You are on page 1of 4

Rasulullah bercerita 6

Rasulullah saw. Melanjutkan, “Maka, kami pun melanjutkan perjalanan kami


hingga sampai pada tempat dimana seorang lelaki sedang berbaring di atas punggungnya
dan seorang yang berdiri diatas batu cadas sambil menggengam batu sebesar kepalan
tangan. Orang yang berdiri itu kemudian memukulkan batu ke kepala orang yang
berbaring sampai kepalanya pecah. Setiap kali ia memukul, batu itu terlempar dan orang
itu melangkah untuk mengambil batu yang terlempar itu. Kemudian, ia menunggu sampai
kepala yang pecah itu menyatu kembali. Setelah itu, ia mengulangi perbuatannya.
“ Aku penasaran dan bertanya, ‘Apa maksud kejadian ini?”
“ Namun, kedua orang itu berkata, ‘ Lanjutkanlah perjalananmu!”
“ Kemudian, kami sampai di sebuah lubang sempit mirip perpian, bagian atasnya sempit
dan bagian bawahnya lebar, dan dibawahnya dinyalakan api. Ternyata, didalam lubang
itu terdapat para lelaki dan wanita telanjang. Api menyala-nyala di bawah mereka. Setiap
kali nyala api membumbung, mereka naik hingga hampir keluar dari lubang itu dan saat
api padam, mereka kembali ke tempat semula.
“ Melihat hal itu, lagi-lagi aku berkata,’ Apa maksud semua ini?”
“ Namun, orang-orang itu berkata, ‘ Lanjutkanlah perjalananmu!”
“ Kemudian, kami kembali melanjutkan perjalan kami hingga sampai pada sebuah sungai
yang dialiri darah. Di dalam sungai itu, ada seorang lelaki sedang bediri dan di
hadapannya, laki-laki yang lain memungut batu besar di depannya. Setiap kali lelaki
pertama yang berada di dalam sungai itu beranjak keluar, lelaki di depannya melempar
batu tepat ke mulutnya hingga orang itu kembali ke tempat semula.
“ Melihat hal itu, lagi-lagi aku berkata,’ Apa maksud semua ini?”
“ Kedua, orang itu kembali berkata, ‘ Lanjutkanlah perjalananmu!”
Rasulullah saw. Melanjutkan sabdanya, “Kemudian, kami melanjutkan perjalanan
hingga tiba di lembah yang menghijau. Disana, ada sebuah pohon besar. Pada bagian
pangkalnya terdapat kerumunan anak-anak belia di sekeliling seorang lelaki tua. Aku
melihat seorang lelaki lain dibawah pohon sedang menyalakan api. Kedua orang itu
membawaku naik ke atas pohon dan membawaku masuk ke sebuah rumah yang sangat
indah. Belum pernah kulihat rumah seindah itu. Di dalamnya terdapat lelaki tua dan
muda. Kedua orang itu membawaku naik sebuah rumah yang jauh lebih indah. Aku
bertanya kepada dua orang yang membawaku, ‘ Kalian berdua telah membawaku
berputar-putar malam ini, katakanlah rahasia semua yang aku lihat dalam perjalananku
tadi!’
Kedua orang itu menjawab, ‘ Baiklah. Orang yang engkau lihat sedang merobek
rahang mulutnya adalah pendusta. Ia terus bertahan melakukan dusta hingga memenuhi
langit dan tetap melakukan perbuatan dustanya hingga kiamat tiba.
‘Orang yang engkau lihat sedang memecahkan kepalanya adalah orang yang
diberi ilmu pengetahuan tentang Al Qur’an, namun ia meninggalkannya, tidur pada
waktu malam dan tidak melaksanakannya waktu siang. Ia melakukan hal itu sampai hari
kiamat.’
‘ Adapun orang-orang yang kaulihat di lubang perapian adalah para pezina,
sedangkan orang yang engkau lihat di dalam sungai adalah orang yang suka memakan
riba. Lelaki tua yang engkau lihat di pangkal pohon adalah Nabi Ibrahim a.s., dan anak-
anak yang berada di sekitarnya adalah anak manusia. Orang yang menyalakan api adalah
Malaikat Penjaga Jahanam. Rumah pertama adalah rumah orang-orang mukmin pada
umumnya, sedangkan rumah ini adalah rumah para Syuhada.’
‘ Aku adalah Jibril dan ini Mikail. Tengadahkanlah kepalamu’.”
“ Maka, aku segera menengadah, tiba-tiba aku melihat sebuah istana laksana
awan putih. Kedua orang itu berkata, ‘ Itu adalah rumahmu.’
“ Aku memohon kepadanya, ‘ Izinkan aku masuk.’
“ Mereka berkata, ‘ Masih ada sisa umur yang belum engkau habiskan.
Seandainya engkau telah menyempurnakan umurmu, niscaya engkau akan masuk ke
rumahmu.”

