut lebih rendah dari kadar kalsiun ikan kering air tawar hal ini disebabkan dari cara pengambilan sampel dan cara pengerjaannya. Pada ikan kering air laut yaitu ikan beledang bagian yang diambil adalah badannya dan bagian kepalanya dibuang karena kepala ikan ini besar dan tidak dikonsumsi oleh masyarakat

sedangkan ikan teri bagian yang diambil seluruhnya karena ikan ini kecil dan bisa dikonsumsi masyarakat bersamaan dengan tulangnya. Pada ikan kering air tawar yaitu ikan sepat dan ikan bilih bagian yang diambil juga seluruhnya karena ikan ini kecil dan dapat dikonsumsi masyarakat bersamaan dengan tulangnya. Nilai gizi ikan kering sangat bervariasi tergantung pada jenis dan kesegaran ikan yang digunakan, cara penggaraman, cara penjemuran serta cara penyimpanan. Selama penyimpanan dapat saja terjadi berbagai reaksi kimia yang dapat merusak nilai gizi ikan.

Table I. Hasil Pengukuran Absorban Larutan Standar CaCO3 pada panjang gelombang 422,7 nm dengan lampu katoda berongga Ca dalam pelarut HCl 12 N. No 1 2 3 4 5 Konsentrasi (x) g/ml 0 5 10 15 20 Absorban (y) 0,000 0,207 0,387 0,522 0,668

0.800 0.700 0.600

y = 0,0266 + 0,03302 x r = 0,9960

S e r a p a n

0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 0

10

15

20

25

Konse ntrasi (g/ml)

Gambar 1. Kurva Kalibrasi Standar CaCO3 dalam larutan HCl 12 N pada panjang gelombang 422,7 nm

Persamaan regresi dan konsentrasi yang didapat pada tabel 1, gambar 1 dari kurva kalibrasi adalah y = 0,0266 + 0,03302 x dan koefisien korelasi (r) =

0,9960. Hasil ini menunjukkan bukti yang baik atau korelasi erat yang menyatakan adanya hubungan konsentrasi dengan absorbsi.
21

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Haswel,

Ketelitian adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang diukur melalui penyebaran hasil individual dan rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulangulang. Ketelitian diukur sebagai standar deviasi dan koefisien variasi dari masingmasing pengukuran. Untuk pengukuran kadar Ca dalam sampel kering ikan teri diperoleh SD = 0,021 dan KV = 0,28 %; ikan beledang diperoleh SD = 0,460 dan KV = 5,64 %; ikan sepat diperoleh SD = 0,827 dan KV = 4,32 %; ikan bilih diperoleh SD = 0,134 dan KV = 0,97 %.

S.I, 1991, Atomic Absorption Spectrocopy, Theory Design and Application Elserver, New York.

H.d. Belitz. W. Grosch, 1981, Food Chemistry, Springer-Verlog Berlin Heidenberg, Printed In Jermany. Helrich, k. 1990, Official Methods of Analysis, 15 th ed, volume 1, USA. Mutschler, E, 1991, Dinamika Obat, Edisi kelima, diterjemahkan Oleh M.B. Widianto dan A.S. Ranti, Penerbit ITB, Bandung. Rivai. H. 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Robert, K, Muray, 1990, Biokimia, Harpers Review of Brochemestry, Edisi 20, Penerbit Buku Kedokteram EGC, Jakarta. Slavin, M, 1986, Atomic Absorption Spectroscopy, Chemistry Departemen Brookhaven National Laborator,New York.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan : Bahwa kadar kalsium yang terdapat pada ikan kering air laut yaitu ikan teri adalah 7,565 mg/g ( 756,5 mg/100g ), ikan beledang 8,145 mg/g ( 814,5 mg/100g ) dan kadar kalsium pada ikan kering air tawar yaitu ikan sepat = 19,155 mg/g ( 1915,5 mg/100g ) dan ikan bilih = 13,775mg/g ( 1377,5 mg/100g). Hasil ini menunjukkan bahwa ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik.

Winarno, F.G, 1997, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Darmono, 1995, Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Day, A.R, A.K, Underwood, 1996, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Kelima, diterjemahkan oleh Aleysius Handayana Pujaatmaka, Erlangga, Jakarta. Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta.

22

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DAN LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K.Schum) TERHADAP MIKROBA PENYAKIT KULIT

Emma Susanti, Musyirna Rahmah, Sumiati Rahman Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau Pekanbaru

Abstract

The comparison of antimicrobial activity of garlic ethanolic extract (Allium sativum L.) and red galangal ethanolic extract (Alpinia purpurata K. Schum) on microbial of skin disease has been studied. Antimicrobial activity test was done by agar diffusion method by measuring the inhibition diameter produced. Microbial samples used were microbes that were isolated from patients with skin disease of tinea versicolor, ringworm and ulcer. Microbial Identification was performed by Gram staining for bacteria. The isolation results showed that skin disease of tinea versicolor, ringworm and ulcer were known having Gram-negative bacteria and Gram-positive bacteria such as coccus and bacillus shape. The test results showed that ethanol extract of garlic and ethanol extract of red galangal had medium antimicrobial activity, because it had 10-19 mm inhibition diameter. The results showed significant difference between both of them in antimicrobial activity on every microbial sample because (P <0.05) statistically. The greatest antimicrobial activity was given by Red galangal ethanolic extract at 64% concentration.

Keywords: Allium sativum, alpinia purpurata, mikroba kulit

PENDAHULUAN

Obat tradisional sejak zaman dahulu memainkan peranan penting dalam menjaga kesehatan, mempertahankan stamina dan mengobati berbagai penyakit (Soedibyo, 1998). Salah satu tanaman obat tradisional telah digunakan oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun adalah tanaman bawang putih (Allium sativum L.) dan lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum).

dan eksim (Soewito, 1989 dan Wibisana, 1991). Berdasarkan penelusuran literatur pada bawang putih dengan konsentrasi 1% memberikan zona hambat rata-rata 6,39 mm terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans (Kustanto, 2003). Dan ekstrak bawang putih pada konsentrasi 5% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium yang setara dengan tetrasiklin 100 g/ml (Suharti, S, 2004),

Bawang putih mengandung senyawa allicin. Allicin memiliki banyak manfaat terutama dalam pengobatan penyakit kulit seperti panu, kudis, kurap, bisul, borok

Lengkuas merah lebih dikenal sebagai tanaman obat, salah satu pemanfaatannya untuk menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri (Handajani, 2008). Penelitian (Yuharmen et al, 2002), menunjukkan penghambatan pertumbuhan mikroba oleh minyak atsiri dan fraksi 23

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 metanol rimpang lengkuas pada beberapa spesies bakteri dan jamur. Lengkuas merah mengandung senyawa minyak atsiri, galangin, kaemferid, kuersetin dan eugenol yang menyebabkan perusakan permeabilitas membran sel (Haraguchi et al, 1996). Lengkuas merah memiliki serat yang kasar dan beraroma khas, sifatnya yang panas dapat digunakan sebagai obat luar untuk mengatasi penyakit kulit seperti panu, kurap, kudis, eksim dan borok (Soewito, 1989; Wibisana, 1991 dan Sinaga, 2000). Penelitian menggunakan minyak atsiri lengkuas merah pada konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan diameter sebesar 7 mm dan 9 mm (Parwata dan Dewi, 2008). Kulit merupakan salah satu panca indera manusia yang terletak dipermukaan tubuh sehingga kulit merupakan organ pertama yang terkena pengaruh tidak menguntungkan dari lingkungan dan kulit juga cenderung mengandung mikroorganisme sementara. Gangguan kulit yang dapat meningkat menjadi penyakit kulit akan sangat mengganggu bagi seseorang. Oleh sebab itu, gangguan dan penyakit kulit tersebut harus segera diobati. Untuk mengobati berbagai gangguan dan penyakit kulit tersebut dapat dilakukan dengan membuat ramuan tradisional dari bahanbahan yang mudah ditemukan. (Santosa et al, 2004 dan Jawetz, et al, 1996). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi bakteri dan jamur dari penderita penyakit kulit panu, kurap dan bisul dan mengetahui morfologi dan klasifikasi Gram dari isolat bakteri. Menguji dan membandingkan aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol bawang putih dan lengkuas merah terhadap bakteri dan jamur hasil isolasi. Untuk mengetahui ekstrak mana yang memiliki aktifitas terbesar dalam menghambat pertumbuhan mikroba, dengan metoda difusi agar. Mikroba yang digunakan adalah mikroba yang diisolasi langsung dari penderita penyakit kulit panu, kurap dan bisul. Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan adalah Rotary evaporator (Buchi), timbangan analitik, autoklaf (Napco), hot plate, Spektrofotometer UV-Vis, Inkubator, oven, cawan Petri, pipet mikro, tabung reaksi, erlemeyer, gelas piala, batang pengaduk, gelas ukur, pinset, lampu spiritus, jarum Ose, kertas cakram, pipet tetes dan jangka sorong. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70%, aquadest, NaCl 0,9%, bahan baku pembanding ketokonazol untuk jamur dan kloramfenikol untuk bakteri, dan media Nutrient Agar (NA) (Merck), media Sabouraud Dekstrosa Agar (SDA) (Merck ). Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroba yang diisolasi langsung dari penderita penyakit kulit panu, kurap dan bisul. Mikroba yang diperoleh diidentifikasi dengan pewarnaan Gram dan Larutan KOH 20%. Prosedur Kerja Pembuatan Sampel Bawang putih dan lengkuas merah masing masing sebanyak 1 kg, dikupas dan dibersihkan, kemudian dirajang. Sampel dimaserasi dengan pelarut etanol 70 % selama 5 hari. Kemudian pelarutnya diuapkan secara vakum sehingga diperoleh ekstrak kental 15,28 g (bawang putih) dan 14,67 g ( lengkuas merah)

Isolasi Dan Pemurnian Dan Identifikasi Mikroba Pada penyakit kulit bisul, nanah yang keluar dikumpulkan dengan menggunakan Swab dan pada penyakit kulit panu dan kurap dikerok menggunakan spatel steril kemudian ditanam pada media NA dan SDA kemudian diinkubasi dalam inkubator selama 1-3 minggu pada suhu 24-30C untuk pembenihan SDA dan diinkubasi selama 2448 jam pada suhu 35-37oC untuk pembenihan NA. Setiap mikroorganisme yang tumbuh akan tampak berkoloni setelah diinkubasi, kemudian dipisahkan kedalam medium agar lain dengan bantuan jarum Ose secara 24

METODE PENELITIAN

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 aseptis, kemudian. Pemindahan ini dilakukan secara berulang-ulang sampai diperoleh isolat murni. mikroba dilakukan secara organoleptis dengan mengamati bentuk koloni yang terbentuk, warna, tepi koloni, dan bentuk permukaan koloni. Pengamatan secara mikroskopis yaitu dengan melihat morfologi sel mikroorganisme tersebut setelah pewarnaan Gram dan pada suhu 25o selama 72 jam untuk jamur. Diamati hambatan pertumbuhan mikroba uji yang terjadi dan diukur diameter hambatan pertumbuhan yang terbentuk dengan jangka sorong. Etanol 70% digunakan sebagai kontrol negatif dan Kontrol positif digunakan ketokonazol dan kloramfenikol.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Antimikroba a. Pembuatan suspensi mikroba uji Koloni mikroba uji disuspensikan dalam NaCl fisiologis. Suspensi mikroba diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan transmitan 25% pada panjang gelombang 580 nm untuk bakteri dan transmitan 90% pada panjang gelombang 530 nm untuk jamur. b. Penentuan aktivitas antimikroba dengan metoda difusi agar Pipet 1 mL suspensi mikroba uji kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 mL media NA (500C) untuk bakteri, dan media SDA (500C) untuk jamur, dihomogenkan, kemudian media dituangkan kedalam cawan Petri dan dibiarkan memadat. Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroba yang diambil langsung dari penderita penyakit kulit panu, kurap dan bisul. Dengan tujuan untuk mengetahui bakteri dan jamur penyebab pada penyakit kulit ini.

Larutan sampel dengan masingmasing konsentrasi (64%, 32% , 16%, 8%, 4%, 2 % dan 1% dipipet dengan pipet mikro 10 L, dan diteteskan pada cakram. Cakram ditanam pada cawan Petri, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam untuk bakteri

Penyakit kulit panu, disebabkan oleh jamur Malassezia furfur, penyakit kulit kurap disebabkan oleh jamur Trichophyton rubrum dan pada penyakit kulit bisul disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus (Djuanda et al, 2005), setelah dilakukan isolasi dan identifikasi mikroba dengan menggunakan pewarnaan Gram berdasarkan morfologinya pada penyakit kulit panu, ditemukan bakteri Gram negatif yang berbentuk coccus, pada penyakit kulit kurap ditemukan juga bakteri Gram positif yang bernbentuk streptobasil dan streptococcus dan pada penyakit kulit bisul juga ditemukan jamur yang memiliki hifa panjang bercabang, yang dikelilingi oleh spora yang berkelompok. Hal ini disebabkan karena terjadi kontaminasi mikroba terhadap penyakit kulit ini.

Tabel 1. Hasil Isolasi Mikroba Penyakit Kulit Panu, Kurap dan Bisul No Penyakit Kulit Media Uji NA Gambar

Panu

Bakteri (P1) tersebut adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk coccus

25

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

Bakteri (K2) bakteri Gram positif yang berbentuk streptobasil

Kurap

Bakteri (K3) adalah bakteri Gram positif berbentuk streptococcus

Bakteri (B1) tersebut adalah bakteri Gram positif yang berbentuk coccus

Bisul Bakteri (B3) adalah bakteri Gram positif berbentuk staphylococcus

Menurut literatur diameter hambat yang beraktivitas lemah adalah < 10 mm, diameter hambat yang beraktivitas sedang 10-19 mm, dan diameter hambat yang beraktivitas kuat > 20 mm (Sukandar, 1987). Analisa data aktivitas antimikroba dilakukan secara statistik menggunakan analisa varian

(ANOVA) dua arah. Setelah dilakukan uji statistik terdapat perbedaan yang nyata antara ekstrak bawang putih dan lengkuas merah terhadap bakteri panu, kurap dan bisul pada konsentrasi 2%-64% karena (P<0,05), dan pada konsentrasi 1% tidak berbeda nyata karena (P>0,05)

Tabel 2. Hasil Pengujian Aktivitas Antimikroba Ekstrak etanol bawang putih dan Ekstrak Etanol Lengkuas Merah Mikroba Uji Perlakuan Hasil Isolasi Ekstrak Etanol Diameter daerah hambat rata-rata ( mm) Konsentrasi 1% 6 6 2% 6,8 6,6 4% 7,6 7,7 8% 9,3 9,9, 16% 10,2 11,5 32% 11,3 12 64% 12,7 13,7 K(+) 26,4 22,1 26

No.

