You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk.1 Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu difikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan. Diagnosis ikterus bedah atau obstruksi bilier umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti serta tes laboratorium. Walaupun demikian, sarana penunjang imaging yang non-invasif seperti ultrasonografi; CT Scan abdomen dan pemeriksaan yang invasif seperti percutaneous transhepatic cholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas dari lesi obstruksinya. Dengan kemajuan yang pesat di bidang endoskopi gastrointestinal maka ERCP dan PTC telah berkembang dari satu modalitas dengan tujuan diagnosis menjadi tujuan terapi pada ikterus bedah.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kolestasis Ekstrahepatal 2.1 Definisi Kolestasis atau obstruksi biliaris adalah gangguan aliran empedu dari hati ke usus halus yang dapat terjadi pada saluran intrahepatik atau ekstrahepatik. Kolestasis intrahepatik terjadi karena gangguan ekskresi bilirubin yang terjadi dalam mikrosom hati dengan duktus empedu, sedangkan kolestasis ekstrahepatal terjadi karena obstruksi di duktus empedu yang lebih besar seperti duktus koledukus.3 Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pancreas. Penyebab lainnya yang relative lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu ) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pancreatitis atau pseudocyst pancreas dan kolangitis sklerosing. Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu. 4,5 Ikterus kolestasis terjadi karena adanya bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan kedalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan urobilinogen dalam tinja dan urin. Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu ( yang terpenting bilirubin, garam empedu dan lipid ) ke dalam sirkulasi sistemik dan kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konyugasi masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal ( pruritis ), walaupun sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal masih belum bisa diketahui dengan pasti.4,5 Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak, dan vitamin K, gangguan eskresi garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan

hipoprotombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung lama ( primary biliary cirrhosis ), gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis kolesterol di hati dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan; konsentrasi trigliserida tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah sebagai lipoprotein densitas rendah yang unik dan abnormal yang disebut sebagai lipoprotein X.4 Pada obstruksi traktus biliaris, bilirubin terkonyugasi dan empedu tidak dapat dialirkan ke usus halus. Ada 4 kategori obstruksi bilier :5 1. Obstruksi Total, menimbulkan ikterus seperti pada karsinoma kaput pankreas 2. Obstruksi Intermiten dengan atau tanpa serangan ikterus

(Koledokolithiasis ) 3. Obstruksi kronik parsial ( striktura ulkus koleidokus ) 4. Obstruksi setempat dimana hanya satu atau beberapa cabang saluran empedu intra hepatik yang tersumbat. Batu empedu umumnya ditemukan dikandung empedu, tapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu yang disebut batu empedu sekunder. Batu empedu yang terdapat dikandung empedu disebut kolesistolitiasis, pada saluran empedu ekstrahepatik disebut koledokolitiasis, sedangkan bila dalam saluran intrahepatik disebut hepatolitiasis.6 2.2 Etiologi 6 Etnik : prevalensi meningkat pada kaukasia barat, hispanik dan Amerika, eropa timur, afrika amerika dan asia rendah Umur : meningkat usia semakin besar resiko batu empedu Diet tinggi lemak : meningkat karena tingginya kolesterol Genetik : lebih besar kemungkinan dengan riwayat keluarga batu empedu Obesitas, hipertrigliserida, factor kuat pembentukan batu dan timbulnya komplikasi

Komorbid : DM, hemolitik, anemia sel sabit, sirosis hepatis, nutrisi parenteral total, paralise atau rawat di ICU dan mayor trauma

2.3 Patogenesis dan Tipe Batu 6 Batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori mayor yaitu batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%. Batu pigmen coklat atau batu Cabilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama, batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam yang tidak terekstrasi. Di negara barat batu yang sering didapatkan adalah batu kolesterol, sedangkan di Jakarta 73% batu pigmen dan 27% batu kolesterol. 3 faktor penting yang berperan dalam pathogenesis batu : 1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu 2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol 3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus Adanya pigmen dalam inti batu kolesterol berhubungan dengan lumpur kandung empedu ( gallbladder sludge) pada stadium awal pembentukan batu. 5-15% pasien dengan kolesistitis akut terjadi tanpa batu (acalculus stone). Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu dan faktor diet.

