You are on page 1of 11

Kasus Herpes Zoster

STATUS PASIEN
(Kode C.2)
I. DESKRIPSI KASUS
A. ANAMNESIS
IDENTITAS
Nama : Bp. S
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Colombo 117 Yogyakarta
Pekerjaan : Pensiunan TNI
KELUHAN UTAMA
Plenting-plenting dan nyeri pada dahi dan kelopak mata kiri.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 3 hari yang lalu, muncul plenting-plenting di dahi dan kelopak mata kiri. Mulanya
muncul merah-merah dan plenting sedikit di dahi kiri lalu bertambah banyak sampai ke
kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika digerakkan. Penderita juga
merasakan nyeri di kulit daerah munculnya plenting. Sehari sebelumnya penderita
mengeluh tidak enak badan dan demam ringan (panas ngelemeng). Belum pernah berobat
untuk keluhan ini.
ANAMNESIS SISTEM
Sistem Cerebrospinal : Demam (+) ringan, kejang (-)
Sistem Respirasi : Batuk (-), Pilek (-)
Sistem Kardiovaskuler : Tidak ada Keluhan
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada Keluhan
Sistem Urogenital : Tidak ada Keluhan
Sistem Muskuloskeletal : Nyeri di daerah munculnya plenting
Sistem Integumentum : Plenting di daerah dahi dan kelopak mata
Kiri
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat cacar air waktu kecil tidak diketauhi.
Riwayat DM kontrol teratur sejak 5 tahun yang lalu
RIWAYAT PENYAKIT KELURGA
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.
KEBIASAAN LINGKUNGAN
Penderita mempunyai kebiasaan jalan santai 1 jam setiap hari. Penderita membatasi
makan nasi karena penyakit kencing manisnya dan tidak merokok atau minum alcohol
B. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: Baik
Vital Sign : Dalam batas normal
STATUS DERMATOLOGI
Pada region frontalis dan palpebra sinistra terdapat vesikel dan bula multiple
berkelompok, beberapa pecah menjadi erosi dan krusta kekuningan.
USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan tzanck
- Kultur (gold standar)
- Polimerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR harganya mahal dan mengetahui bahwa kultur adalah gold standar,
maka usulan kami mengenai pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan adalah
pemeriksaan tsanck dan kultur dari spesimen yang diambil dari vesikel atau bula.
C. DIAGNOSIS KERJA DAN BANDING
Herpes Zoster
Herpes Simpleks
Varisela
Impetigo
Selulitis
D. TERAPI
Farmakologi
1. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Pada stadium vesicular yang terpenting
adalah menjaga gelembung/Plenting cairan agar tidak pecah supaya tidak meninggalkan
bekas dan menjadi jalan masuk bagi kuman yang lain, yaitu dengan cara pemberian
Acyclovir salep digunakan untuk mengobati luka dingin (lepuh demam, lepuh yang
disebabkan oleh virus) pada wajah dan mata. Acyclovir bekerja dengan cara
menghentikan penyebaran virus herpes dalam tubuh (MIMS Annual Indonesia 2008).
Acyclovir yang topical terdapat dalam bentuk sedian cream dan salep untuk dioleskan ke
kulit. Acyclovir cream biasanya dioleskan lima kali sehari selama selama 4 hari.
Sedangkan untuk salep Acyclovir biasanya dioleskan enam kali sehari (biasanya 4 jam
terpisah) selama 7 hari. Cara terbaik memulai menggunakan salep Acyclovir sesegera
mungkin setelah pasien mengalami gejalah pertama infeksi. Perlu diingat Acyclovir
cream dan salep hanya digunakan di kulit jangan sampai cream atau salep masuk ke mata,
hidung, dan mulut. Jika gejalah semakin memburuk segera hubungi dokter kembali
(MIMS Annual Indonesia 2008)
Efek samping dari Acyclovir topical adalah Kering atau bibir pecah-pecah, Terkelupas,
mengelupas atau kulit kering, Terbakar atau kulit menyengat, Kemerahan,
pembengkakan, atau iritasi di tempat di mana pasien dioleskan obat, gejala lainnya yaitu
Gatal-gatal, Ruam, Rasa gatal, Kesulitan bernapas atau menelan, Pembengkakan wajah,
leher, bibir, mata, tangan, kaki, pergelangan kaki, atau kaki yang lebih rendah, Suara
serak. Beberapa efek samping dapat serius. Jika pasien mengalami gejala-gejala tersebut,
segera hubungi dokter (MIMS Annual Indonesia 2008)
.
2. Pengobatan Sistemik
Obat-obatan yang diberikan pada penderita penyakit herpes ditujukan untuk mengurangi
keluhan gejala yang ada nyeri dan demam, misalnya diberikan paracetamol. Pemberian
Acyclovir tablet oral maupun intravena sebagai antiviral yang betujuan untuk mengurangi
demam, nyeri, komplikasi serta melindungi penderita dari ketidakmampuan daya tahan
tubuh melawan virus herpes. Acyclovir dapat diberikan secara oral, topical atau
parenteral.
a. Acyclovir