1.

P1 K2

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Bawang Putih 2. Ekstrak Etanol Lengkuas Merah

K3 B1 B3
P1 K2 K3 B1 B3

6 6 6 7,2 6,5 6,9 6,5 6,8

6,9 7,1 6,1 9,4 9,1 7,9 8,5 7,9

7,2 8,2 7,4 11,3 10,3 8,8 9,7 9,2

9,3 9,2 10,6 12,5 11,3 10,7 11,2 10,6

11,2 10,1 11,2 13,3 12,1 11,9 12,3 12,2

11,8 11,6 12,5 13,6 13,4 12,8 13,2 13,6

12,5 13,6 13,7 14,4 14,2 14,6 14,6 15,2

18,3 20,6 20,1 26,4 22,5 18,6 20,4 20,3

Keterangan : P1 K2 K3 B1 B3 K+ : : : : : : Hasil isolasi dari bakteri panu Hasil isolasi dari bakteri kurap Hasil isolasi dari bakteri kurap Hasil isolasi dari bakteri bisul Hasil isolasi dari bakteri bisul Kontrol positif (kloramfenikol)
2. Pengujian aktivitas antimikroba pada ekstrak etanol bawang putih dan lengkuas merah dikategorikan mempunyai aktivitas sedang dalam menghambat mikroba penyakit kulit panu, kurap dan bisul karena mempunyai diameter hambat 10-19 (mm)

Pengujian aktivitas antimikroba dari ekstrak bawang putih dan ekstrak lengkuas merah dikategorikan sedang ini kemungkinan disebabkan oleh persentase zat aktifnya yang tidak terlalu besar dalam tanaman tersebut. Perbedaan aktivitas antimikroba dari ekstrak bawang putih dan lengkuas merah terhadap bakteri dan jamur mungkin disebabkan karena perbedaan morfologi dan biokimia dari bakteri dan jamur, dimana secara morfologi dinding sel bakteri terdiri atas peptidoglikan 60-100%, lipid 1-4% dan asam teikoat untuk bakteri Gram positif, peptidoglikan 10-20% dan lipid 11-12% untuk bakteri Gram negatif. Sedangkan morfologi dinding sel jamur terdiri atas kitin dan selulosa. Perbedaan struktur dinding sel jamur dan bakteri ini yang menyebabkan perbedaan diameter hambat. Disamping itu, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengujian aktivitas di antranya adalah kecepatan difusi dari zat yang berbeda-beda dan kecepatan mikroba tersebut merespon zat aktif (Pelczar and Chan, 1988).

1. Analisa data menggunakan ANOVA dua arah memperlihatkan aktivitas antimikroba berbeda secara signifikan antara ekstrak lengkuas merah dan bawang putih terhadap bakteri panu, kurap dan bisul pada konsentrasi 2%64% karena (P<0,05). Terhadap jamur panu, kurap dan bisul memperlihatkan perbedaan yang nyata antara ekstrak bawang putih dan lengkuas merah pada konsentrasi 8%-64% karena (P<0,05).

DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN
1. Hasil isolasi mikroba menunjukkan pada penyakit kulit panu, kurap dan bisul diketahui ada bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif berbentuk coccus dan basil Cappuccino, J. G. and N. Sherman, 1983, Microbiology a Laboratory Manual, Addison-Wesley Publishing Company, Inc., California. Djuanda, A., M. Hamzah dan S. Aisah, (Ed), 2005, Ilmu Penyakit Kulit dan 27

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Kelamin, Edisi ke-4, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Soewito, D.S., 1989, Jaga Raga (Memanfaatkan Khasiat Flora), Percetakan Stella Mars, Jakarta. Soedibyo, M.B.R.A, 1998, Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan, Cetakan pertama, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta. Sinaga, E, 2000. Botani Lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS/ P3TOUNAS. http;//iptek.apjii.or.id. Diakses pada tanggal 16 Januari 2010. Santosa, D., dan Gunawan, D., 2004, Ramuan Tradisional untuk Penyakit Kulit, Penebar Swadaya, Jakarta. Suharti, S, 2004, Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe, dan Bawang putih terhadap bakteri Salmonella Tiphymurium serta Pengaruh bawang putih terhadap Performans dan Respon Imun Ayam Pedaging, http://irrc.ipb.ac.id. Skripsi: Institut Pertanian Bogor. Diakses pada tanggal 05 Februari 2010.

Haraguchi, H., Y. Kuwata, K. Inada, K. Shingu, K. Miyahara, M. Nagao, and A. Yagi, 1996, Antifungal Activity from Alpinia galanga and The Competition for Incorporation of Unsaturated Fatty Acids in Cell Growth, Planta Medica 62:308-313.
Handajani, N.S, 2008, Aktivitas ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia Galanga) terhadap pertumbuhan jamur aspergillus spp. penghasil aflatoksin dan Fusarium Moniliforme, Biodiversitas Vol.9, nomor 3, hal 161-164. Kustanto, W. K., 2003, Aktivitas antifungi bawang putih (Allium sativum Linn) terhadap Candida albicans secara in Vitro. http://litbang.depkes.go.id. Badan Litbang Kesehatan. Diakses pada tanggal 12 Januari 2010. Lingga, M. E dan M. M. Rustama, 2010, Uji Aktivitas Antbakteri dari Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Bawang putih (Allium sativum L.) Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif yang Diisolasi dari Udang Dogol Metapenaeus monoceros), Udang Lobster (Panulirus Sp) dan Udang Rebon (Mysis dan Aecetes), http://www.docstoc.com, Skripsi: Universitas Padjajaran, Sumedang, Diakses pada tanggal 7 Agustus 2010. Pelczar, M.J. and E.C.S. Chan, 1988, Dasardasar Mikrobiologi, Diterjemahkan oleh R.H. Oetome, dkk, Penerbit UI Press, Jakarta. Sukandar E.Y., 1987, Isolasi Antibiotika Antifungi dari Streptomyces Indosiensis ATCC 35859, Disertasi Program Doktor, ITB, Bandung.

Wibisana, W., Farouq dan Muhastiningsih, 1991, Pemanfaatan Tanaman Obat Untuk Kesehatan Keluarga, Departemen Kesehatan R.I, Jakarta. Yuharmen, Y., Y. Eryanti, dan Nurbalatif, 2002, Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga). Jurnal Nature Indonesia, 4 (2): 178-183.

28

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

PENGARUH PEMBERIAN RUTIN DAN KUERSETIN TERHADAP KESTABILAN PIGMEN ANTOSIANIN DARI KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.)
Musyirna Rahmah Nasution1, Deddy Permana2, Mirwan Arif1 1 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, 2 Universitas Andalas

Abstract

Effect of Quercetin and Rutin induced the stability of Petal anthocyanin pigment of roselle (Hibiscus sabdariffa L.) has been studied. Concentration of copigment are 1 mg/mL, 0.5 mg/mL and 0.25 mg/mL. Research was conducted using UV-Vis spectrophotometry. The results showed that the addition of routine and quercetin copigmen on concentration of 1 mg/mL, 0.5 mg/mL and 0.25 mg/mL can stabilize the pigment anthocyanin petal roselle (Hibiscus sabdariffa L.) significantly (P <0.05 ). Copigmen on aglikon give the higher protection compare to glycosida. Keywords : quercetin, rutin, anthocyanin, copigment, spectrophotometry

PENDAHULUAN
Antosianin merupakan pewarna makanan alami yang menimbulkan warna merah, oranye, ungu dan biru, dan ini banyak terdapat pada bunga seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih/kana, krisan, pelargonium, aster cina dan rosella. Selain itu antosianin juga banyak terdapat pada buah-buahan seperti buah apel, chery, anggur, strawberi, dan juga terdapat pada buah manggis dan umbi ubi jalar (Hendry, 1996). Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi (Harborne, 1967). Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah faktor cahaya, temperatur, oksigen, enzim, asam askorbat dan pH. Selain itu copigmen juga berpengaruh terhadap kestabilan zat warna antosianin. Kelompok copigmen yang

banyak digunakan adalah golongan flavonoid, diantaranya adalah flavon, flavonol, flavanon dan flavanol (Rein, 2005). Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat kestabilan antosianin tanpa atau dengan penambahan senyawa flavonol glikosida rutin dan aglikonnya. Pengukuran antosianin total dilakukan menggunakan metoda perbedaan pH yang diukur pada 2 panjang gelombang yaitu 510 nm dan 700 nm dengan pH 1 dan pH 4,5 (A.O.A.C, 2005).

METODA PENELITIAN

Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan adalah botol volume, beker glass, Erlenmeyer, pipet tetes, pipet mikro, timbangan, labu ukur, gelas ukur, pial, mesin grinder, spatel dan spektrofotometer UV-Vis Pharmaspec 1700 (Shimadzu ) 29

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Bahan-bahan yang digunakan untuk proses ekstraksi adalah kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa) yang telah dikeringkan, aquades, kalium klorida, natrium asetat , asam klorida 10 N, rutin, kuersetin, metanol destilasi. volume ke dalam beker 100 ml yang berisi aquadest sepertiganya dan cukupkan hingga 100 ml dengan aquadest. Campurkan 25 ml larutan KCl dan 67 ml HCl dilusi 0,2 N, atur pH sampai 1,0. Pembuatan dapar sodium asetat pH 4.5 Identifikasi sampel Identifikasi sampel (Hibiscus sabdariffa L.) dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. 1,640 gram CH3COONa 3H2O dilarutkan dengan aquadest dalam beker hingga 100 ml. Atur pH menjadi 4,5 dengan penambahan HCl 0,2 N jika diperlukan. Pengukuran antosianin spektrofotometer UV-Vis Penyiapan sampel 1 kg sampel segar yang masih utuh dengan bijinya disortir, kelopaknya dipisahkan dari bijinya. Kemudian kelopaknya dipisahkan menjadi 2 bagian sama banyak, kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cahaya matahari langsung dan oven. Sampel yang sudah kering dihaluskan dengan mesin penggiling (Depkes RI, 1985). Sampel ditimbang masing-masing 250 mg dan dipanaskan dengan water batch dalam 5 ml aquadest sehingga didapatkan filtratnya. Sisa sampel disimpan untuk persiapan uji selanjutnya. Sampel dipipet 150 L dengan menggunakan pipet mikro dan ad kan dengan aquadest sampai volume 1 mL. Kemudian tambahkan 4 mL dapar pH 1. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk dapar pH 4,5. Ukur absorban masing-masing sampel pada panjang gelombang 510 nm dan pada 700 nm. Jumlahkan absorban dari dilusi sampel dengan cara di bawah ini : A = (A510nm A700nm) pH 1.0 (A510nm A700nm) pH 4.5 Sedangkan antosianin total pada sampel didapatkan dengan menggunakan rumus dibawah ini : Jumlah pigmen antosianin (mg/L) = (A x MW x DF x 1000)/( x 1) Dimana : A = (A510nm A700nm)pH 1.0 (A510nm A700nm)pH 4.5 MW = Berat molekul (449,2 g/mol) DF = Faktor Dilusi l = tebal kuvet (cm) = 26900 (l/mol cm) dengan

Evaluasi antosianin spektrofotometer UV-Vis

secara

Analisa antosianin secara spektrofotometer UV-Vis dengan pengukuran pada 2 panjang gelombang yaitu 510 nm dan 700 nm dengan pH 1dan pH 4,5 (A.O.A.C, 2005). Pembuatan dapar potassium klorida ph 1.0 1,490 gram KCl dilarutkan dengan aquadest dalam beker hingga 100 ml. Siapkan HCl dilusi 0,2 N dengan memasukkan 2 ml HCl 10 N dengan pipet

Pengujian stabilitas pigmen antosianin dengan penambahan copigmen rutin dan kuersetin Simplisia yang mempunyai kandungan antosianin yang paling tinggi akan didapatkan setelah dilakukan pengukuran dengan menggunakan 30

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 spektrofotometer-UV. Sampel tersebut dilanjutkan dengan penambahan senyawa rutin dan kuersetin untuk melihat stabilitasnya. Sampel kering yang mengandung kadar antosianin yang tinggi tersebut di ekstraksi menggunakan aquadest. 1,25 gram dipanaskan dalam 25 mL aquadest dengan perbandingan 1:20 pada suhu 600C selama 60 menit, saring kedalam labu ukur dan cukupkan dengan aquadest hingga volume 25 mL (Chumsri, et al ). Dilakukan perlakuan tersebut untuk mendapatkan 7 sampel uji yang masing-masing 1 sampel sebagai kontrol, 3 sampel ditambahkan rutin dengan konsentasi 1 mg/mL, 0,5 mg/mL, 0,25 mg/mL, dan 3 sampel lainnya ditambahkan kuersetin dengan konsentrasi yang sama dengan rutin. Pengukuran stabilitas dilakukan pada hari ke 0, hari 1, hari ke 3, 5, 7, 14, 21, dan 30 dengan perlakuan yang sama seperti pengukuran total antosianin. Sampel disimpan di tempat gelap. digunakan untuk pemanasan adalah aquadest. Pemilihan aquadest sebagai pelarut karena dapat melarutkan senyawa-senyawa yang terkandung didalamnya dan harga yang relatif murah. Pemanasan dilakukan pada suhu 600 C selama 60 menit. Dengan pemanasan pada suhu dan waktu tersebut agar senyawa-senyawa yang terkandung didalamnya tidak mengalami kerusakan atau degradasi.