2.4 Manifestasi Batu Kandung Empedu Ada 3 kategori yaitu asimptomatik ( 80%), simptomatik ( kolik bilier ) dan dengan komplikasi ( kolesistitis akut, ikterus, kolangitis dan pancreatitis ). Pasien asimptomatis setelah 20 tahun, sebanyak 50% tetap asimptomatis, 30% mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi. Gejala yang spesifik dan karakteristik adalah kolik bilier yaitu nyeri episodic di perut kanan atas menjalar ke punggung dan bahu kanan, berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Kolik bilier dicetuskan oleh konsumsi lemak yang banyak diikuti dengan puasa, atau konsumsi lemak dalam jumlah biasa pada malam hari. Batu akan memberikan keluhan bila batu bermigrasi ke leher kandung empedu atau ke duktus koledukus. Migrasi ke duktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang dapat menimbulkan iritasi zat kimia dan infeksi. Batu yang bermigrasi ke duktus

koledukus dapat lewat ke duodenum atau tetap tinggal di duktus yang dapat menimbulkan ikterus obstruktif. 4,5,7 2.5 Diagnosis 6 1. USG merupakan pencitraan pilihan pertama untuk mendiagnosis batu kandung empedu dengan sensitifitas tinggi melebihi 95%, sedangkan untuk deteksi batu saluran empedu sensitifitas relative rendah antara 1874% 2. Endoskopik Ultrasonografi adalah metoda pemeriksaan dengan memakai instrument gastroskopi dengan echoprobe yang ditaruh dekat organ yang diperiksa. Dalam studi sensitifitas EUS dalam mendeteksi batu saluran empedu adalah 97%. Juga antara EUS dan ERCP tidak menunjukkan perbedaan nilai sensitifitas dan spesifitas. 3. Magnetic Resonance Cholangio Pancreatografy ( MRCP ) merupakan pencitraan dengan gema magnet tanpa zat kontras. Struktur saluran empedu terlihat sebagai struktur yang terang dan batu saluran empedu terlihat sebagai intensitas sinyal rendah, sehingga metoda ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu. 2.6 Penatalaksanaan Untuk batu empedu, profilak untuk batu asimptomatik tidak diperlukan kecuali batu yang besar ( > 3 cm ) atau timbul dengan anomaly congenital kandung empedu. Untuk batu yang simptomatik, kolesistektomi laparoskopi telah mulai menggantikan kolesistektomi terbuka. Namun kolesistektomi terbuka masih dilakukan bila kolesistektomi laparoskopi gagal atau tidak memungkinkan. Terapi medikamentosa dengan UDCA untuk menurunkan saturasi kolesterol empedu dan menghasilkan suatu cairan lamelar yang menguraikan kolesterol dari batu serta mencegah pembentukan inti batu. 6,7 Untuk batu saluran empedu, ERCP terapeutik dengan melakukan

sphingterektomi endoskopi untuk mengeluarkan batu saluran empedu. Komplikasi dari sphingterektomi dan ekstraksi meliputi pancreatitis akut, perdarahan dan per

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien perempuan berumur 48 tahun di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 12 Februari 2014 dengan:

Keluhan Utama Mata kuning kehijauan sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang Mata kuning kehijauan sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit. Mata kuning dirasakan pasien sudah sejak 21 hari sebelum masuk rumah sakit, tapi semakin bertambah sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit. - Badan terasa lemah, letih, lesu sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit. - BAK seperti teh pekat sejak 14 hari sebelum masuk rumah skait. - Nafsu makan menurun sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit. - Gatal-gatal seluruh badan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. - Mual muntah dirasakan ada sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi 2-3 kali sehari, isi makanan. - BAB seperti dempul ada. - Sakit kepala ada. - Demam tidak ada - Penurunan berat badan tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal. Riwayat hipertensi. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat mengkonsumsi obat lama disangkal. Riwayat DM disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit kuning sebelumnya Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Pengobatan Pasien sebelumnya dirawat di RSUD batu sangkar selama 1 minggu dengan keluhan yang sama.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, Kebiasaan Pasien adalah seorang pekerja.

Pemeriksaan Umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Nafas Suhu : CMC : 130/80 : 88x/menit : 20x/menit : 36,8 C

Keadaan umum : Sedang Keadaan gizi Edema Ikterik Anemis Sianosis : Sedang : (-) : (+) : (-) : (-) : Turgor kulit baik, ikterik (+), Ptekie (-) : Tidak teraba pembesaran KGB : Normocephal, tidak ada benjolan : Beruban, tidak mudah dicabut : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik : Aurikula normal, meatus eksterna tidak hiperemis : Deviasi septum tidak ada : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis.

