You are on page 1of 3

TAWADHU DI SEGALA KONDISI Tawadhu adalah sifat yang sangat mulia, namun sedikit orang yang memilikinya.

Ketika orang sudah memiliki gelar yang mapan, berilmu tinggi, memiliki harta yang melimpah, sedikit yang memiliki sifat kerendahan hati, alias tawadhu. Padahal kita seharusnya seperti ilmu padi, yaitu kian berisi, kian merunduk. . (( . . . .

Syeikh Abdul Qodir Jailani berkata : Gambaran tawadhu adalah seorang tidak berjumpa dengan yang lain kecuali ia berpandangan bahwa orang itu memiliki kebaikan atas dirinya. Jika ia lebih muda darinya, ia berkata, Ia belum bermaksiat kepada Allah, sementara aku sudah banyak bermaksiat, tidak diragukan lagi ia lebih baik dariku. Jika ia lebih tua darinya, ia berkata, Ia telah lebih dulu beribadah kepada Allah dariku Jika lebih berilmu darinya, ia berkata, Ia telah diberikan apa yang aku belum sampai kepadanya, ia telah memperoleh apa yang belum aku peroleh, Ia mengetahui apa yang tidak aku ketahui, ia beramal dengan ilmunya. Jika ia lebih jahil darinya, ia berkata, Ia bermaksiat kepada Allah karena kejahilannya, sementara aku bermaksiat kepada Allah padahal aku berilmu, aku tidak tahu pasti dengan cara bagaimana Allah menutup hidupku. Serta dengan cara bagaimana Allah menutup hidupnya. Jika ia adalah orang kafir, ia berkata, aku tidak tahu, barangkali suatu saat dia akan masuk Islam kemudian meninggal dalam keadaan khusnul khatimah, sedangkan aku akan kafir kemudian mati dalam keadaan suul khatimah. Tawadhu adalah ridho jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawadhu merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak (Lihat Adz Dzariah ila Makarim Asy Syariah, Ar Roghib Al Ash-fahani, 299). Ibnu Hajar berkata, Tawadhu adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang

ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya. (Fathul Bari, 11: 341) Nabi Saw bersabda Barangsiapa yang merasa rendah hati maka Allah akan mengangkat derajatnya dan barangsiapa yang merasa sombong, maka Allah akan merendahkannya . Ali bin Abi Tholib Ra berkata Barangsiapa yang ingin melihat ahli neraka, maka lihatlah kepada seseorang yang duduk sedangkan di hadapannya ada kaum yang berdiri . Suatu kaum berjalan di belakang Hasan Al-Bashri Rahimahullah maka beliau malarang mereka dan berkata Ini tidak sepatutnya ada di hati seorang mukmin . Ibnu Wahab Rahimahullah berkata Suatu hari aku duduk di dekat Abdul Aziz Ar-Rawwad lalu lututku menyentuh lututnya, maka aku alihkan lagi lututku dari lututnya, kemudian ia malah menarik bajuku dan mendekatkanku kembali padanya dan berkata kenapa anda berbuat padaku seperti perbuatan orang yang sombong, sesungguhnya aku tidak melihatmu lebih buruk dari aku . Umar bin Abdul Aziz Ra suatu hari kedatangan tamu, sedangkan beliau sedang menulis dan tiba-tiba lampu obornya hampir padam. Si tamu berkata Biarkan aku yang berdiri dan memperbaikinya . Beliau berkata Bukan termasuk sifat dermawan jika ia meminta bantuan kepada tamunya . Si tamu itu berkata lagi Biar aku bangunkan pelayan ?. Beliau menjawab Dia baru saja tidur . Kemudian beliau berdiri, mengambil lampu obor itu dan mengisinya dengan minyak . Si tamu berkata padanya Engkau melakukan semua ini sendiri wahai Amirul mukminin (pak perisiden)? Beliau menjawab Aku berjalan dan aku Umar, aku kembali dan aku tetap Umar, tidak ada yang kurang dariku sedikitpun dan sebaik-baik manusia di sisi Allah adalah yang merasa rendah hati . Syekh Umar Al-Muhdor bin Abdurrahman as-Segaf : " Andai aku tahu kalau satu sujudku diterima olehNya, niscaya kujamu seluruh penduduk Tarim, bahkan ternak-ternak mereka sekalian.

Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Aydrus Al-Adny berkata Mencium tanganku seperti menampar wajahku dan mencium kakiku seperti mencongkel mataku . Beliau juga berkata Aduhai andai saja aku tidak dikenal seoranpun dan aku tidak mengenal seorangpun. Andai saja aku tidak lahirkan . Padahal beliau adalah seorang wali besar yang bertabur karamah. Sahl At-Tusturi sering berjalan di atas air tanpa sedikitpun kakinya menjadi basah. Seseorang berkata kepada Sahl: Orang-orang berkata bahwa engkau dapat berjalan di atas air . Beliau menjawab Tanyakanlah kepada

muadzdzin di masjid ini, ia adalah seorang yang dapat dipercayai. Kemudian orang itu mengisahkan : Telah kutanyakan kepada si muadzdzin dan ia menjawab Aku tak pernah menyaksikan hal itu. Tetapi beberapa hari yang lalu ketika hendak bersuci Sahl tergelincir ke dalam sumur dan seandainya aku tidak ada di tempat itu niscaya ia telah binasa . Ketika Abu Ali bin Daqqaq mendengar kisah ini, ia pun barkata Sahl mempunyai berbagai karamah tetapi ia ingin menyembunyikan hal itu Pada suatu hari pelayan wanita Rabiah Al-Adawiyyah hendak memasak sup bawang karena telah beberapa lamanya mereka tidak memasak makanan. Ternyata mereka tidak mempunyai bawang. Si pelayan berkata kepada Rabiah Aku hendak meminta bawang kepada tetangga sebelah . Tetapi Rabiah mencegah Telah 40 tahun aku berjanji kepada Allah tidak akan meminta sesuatu pun selain kepada-Nya. Lupakanlah bawang itu. Segera setelah Rabiah berkata demikian, seekor burung meluncur dari angkasa, membawa bawang yang telah terkupas di paruhnya, lalu menjatuhkannya ke dalam belangga. Menyaksikan peristiwa itu Rabiah berkata Aku takut jika semua ini semacam tipu muslihat (istidraj) . Rabiah tidak mau menyentuh sup bawang tersebut. Hanya roti sajalah yang dimakannya. Orang-orang bertanya kepada Malik bin Dinar Tidakkah engkau keluar bersama kami untuk minta hujan ? ia menjawab Aku takut akan turun hujan batu karena aku. Kalian sedang menanti hujan air sedangkan aku merasa khawatir turun hujan batu sebab keluarnya aku bersama kalian . Muhammad bin Wasi Rh berkata Kami telah tenggelam dalam dosa. Seandainya seseorang di antara kalian dapat mencium bau dosa niscaya ia tidak akan mampu duduk bersamaku . Utbah Al-Ghulam Rh suatu hari pernah melewati suatu tempat lalu ia bergemetar keras hingga keringatnya bercucuran. Teman-temannya bertanya kepadanya Kenapa engkau seperti itu ? Beliau menjawab Ini adalah tempat aku pernah bermaksiat dulu sewaktu aku masih kecil . Malik bin Dinar Rh berangkat haji dari Bushro ke Makkah dengan berjalan kaki. Ketika ditanya Kenapa engkau tidak menaiki kendaraan ? Beliau menjawab Apakah seorang budak yang bersalah dan melarikan diri tidak merasa puas dengan berjalan kaki menuju tuannya untuk meminta maaf? Demi Allah seandainya aku menuju Makkah dengan melewati bara api, pasti akan aku lakukan dan hal itu belum seberapa . Yusuf bin Asbath Rh berkata Puncak tawadhu adalah engkau keluar dari rumah dan engkau tidak melihat / berprasangka kepada orang lain kecuali orang itu lebih baik darimu

Dinukil dari kitab Tanbih Al-Mughtarrin, karya Syaikh Abdul Wahhab Asy-Sya'roni dan kitab Syarh 'Ainiyyah karya Habib Abdullah Al-Haddad. (Piss-Ktb)

You might also like