Acyclovir, atau yang dikenal dengan nama askiloguanosin adalah obat antiviral yang
digunakan secara luas untuk pengobatan herpes. Asiklovir dapat diberikan peroral
ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis
asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui
intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita
yang tidak bisa minum obat.
Tujuan terapi Acyclovir adalah mencegah dan mengobati infeksi Virus varisella zoster,
menyembuhkan gejala yang muncul, seperti kemerahan (eritema), gelembung-gelembung
berisi cairan, keropeng atau kerak.
Nama dagang adalah Clinovir (Pharos)
Komposis Tiap tablet mengandung Acyclovir 200 mg dan Tiap tablet mengandung
Acyclovir 400 mg.
Cara Kerja Obat
Acyclovir adalah analog nukleosida purin asiklik yang aktif terhadap virus Herpes
simplex, Varicella zoster, Epstein-Barr dan Cytomegalovirus. Di dalam sel, acyclovir
mengalami fosforilasi menjadi bentuk aktif acyclovir trifosfat yang bekerja menghambat
virus herpes simplex DNA polymerase dan replikasi DNA virus, sehingga mencegah
sintesa DNA virus tanpa mempengaruhi proses sel yang normal (Gunawan, 2008).
Strategi terapi
Strategi terapi farmakologis (terapi dengan obat) dalam pengobatan penyakit herpes
adalah dengan menggunakan obat-obat antivirus. Pengobatan baku untuk herpes adalah
dengan acyclovir, valacyclovir, famcyclovir, dan pencyclovir yang dapat diberikan dalam
bentuk krim, pil atau secara intravena (infus) untuk kasus yang lebih parah. Semua obat
ini paling berhasil apabila dimulai dalam tiga hari pertama setelah rasa nyeri akibat
herpes mulai terasa. Semua antivirus yang digunakan pada infeksi Virus varisella zoster
bekerja dengan menghambat polimerase DNA virus. Acyclovir, ganciclovir, famciclovir,
dan valacyclovir secara selektif di fosforilasi menjadi bentuk monofosfat pada sel yang
terinfeksi virus. Bentuk monofosfat tersebut selanjutnya akan diubah oleh enzym seluler
menjadi bentuk trifosfat, yang akan menyatu dengan rantai DNA virus. Acyclovir,
famciclovir, dan valacyclovir terbukti efektif dalam memperpendek durasi dari gejala dan
lesi.
Ayclovir : merupakan agen yang paling banyak digunakan pada infeksi Virus varisella
zoster, tersedia dalam bentuk sediaan intravena, oral, dan topikal. Asiklovir bekerja
sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun
intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir
peroral yang dianjurkan adalah 800 mg 5 kali sehari selama 7 hari, sedangkan melalui
intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita
yang tidak bisa minum obat (Gunawan, 2008).
Ganciclovir : mempunyai aktivitas terhadap herpes simplex virus tipe 1 dan 2, tetapi lebih
toksik daripada acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir, karena itu tidak
direkomendasikan untuk pengobatan herpes.
Famciclovir : merupakan prodrug dari penciclovir yang secara klinis efektif dalam
mengobati herpes simplex virus tipe 1 dan 2. famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir
juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari
selama 7 hari.
Valacyclovir : merupakan valyl ester dari acyclovir dan memiliki bioavailabilitas yang