Kulit KGB Kepala Rambut Mata Telinga Hidung Tenggorokan

Gigi dan mulut Leher Dada Paru Depan Inspeksi

: Karies (+) : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba.

: Statis Dinamis

: Simetris, kiri = kanan : Pergerakan kiri = kanan

Palpasi Perkusi Auskultasi

: Fremitus kiri = kanan : Sonor : Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Paru Belakang Inspeksi : Statis Dinamis Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Iktus tidak terlihat : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V : Batas jantung atas: RIC II, kanan: Linea Sternalis Dekstra kiri: 1 jari lateral bawah RIC V Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi : Tidak membuncit, kolateral (-) : Supel, hepar teraba 2 jari bawah arcus costarum, 3 jari : Irama teratur, bising tidak ada : Simetris, kiri = kanan : Pergerakan kiri = kanan

: Fremitus kiri = kanan : Sonor : Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

bawah processus xypoideus, pinggir tumpul, rata, konsistensi kenyal. Nyeri tekan tidak ada. Lien tidak teraba, kandung empedu tidak teraba. Perkusi Auskultasi Punggung Alat kelamin Anus : Timpani : Bising usus (+) normal : Nyeri tekan dan nyeri ketok CVA (-) : Tidak diperiksa : Tidak diperiksa

Anggota gerak palmar eritem (-)

: Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, edema -/-,

Hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang Darah

Diagnosis kerja Kolestasis ekstrahepatik ec koledokolitiasis Hipokalemi ec vomit

Terapi DH II IVFD Aminofusin : triofisun 1:2 8 jam/kolf Curcuma 3x1tab Koreksi KCl 40 mEq

Pemeriksaan Anjuran USG Abdomen Alkali Fosfatase Gama GT

Follow Up 13 Februari 2014 S/ Mata kuning (+), Demam (-), Sesak (-) O/ KU: sedang, Kesadaran: CMC, TD: 130/90, Nadi: 89x/menit, Nafas: 20x/menit,Suhu: 36,18 C Mata Leher Dada Cor : Iktus kordis teraba 1 jari lateral linea midklavikula sinistra RIC VI Batas jantung kanan: linea sternalis dekstra, atas: RIC II, : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik : JVP 5-2 cmH2O

kiri: 1 jari medial linea midklavikula sinistra RIC VI Pulmo Abdomen : Nafas vesikuler, ronki +/+ basal paru, wheezing -/: Supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 2 jari bawha arcus

costarum, 3 jari bawah processus xypoideus, pinggir tumpul, rata, kenyal, kndung empedu tidak teraba, lien tidak teraba. Ekstremitas Hasil laboratorium : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, edema -/-

Kesan Kolestasis ekstrahepatal ec susp koledokolitiasis.

Pemeriksaan Anjuran USG Abdomen Alkali Fosfatase Gamma GT

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz SI. Manifestations of Gastrointestinal Desease. Dalam:Principles of Surgery fifth edition, editor : Schwartz, Shires, Spencer. Singapore : McGrawHill,1989.1091-1099 2. Lesmana. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (E R C P) diagnostik dan terapeutik pada Obstruksi Biller. Http://www.kalbe.co.id. [diakses 6 Maret 2014]

3. Sulaiman A. Pendekatan Klinis Pada Pasien Ikterus. Dalam : Aru W

Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Penerbitan IPD FKUI, 2009. h. 634-39
4. Konoko M. Metabolisme Bilirubin dan Patofisiologi Ikterus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I, FKUI Jakarta, 2007: 5 - 8

5. Wilson LM, Lester LB. Hati, Saluran Empedu dan Pankreas. Dalam : Wilson LM et al. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Buku I Edisi IV. Jakarta : EGC, 1994. H. 426-57

6. Halimun EM. Kolestasis. Dalam : Gastroentero Hepatologi. CV Sagung Seto. Jakarta, 1997 : 94 103

7. Lesmana LA. Obstruksi Traktus Biliaris. Dalam : Gastroentero Hepatologi. CV Sagung Seto. Jakarta, 1997 : 104 08

11

You might also like