Pengukuran absorban dan perhitungan antosianin total dengan pengeringan dengan oven dan rumah kaca. Untuk pengukuran antosianin total dengan pengeringan oven dan rumah kaca, digunakan sampel kering yang telah dihaluskan. Sampel kering yang telah dihaluskan ditimbang 0,250 mg dan dipanaskan dalam 5 mL aquadest, kemudian disaring sehingga didapatkan filtratnya. Kemudian diukur absorbannya dan dihitung kadarnya. Kadar yang diperoleh dengan pengeringan di oven adalah 31,50 mg/g sampel, sedangkan dengan pengeringan rumah kaca adalah 32,02 mg/g sampel. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengeringan berpengaruh terhadap kadar antosianin yang terkandung dalam simplisia tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan dan ekstraksi kelopak bunga rosella (hibiscus sabdariffa l.). Sampel segar kelopak bunga rosella diperoleh dari pasar Dupa Pekanbaru, Riau. Pengeringan dilakukan dengan 2 cara pengeringan yaitu dengan oven dan rumah kaca. Dari 1 kg sampel segar yang masih utuh dengan bijinya, didapatkan 500 g kelopak yang sudah dipisahkan dengan bijinya, setelah dikeringkan didapatkan sampel kering 70 g, berat simplisia 14% dari sampel segar. Sampel kering kemudian dihaluskan dengan mesin penggiling (grinder). Penghalusan sampel bertujuan untuk memperluas permukaan dari sampel sehingga zat aktif yang terkandung di dalam sampel lebih mudah tersari oleh pelarut yang digunakan. Metoda ekstraksi adalah dengan metoda pemanasan. Metoda ini digunakan karena pengerjaannya mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Pemanasan dilakukan dengan water batch yang memiliki pengatur suhu dengan tujuan agar suhu dapat terkontrol dengan baik. Pelarut yang

Pengukuran absorban dan uji stabilitas pigmen antosianin kelopak bunga rosella dengan penambahan copigmen rutin dan kuersetin Untuk uji stabilitas pigmen antosianin kelopak bunga rosella dengan penambahan copigmen rutin dan aglikonnya kuersetin, digunakan sampel kering yang telah dikeringkan di rumah kaca. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang 1,25 g sampel dan dipanaskan dalam 25 mL aquadest pada suhu 600 C selama 60 menit. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa antosianin kontrol mengalami penurunan kadar yang sangat signifikan. Hal 31

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 ini menunjukkan bahwa antosianin tanpa diberikan apa-apa sangat tidak stabil (Tabel 1). Secara umum, dapat dilihat bahwa penambahan copigmen dapat menstabilkan pigmen antosianin kelopak bunga rosella, ini menunjukkan bahwa senyawa golongan flavonol dapat menstabilkan pigmen antosianin (Rein, 2005) (mg/g

Tabel 1. Kadar Antosianin Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) simplisia)

Perlakuan Kontrol Rutin 1 mg/ml Rutin 0,5 mg/ml Rutin 0,25 mg/ml Kuersetin 1 mg/ml Kuersetin 0,5 mg/ml Kuersetin 0,25mg/ml

Kadar antosianin kelopak bunga rosella (mg/g simplisia) hari ke0 1 3 5 7 14 21 30 31,98 31,35 28,77 26,24 25,24 21,83 16,43 15,64 24,88 26,56 29,99 28,75 29,03 25,79 24,34 25,11 28,92 27,79 28,39 23,98 23,63 24,38 27,42 26,92 28,02 23,08 21,96 23,01 26,08 25,19 25,55 21,55 26,20 29,77 32,03 31,89 33,20 27,25 23,58 23,25 30,16 28,60 28,66 23,56 19,89 17,78 27,83 26,13 28,27 21,39 18,35 16,43 21,78 23,34 22,70 18,37

Senyawa flavonol yang digunakan adalah rutin (glikosida) dan kuersetin (non glikosida). Dari hasil perhitungan terlihat bahwa penambahan glikosida dan non glikosida dapat mempertahankan stabilitas antosianin dengan kemampuan yang berbeda. Flavonol dalam bentuk non glikosida memiliki kemampuan mempertahankan pigmen antosianin yang lebih kuat dibandingkan dalam bentuk glikosidanya karena senyawa dalam bentuk gula dapat menurunkan stabilitas pigmen antosianin (Krifi et al. 2000). Pada perhitungan kadar antosianin (Tabel 1), pada hari ke-0 terlihat kadar yang bervariasi, hal ini disebabkan karena faktor penambahan copigmen dan faktor penyaringan setelah pemanasan serta faktor pengenceran. Kontrol dan penambahan copigmen mengalami penurunan yang konstan dari hari ke-0 hingga seterusnya. Namun pada hari ke-7 kadar antosianin yang ditambahankan copigmen naik, tetapi pada hari selanjutnya tetap mengalami penurunan hingga perhitungan hari ke-30. Hal ini menjadi salah satu permasalahan yang belum

bisa dipecahkan oleh penulis dan dapat dijadikan sebagai bahan penelitian untuk peneliti berikutnya. Penambahan rutin dan kuersetin dengan berbagai konsentrasi yaitu 1 mg/mL, 0,5 mg/mL dan 0,25 mg/mL. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa konsentrasi juga mempengaruhi stabilitas pigmen antosianin, perbandingan tersebut memberikan proteksi yang bervariasi terhadap pigmen antosianin. Hasil statistik secara umum menunjukkan bahwa penambahan copigmen rutin dan kuersetin dengan berbagai perbandingan berbeda nyata terhadap kontrol dengan P<0,05. Penambahan kuersetin dengan konsentrasi 1 mg/ml memberikan proteksi yang tinggi terhadap pigmen antosianin karena berdasarkan hasil perhitungan hingga hari ke-30, kuersetin 1 mg/mL tersebut dapat mempertahankan kadar antosianin sebesar 81,18%. Hal ini juga menunjukkan bahwa bentuk copigmen (glikosida dan non glikosida) mempengaruhi stabilitas antosianin.

32

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 KESIMPULAN 1. Rutin dan kuersetin dapat menstabilkan pigmen antosianin kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Copigmen dalam bentuk aglikon memberikan proteksi yang lebih tinggi daripada bentuk glikosidanya dalam menstabilkan pigmen antosianin kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.), konsentrasi terbaik dalam menstabilkan pigmen antosianin adalah kuersetin dengan konsentrasi 1 mg/mL. Krifi B, Chouteau F, Boudrant J and Metche M., 2000, Degradation of Anthocyanins from Blood Orange Juices, Int J Food Sci Techn, 35:275283 Markakis P., 1982, Stability of Anthocyanins in Foods. In: Anthocyanins as food Colors, Markakis P (ed.), Academic Press Inc, New York,p.163-178 Mazza G and Brouillard R., 1987, Recent Developments in the Stabilization of Anthocyanins in Food Products, Food Chem, 25:207-225 Mahadevan., Shivali and Kamboj, P., 2008, Hibiscus sabdariffa Linn.-An overview, Department of Pharmacognosy, Punjab, India Rein, M., 2005, Copigmentation reaction and color stability of berry anthocyanins, Disertasi, Department of Applied Chemistry and Microbiology, University of Helsinki

2.

DAFTAR PUSTAKA A.O.A.C., 2005, Official Method 2005.02 Total Monomeric Anthocyanin Pigmen Content of Fruit Juices, Beverages, Natural Colorants, and Wines., J AOAC Int 88.12692 Chumsri, P, Anchalee Sirichote and Arunporn Itharat., 2007, Studies on the optimum condition for the extraction and concentration of roselle ( Hibiscus sabdariffa Linn.) extract., Songklanakarin J.Sci. Technol. 30 (Suppl.1), 133-139 Depkes RI, 1985, Cara Pembuatan Simplissa yang Baik, Direktorat Jendral Obat dan Makanan Hendry, 1996, Natural Food Colorants., Blackie Academic & Proffesional, London Harborne, J.B., 1967, Comparative Biochemistry of Flavonoids., Academic Press, London and New York Kim, C.J., Chung, M and Chi.Y.H., 1982, Pharmacological Activities of Flavonoids Relationship of Chemical Structur of Flavonoids and Their Inhibitor Activity of Hipersensitivities, J. Pharm Cung Ang., 345, 348-364

33

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

UJI EFEK ANALGETIK HERBA SURUHAN (Peperomia Pellucida) PADA MENCIT PUTIH BETINA
Dwi Mulyani Akademi Farmasi Dwi Farma Bukittinggi

Abstract

A Study has been conducted to investigating the analgesic effect of Suruhan Herba (Peperomia pellucida) on female albino mice. Pain on mice was induced by injectioning 1%v/v sterile acetic acid at a dose of 300 mg/kg body weight via the intra peritoneal route. The investigation was done using 30%, 45%, and 60% Peperomia pellucida extract. From the research, it was found that the percentage of analgesic activity of 30%, 45%, and 60% of Peperomia pellucida extract were: 10.58%, 44.92% and 56.8%.The t test showed that t count>t table at a concentration of 60%. So statistically the 60% Peperomia pellucida extract can be inferred efficacious analgesic on female albino mice. Keywords: Peperomia pellucida, analgesic activity

PENDAHULUAN METODA PENELITIAN Setiap manusia dapat mengalami nyeri, yang merupakan suatu gejala adanya gangguan pada tubuh. Untuk mengatasinya digunakan senyawa analgetik yang dalam dosis terapi meringankan atau menekan rasa sakit tanpa menghilangkan kesadaran (Katzung, 2002). Selain penggunaan obat-obat analgetik untuk mengatasi rasa nyeri, sejumlah obat tradisional juga sering dipakai sebagai obat alternatif. Salah satu tumbuhan yang secara tradisional digunakan dalam mengatasi rasa sakit/nyeri adalah herba Suruhan (Peperomia pellucida) (Dalimarta, 2005). Herba ini sering digunakan untuk demam, sakit kepala, sakit perut dan nyeri rematik. Penelitian ini dilakukan untuk menginvestigasi efek analgetika ekstrak herba suruhan pada mencit putih betina menggunakan metoda induksi geliat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data farmakologi herba suruhan serta memberikan tambahan pilihan pengobatan analgetika alternatif yang murah, aman, dan mudah didapatkan.

Alat

Timbangan, lampu spiritus, kaki tiga, Erlenmeyer, corong, batang pengaduk, saringan, becker glass, gelas ukur, penetes, lumpang, stamfer, spidol, spuit injeksi, spuit oral, stop watch dan vial.

Bahan Air rebusan Herba Suruhan (Peperomia pellucida) dalam tiga konsentrasi 30%,45% dan 60%, tragakan 1%, aqua-dest, asetosal, larutan steril asam asetat 1%v/v dan etanol 70%

Hewan Uji Mencit putih jantan 18 ekor dengan berat badan 17 25 gram. Hewan uji dibagi atas 6 kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 34

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 tiga ekor dan masing-masing ditimbang sebelum digunakan. 1%v/v dengan dosis 300mg/kgBB secara intraperitonial sebagai perlakuan C. Biarkan selama 5 menit kemudian amati dan catat jumlah geliat tiap 30 menit selama 3 jam. 4. Mencit kelompok IV, V dan VI diberi Air rebusan Herba Suruhan (Peperomia pellucida) masingmasing konsentrasi 30%,45% dan 60% sebanyak 0,5ml secara oral, biarkan 15 menit kemudian diberi larutan asam asetat steril 1%v/v dengan dosis 300mg/kgBB secara intraperitonial sebagai perlakuan C. Biarkan selama 5 menit kemudian amati dan catat jumlah geliat tiap 30 menit selama 3 jam.

Uji Aktifitas Analgetik

1. Mencit kelompok I diberi aquadest 0,5ml secara oral sebagai perlakuan A ( control normal). Kemudian amati dan catat jumlah geliat tiap 15 menit selama 3 jam. 2. Mencit kelompok II diberi larutan asam asetat steril 1%v/v dengan dosis 300mg/kgBB secara intraperitonial sebagai perlakuan B (control nyeri). Biarkan selama 5 menit kemudian amati dan catat jumlah geliat tiap 30 menit selama 3 jam. 3. Mencit kelompok III diberi suspensi asetosal dengan dosis 50 75mg/kgBB dalam tragakan 1% secara oral.15 menit kemudian diberi larutan asam asetat steril

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian uji efek analgetika yang telah dilakukan, didapatkan hasil seperti tersaji pada tabel-tabel berikut:

Tabel 1. Jumlah geliat mencit kelompok I

Jumlah geliat menit ke Mencit 30 1 2 3 Ratarata 0 0 0 0 60 0 0 0 0 90 0 0 0 0 120 0 0 0 0 150 0 0 0 0 180 0 0 0 0

Jumlah geliat 0 0 0 0

Tabel 2. Jumlah geliat mencit kelompok II

Jumlah geliat menit ke Mencit 30 60 90 120 150 180

Jumlah geliat

35

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

1 2 3 Ratarata

57 83 86 75,3

26 20 31 25,6

21 19 23 21

20 5 11 12

14 10 8 10,6

15 12 2 9,6

153 149 161 154,3

Tabel 3. Jumlah geliat mencit kelompok III

Jumlah geliat menit ke Mencit 30 1 2 3 Ratarata 34 16 16 22 60 8 5 8 7 90 3 2 6 3,6 120 0 0 0 0 150 0 0 0 0 180 0 0 0 0

Jumlah geliat 45 23 30 32,6

Tabel 4. Jumlah geliat mencit kelompok IV

Jumlah geliat menit ke Mencit 30 1 2 3 Ratarata 55 60 61 58,6 60 29 20 27 25,3 90 21 10 20 17 120 16 6 17 13 150 13 12 14 13 180 11 10 12 11

Jumlah geliat 145 118 151 138

Tabel 5. Jumlah geliat mencit kelompok V

Jumlah geliat menit ke Mencit 30 1 69 60 22 90 23 120 14 150 10 180 2

Jumlah geliat 140


36

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

2 3 Ratarata

39 22 43,3

11 10 14,3

7 6 12

6 4 8

5 3 6

1 1 1,3

69 46 85

Tabel 6. Jumlah geliat mencit kelompok VI

Jumlah geliat menit ke Mencit 30 1 2 3 Ratarata 44 33 22 33 60 19 16 8 14,3 90 12 9 5 8,6 120 9 5 2 5,3 150 5 4 0 3 180 4 3 0 2,3

Jumlah geliat 93 70 37 66,6

Dari data-data tersebut didapatkan persentase daya analgetik untuk masingmasing konsentrasi ekstrak herba suruhan adalah sebagai berikut: 1. Konsentrasi 30% daya analgetiknya 10,58% 2. Konsentrasi 45% daya analgetiknya 44,92% 3. Konsentrasi 60% daya analgetiknya 56,80% Pada uji aktifitas terhadap hewan coba didapatkan perbedaan geliat mencit satu dengan yang lain pada masing-masing konsentrasi, hal ini disebabkan oleh derajat reaksi nyri tiap individu berbeda, Faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut antara lain, faktor emosi dan kemampuan otak sendiri untukmenekan besar sinyal nyeri yang masuk kedalam system saraf.