lebih besar daripada acyclovir. Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari,
karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Untuk penderita yang resisten terhadap Asiklovir
seperti pada penderita herpes zoster dengan immunocompromised dapat diberikan
Foscarnet dengan dosis 40 mg / kg BB secara intravena setiap 8 jam hingga
membaik(MIMS Annual Indonesia 2008).
Indikasi
Untuk mengobati Virus varisella zoster , herpes zoster, genital Herpes Simplex Virus,
herpes labialis, HSV encephalitis, neonatal HSV, mukokutan HSV pada pasien yang
memiliki respon imun yang diperlemah (immunocompromised), Pengobatan infeksi
herpes zoster dan varicella (Gunawan, 2008).
Bentuk Sediaan Tablet 200 mg, 400 mg.
Dosis dan Aturan Pakai
Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang
dianjurkan adalah 800 mg 5 kali sehari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena
biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak
bisa minum obat.
Peringatan dan perhatian
Acyclovir tidak boleh digunakan selama masa kehamilan kecuali bila manfaat yang
didapat jauh lebih besar daripada resikonya baik terhadap ibu maupun janin. Hati-hati
pemberian pada wanita yang sedang menyusui.
Efek Samping
Pada sistem saraf pusat dilaporakan terjadi malaise (perasaan tidak nyaman) sekitar 12%
dan sakit kepala (2%). Pada system pencernaan (gastrointestinal) dilaporkan terjadi mual
(2-5%), muntah (3%) dan diare (2-3%) (MIMS Annual Indonesia 2008).
Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap acyclovir, valacyclovir, atau komponen lain dari
formula.
Cara Penyimpanan Simpan di tempat sejuk dan kering, terlindung dari cahaya.
Kemasan Acyclovir 200 mg, kotak 10 blister @ 10 tablet dan Acyclovir 400 mg, kotak 10
blister @ 10 tablet.
b. Analgetik
Paracetamol/Acetamenofen
Tujuan Terapi Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang
disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga
dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang.
jadi, tidak perlu heran bila suatu saat diberikan paracetamol oleh dokter untuk mengatasi
sakit kepala,nyeri atau sakit gigi (Gunawan, 2008).
Farmakologi Obat asetamenofen/paracetamol ini mempunyai aktivitas sebagai analgesik
dan antipiretik dengan sedikit efek anti inflamasi. Seperti aspirin, asetaminofen berefek
menghambat sintesis prostaglandin perifer.
Indikasi Paracetamol berefek meringankan sementara rasa sakit, nyeri ringan dan perut
terasa panas atau gangguan perut lainnya.
Farmakokinetik Asetaminofen yaitu dia cepat diabsorbsi dari saluran cerna. Pada
lingkungan normal, asetaminofen dikonjugasi dihati menjadi bentuk glukoronida atau
metabolit sulfat yang tidak aktif. Sebagian asetaminofen dihidroksilasi menjadi bentuk Nasetil-benzokuinonefen-reaktif tinggi dan metabolit berpotensi berbahaya yang bereaksi