Rasulullah Bercerita 7

Rasulullah saw. Kembali bercerita. Kali ini tentang begitu besarnya kasih sayang Allah
Swt. Kepada orang-orang yang mau bertobat, berapa pun besar dosa yang pernah
dilakukan.
Dahulu sekali, pada masa umat sebelum kita, ada seorang lelaki yang telah
melakukan dosa sangat besar. Ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Pada
suatu saat, timbullah keinginannya untuk bertobat. Namun, masihkah Allah menerima
tobat dan memberikan ampunan untuknya?
Kemudian, bertanyalah ia kepada orang-orang di sekelilingnya, “tahukah kalian di
mana orang yang paling berilmu di muka bumi ini?“ Dengan takut-takut, orang-orang itu
berpikir sejenak, lalu salah seorang dari mereka menyarankan, “pergilah terus ke arah
telunjuk jariku. Lalu, bertanyalah dimana rumah seorang rahib yang terkenal sangat
tinggi ilmunya. “
Pembunuh itu bergegas pergi. Hatinya dipenuhi harapan untuk penghapusan dosa.
Tiba di rumah rahib, ia langsung menceritakan semua pembunuhan dan bertanya, “ Jika
saya bertobat, dapatkah dosaku terampuni?” dahi rahib berkerut tak percaya dengan
pertanyaan itu. Dengan senyum mengejek, ia berkata, “Tidak! Sekali-kali dosamu tidak
akan diampuni Allah buat selamanya! Kam tahu kenapa ? sebab kamu adalah orang
paling terkutuk di muka bumi ini.”
Wajah si pembunuh memerah murka. Dalam sekejah mata, dicabutnya pedang
dan dibunuhnya sang rahib. Kini korban pembunuhannya sudah genap seratus orang.
“Rahib itu bukan orang paling berilmu di dunia ini! Pasti masih ada orang lain ! bisakah
kalian menunjukan orang yang lebih berilmu dari rahib itu?”
Orang-orang lalu menunjukan rumah seorang Ulama. Setelah pembunuh
menanyakan hal yang sama, ulama menjawab, “Tentu saja bisa! Siapakah yang dapat
menghalangi seseorang yang ingin bertobat? Tetapi, dengarlah saranku. Tinggalkan
negerimu sebab itu negeri yang buru. Pergilah ke kota yang penduduknya orang-orang
yang Shalih. Sembahlah Allah bersama mereka!”
Setelah mengucapkan terima kasih, si pembunuh seratus manusia pergi menuju ke
negeri orang-orang Shalih yang ditujunya masih jauh. Baru separo perjalanan, maut
datang menjemput dan ia pun roboh ditengah jalan.
Malaikat Rahmah datang bersama Malaikat azab. Keduanya bertengkar memperebutkan
si pembunuh. “ Orang ini begitu jauh untuk bertobat dan memulai hidup baru bersama
orang-orang Shalih. Hatinya dipenuhi harapan akan ampunan Allah Swt. Dan disesaki
penyesalan mendalam akan perbuatannya yang telah lampau, “ Demikian Malaikat
Rahmah berkata.
Namun Malaikat azab dengan keras, “tetapi, kau pun tahu bahwa sejak bertobat,
ia belum melakukan kebaikan sama sekal. Jadi, akulah yang lebih berhak membawa
ruhnya untuk disiksa dalam kubur,”
Maka, Allah Swt. Mengutus Malaikat yang lain. Malaikat ini turun ke dunia
dalam bentuk manusia. Kemudian, ia menghampiri kedua malaikat yang tengah saling
berebut itu. Kedua Malaikat menoleh kepadanya dan meminta Malaikat ketiga menjadi
penengah.
Maka, mereka bertiga mengukur jarak dari tempat mayat si pembunuh tergeletak
ke masing-masing negeri. Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa saat itu Allah Swt.
Memerintahkan negeri asal si pembunuh untuk menjauh dan menyuruh negeri yang
hendak dituju untuk mendekat. Kemudian, Allah berfirman, “ Ukurlah jarak antara
keduanya!”
Maka, para malaikat itu mengukur dan mendapatkan bahwa ternyata jarak ke
tempat yang dituju lebih dekat sejengkal dari negeri yang ditinggalkan. Maka, Allah Swt.
Pun mengampuninya. Malaikat rahmah lalu mambawa ruh orang itu pergi ke tempat yang
baik di alam kubur.