Dari penelitian yang dilakukan terhadap mencit menunjukan terjadinya penurunan jumlah geliat setelah dirangsang dengan pemberian larutan asam asetat dengan konsentrasi 1% secara intraperitonial. Untukmenguji perbedaan daya analgetik pada masing-masing ramuan dilakukan analisis data secara statistic dengan uji t. Pada konsentrasi 60% menunjukan perbedaan bermakna sedangkan konsentrasi 30% dan 45% tidak bermakna.Akan tetapi persentase analgetik pada konsetrasi 45% lebih besar dari 30%. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi pula daya analgetiknya. Hal ini disebabkan karena kandungan zat khasiat yang berbeda pula.Maka masih dirasa perlu untuk menaikan dosis larutan untuk mencapai efek yang optimal. Walaupun dari ketiga kelompok tersebut ( 30% = 138 geliat, 45% = 85 geliat, 60% = 67 geliat ) menunjukan pengurangan 37

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 jumlah geliat dibanding dengan kelompok asam asetat (154 geliat) tapi jumlah geliat masih lebih banyak dari kelompok asetosal (33 geliat). Uji t ramuan terhadap asetosal menunjukan adanya perbedaan bermakna pada konsentrasi 30 dan 45%, tetapi tidak pada konsentrasi 60%. Ini artinya kelompok 60% menunjukan efek analgetik tetapi tidak sekuat asetosal. Dari uji t konsetrasi 30 dan 45% didapat t hitung < t table, sedangkan konsetrasi 60% t hitung > t table. Soebagijo Adi, Dkk, Ilmu Penyakit Dalam, Bagian SMF Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD. Dr.Soetomo, Surabaya , 2002. Tjitrosoepomo, Gembong, Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyte), Gajah Mada University Press, Yokyakarta, 2000. Wibowo, Samekto Dan Gofir, Abdul, Farmakologi Dalam Neurology, Salemba Medika, Jakarta, 2001.

DAFTAR PUSTAKA

Bagian

Farmakologi Terapi FK UI, Farmakologi Dan Terapi, Edisi IV, FK UI, Jakarta , 1995.

Dalimarta, Setiawan Dr , 96 Resep Tumbuhan Obat Untuk Rematik, Penebar Swadaya, Jakarta , 2005. E.F.Reynolds, James, Martindale The Extra Pharmacopeia, Thirtieth Edition, London The Pharmaceutical Press, London , 1993 Katzung, Bertram G, Farmakologi Dasar Dan Klinik, Buku 2 Edisi 8, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta, 2002

38

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

PENENTUAN HLB BUTUH (Required Hydrophile Lipophile Balance) DARI VCO DENGAN METODE TIE
Chris Deviarny, Deifsa Noca Fersti STIFI Perintis Padang

ABSTRACT
A research on the determination of the hydrophilic and lipophilic balance (HLB) of the three pure coconut oil (Virgin Coconout Oil) marketed in Padang has been done using Emulsion Inversion Point method. Polietilensorbitan monooleat (Tween 80) and Sorbitan monooleat (Span 80) were used as emulgator. This determination were done by making a series of emulsions using a combination emulsion agent begins with a composition of lowest HLB value (100% lipophilic surfactant) to highest HLB value (100% hydrophilic surfactant). The data obtained from this study showed that HLB value of pure coconut oil (VCO) for all three samples of pure coconut oil (VCO) is 8.6.

Keywords : VCO, HLB, Emulsion, Surfactant, TIE

PENDAHULUAN
Emulsi merupakan sistem dua fasa cair-cair yang saling tidak dapat bercampur. Untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga yaitu emulgator. Pemilihan emulgator yang tepat harus diperhatikan dalam pembuatan suatu emulsi yang stabil. Pemilihan ini berdasarkan pada jenis bahan obat, konsentrasi dan metoda pembuatan (Ansel, 1994 ; Voight, 1995). Salah satu metoda pembuatan emulsi adalah metoda HLB dimana untuk mendapatkan emulsi yang stabil harus mempertimbangkan harga HLB (Hydrophilic Lipophilic Balance) minyak dan emulgator dengan merancang nilai HLB yang saling berdekatan (Rumus Aligasi). Dalam metoda tersebut, emulgator yang digunakan adalah jenis surfaktan non ionik seperti Tween 80 dan Span 80 karena relatif lebih stabil (Martin, 1993; Anief, 1999). Salah satu bahan yang dapat dibuat menjadi bentuk sediaan emulsi sebagai fasa minyak adalah minyak kelapa murni (VCO). Minyak kelapa murni mengandung asam

lemak rantai sedang MCFA (Medium Chain Fatty Acid) yang didalam tubuh dipecah menghasilkan energi dan tersimpan sebagai trigliserida. Kandungan asam lemak rantai sedang ini sangat berperan dalam menjaga kesehatan tubuh serta ampuh dalam menangkal berbagai penyakit maut, misalnya kanker, penyakit jantung, kolesterol tinggi dan stroke. Disamping itu, ternyata kandungan antioksidan di dalam VCO pun sangat tinggi yang berfungsi untuk mencegah penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Soraya, 2006). VCO yang saat ini beredar dipasaran merupakan minyak yang dapat diperoleh dari daging kelapa segar. Proses pembuatannya dapat dilakukan dengan beberapa metoda yaitu : pemanasan suhu yang relatif rendah, fermentasi, teknik pancingan, sentrifugasi ataupun enzimatis. Proses pembuatan yang berbeda akan berpengaruh terhadap komposisi kimia yang terkandung dalam VCO yang mungkin memberikan nilai HLB yang juga akan berbeda (Soraya, 2006 ; Rindengan, 2005).

39

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Penelitian sebelumnya, yang mencoba memformula minyak kelapa murni dengan menggunakan nilai HLB minyak kelapa biasa, diperoleh hasil: sediaan jadi mengalami pemisahan pada penyimpanan dalam 2 minggu saja. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda titik inversi emulsi (TIE). Metoda titik inversi emulsi (TIE) yaitu menghitung jumlah air yang dibutuhkan untuk merubah tipe emulsi A/M menjadi M/A pada temperatur konstan. penyimpanan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dicoba menentukan nilai HLB butuh dari beberapa produk minyak kelapa murni (VCO) yang beredar di kota Padang. Validasi Alat Alat yang digunakan adalah konduktometer yang dimodifikasi, oleh sebab itu perlu dilakukan uji keandalan alat menggunakan zat yang telah diketahui nilai HLB nya . Dalam hal ini, bahan yang digunakan adalah paraffin cair yang mempunyai nilai HLB 12. Penentuan ini dilakukan dengan membuat satu seri emulsi dengan paraffin cair dengan menggunakan kombinasi emulgator tween 80 dan span 80. Perbandingan komposisi emulgator yang digunakan dimulai dari nilai HLB emulgator terendah (100 % surfaktan lipofilik) sampai dengan nilai HLB emulgator tertinggi (100 % surfaktan hidrofilik). Formula emulsi dibuat dengan komposisi sebagai berikut:

BAHAN DAN METODA

Paraffin cair Emulgator Air suling untuk emulsi primer Air suling sampai terjadi inversi

25 ml 10% dari fasa minyak 5 ml

Tabel I. Perbandingan Komposisi Emulgator yang Digunakan Tween 80 gram 0,06 0,16 0,40 0,63 0,86 1,1 1,33 1,57 1,8 2,03 % 0,24 0,64 1,6 2,52 3,44 4,4 5,32 6,28 7,2 8,12 Span 80 gram 2,43 2,34 2,10 1,87 1,64 1,40 1,17 0,93 0,70 0,47 % 9,72 9,36 8,4 7,48 6,56 5,6 4,68 3,72 2,8 1,88

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

HLB 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Penentuan HLB butuh Minyak Kelapa Murni dengan metoda Titik Inversi Emulsi (TIE) Penentuan ini dilakukan dengan membuat seri emulsi VCO dengan menggunakan kombinasi emulgator tween 80 dan span 80. Perbandingan komposisi emulgator yang digunakan dimulai dari nilai HLB emulgator terendah (100 % surfaktan lipofilik) sampai dengan nilai HLB

emulgator tertinggi (100% surfaktan hidrofilik) pada tahap 1. Penentuan pada tahap 2 adalah dengan membuat seri emulsi dengan menggunakan kombinasi emulgator yang sama, pada harga HLB butuh suatu satuan di atas dan satu satuan di bawah harga HLB yang diperoleh pada penentuan tahap satu. Formula emulsi dibuat dengan komposisi sebagai berikut:

40

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

Minyak kelapa murni (VCO) Emulgator Air suling untuk emulsi primer Air suling sampai terjadi inversi

25 ml 10% dari fasa minyak 5 ml

Tabel II: Perbandingan komposisi emulgator yang digunakan: Tween 80 gram 0 0,23 0,47 0,70 0,93 1,17 1,4 1,64 1,87 2,10 2,34 2,4 2,5 % 0 9,2 18,8 28 37,2 46,8 56 65,6 74,8 84 93,6 96 100 Span 80 gram 2,5 2,27 2,03 1,78 1,57 1,33 1,1 0,86 0,63 0,4 0,16 0,1 0 % 100 90,8 81,2 71,2 62,8 53,2 44 34,4 25,2 16 6,4 4 0

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Range HLB 4,3 5,3 6,3 7,3 8,3 9,3 10,3 11,3 12,3 13,3 14,3 15,3 15.0

Prosedur Kerja Emulgator di campur ke dalam minyak lalu dipanaskan di atas hot plate pada suhu 60C sampai larut sempurna. Masukan 5 ml air ke dalam fasa minyak aduk dengan mikser pada skala 1 selama lebih kurang 2 menit sampai terbentuk corpus emulsi. Pasang sepasang elektroda yang dilengkapi dengan bola lampu listrik (5 watt) dan hubungkan dengan sumber listrik. Sambil terus diaduk dengan pengaduk magnetis,tambahkan air melalui buret ke dalam emulsi sampai terjadi inversi. Catat volume air yang terpakai dan hitung nilai titik inversi emulsi (TIE) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN


Emulgator yang digunakan pada penentuan HLB ini adalah kombinasi Span 80 dan Tween 80, agar dapat membuat satu seri emulsi yang dimulai dari HLB terendah sampai dengan HLB tertinggi. Jumlah emulgator yang dipakai dalam formula adalah 10% dari jumlah fasa minyak. Karena pada orientasi yang telah dilakukan pada konsentrasi ini menghasilkan emulsi yang stabil. Dan jumlah ini masih memenuhi persyaratan. Penggunaan Span dan Tween sebagai emulgator dalam sdiaan emulsi yaitu1-10% dari jumlah total sediaan (Wade and Walter, 1994). Metoda TIE dilakukan dengan menggunakan alat konduktometer. Alat ini digunakan untuk menentukan tipe emulsi sudah berubah atau melihat terjadinya inversi pada emulsi yang semula bertipe A/M menjadi M/A. Penandaan tipe emulsi yang benar-benar terjamin dapat dilakukan melalui pengujian daya hantar listrik yaitu alat 41

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 konduktometer dengan sepasang elektroda yng dihubungkan dengan sumber listrik. Terjadinya inversi ditandai dengan nyalanya lampu sebagai tanda bahwa emulsi yang terbentuk dapat menghantarkan arus (tipe M/A (Voight, 1995). Alat konduktometer yang digunakan merupakan modifikasi sendiri, untuk melihat hasilnya akurat atau tidak maka alat divalidasi terlebih dahulu menggunakan paraffin cair yang telah diketahui nilai HLB butuhnya yaitu 12 (Ansel, 1994 ; Voight, 1995) Pada penelitian ini ke-3 sampel VCO yang digunakan dibuat dengan metoda yang berbeda yaitu untuk VCO Sabihissma dan VCO Virginia dibuat dengan pemanasan pada suhu rendah pada suhu 60-70 C , dimana krim yang terbentuk dipanaskan hingga terbentuk blondo dan disaring . Untuk VCO PT. Patria diperoleh dengan metoda teknik pancingan, yaitu dengan menambahkan VCO yang telah jadi dengan perbandingan 1:3. Perbedaan metoda pembuatan VCO akan mempengaruhi komposisi asam lemak dan hal ini memungkinkan akan memberikan nilai HLB yang berbeda pula. Setelah dilakukan penentuan nilai HLB pada tahap I dengan metoda TIE diperoleh nilai HLB yang hampir sama untuk ketiga sampel antara 7,39,3 untuk VCO Sabihissma, VCO Virginia dan VCO PT. Patria. Hal ini ditunjukan oleh jumlah volume air minimum yang dibutuhkan untuk terjadi inversi pada HLB 8,3 dan didukung oleh pengamatan organoleptis yang memberikan hasil emulsi yang paling stabil. Dan pada tahap ke-2 hanya dibuat tiga formula emulsi dengan nilai HLB satu satuan di atas dan satu satuan di bawah dari nilai HLB yang telah di dapat pada tahap 1 dengan selisih 0,3, hal ini dikarenakan keterbatasan bahan dan diperoleh nilai HLB 8,6 untuk ke-3 jenis VCO. Hal ini juga didukung dari hasil TIE minimum dan evaluasi organoleptis.

DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H, C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, Cetakan I, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Penerbit UI Press, Jakarta, 1985 University, Yogyakarta, 1994 Anief, M., Sistim Dispersi Formulasi Suspensi dan Emulsi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1999 Martin, A., Farmasi Fisika, Edisi III, Penerbit UI Press, Jakarta, 1993 Rindengan, B., Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa Murni, Cetakan ke-IV, Jakarta : Penebar Swadaya, 2005 Soraya, N., Cantik dengan VCO, Agromedia Pustaka, Jakarta, 2006 Voigh, R., Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi IV, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1995 Wade, A. and Paul J. Walter, Hand Books of Pharmaceutical Exipient, 2end edition, the Pharmaceutical Press, London, 1994

KESIMPULAN Nilai HLB butuh dengan metoda TIE untuk ketiga jenis VCO adalah 8,6.