dengan grup sulfhidril. Kemudian membentuk substansi nontoksik, dan akhirnya


disekresikan ke dalam urine (Gunawan, 2008).
Nama Dagang Obat yang mempunyai nama generik acetaminofen ini, dijual di pasaran
dengan ratusan nama dagang. Beberapa diantaranya adalah Sanmol, Pamol, Fasidol,
Panadol, Itramol dan lain lain. Namun tidak usah khawatir walaupun dengan nama
dagang, harga obat ini termasuk terjangkau bagi semua kalangan.
Dosis dan aturan Pakai
Walaupun sebenarnya obat ini bisa dibeli dengan bebas di warung warung, tetapi dalam
penggunaanya tentu saja harus tetap memperhatikan dosis yang dianjurkan. Jangan
pernah coba coba minum obat ini melebihi dari dosis yang dianjurkan bila ingin selamat.
Jangan pula meminum obat ini selama lebih dari 10 hari berturut turut tanpa berkonsultasi
dengan dokter. Obat ini juga jangan sembarangan diberikan pada anak dibawah 3 tahun
tanpa terlebih dahulu meminta saran dari dokter. Peringatan diatas saya harap jangan
disepelekan sebab walaupun paracetamol kelihatan seperti obat yang jinak, namun dibalik
semua itu terdapat banyak efek samping yang perlu diwaspadai. Tetapi hal tersebut tidak
usah terlalu dikhawatirkan, asal diminum sesuai dengan anjuran maka efek samping tidak
akan pernah muncul dan walaupun muncul, derajatnya sangat ringan (Gunawan, 2008).
Jika tidak ada masalah di organ hati, dosis maksimum paracetamol untuk orang dewasa
adalah 500 mg tiga kali sehari selama gejalah demam dan nyeri masih ada, jika tidak ada
hentikan pemakaian. Bila karena suatu sebab yang tidak jelas pasien bandel minum obat
ini melebih dosis maksimum tadi maka jangan heran bila kelak terjadi kerusakan hati
yang fatal. Gejala kerusakan hati yang perlu mendapatkan perhatian dan harus segera ke
dokter antara lain: mual sampai muntah, kulit dan mata berwarna kekuningan, warna air
seni yang pekat seperti teh, nyeri di perut kanan atas, dan rasa lelah dan lemas. Adapun
beberapa reaksi alergi yang dilaporkan sering muncul antara lain : kemerahan pada kulit,
gatal, bengkak, dan kesulitan bernafas/sesak. Seperti biasa, bila mengalami tanda tanda
diatas setelah minum paracetamol, segera ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih
lanjut.
Perhatian dan Peringatan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan teman-teman saat
menjalani pengobatan dengan paracetamol. Jadi sebelum minum paracetamol, sampaikan
ke dokter anda kalau anda sebelumnya pernah mengalami alergi setelah mengkonsumsi
paracetamol atau alergi yang disebabkan oleh sebab lain. Selain itu, informasikan pula ke
dokter bila anda mempunyai riwayat penyakit kronis seperti penyakit hati,
ketergantungan alkohol, dan lain lain. Paracetamol dapat merusak hati, maka bila
ditambah dengan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan maka akan mempercepat
terjadinya kerusakan hati (MIMS Annual Indonesia, 2008).
Adapun yang perlu teman- teman ingat dan perhatikan segera ke dokter bila salah satu
dari tanda-tanda ini muncul setelah anda minum paracetamol. Tanda tanda itu antara lain:
terjadi perdarahan ringan sampai berat, keluhan demam dan nyeri tenggorokan tidak
berkurang yang kemungkinan disebabkan oleh karena infeksi sehingga perlu penanganan
lebih lanjut.
Paracetamol aman diberikan pada wanita hamil dan menyusui namun tetap dianjurkan
pada wanita hamil untuk meminum obat ini bila benar-benar membutuhkan dan dalam
pengawasan dokter.
c. Vaksin zoster (Zostavax)
Zostavax adalah salah satu vaksin zoster dengan penggunaan satu kali, kuat, dan