Rasulullah bercerita 8

Rasulullah saw. Mengajarkan bahwa amal Shalih yang pernah kita lakukan bisa
kita sertakan dalam berdoa memohon kebaikan kapada Allah Swt. Rasulullah saw. Tidak
mengatakan begitu saja, tetapi melalui sebuah kisah yang terjadi pada masa lampau.
Ada tiga sahabat berjalan bersama-sama melalui jalan panjang yang harus
ditempuh selama berhari-hari. Suatu ketika, di dalam perjalanan itu, mareka bermalam
disebuah gua. Namun, atas izin Allah juga, sebuah batu yang sangat besar jatuh menutupi
pintu gua. Dengan panik, ketiganya mendorong sekuat tenaga, namun sedikitpun batunya
tidak bergerak. Mereka terancam terkurung sampai mati kelaparan. Maka, salah seorang
berkata, “ Kita tidak akan selamat dari sini kecuali memohon kepada Allah dengan amal
shalih yang telah kita lakukan. “
Maka, mulailah salah seorang berdoa, “ Ya Allah, dulu hamba mempunyai Bapak
dan Ibu yang sudah tua renta. Hamba sangat sayang dan menghormati mereka sehingga
senantiasa keduanya hamba dahulukan dibandingkan keluarga dan anak-anak hamba
sendiri. Setiap hari, hamba memberi keduanya susu sebelum memberi minum keluarga
dan anak-anak hamba. Pada suatu hari karena pekerjaan hamba mencari kayu, hamba
pergi terlampau jauh sehingga tidak bisa pulang secepat biasanya. Ayah dan Ibu hamba
itu tertidur menunggu kedatangan hamba.
“ Sampai di rumah, hamba langsung memerah susu untuk mereka, tetapi
keduanya masih tertidur pulas. Rasa sayang di hati hamba membuat hamba segan
membangunkan mereka, namun hamba juga tidak mau melanggar kebiasaan hamba
dengan memberi susu lebih dulu kepada kelurga dan anak-anak hamba. Maka, hamba
memutuskan untuk tetap menunggu kedua orangtua hamba itu terbangun.
“ Dengan penuh kasih, hamba tatapi wajah mereka yang tengah tidur pulas
dengan tetap memengang kendi berisi susu hingga fajar mulai menerangi cakrawala. Saat
itu, anak-anak hamba yang belum makan dari kemari, merintih kelaparan. Mereka
merajuk di kaki hamba, meminta susu yang sudah menjadi jatah mereka setiap hari.
Namun, hamba tetap bergeming sampai akhirnya kedua orangtua hamba dan mereka bisa
minum susu yang telah hamba sediakan. Ya Allah, jika menurut-Mu hamba melakukan
hal itu demi mengharap keridhaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari musibah ini. ”
Tiba-tiba, batu penyumbat gua bergeser, tapi belum cukup untuk bisa keluar.
Kemudian, orang kedua berdoa, “ Ya Allah, dulu hamba mempunyai saudara sepupu
yang cantik. Tak ada orang yang lebih hamba cintai dari dia. Hamba terus membujuknya
supaya ia juga menyayangi hamba, tetapi dia menolak. Hingga datanglah musim kemarau
panjang yang mengakibatkan kehidupan menjadi susah. Saudara sepupu itu datang untuk
meminta bantuan. Hamba katakan kepadanya ‘ Aku akan memberimu cincin emas
seharga seratus dua puluh dinar jika engkau mau mencintaiku. ’
“ Ia tampak ragu, lalu akhirnya mengangguk walaupun aku tahu itu dilakukannya
dengan sangat berat hati. Namun, ketika aku akan menyentuh tangannya, ia berkata,
‘Takutlah kepada Allah, wahai sepupuku. Janganlah engkau gunakan cincin ini kecuali
sesuai dengan haknya.’
“ Mendengar ia berkata begitu, aku terdiam dan kepalaku dipenuhi rasa takut
berbuat zhalim. Tanpa berkata-kata, kutinggalkan dia. Sampai kini, hamba tetap
mencintainya, bahkan lebih besar dari sebelumnya. Namun, sejak itu hamba tidak lagi
berusaha membujuknya mencintai hamba dan hamba relakan cincin emas milik hamba
itu untuknya. Ya Allah, jika hamba melakukannya karena mengharap ridha-Mu, maka
lepaskanlah kami dari musibah ini. “
Seketika, batu itu bergeser lagi, tetapi belum cukup untuk bisa keluar. Maka,
orang ketigalah yang kini berdoa, “ Ya Allah, hamba dulu sering menyewa pekerja dan
senantiasa memberikan mereka upah yang baik, kecuali seorang dari mereka yang tiba-
tiba pergi begitu saja dan hamba tidak tahu ke mana perginya. Hamba memutuskan
menggunakan upah yang belum diambilnya untuk membeli ternak yang terus berbiak
menjadi banyak.
“ Suatu ketika, si pekerja kembali lagi dan berkata kepadaku, “ Wahai hamba
Allah berikan kepadaku upah kerjaku. ‘ Hamba menunjukan semua ternak itu dan berkata
kepadanya, ‘ Semua unta, sapi, kambing, dan para pekerjanya ini adalah upah kerjamu. ‘
“ Orang itu berkata heran, “ Wahai hamba Allah, janganlah bergurau kepadaku. ‘
Hamba menjawab. ‘ Aku tidak bergurau. ‘ Maka orang itu mengambil semuanya tanpa
menyisakan sedikit pun. Ya Allah, jika hamba melakukan semua itu karena mengharap
ridho-Mu, lepaskanlah kami dari musibah ini.”
Maka, batu yang menyumbat gua pun terbuka dan mereka keluar dengan selamat.

You might also like