42

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

UJI TOKSISITAS SUB KRONIK EKSTRAK BUAH MALUR (Brucea javanica L. Merr) PADA ORGAN HATI MENCIT PUTIH JANTAN
Mimi Aria1, M. Husni Mukhtar2, Sri Sufyantini1 1 STIFI Perintis, 2Fak. Farmasi Universitas Andalas

Abstract The effect of subchronic toxicity of malur fruit extract [Brucea javanica (L.) Merr] on the male albino mice liver has been observed. The malurs fruit extract suspension was given with dose 150 mg/KgBW and 300 mg/KgBW. The experiment was measured for 30th day and observation was done at 31th day. The parameters observed were of Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT) activity by spectrophotometry method with Photometer 5010 (Roche) tools, liver weights , bodies weight, and visual observation on liver. The result showed that malurs fruit extract were not affect SGPTs activity, liver weight, liver appearance and body weight of male albino mice (p>0,05). Keywords : Brucea javanica (L.) Merr, subchronic, SGPT, Spectrophotometry, Liver

PENDAHULUAN Tanaman Brucea Javanica (L.) Merr dari famili Simaroubaceae telah digunakan secara luas untuk pengobatan tradisional pada malaria, disentri dan penyakit lainnya di beberapa negara di dunia. Senyawa quassinoid merupakan kelompok turunan triterpen yang terkandung di dalam Simaroubaceae yang memperlihatkan aktifitas biologi yang telah diteliti belum lama ini, seperti antitumor (Lee et al., 1979), antimalaria (Alen, 2006), antinematoda (Alen et al., 2001), anti diare (Alen, 2005), anti inflamasi (Alen, 2005), antidiabetes (Noorshahida et al, 2009 ; Rossalina, 2010) dan menurunkan kadar kolesterol total (Yessi, 2007). Senyawa-senyawa quassinoid seperti bruceantin, bruceantinol dan brucein A-G sangat poten menghambat sintesis parasit (Guo et al, 2005). Hati sering menjadi sasaran toksikan karena sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal dan setelah diserap toksikan dibawa oleh vena porta ke hati. Hati memiliki aktivitas enzim

yang dapat melakukan metabolisme toksikan dalam jumlah yang tinggi. Oleh enzim ini, sebagian toksikan diubah menjadi kurang toksik, lebih mudah larut dalam air dan mudah diekskresikan (Sulaiman, 1990). Kerusakan hati bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti virus, obat-obatan, dan bahan-bahan kimia. Salah satu pemeriksaan kerusakan hati secara biokimiawi adalah pemeriksaan aktivitas SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase) (Brooks, 2001). SGPT dan SGOT merupakan enzim transaminase intraseluler yang terdapat dalam sel otot jantung, hati, pankreas, dan otot tubuh. Enzim ini terutama terlokalisasi didalam mitokondria dan sedikit didalam sitoplasma. Jumlah SGPT secara keseluruhan lebih sedikit dari SGOT, tetapi konsentrasinya di hati lebih banyak. Kenaikan aktivitas transaminase dalam serum disebabkan oleh sel-sel yang kaya akan transaminase mengalami nekrosis atau hancur. Akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas membran sel sehingga enzim43

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 enzim yang terdapat di dalam sel akan dilepaskan dan masuk kedalam peredaran darah. Pengukuran aktivitas kedua enzim ini dilakukan dengan menggunakan metoda spektrofotometri dengan panjang gelombang 340 nm (Frank, 1995 ; Syaifullah, 1996). Pada penelitian sebelumnya mengenai uji toksisitas akut diketahui bahwa buah malur [Brucea javanica (L.) Merr] memiliki nilai LD50 adalah 438,4 mg/kgBB (Satri, 2005). Berdasarkan informasi tersebut maka akan dilakukan penelitian untuk mengetahui toksisitas subkronik dari pemberian ekstrak buah malur [Brucea javanica (L.) Merr] dengan menggunakan parameter aktivitas SGPT, rasio berat hati dan perubahan berat badan pada mencit putih jantan. METODE PENELITIAN Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : seperangkat alat rotary evaporator, erlemeyer, gelas ukur, penjepit, tabung reaksi, spatel, pinset, pipet tetes, timbangan digital, timbangan hewan, jarum oral, alat suntik, lumpang dan alu, kaca objek, alat sentrifuge (Hettich Zentrifugen EBA 20 ), krus porselen, plat tetes, pipet mikro, fotometer 5010 (Roche), botol maserasi,kandang hewan percobaan. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: Buah Brucea javanica (L.) Merr, CHCl3-Amoniak, Mayer, Mg/HCl, H2SO4, Anhidrat Asetat, Ethanol 96%, Air suling, NaCl fisiologis, Reagen SGPT (Indo reagen) terdiri dari reagen enzim (larutan buffer, L-alanin, LDH) dan reagen substrat (2-oxoglutarat, NADH), Makanan standar mencit (Global Feed), Gom Arab. Pembuatan Ekstrak Buah Malur [Brucea javanica (L.) Merr]

Sampel diambil dari tanaman Brucea javanica ( L. ) Merr adalah buah yang telah tua atau masak, lalu dibersihkan dan dihaluskan, selanjutnya letakkan didalam wadah dan ditimbang sebanyak 500 g. Sampel dimaserasi dengan etanol 96 % dalam botol coklat selama 3x3 hari sambil sesekali diaduk. Pisahkan hasil maserasi dengan penyaringan menggunakan kapas. Filtrat diuapkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Uji Toksisitas Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan yang berusia 2-3 bulan dengan beratbadan 20-40 gram dan diaklimatisasi selama 1 minggu. Hewan percobaan dibagi atas 3 kelompok yang terdiri atas 9 ekor mencit untuk setiap kelompok : kelompok I diberi suspense gom arab 5% sebagai kontrol, kelompok II diberi suspensi ekstrak buah malur dengan dosis 150 mg/kgBB dan kelompok III dengan dosis 300 mg/kgBB. Ekstrak buah malur disuspensikan dalam gom arab 5%. Pemberian sediaan uji secara per oral selama 30 hari dan hewan tetap diberikan makan dan minum. Selama perlakuan, penimbangan berat badan mencit dilakukan untuk melihat pengaruh ekstrak pada berat badan. Pada hari ke-31, darah diambil dari arteri karotid leher, lalu dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, diamkan selama 15 menit, sentrifuse dengan kecepatan 3000 RPM selama 10 menit, selanjutnya serum diambil dan tambahkan pereaksi, lalu diukur dengan alat spektrofotometer UV menggunakan panjang gelombang tertentu untuk mengukur kadar SGPT hati. Kemudian hewan percobaan dibedah dan organ hati diambil, lalu ditimbang dan amati perubahan pada organ hati tersebut. Pengukuran Aktivitas SGPT Darah mencit diambil kurang lebih 2 ml melalui arteri karotid leher, menggunakan 44

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 silet, darah dimasukkan kedalam tabung reaksi. Darah didiamkan selama 15 menit dan disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 3000 RPM, serum yang diperoleh dipipet kedalam tabung reaksi. Jumlah serum yang dibutuhkan adalah 100 mikroliter, kemudian ditambahkan reagen enzim 1000 mikroliter dan reagen substrat 200 mikroliter, campur hingga merata. Diamkan selama 30 detik. Ukur dengan menggunakan Fotometer 5010 (Roche) pada panjang gelombang 340 nm dengan faktor 1745. Tunggu beberapa saat, kemudian hasil pengukuran dicatat. Penimbangan Organ Hati Pada hari ke-31 mencit yang masih hidup ditimbang dan dikorbankan (dibunuh), kemudian dibedah. Organ hati diambil, dibersihkan dengan NaCl fisiologis dan ditimbang, kemudian lakukan pemeriksaan hati secara visual. Berat hati relatif dihitung terhadap berat badan mencit, menggunakan persamaan : Range Test), menggunakan software statistic SPSS 17.0 for Windows Evaluation Version. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian tokisisitas subkronik ekstrak buah malur terhadap organ hati menggunakan parameter antara lain aktivitas SGPT, rasio berat hati dan berat badan hewan percobaan. Pemeriksaan aktivitas SGPT menggunakan serum hewan percobaan karena apabila digunakan plasma dapat mengganggu pemeriksaan oleh adanya senyawa antikoagulan yang dapat menghambat aktivitas enzim. Dalam pengambilan darah hewan percobaan maupun terhadap perlakuan sampel yang diperoleh harus diperlakukan secara hati-hati agar tidak terjadi hemolisis, apabila terjadi hemolisis maka eritrosit akan mengeluarkan lisin dan hemoglobin, dimana hemoglobin mengandung logam Fe dan terlarut didalam serum, sehinggadapat menghambat aktivitas enzim. Selain itu, hemolisis dapat meningkatkan pegeluaran enzim transaminase yang terkandung didalam eritrosit dan terlarut dalam serum, sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim transaminase pada serum yang dianalisis, hal ini dapat menimbulkan kekeliruan dalam hasil uji yang diperoleh. Setelah dilakukan pengukuran aktivitas SGPT pada hari ke-31 didapatkan hasil, yaitu untuk mencit kontrol 28,7 UI/L, dosis 150 mg/KgBB 28,8 UI/L, dan untuk dosis 300 mg/KgBB 39,7 UI/L (Tabel 1). Dosis 300 mg/kgBB memberikan Aktivitas SGPT yang lebih tinggi daripada aktivitas pada mencit normal yaitu 37 UI/L (Anonim, 1991). Peningkatan dosis memberikan pengaruh terhadap peningkatan aktivitas SGPT.

Analisa Data Data hasil pengukuran aktivitas SGPT dan rasio berat hati dianalisa dengan menggunakan metoda analisa varian ( Anova ) satu arah sedangkan hasil penimbangan berat badan dianalisa dengan menggunakan metoda analisa varian (Anova) dua arah. Analisa data dilanjutkan dengan Uji Lanjut Berjarak Duncan (Duncan New Multiple

45

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Tabel 1. Pengaruh Pemberian Suspensi Ekstrak Buah Malur [Brucea javanica (L.) Merr] Terhadap Aktivitas SGPT dan Rasio Berat Hati Mencit Putih Jantan

Parameter yang diamati No Kelompok Hewan Aktivitas SGPT (UI/L) xSD, n = 9 1 2 3 Kontrol Dosis 150 mg/KgBB Dosis 300 mg/KgBB 28,67 28,78 39,67 5,21 5,99 6,02 Rasio berat hati (%) SD, n = 9

Data rata-rata aktivitas SGPT memiliki standar deviasi yang besar pada masing-masing kelompok. Hal ini diduga karena banyak faktor yang mempengaruhi hewan percobaan yang digunakan sehingga berpengaruh terhadap pengukuran aktivitas SGPT. Setelah dilakukan analisa data terhadap hasil pengukuran aktivitas SGPT dengan metode analisa varian (ANOVA) satu arah (SPSS 17.0), diperoleh hasil bahwa kelompok mencit pemberian dosis 300 mg/KgBB memperlihatkan pengaruh pemberian ekstrak buah malur terhadap aktivitas SGPT (UI/L) yang signifikan atau berbeda nyata (p<0,05) dengan mencit pemberian dosis 150 mg/KgBB dan kelompok kontrol. Peningkatan aktivitas SGPT ini disebabkan oleh adanya peningkatan permeabilitas pada membran sel, sehingga enzim banyak dikeluarkan ke ruang ekstraseluler dan masuk ke sirkulasi sistemik, sedangkan pada kelompok pemberian dosis 150 mg/KgBB tidak memberikan hasil yang signifikan atau tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan kelompok kontrol. Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa rasio berat hati mencit yang telah diberikan suspensi ekstrak buah malur pada dosis 300 mg/KgBB lebih tinggi bila dibandingkan dengan rasio berat hati pada pemberian dosis 150 mg/KgBB dan mencit kontrol. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi dosis pemberian suspensi ekstrak buah malur dapat memberikan pengaruh peningkatan pada rasio berat hati pada hewan percobaan.

Setelah dilakukan analisa data terhadap hasil pengukuran rasio berat hati mencit dengan metode analisa varian (ANOVA) satu arah (SPSS 17.0), diperoleh hasil bahwa kelompok mencit pemberian dosis 150 mg/KgBB, dan kelompok mencit pemberian dosis 300 mg/KgBB memperlihatkan pengaruh pemberian ekstrak buah malur terhadap rasio berat hati mencit yang tidak signifikan atau tidak berbeda nyata dengan kelompok mencit kontrol, terlihat dari hasil statistik P>0.05. Dengan demikian, organ hati pada hewan percobaan normal. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan secara visual (makroskopis) terhadap organ hati yang tidak memperlihatkan adanya kelainan seperti pengerutan, adanya lemak, peradangan dan perubahan warna. Berdasarkan pemeriksaan makroskopik bahwa warna dan penampilan hati sering dapat menunjukan sifat toksisitas, seperti perlemakan hati. Peningkatan berat hati merupakan kriteria paling peka untuk toksisitas (Syaifoellah, 1987 ; Thomas, 1998). Pengaruh pemberian suspensi ekstrak buah malur [Brucea javanica (L.) Merr] secara per oral selama 30 hari terhadap berat badan mencit putih jantan dengan dosis 150 mg/KgBB dan dosis 300 mg/KgBB memberikan hasil yang tidak signifikan dengan kelompok kontrol (P>0.05), berarti pemberian suspensi ekstrak buah malur dalam rentang dosis tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap berat badan 46

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 mencit, namun terhadap hari pengamatan terdapat perbedaan yang signifikan, yaitu pada hari ke-1, 10, 20 terhadap hari ke-31, dan pada hari ke-1 terhadap hari ke-10, 20, dan 31 (P<0.05), dimana pada kelompok kontrol dan kelompok pemberian dosis 150 mg/KgBB adanya kenaikan berat badan, namun pada kelompok mencit pemberian dosis 300 mg/KgBB mengalami penurunan berat badan pada hari ke-20 dan mengalami kenaikan berat badan kembali pada hari ke31. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah lingkungan, imunitas dan nutrisi.