meningkatkan cell mediated imunity spesifik VZV. Pada sebuah studi, dibuktikan bahwa
vaksin zoster mengurangi beratnya kesakitan sebesar 61%, mengurangi angka kejadian
herpes zoster sebesar 51%, dan mengurangi angka kejadian neuralgia postherpestik
sebesar 67% (Sanford dan Keating, 2010).
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki sel melalui membran plasma dengan cara difusi pasif. Didalam
sitoplasma sel membentuk komplek reseptor-steroi, lalu bergerak menuju nukleus dan
berikatan dengan kromatin. Ikatan merangsang transkripsi RNA dan sintesis protein
spesifik. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi
dan sintesis protein spesifik, dan pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas
hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik
terhadap sel-sel limfoid (Gunawan, 2009).
Salah 1 sediaan kortikosteroid adalah prednison. Prednison tersedia dalam bentuk oral
dengan dosis 5 mg per tablet. Dalam kaitan dengan penyakit herpes zoster dosis
prednison yang dapat diberikan untuk mengatasi nyeri postherpestic adalah sebesar 3x 20
mg dalam sehari (Handoko, 2011).
Non farmakologi
Perawatan non farmakologi juga sangat penting. Pendidikan pasien dan dukungan penting
dalam penatalaksanaan Herpes zoster. Hal tersebut meliputi penjelasan atas jalannya
penyakit, rencana pengobatan, dan perlu memperhatikan aturan dosis antivirus. Tidak
adanya pengetahuan pasien dan ketakutan pasien tentang Herpes zoster harus
diperhatikan dan pasien harus diberitahu tentang resiko menular terhadap orang yang
belum pernah cacar air. Instruksikan pasien agar tetap menjaga ruam dalam keadaan
bersih dan kering untuk meminimalkan resiko infeksi bakteri, melaporkan setiap
perubahan suhu badan, dan menggunakan baju yang bersih dan hidup sehat untuk
mengurangi ketidaknyamanan.
Meningkatkan kekebalan tubuh dengan istirahat dan makan-makanan bergizi karena
infeksi virus akan cepat membaik dengan meningkatnya system imun tubuh, serta
berkonsultasi ke dokter kulit dan kelamin.
Akupuntur
Fleckenstain et al (2009) menyatakan bahwa, Akupuntur dilaporkan menjanjikan untuk
beberapa percobaan pada neuralgia, nyeri neuropatik, atau kondisi postherpestik.
Terapi Psikososial
Manajemen stress dan berbagai tehnik kognitif-perilaku, termasuk latihan relaksasi,
biofeedback dan hypnosis dapat bermanfaat sebagai terapi penunjang. Pasien perlu diberi
penjelasan mengenai perjalanan penyakitnya, dibuat strategi untuk mengikatkan
kepatuhan pasien dan mempercepat kembali ke aktivitas sebelum sakit.

Penulisan resep
dr. Resti Novriana

S.I.P. 09711181
Alamat/Praktek : Jl. Kaliurang Km 13,5
No. Telepon : (0274) 21130
Yogyakarta, 4 Januari 2012

R/ Tab Acyclovir tab. 400 mg no. LXX


s. 5. d.d. tab II
_________________________________________________
R/ Tab Paracetamol tab. 500 mg no. X
s. 3. d.d. tab. I. p.r.n
_________________________________________________
R/ Zovirax tub 5 gr no. I
s. 5. d.d. ung. I. u. e.
_________________________________________________
R/ Liposin tub. 10 mg no. I
s. 3. d. d. ung. I. u. e. p. r. n.
_________________________________________________
Pro : Tn. S
Alamat : Jln. Colombo 117 Yogyakarta

II. PEMBAHASAN
A. Anamnesis (Interprestasi data anamnesis)
Identitas
Nama : Bapak S
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Jl. Colombo 117 Yogyakarta
Pekerjaan : pensiunan
Keluhan Utama
Plenting-plenting dan nyeri pada dahi dan kelopak mata kiri
Plenting berarti vesikel, vesikel adalah peninggian kulit berisi cairan berukuran < 0,5cm.
Berikut pengelompokan vesikel dan bula berdasar tempat terjadinya
A. Intraepidermal atau suprabasal
1. Spongiosa

Vesikel atau bula terjadi karena proses spongiosis dimulai dengan terjadinya edema
intraseluler diantara sel-sel keratinosit yang terisi cairan.
Contoh : dermatitis kontak
2. Degenerasi balon
Terjadi karena proses degenerasi dimulai dengan terjadinya edema intraseluler biasanya
karena adanya suatu proses infeksi.
Contoh : varisela, herpes zoster, herpes simplex
3. Akantolisis
Terjadi karena proses hilangnya spina atau akanta atau jembatan antar sel, sehingga
ikatan antara sel menjadi hilang atau lepas sehingga terbentuk celah atau rongga yang
berisi cairan.
Contoh : pemfigus
4. Sub-corneal
Terjadi karena lepasnya stratum korneum dari lapisan dibawahnya
Contoh: impetigo, miliaria, kristalina
B. Subepidermal atau infrabasal atau intradermal
Vesikel atau bula terjadi karena lepasnya lapisan basal dari membrana basalis. Biasanya
karena proses autoimun.
Contoh : bullous pemphigoid, dermatitis herpetiformis
Riwayat penyakit sekarang
1. Sejak 3 hari yang lalu, muncul plenting didahi dan kelopak mata kiri.
Sejak 3 hari yang lalu menandakan penyakit ini bersifat akut, mengenai plenting sudah
dibahas diatas, disebutkan lebih lanjut muncul plenting di dahi dan kelopak mata kiri,
menjelaskan bahwa hal tersebut dikarenakan mengikuti persyarafan dari syaraf
trigeminus divisi satu (oftalmik) yang menjadi jalur datangnya virus pertama kali di kulit
yang sesuai dengan dermatom saraf trigeminus divisi satu tersebut sehingga lesinya
diawali dari dahi dan kelopak mata kiri (Wolff et al, 2008).
2. Mulanya muncul merah merah dan plenting sedikit di dahi kiri lalu bertambah banyak
sampai ke kelopak mata kiri.
Merah-merah atau kemerahan menandakan terjadinya proses inflamasi, dan inflamasi
merujuk pada interaksi antara infeksi dan pertahanan tubuh.
Plenting sedikit di dahi kiri lalu bertambah banyak sampai ke kelopak mata kiri
menunjukan progresifitas perkembangan keparahan penyakit yang dialami (Wolff et al,
2008) .
3. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika digerakan. Nyeri di daerah kulit munculnya
plenting.
Hal ini disebabkan karena infeksi yang menyerang saraf trigeminus divisi satu
(oftalmikus) sehingga menyebabkan hipereksitasi dari saraf tersebut. Sebagai contoh
hipereksitasi dari saraf tersebut adalah akan ada gejala alodinia yaitu ujung saraf
nosisepsi akan mengalami perangsangan yang berlebih(Wolff et al, 2008).
Berat jika digerakan jelas karena saraf yang mempersarafi kelopak mata mengalami
gangguan karena infeksi (Handoko, 2011).
4. Sehari sebelumnya pasien tidak enak badan dan demam ringan.
Tidak enak badan dan demam ringan menunjukan terjadinya infeksi pada pasien
(Handoko, 2011).
Riwayat penyakit dahulu