Tabel 2. Pengaruh suspense ekstrak buah malur terhadap berat badan mencit

Berat badan (xSD, n=9) Hari keNo 1 2 3 Kelompok Hewan 1 Kontrol Dosis 150 mg/KgBB Dosisi 300 mg/KgBB 29,0629,06 29,112,67 29,061,63 10 30,274,40 30,672,76 30,674,14 20 30,943,12 31,782,46 30,174,37 31 31,333,09 32,562,98 30,895,74

Dengan demikian, penggunaan ekstrak buah malur [Brucea javanica (L.) Merr] dalam rentang dosis 150 mg/KgBB dan dosis 300 mg/KgBB aman secara sub kronik untuk pengobatan penyakit selama 30 hari. Hal ini disebabkan peningkatan aktivitas SGPT (UI/L) mencit yang tidak terlalu tinggi dari batas aktivitas SGPT (UI/L) normal, sehingga belum memperlihatkan adanya kerusakan pada sel hati.

Merr] dalam rentang dosis 150 mg/KgBB dan dosis 300 mg/KgBB aman secara sub kronis dalam pengobatan penyakit selama 30 hari. Saran Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji toksisitas kronik dari ekstrak buah malur [Brucea javanica (L.) Merr] dan melihat pengaruhnya terhadap transit saluran cerna.

Pada kelainan hepatitis kronik persisten biasanya didapatkan peningkatan aktivitas SGPT 2-3 kali dari batas normal dan pada hepatitis kronik aktif peningkatan aktivitas SGPT 5-10 kali diatas angka normal. Seringkali tidak terdapat hubungan antara tingginya kadar enzim dengan derajat kelainan atau kerusakan hati yang terjadi, sehingga masih diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya (Syaifullah, 1996). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan ekstrak buah malur [Brucea javanica (L.)

DAFTAR PUSTAKA Alen, Y., 2006, Pengembangan Potensi Ekstrak dan Fraksi Biji Tumbuhan Obat Tradisional Malur Brucea sumatrana Roxb., Sebagai Fitofarmaka Antimalaria, Laporan Hasil Penelitian BPOM-RI, Jakarta

Alen, Y., M. Oktavia, J. Jusfah, dan D. Arbain, 2005, Potensi Ekstrak dan Fraksi Biji Tumbuhan Obat Tradisional Malur Brucea sumatrana Roxb. Sebagai calon fitofarmaka Anti diare, Seminar
47

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

Nasional Obat Herbal, Departemen Farmasi Universitas Indonesia, PERHIPBA, Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia, Depok Alen, Y., L. Wardiyanti, dan Y. Lisawati, 2005, Potensi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Biji Malur (Brucea sumatrana Roxb). Sebagai calon fitofarmaka Anti Inflamasi. Seminar Nasional Kimia Bahan Alam XV, Departemen Kimia, FMIPA, Institut Pertanian Bogor (IPB), HKBAI, Kampus Darmaga, Bogor Alen, Y., H. Kanzaki, T. Nitoda, N. Baba, S. Nakajima and K. Kawazu, 2001, New Antinematodal Quassinoid Compound from Brucea sumatrana against the Pinewood Nematode Bursaphelencus xylophilus, A Sumatran Rain Forest Plant pada seminar on Tropical Rainforest Plants and Their Utilization for Development,Padang, Abstrak Paper p.59. Brooks, G. dkk., 2001, Mikrobiologi Kedokteran, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta Frank, C, Lu.,1995, Toksikologi Dasar Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko, Edisi II, diterjemahkan oleh Edi Nugroho, UI Press, Jakarta Guo, Z., S. Vangapandu, R. W. Sindelar, L. A. Walker and R. D. Sindelar, 2005, Biologically Active Quassinoids and Their Chemistry: Potensial Leads for Drug Design,

Current Medicinal Vol. 12, No. 2

Chemistry,

Katzung, B. G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi VIII, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta Lee, K. H. , I. Yashushiro, S. Yoshio, Y. W. Rong and H. Iris, 1979, Antitumor Agents 33. Isolation and Stuctural Elucidation of Bruceoside-A and B, Novel Antileukemic Quassinoid, Glycoides and Brucein D and E from Brucea javanica, J. Org. Chem, Vol. 44, No 13 Noorshahida, A, Wong T.W & Choo C.Y., 2009, Hypoglicemic effect of quassinoids from Brucea javanica (L.) Merr (Simaroubaceae) seeds, Journal of Ethnopharmacology, Volume 124, Issue 3,586-591 Rossalina, T., 2010, Pengaruh Kombinasi Serbuk Biji Malur (Brucea Sumatrana Roxb) dan Biji Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit, Skripsi, Jurusan Farmasi UNAND, Padang Satri, M., 2005, Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol dan Fraksi Etil Asetat Biji Malur (Brucea Sumatrana Roxb) pada mencit putih, Skripsi, Jurusan Farmasi UNAND, Padang Sulaiman, A. H., 1990, Gastroenterologi Hepatologi, CV. Sagung Seto, Yogyakarta
Syaifoellah, H.M.,1987, Fisiologi dan Pemeriksaan Biokimiawi Hati, dalam dr.Soeparman (Ed), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 48

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Syaifullah, H.M.,1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi III, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Thomas, L.,1998, Alanine Amino Transaminase (ALT), Aspartate Amino Transferase (AST),Edition I, Clinical Laboratory Diagnostic Thompson, E. P., 1990, Bioscreening or drug, evaluation technique and Pharmacology, New York, Weinheim Basel Cambridge

49

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

PEMANFAATAN ZAT WARNA DARI EKSTRAK Cyphomandra betacea DAN MINYAK KELAPA MURNI DALAM FORMULASI LIPSTIK
Farida Rahim STIFI Perintis Padang

Abstrak A research has been done to formulating lipstick using Cyphomandra betacea as natural dye and Virgin Coconut Oil (VCO) as moisturizer with variation on concentration in order to determining the difference of color intensity and lipstick consistency. Evaluation of lipstick preparation include: organoleptic performance, homogeneity, dye stability, rigidity, melting point, fragrance stability, and panelist opinion. Result of this research showed that VCO can be used as base and moisturizer on lipstick preparation. Color of Cyphomandra betacea was stable on lipstick preparation and F2 was the best formula according to panelist opinion. Keywords : Lipstick, dye. Cyphomandra betacea CVO

PENDAHULUAN

dibentuk dari minyak, lilin dan lemak (Wasiatmaja, 1997 ; Depkes RI, 1986). Lipstik telah banyak diproduksi dengan warna yang beraneka ragam. Lipstik yang ada di pasaran umumnya mengggunakan zat warna sintetik seperti dibromofluoresein, tetrabromofluoresein karena lebih stabil dibandingkan dengan zat warna alam. Penggunaan zat warna untuk sediaan lipstik perlu diperhatikan sifat zat warna tersebut yaitu tidak mengiritasi kulit, tidak diabsorpsi oleh kulit dan tidak menimbulkan alergi karena bibir lebih peka dibandingkan kulit pada bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 1986). Minyak kelapa murni yang dikenal dengan minyak laurat tinggi mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty), minyak ini telah lama digunakan dalam perawatan tubuh. Susunan molekul minyak kelapa yang kecil memudahkan penyerapannya serta memberikan tekstur yang lembut dan halus pada kulit dan rambut. Minyak kelapa mampu memulihkan kulit yang kering kasar dan keriput. Banyak juga yang menggunakannya sebagai pembasuh bibir karena aman dan alami (Wasitmaja, 1997 ; Rindengan, 2005).

Dewasa ini ada berbagai macam kosmetika yang tersedia di pasar hasil produksi pabrik kosmetik di dalam dan luar negeri. Bagi konsumen pemakai apalagi yang pemula, ribuan macam kosmetika ini tentu membingungkan untuk memilih dan menentukan pemakaiannya. Berbeda dengan obat, pemakaian kosmetik lazim menggunakan beberapa bahan yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Aplikasi kosmetika untuk satu gerak tujuan dilakukan oleh tidak kurang dari 4-5 macam kosmetika yang berisi sekurang-kurangnya 4-5 macam bahan aktif pula (Wasitatmaja, 1997). Dari berbagai jenis kosmetika yang ada salah satunya adalah kosmetika dekoratif. Kosmetika dekoratif semata-mata hanya melekat pada alat tubuh yang dirias dan tidak bermaksud untuk diserap ke dalam kulit serta mengubah secara permanen kekurangan (cacat) yang ada (Wasitatmaja, 1997). Rias bibir merupakan kosmetika dekoratif, disamping untuk merias bibir, rias bibir juga disertai dengan bahan untuk meminyaki dan melindungi bibir dari lingkungan yang merusak misalnya sinar ultra violet. Lipstik termasuk rias bibir yang dikemas dalam bentuk padat (roll up) yang

50

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Cyphomandra betacea atau lebih dikenal dengan nama terung belanda merupakan tanaman yang buahnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk produk minuman seperti sirup. Buah segar ini selain memberikan rasa enak juga berwarna cerah dan menarik yang memungkinkan tanaman ini digunakan sebagai sumber zat warna alami dalam berbagai produk makanan, obatobatan maupun kosmetik (Crescentloom, 2006). Berdasarkan hal di atas maka dicoba untuk mengembangkan suatu formula lipstik yang mengandung minyak kelapa murni, selain sebagai pelembab juga untuk mengganti minyak jarak yang merupakan basis lipstik, dan juga menggunakan ekstrak Cyphomandra betacea sebagai zat warna alami. - Minyak Kelapa Murni Air perasan kelapa ( santan pekat ) dibiarkan semalam, kemudian tambahkan papain diamkan lagi semalam, akan terbentuk tiga lapisan , pisahkan minyaknya dari krim. Krim di panaskan di atas penangas air sampai krim memisah di tandai dengan terjadinya penggumpalan, kemudian pisahkan lagi minyaknya.

METODE PENELITIAN 1. Pengambilan Sampel - Cyphomandra betacea - Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) 2. Pengolahan sampel - Cyphomandra betacea Sebanyak 3 kg buah segar dari Cyphomandra betacea dipotong kecilkecil kemudian dimaserasi menggunakan aseton selama 5 hari. Pengerjaan ini diulangi sebanyak 3 kali. Kemudian sampel disaring sehingga didapatkan maserat. Gabungan maserat diuapkan in vacuo sehingga diperoleh ekstrak kental dari Cyphomandra betacea. 3. Formula Lipstik Tabel I. Formula Lipstik No 1. 2. 3. 4. 5. Nama Bahan Ekstrak Cyphomandra betaceae (terung belanda) Minyak kelapa murni Minyak jarak Setil alkohol Adeps lanae Jumlah (gram) F2 F3 12 16 15 32,6 5 5 20 23,6 5 5

F1 8 10 41,6 5 5

F4 20 25 14,6 5 5 51

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 6. 7. 8. Essen strawberry Lilin karnauba Malam putih Jumlah 0,4 10 20 100 0,4 10 20 100 1,4 10 20 100 0,4 10 20 100

Keterangan : F1 = Formula Lipstik dengan ekstrak buah terung belanda 8 % F2 = Formula lipstik dengan ekstrak buah terung belanda 12 % F3 = Formula lipstik dengan ekstrak buah terung belanda 16 % F4 = Formula lipstik dengan ekstrak buah terung belanda 20 % 4. Pembuatan Lipstik Buat Massa 1 a. Lilin karnauba dimasukkan dalam cawan penguap. b. Ditambahkan adeps lanae, etil alkohol dan malam putih. c. Semua campuran dalam cawan penguap dilebur di atas penangas air bersuhu 85oC. Massa 2 a. Lumpang direndam dengan air panas, biarkan sampai dinding bagian lumpang terasa panas ( 10-15 menit), kemudian lumpang dikeringkan dan lapisi dengan sedikit minyak jarak sampai menutupi permukaan bagian dalam lumpang. b. Tambahkan ekstrak terung pirus, diaduk homogen. c. Kemudian tambahkan semua sisa minyak jarak dan campuran diaduk homogen. - Massa 1 yang telah lebur ditambahkan ke dalam massa 2, diaduk homogen, sampai campuran sudah mulai agak mengental. - VCO ditambahkan ke dalam campuran dan diaduk homogen. - Terakhir tambahkan essen strwberry ke dalam campuran, aduk homogen. - Segera tuangkan campuran ke dalam cetakan lipstik yang sebelumnya telah diolesi dengan sedikit parafin cair, dibiarkan membeku. 5. Evaluasi Sediaan Lipstik meliputi : a. Pemeriksaan Organoleptis b. Pemeriksaan Homogenitas c. Pemeriksaan Kestabilan Zat Warna Secara Visual d. Pemeriksaan Ketegaran e. Pemeriksaan Suhu Lebur f. Pemeriksaan Kestabilan Pewangi. g. Pemeriksaan Sediaan Lipstik Yang Disukai

HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarna alami yang digunakan untuk formulasi lipstik adalah ekstrak dari buah terung pirus yang diekstraksi dengan aseton secara maserasi. Pelarut aseton dipilih karena pada saat ekstraksi pendahuluan dengan menggunakan beberapa pelarut seperti etanol, aseton, etil asetat dan heksan, ternyata aseton mampu menarik warna dari terung pirus lebih baik dari pelarut lainnya. Ini ditunjukkan dari intensitas warna merah dalam larutan aseton yang paling bagus. Buah terung pirus yang digunakan adalah buah yang segar dan berwarna merah tua sebanyak 2 kg. Bagian yang diambil dari buah ini adalah bagian dalam daging buah termasuk bijinya yang berwarna merah segar dan diperoleh sebanyak 500 gram.

52

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

Gambar 1. Buah Cyphomandra betaceae

Sampel segar sebanyak 500 gram ini direndam dengan aseton selama 3 x 350 ml selama 3 hari. Maserat yang telah difiltrasi digabung dan diuapkan pelarutnya hingga kental dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental terung pirus sebanyak 27 gram. Minyak kelapa murni dibuat dari pengolahan santan kelapa dengan proses enzimatis. Dengan proses enzimatis ini kualitas produk dapat ditingkatkan. Keunggulan proses ini antara lain menghemat energi, biaya yang relatif rendah, pengontrolan sangat mudah dan tidak menghasilkan limbah berbahaya bagi lingkungan. Enzim yang digunakan pada penelitian adalah papain yang terdapat pada getah buah pepaya muda (Carica papaya. L). Enzim papain ini bekerja memecah protein dengan cara memutus ikatan peptida yang mempunyai gugus sulfhidril (-SH), karena itu papain tergolong pada enzim protease sulfhidril (Muhidin, 1999).