1. Riwayat cacar air waktu kecil tidak diketahui.


Tidak diketahui mengindikasikan bahwa suatu kejadian bisa benar terjadi atau tidak
terjadi. Apabila memang benar dahulu pasien pernah terkena penyakit cacar air berarti
ada kemungkinan penyakit yang sekarang adalah bangkitan dari penyakit cacar air yang
dulu, karena cacar air yang disebabkan oleh virus varisella zoster dapat dorman di
ganglion sensorik manusia dan sewaktu-waktu dapat bangkit apabila sistem imun inang
sedang turun drastic (Wolff et al, 2009).
2. Riwayat DM terkontrol teratur sejak 5 tahun yang lalu.
Pada orang DM, gula darah akan meningkat sehingga meningkatkan jumlah glukosa
intrasel, termasuk intrasel sel saraf. Peningkatan glukosa akan menyebabkan
meningkatnya sorbitol yang dimetabolisme oleh enzim aldosa reduktase, dilanjutkan
dengan perubahan sorbitol menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase. Akumulasi
jumlah sorbitol dan fruktosa didalam sel saraf menyebabkan osmolaritas dalam sel saraf
meningkat, aliran air dari ekstrasel akan masuk kedalam intrasel untuk menyeimbangkan
tekanan. Apabila jumlah air yang masuk terlalu banyak, maka akan terjadi lisis sel. Jadi
kesimpulannya, jumlah glukosa yang meningkat dapat menjadi lingkungan yang baik
bagi pertumbuhan agen infeksi dan kerusakan sel saraf diperparah oleh kerusakan yang
disebabkan gangguan tekanan osmosis pada sel saraf yang meningkat karena peningkatan
glukosa darah (Kumar et al, 2007).
Kebiasaan dan lingkungan
Pasien memiliki kebiasaan jalan santai 1 jam setiap hari kemungkinan adalah sebagai
terapi dari diabetes yang diderita pasien. Hal ini dipertegas dengan pasien membatasi
makan nasi karena penyakit kencing manisnya.
B. Pemeriksaan (Interprestasi hasil pemeriksaan)
Status dermatologi
Pada regio frontalis dan palpebra sinistra terdapat vesikel dan bula multipel berkelompok,
beberapa pecah menjadi erosi dan krusta kekuningan.
Diatas telah dijelaskan mengenai timbulnya vesikel dan bula. Barangkali yang perlu
ditambahkan disini adalah mengenai vesikel dan bula yang pecah menjadi erosi dan
krusta kekuningan disebabkan karena kombinasi antara agen infeksi dengan sistem imun
yang berusaha melawan agen infeksi tersebut sehingga terbentuklah nanah yang pada
kasus ini mengisi vesikel dan bula dimana apabila jumlahnya terus meningkat sehingga
vesikel atau bula sudah tidak mampu menahannya, maka vesikel atau bula akan pecah
(Wolff et al, 2008.
Pemeriksaan penunjang
Pada kertas penugasan kami tidak dipaparkan mengenai pemeriksaan penunjang, diatas
kami telah menyebutkan mengenai usulan pemeriksaan penunjang yang sekiranya dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Kami mengusulkan:
Pemeriksaan tsanck : akan ditemukan multinukleated giant cell
Kultur : ditemukan pertumbuhan virus varisela zoster
C. Diagnosis Kerja dan Banding
Diagnosis banding untuk kasus kami yang pertama adalah tentunya berdasar UKK erupsi
vesikel. Beberapa diagnosis banding kami berdasar UKK erupsi vesikel adalah varisela,
variola, herpes zoster, herpes simplex, impetigo, selulitis. Untuk memastikan diagnosis
harus menggunakan pemeriksaan tzanck untuk mengetahui gambaran mikroskopis apa
yang ditemukan di apusan vesikel atau bula. Atau dilakukan kultur dari ultiple yang