Ekstrak terung pirus dan minyak kelapa murni dikombinasi dalam formulasi lipstik. Kedua bahan ini ditambahkan dalam formula dengan konsentrasi yang berbedabeda, bertujuan untuk melihat perbedaan intensitas warna dari ekstrak dan pengaruh minyak kelapa murni sebagai pelembab dan juga pengaruhnya terhadap konsistensi lipstik. Pengamatan organoleptis terhadap keempat formula lipstik dilakukan selama 8 minggu. Selama periode ini ternyata keempat formula stabil atau dengan kata lain tidak mengalami perubahan baik dari segi bentuk (konsistensi), warna dan bau.

53

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Tabel II. Pemeriksaan Organoleptis Lipstik Formula Pemeriksaan F1 Bentuk Warna Bau Bentuk Warna Bau Bentuk Warna Bau Bentuk Warna Bau Minggu IV V PB PB C C WS WS PB PB M M WS WS PB PB MK MK WS WS PB PB U U WS WS

F2

F3

F4

I PB C WS PB M WS PB MK WS PB U WS

II PB C WS PB M WS PB MK WS PB U WS

III PB C WS PB M WS PB MK WS PB U WS

VI PB C WS PB M WS PB MK WS PB U WS

VII PB C WS PB M WS PB MK WS PB U WS

VIII PB C WS PB M WS PB MK WS PB U WS

Keterangan : PB = Padat berminyak C = Coklat M = Merah MK = Merah keunguan U = Ungu WS = Wangi strawberry

Pemeriksaan homogenitas dan kestabilan zat warna dari formula lipstik dilakukan dengan cara memotong lipstik secara membujur dan diamati selama 8 minggu berturut-turut. Dari hasil pemeriksaan ternyata terdapat bintikbintik pewarna pada lipstik yang berarti sediaan kurang homogen. Kemungkinan hal ini disebabkan zat warna tidak terdispersi dengan baik dalam formula lipstik. Penyebabnya bisa jadi karena konsistensi ekstrak terung pirus yang terlalu kental dan sifatnya yang larut air sehingga tidak dapat menyatu dengan baik bersama minyak jarak.

Hal ini kemungkinan bisa diatasi dengan menyiapkan ekstrak dalam preparasi yang berbeda, misalnya dibuat dalam bentuk serbuk kering, tetapi hal ini tidak dilakukan karena membutuhkan studi lebih lanjut. Selama pengamatan 8 minggu lipstik disimpan pada suhu kamar (25-27oC), ternyata warna lipstik tidak berubah. Warna dari lipstik statis mulai dari minggu pertama pengamatan hingga minggu terakhir. Hal ini berarti zat warna yang digunakan stabil.

Tabel III. Pemeriksaan Homogenitas Lipstik Formula F1 F2 F3 F4 Minggu IV V KH KH KH KH KH KH KH KH

I KH KH KH KH

II KH KH KH KH

III KH KH KH KH

VI KH KH KH KH

VII KH KH KH KH

VIII KH KH KH KH

Keterangan : KH = kurang homogen

54

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Tabel IV. Pemeriksaan Kestabilan Zat Warna Pada Lipstik Formula F1 F2 F3 F4 Minggu IV V s s s s s s s s

I S S S S

II s s s s

III s s s s

VI s s s s

VII s s s s

VIII s s s s

Keterangan : s = stabil

Hasil pengamatan ketegaran lipstik menunjukkan bahwa formula F4 dengan kandungan minyak kelapa murni dan ekstrak pewarna yang lebih banyak memberikan nilai ketegaran lipstik yang paling tinggi, walaupun belum mendekati nilai ketegaran dari lipstik pembanding. Nilai ketegaran yang semakin besar mungkin dipengaruhi oleh konsentrasi pewarna alami yang juga bertambah banyak. Lipstik pembanding yang digunakan adalah salah satu lipstik bermerk yang ada di pasaran. Untuk pemeriksaan

ketegaran lipstik ini tidak ada parameter yang menyatakan berapa besar ketegaran lipstik yang seharusnya.

Tabel V. Pemeriksaan Ketegaran Lipstik Formula F1 F2 F3 F4 Pembanding Berat air (gram) 105,12 73,52 120,43 150,11 173,29 Berat kawat plastik (gram) 3,89 3,89 3,89 3,89 3,89 Berat total beban (gram) 109,01 77,41 124,32 154,00 177,18

Pada pemeriksaan suhu lebur selain mengamati suhu lebur dari lipstik yang dibuat juga digunakan pembanding yang sama dengan uji ketegaran. Formula lipstik yang dibuat mempunyai titik lebur yang tidak jauh berbeda satu sama lain dengan range 54,6oC sampai 58,3oC. Pada masing-masing formula terjadi sedikit peningkatan suhu

lebur. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kadar zat warna dan minyak kelapa murni yang ditambahkan ke dalam formula. Dari hasil terlihat bahwa suhu lebur yang diperoleh dari pemeriksaan ini memenuhi suhu lebur lipstik yang dikehendaki yaitu berkisar antara 55oC-75oC.

55

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Tabel VI. Pemeriksaan Suhu Lebur Lipstik Formula F1 F2 F3 F4 Pembanding Keterangan : Suhu lebur (oC) L1 55 57 57 57 73 L1 = percobaan pertama L2 = percobaan kedua L3 = percobaan ketiga L2 54 57 56 59 74 L3 55 56 58 59 74 Rata-rata 54,6 56,6 57 58,3 73,6

Pewangi yang digunakan untuk sediaan lipstik ini adalah essen strawberri. Pemeriksaan kestabilan pewangi dilakukan selama 8 jam, dimana lipstik disimpan dalam inkubator bersuhu 40oC. Selama pemeriksaan dengan selang waktu tiap 2 jam, ternyata tidak terjadi perubahan aroma dari esssen strawberri sehingga dapat dikatakan pewangi ini stabil dan komponen lipstik tidak mempengaruhi kerja dari pewangi. Tabel VII. Pemeriksaan Kestabilan Pewangi Formula F1 F2 F3 F4 Waktu (jam) 2 s s s s 4 s s s s 6 s s s s 8 s s s s

Hasil uji panelis terlihat bahwa formula F2 yang paling disukai. Alasannya adalah karena warna lipstik F2 yang lebih cerah, terasa lembab dan lebih ringan di bibir dibandingkan formula lainnya. Formula F1 kurang disukai karena warnanya yang lebih pucat. Sedangkan formula F3 dan F4 walaupun memberi rasa lembab pada bibir

tetapi formula ini terasa lengket sehingga kurang nyaman bagi pemakai, namun karena warna dari F3 dan F4 yang lebih tajam dibandingkan F1 dan F2 masih ada beberapa panelis yang menyukainya. Hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

56

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Tabel VIII. Pemeriksaan Sediaan Lipstik Yang Disukai Formula F1 F2 F3 F4 Panelis V VI 0 1 1 2 2 1 2 1

I 0 1 1 2

II 1 2 1 1

III 0 2 2 1

IV 0 2 2 1

VII 0 2 1 1

VIII 0 1 2 2

IX 1 2 1 0

X 1 2 1 0

Keterangan : 0 = tidak suka 1 = kurang suka 2= suka

Gambar 2. Foto Sediaan Lipstik KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : i. Minyak kelapa murni dapat digunakan sebagai basis dalam pembuatan formula lipstik ii. Warna dari ekstrak Cyphomandra betaceae stabil sehingga bisa digunakan sebagai pewarna lipstik iii. Formula F2 memberikan lipstik yang lebih disukai dibandingkan lipstik formula lainnya. Saran Disarankan selanjutnya untuk ; pada penelitian 57 a. Membuat preparasi ekstrak Cyphomandra betaceae yang bisa terdispersi dengan baik dalam basis lipstik b. Mengisolasi zat warna dari Cyphomandra betaceae untuk selanjutnya digunakan sebagai pewarna sediaan obat/kosmetika.

DAFTAR PUSTAKA Balsam, M.S., 1974, Cosmetics Science and Technology, A Wiley Interscience Publication, New York. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986, Formularium Kosmetik Indonesia, Jakarta.

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia edisi III, Jakarta. Herawan.T.RB., 1994, Berita Pusat Penelitian Kelapa Sawit , dikutip dari majalah Trubus 297. http :// www.crescentbloom.com/plants/spec imen, diakses 2006 Jellineck, J. S., 1970, Formularium and Function of Cosmetics, John Willey and Sons, New York. Martin, A.J., Swarbrick and A. Cammmarata, 1993, Physical Pharmacy, 4th ed, Lea and Febringer, Philadelphia. Muhidin.D., 1999, Agroindustri Papain dan Pektin, Penebar Swadaya, Jakarta. Nur Alamsyah. A., 2005, Virgin Coconut Oil, Minyak Penakluk Aneka Penyakit , PT Agromedia Pustaka, Jakarta. Otterstatter, G.,1999, Coloring of Food Drugs and Cosmetics, translated by Axel mixa, Lantana, florida, New York. Rindengan, B., Hengky Novarianto, 2005, VCO Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa Agritekno, Jakarta. Murni, Seri

Wasitatmaja, S.M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

58

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

PENGARUH PEMBERIAN SERBUK BIJI MAHONI (Swietenia macrophylla King) TERHADAP KADAR GAMMA-GLUTAMIL TRANSFERASE (GGT) PADA MENCIT PUTIH BETINA
Surya Dharma1, Dedi Nofiandi2 Fakultas Farmasi Universitas Andalas, 2STIFI Perintis Padang

Abstract

Research to investigating the influence of mahogany (Swietenia macrophylla King) seed powder on levels of gamma glutamyl transferase (GGT) of female albino mice has been done using animal experiments. The seed powder were given orally at a dose of 1.04 mg/20g BW, 2.08 mg/20g BW, and 4.16 mg/20g BW for 42 days. Observations were done on days 7th, 21th , and 42th. Parameter observed was levels of GGT using Spectrophotometric method. Observations showed that administration of mahogany seed powder at doses of 1.04 mg/20g BW, 2.08 mg/20 g BW and 4.16 mg/20g BW on the observation on day 7th, 21th, and 42th did not give the effect on elevated levels of GGT significantly (P> 0.05). Keywords : Mahogany seed powder, Gamma Glutamyl Transferase (GGT)

PENDAHULUAN Dewasa ini, penelitian dan pengembangan tumbuhan obat, baik didalam maupun diluar berkembang pesat. Penelitian yang berkembang, terutama pada segi farmakologi maupun fitokimianya berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris. Hasil penelitian tersebut, tentunya lebih memantapkan para pengguna tumbuhan obat akan khasiat, maupun penggunaannya. Terlebih lagi, uji toksikologi juga telah banyak dilakukan oleh para peneliti untuk mengetahui keamanan tumbuhan obat yang sering digunakan untuk pemakaian jangka panjang maupun pemakaian secara mendadak (Dalimartha,1999). Salah satu tumbuhan tradisonal yang digunakan sebagai obat adalah biji mahoni (Swietenia macrophylla King) dengan kandungan kimia utama saponin dan flavonoida, yang digunakan masyarakat untuk menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), antipiretik, kencing manis (diabetes mellitus), menambah nafsu makan,

rematik, demam, masuk angin (Rosyidah, 2007). Tumbuhan obat dikatakan aman salah satu nya adalah tidak toksik, dalam tubuh kita organ yang berperan penting dalam metabolisme toksikan adalah hati. Hati sering menjadi sasaran toksikan karena sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal dan setelah diserap toksikan dibawa oleh vena porta ke hati. Hati memiliki kadar enzim yang memetabolisme toksikan dalam jumlah yang tinggi. Oleh enzim ini sebagian besar toksikan menjadi kurang toksik, lebih mudah larut dalam air dan lebih mudah diekresikan (Sulaiman, 1990). Adanya kerusakan hati dapat dideteksi melalui pemeriksaan fisiologi dan patologis. Salah satu pemeriksaan kelainan hati secara biokimia yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan kadar GGT. GGT (Gamma Glutamil Transferase) merupakan suatu enzim yang spesifik yang ditemukan di hepatosit dan sel-sel epitel bilier. GGT berperan penting dalam pembentukan glutation yang merupakan bahan kimia yang dibuat oleh tubuh untuk melindungi sel-sel dari berbagai racun dan juga sebagai 59

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 mengkatalis pemindahan gugus gammaglutamil dari suatu peptida yang mengandung gugus tersebut (Gamma Glutamil Transferase, 2009). GGT juga berguna sebagai mendiagnosa hepatitis kronik, sebagai indikator kolestatis, mendeteksi kelainan hati secara dini dan mendeteksi kelainan hati karena alkohol. Pemeriksaan GGT merupakan suatu pemeriksaan rutin dalam klinik untuk memperkuat diagnosis berbagai macam penyakit, dan dari angka GGT yang meningkat pada berbagai penyakit hati dapat diambil kesimpulan bahwa derajat peningkatan aktivitas GGT dalam serum atau plasma darah dapat dijadikan parameter untuk diagnosis diferensial penyakit hati (Muliawan, 1981). Berdasarkan fenomena diatas maka perlu diteliti sejauh mana pengaruh pemberian serbuk biji mahoni (Swietenia macrophylla king) terhadap kadar GGT hati. makanan standar dan pemberian air yang cukup. Selama pemeliharaan, bobot hewan ditimbang dan diamati prilakunya. Hewanhewan yang dinilai sehat digunakan dalam percobaan, yaitu bila selama pemeliharaan bobot hewan tetap atau mengalami kenaikan dengan deviasi maksimum 10% dan menunjukkan prilaku yang normal. Pembuatan serbuk biji Mahoni Buah mahoni dipisahkan dari kulit buahnya dan dibersihkan dari bahan pangotor lainnya, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari langsung selama 10 hari (hingga berwarna kecoklatan). Kemudian biji dipisahkan dari kulitnya dan dikeringkan selama 7 hari (tidak pada sinar matahari langsung) setelah kering, biji ini dihaluskan menggunakan lumpang dan diayak sampai diperoleh serbuk dengan derajat kehalusan tertentu dengan ayakan No 44 (d= 355m) (Materia Medika Indonesia, 1977).

METODA PENELITIAN Pembuatan suspensi serbuk biji Mahoni Alat dan bahan Photometer 5010 (Roche), alat sentrifuge (Hettich Zentrifugen EBA 20), jarum oral, alat suntik, pipet mikro, alat bedah, timbangan hewan, gelas ukur, beacker glass, tabung reaksi, kaca arloji, spatel, pinset, sarung tangan, gunting, kapas, dan kandang mencit, ayakan, reagent GGT (reagent I : Tris buffer dan Glicyglicine reagent II : L--glutamyl-3-carboxy-4nitroanilide), makanan untuk mencit, aqua destilata, biji mahoni, Na CMC 0,5%. Larutan uji serbuk biji mahoni dibuat dalam suspensi menggunakan Na CMC 0,5 % dengan konsentrasi larutan 1%. Serbuk biji mahoni yang telah ditimbang sebanyak 100 mg dan digerus halus disuspensikan Na CMC 0,5% dengan cara : Na CMC yang ditimbang 0,05 g ditabur diatas air panas 20 kalinya, biarkan 15 menit, digerus hingga menjadi masa yang homogen tambahkan serbuk gerus sampai homogen, cukupkan volume dengan menggunakan aquadest sampai 10 ml, gerus hingga homogen.

Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah mahoni yang sudah kering diambil didaerah Balai Baru kecamatan Kuranji Padang Persiapan hewan percobaan Hewan yang digunakan adalah mencit putih dengan bobot badan sekitar 2030 gram. Mencit diaklimatisasi selama tidak kurang dari 7 hari sebelum digunakan,

Pengukuran kadar GGT Hewan percobaan dibagi atas 4 kelompok, setiap kelompok terdiri atas 15 ekor. Masing-masing kelompok mencit diberikan larutan sediaan oral, yaitu : a. Kelompok I kontrol (-) diberikan suspensi Na CMC. b. Kelompok II diberikan suspensi larutan uji dengan dosis 1,04 mg/20g BB.

60

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 c. Kelompok III diberikan suspensi larutan uji dengan dosis 2,08 mg/20g BB d. Kelompok IV diberikan suspensi larutan uji dengan dosis 4,16 mg/20g BB. Percobaan dilakukan pada hari ke-1 sampai hari ke-6, hari ke-6 sore mencit dipuasakan, pada hari ke 7, 21, dan 42 dilakukan pengukuran kadar GGT mencit. Penimbangan berat badan hewan percobaan dilakukan setiap hari. Sebelum pengukuran kadar GGT, dilakukan pengukuran berat badan hewan percobaan. Setelah perlakuan terhadap hewan percobaan dilakukan pengukuran kadar GGT mencit dengan cara : a. Pengambilan darah dan penyiapan serum darah diambil dengan cara memotong pembuluh leher dan darah ditampung pada tabung reaksi. Darah disentrifuge selama 15 menit pada kecepatan 3000 rpm. Bagian cairan jernih (serum) diambil untuk penentuan kadar GGT. Pipet 1,0 ml serum kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan reagent GGT (reagent I + reagent II dengan perbandingan 4 : 1). Lakukan pengukuran kadar GGT dengan Photometer 5010 (Roche) pada panjang gelombang 405 nm. 1. Hasil pengukuran kadar GGT rata-rata pada hari ke-7 adalah : a. kontrol (-) : 2,36 U/L b. Dosis 1,04mg/ 20g BB: 2,17 U/L c. Dosis 2,08mg/ 20g BB: 2,19 U/L d. Dosis 4,16mg/ 20 g BB: 2,23 U/L 2. Hasil pengukuran kadar GGT rata-rata pada hari ke- 21 adalah : a. kontrol (-) : 2,37 U/L b. Dosis 1,04mg/ 20g BB : 2,25U/L c. Dosis 2,08mg/ 20g BB: 2,33U/L d. Dosis 4,16mg/ 20 g BB : 2,40 U/L 3. Hasil pengukuran kadar GGT rata-rata pada ke- 42 adalah : a. kontrol (-) : 2,35 U/L b. Dosis 1,04mg/ 20g BB: 2,39 U/L c. Dosis 2,08mg/ 20g BB: 3,12 U/L d. Dosis 4,16mg/ 20 g BB: 3,90U/L Pada penelitian ini digunakan yaitu biji mahoni (Swietenia macrophylla King) dalam bentuk serbuk. Penggunaan serbuk dalam penelitian ini bertujuan memberikan kemudahan pengaplikasiannya pada masyarakat dalam memanfaatkan biji mahoni untuk pengobatan, lebih mudah pembuatannya dan harganya lebih murah. Pada penelitian dilakukan pemberian serbuk biji mahoni yaitu1,04 mg/20 g BB, 2,08 mg/20 g BB, dan 4,16 mg/20 g BB. Penyuntikan dilakukan secara oral setiap hari selama 42 hari pada mencit dan pengamatan dilakukan pada pemberian hari ke- 7, hari ke21, dan hari ke- 42. Tujuan pengukuran kadar GGT dilakukan pada hari ke- 7, hari ke- 21, dan hari ke- 42 adalah untuk melihat adanya atau tidaknya pengaruh lama pemberian serbuk biji mahoni secara berulang yang dilakukan selama 42 hari dengan dosis yang berbeda. Kerusakan hati salah satunya dapat dilihat dengan peningkatan kadar enzim Gamma-glutamil transferase (GGT). GGT merupakan enzim golongan fosfatase yang ditemukan pada berbagai jaringan tubuh. Pada kolestasis dan hepatoseluler terjadi peninggian enzim ini. Pemeriksaan kuantitatif aktivitas gamma-glutamil transferase berdasarkan atas menghilangnya substrat atau dibentuknya produk-produk oleh enzim tersebut. Substrat yang dipakai dalam pemeriksaan GGT merupakan substrat yang sintetik yang mengandung gugus glutamil yang dapat dipindahkan oleh enzim 61

b.

Analisa data Hasil pengukuran kadar GGT dianalisa secara statistik menggunakan metode analisa varian (anova) dua arah secara SPSS 19,00 dan dilanjutkan dengan uji Lanjut Berjarak Duncan (Duncan New Multiple Range Test) (Schefler, 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian serbuk biji mahoni (Swietenia macrophylla King) terhadap kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT), maka diperoleh hasil sebagai berikut :

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 ke suatu akseptor, yaitu suatu asam amino atau dipeptida. Sebagai akseptor gugus glutamil dipakai suatu dipeptida, yaitu glisilglisin. Pada pemecahan substrat terbentuk p-nitroanilin yang dapat mengabsorpsi gelombang cahaya spektrofotometer pada 405 nm (Muliawan, 1981). Pengukuran kadar GGT ini dilakukan dengan menggunakan Photometer 5010 (Roche) dengan panjang gelombang 405 nm. Perhitungan hasil dilakukan dengan menghitung persentase (%) kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pengolahan data dilanjutkan secara perhitungan stastistik menggunakan metoda anova dua arah dan metoda uji lanjut berjarak Duncan menggunakan SPSS 19,00 yaitu untuk melihat ada atau tidak nya perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara perlakuaan dosis dan hari. Hasil yang diperoleh pada pemberian serbuk biji mahoni (Swietenia macrophylla King) terhadap kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) serum darah mencit yaitu hasil persentase (%) nya pada hari ke-7 pemberian serbuk biji mahoni pada mencit dengan dosis 1,04 mg/20g BB menunjukkan penurunan kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) yang paling rendah dengan hasil persentase (%) yaitu 8,05%, pada dosis 2,08 mg/20g BB menunjukkan penurunan kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) dengan hasil persentase (%) yaitu -7,20%, dan pada dosis 4,16 mg/20g BB menunjukkan penurunan kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) dengan hasil persentase (%) yaitu -5,50%. Sedangkan pada hari ke- 21 pemberian serbuk biji mahoni pada mencit dengan dosis 1,04 mg/20g BB menunjukkan penurunan kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) dengan hasil persentase (%) yaitu -5,06%, pada dosis 2,08 mg/20g BB menunjukkan penurunan kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) dengan hasil persentase (%) yaitu -1,71%, Dan pada hari ke-42 pemberian serbuk biji mahoni pada mencit dengan dosis 1,04 mg/20g BB menunjukkan penurunan kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) dosis 1,04 mg/20g BB yaitu -0,41%, Sedangkan pengukuran pada hari ke-21 dapat terlihat peningkatan kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) pada dosis 4,16 mg/ 20g BB yaitu +1,26% dan peningkatan kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) paling tinggi terlihat pada hari ke- 42 dengan dosis 2,08 mg/ 20g BB yaitu 30% dan pada dosis 4,16 mg/ 20g BB yaitu 47,08%. Jadi, semakin lama waktu pemberian serbuk biji mahoni (Swietenia macrophylla King) dan semakin besar dosis yang diberikan maka dapat meningkatkan kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) serum darah mencit. Tetapi setelah dilakukan analisa data dengan SPSS 19,00, diketahui bahwa faktor perlakuan dengan waktu (hari) terlihat nilai signifikan P>0,05, berarti nilai ini tidak bermakna/signifikan terhadap pengaruh terhadap kadar GGT serum mencit putih betina. Dari uji lanjut Duncan untuk kadar Gamma Glutamil Transferase (GGT) ratarata pada dosis 1,04 mg/20g BB, 2,08 mg/20g BB dan 4,16 mg/20g BB tidak menunjukan perbedaan yang nyata dalam pengaruh kadar GGT pada mencit putih betina dibandingkan dengan kelompok kontrol (Lampiran 8, Tabel 8), dan hasil lanjut Duncan terhadap hari ke- 7, hari- 21 dan hari ke- 42 yaitu pada hari ke- 7 tidak terlihat perbedaan yang nyata dibandingkan dengan hari ke-21, dan pada hari ke-21 tidak terlihat perbedaan yang nyata dibandingkan dengan hari ke-42, sedangkan pada hari ke-7 terlihat perbedaan yang nyata dibandingkan dengan hari ke-42.

KESIMPULAN Pemberian serbuk biji mahoni selama 42 hari pada mencit putih betina tidak mempengaruhi kadar GGT secara signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Dalimartha, S., 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, PT Niaga Swadaya,Jakarta.

62

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045 Dalimartha, S., 2006, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 2, Trubus Agriwidya, cetakan keIV, Jakarta. Plants, Buletin No. 281. Australia: CSIRO. Melbaurne. Syaifoellah, H.M., 1987, Fisiologi dan Pemeriksaan Boikimia Hati, dalam Dr. dr. Soeparman (Ed), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-2, Balai Penerbit FKU, Jakarta. Thompson, E.P., 1990, Bioscreening of drug, evaluation Technique & Pharmacology, New York: Weinheim Basel Cambridge. Wade, A., Weller, P., 1986, Pharmaceutical Excipient edisi 2, London: the Pharmaceutical Press.

Muliawan, M., 1981, Pemeriksaan GammaGlutamil Tranferase Serumdan Pemakaiannya dalam klinik,Cermin Dunia Kedokteran, No22. Musyrif, N., 2009, Uji Efek Serbuk Biji Mahoni (Swietenia macrophylla King) Terhadap Kadar Kolesterol Total mencit, Skripsi Sarjana, Jurusan Farmasi Universitas Andalas, Padang. Rosyidah, A., 2007, Pengaruh Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia macrophylla King) Terhadap kadar Mortalitas Ulat Grayak, Skripsi, Universitas Jember, Jember Sulaiman, A.H., 1990, Gastroenterologi Hepatologi, CV.Sagung Seto, Yogyakarta.

Simes, J.J,.J.G Tracey, L.J.Webb and W.J Dunstand, 1959, an Australian Phytochemical survey III : Saponin in Gasterm Australian Flowering

63

SCIENTIA VOL. 1 NO. 2, AGUSTUS 2011 ISSN : 2087-5045

Petunjuk Penulisan Pada Jurnal Scientia


1. Naskah berupa hasil penelitian atau karya ilmiah dari bidang Ilmu Farmasi dan Kesehatan, baik berupa review maupun sintesis. Naskah belum pernah dan tidak akan pernah dipublikasikan pada media lain. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Bila naskah dalam bahasa Inggris, maka abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia, sebaliknya bila naskah dalam bahasa Indonesia, maka abstrak ditulis dalam bahasa Inggris. 3. Naskah diketik menggunakan komputer, dengan jumlah halaman maksimal 10 halaman kertas ukuran kuarto (A4) dengan spasi ganda. Abstrak tidak lebih dari 250 kata yang diketik dengan jarak 1 spasi. Naskah 1 rangkap beserta softcopy (dalam bentuk CD) dikirim ke redaksi. 4. Sistematika penulisan disusun sebagai berikut : a. Judul, nama lengkap penulis dan lembaga b. Abstrak c. Pendahuluan : berisi latar belakang masalah, ditambah literatur pendukung yang relevan d. Metoda Penelitian e. Hasil dan Pembahasan f. Kesimpulan atau saran g. Daftar Pustaka (kutipan dari buku dengan susunan : nama penulis, tahun, judul buku (tulis miring), penerbit, kota terbit; kutipan dari jurnal dengan susunan : nama penulis, tahun, judul artikel, judul jurnal (ditulis miring), volume, nomor halaman) 5. Tabel dan gambar harus diberi judul dan keterangan yang jelas 6. Redaksi berhak merubah naskah tanpa mengurangi isi dan maksud naskah 7. Redaksi berhak menolak naskah yang kurang layak untuk dipublikasikan. Naskah akan dikembalikan jika dilengkapi perangko secukupnya 8. Nama penulis ditulis lengkap dengan gelar dan lembaga/instansi tempat penulis bekerja 9. Pada bagian akhir naskah dicantumkan riwayat hidup penulis 10. Naskah & softcopy dapat dikirimkan ke : Alamat : Jl. Adinegoro/Simp. Kalumpang Km. 17 Lubuk Buaya Padang-25173 e-mail : stifi_perintis@yahoo.co.id (khusus softcopy)

64

You might also like