diambil dari vesikel atau bula tersebut (Wolff et al, 2008). Berdasarkan temuan di
anamnesis, pemeriksaan fisik kulit, dan usulan pemeriksaan penunjang terhadap Bp. S,
maka diagnosis kerja kami adalah herpes zoster karena : 1. Adanya vesikel / bula 2.
Munculnya di dahi dan kelopak mata kiri (menandakan unilateral) 3. Adanya nyeri di
daerah yang timbul vesikel / bula 4. Adanya gejala sistemik seperti tidak enak badan dan
demam 5. Vesikel dan bula multiple berkelompok (pada herpes zoster sebaran vesikel
adalah berkelompok, jadi dalam suatu daerah eritem akan tampak beberapa vesikel
disana, sedangkan pada varisela, vesikel lebih tersebar) 6. Pemeriksaan penunjang
menunjukan adanya multinukleated giant cell dan pertumbuhan virus varisela zoster.
D. Terapi (Alasan, tujuan terapi)
Penatalaksaan herpes zoster optalmikus bertujuan untuk:
1. Mengatasi infeksi virus akut oleh virus varisela zoster
2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah
timbulnya neuralgia pasca herpetik.
3. Menyembuhkan gejala yang muncul, gejala sistemik seperti demam.
4. Cegah komplikasi, misalnya infeksi sekunder oleh bakteri dan viremia yang menyebar
sampai ke organ.
5. Mencagah kekambuhan.
6. Perbaikan sistem imun.
Berdasar tujuan terapi diatas, maka regimen terapi pilihan kami adalah
1. Asiklovir dengan dosis 800mg oral 5x sehari selama 7 hari.
2. Salep zovirax cream 5 gram (asiklovir 5%) 5x sehari.
3. Paracetamol dengan dosis 500mg oral 3x sehari.
4. Salep liposin 10 mg yang berisi : Bacitracin 6.67 mg, lidocaine HCl 40 mg, neomycin
sulfate 5 mg, polymyxin B sulfate 1.27 mg dengan dosis pemakaian 3x sehari. Dipakai
vesikel atau bula yang sudah pecah untuk mencegah infeksi sekunder oleh bakteri.
5. Asupan makanan bergizi.
III. KESIMPULAN
Berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan usulan pemeriksaan penunjang (jika benar
ditemukan multinukleated giant cell dan pertumbuhan virus varisela zoster), maka
diagnosis kerja untuk Bp. S adalah herpes zoster. Pokok dasar terapi herpes zoster adalah
mengatasi virus varisela zoster, mengatasi gejala utama yaitu nyeri dan gejala sistemik
lain yaitu demam, mencegah kekambuhan, dan mencegah komplikasi.

IV. DAFTAR PUSTAKA


Fleckenstein J., Kramer S., Hoffroge P., Thoma S., Lang P. M., Lehmeyer L., Schober G.
M., Pfab F., Ring J., Wiesenseel P., Schotten K. J., Mansmann U., Irnich D. 2009.
Acupuncture in acute herpes zoster pain therapy (ACUZoster) design and protocol of a
randomized controlled trial. BMC Complementary and Alternative Medicine, 9 : 31
Gunawan, Sulistia (Ed). 2008. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima, cetakan kelima.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Handoko, Ronny, P. 2011. Penyakit Virus dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (6th
Ed). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (hal : 110-118)
Kumar V., Cotran R. S., Robbins S. L. 2003. Buku Ajar Patologi (7th Ed). Pendit (Terj.).
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
MIMS Annual Indonesia 2001/2002, 2001, Jakarta : Vivendi Universal Publishing
Publication, 923-92.
Sanford, Mark, dan Keating, G. M. 2010. Zoster Vaccine (Zostavax) A Review of its Use
in Preventing Herpes Zoster Postherpetic Neuralgia in Older Adults. Drugs Aging 2010;
27 (2): 159-176
Wolff K., Goldsmith L. A., Katz S. I., Gilchirest B. A., Paller A. S., Leffell D. J. (Eds).
2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine (7th Ed). New York : The
McGraw-Hill Companies, Inc
Diposkan oleh banunendro di 17.59
http://banunendrofarid.blogspot.com/2012/01/kasus-herpes-zoster.html

You might also like