You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN

Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang sering dijumpai di unit gawat darurat suatu rumah sakit. Setiap tahun di amerika serikat tercatat 1,7 kasus trauma kepala, 52000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan kematian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh national trauma project di islmic republic of iran bahwa diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala. Trauma kepala juga dapat menyebabkan cedera pada otak, dimana hampir setengah dari kematian akibat trauma karena cedera kepala dan sebagian besar kasus pada cedera kepala menyebabkan cacat permanen. Penyebab tersering trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan dan terjatuh. Data epidemiologi di indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal. Trauma kepala dapat menimbulkan perdarahan pada otak, gangguan pada struktur dan fungsi otak yang kelainan-kelainan tersebut dapat dilihat melalui pemeriksaan forensik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Epidemiologi

Di negara barat cedera merupakan penyebab kematian terbanyak di bawah usia 45 tahun dan dalam beberapa negara dunia ketiga juga berlaku untuk usia 5-45 tahun. Cedera lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibawah usia 65 tahun dibandingkan dengan perempuan. Hampir setengah dari kematian akibat trauma karena cedera kepala dan sebagian besar kasus pada cedera kepala menyebabkan cacat permanen1. Di amerika serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi. Data epidemiologi di indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang

meninggal. Pengakuan bahwa kepala cedera merupakan masalah kesehatan utama telah menyebabkan beberapa penelitian selama dekade terakhir. Data epidemiologi dalam rangka untuk merancang langkah-langkah pencegahan yang efektif dan untuk merencanakan penyediaan pelayanan kesehatan yang paling tepat baik untuk perawatan akut dan rehabilitasi penyandang cacat.

2.2

Definisi Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang

tengkorak atau otak yang terjadi akibat cedera langsung maupun tidak langsung pada kepala. Trauma kepala adalah suatu gangguan trumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstisial dala substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak2. Menurut injury assosiation of america, 2006, trauma kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan serangan atau
2

benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik3. Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemorragik serta edema serebral disekitar jaringan otak. 2.3 Penyebab Trauma Kepala trauma kepala dapat disebabkan oleh4: a. Kecelakaan lalu lintas b. Trauma benda tumpul c. Kecelakan kerja d. Kecelakaan rumah tangga e. Kecelakaan olahraga f. Trauma tembak dan pecahan bom

2.4

Patogenesis Trauma Kepala Benturan kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan5 : a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak Kekuatan benda yang bergerak akan menyebabkan deformitas akibat percepatan, perlambatan dan rotasi yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba terhadap kepala dan jaringan otak. Trauma tersebut bisa menimbulkan kompresi dan regangan yang bisa menimbulkan robekan jaringan dan pergeseran sebagian jaringan terhadap jaringan otak yang lain. b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam Kepala yang sedang bergerak kemudian membentur suatu benda yang keras, maka akan terjadi perlambatan yang tiba-tiba, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan di tempat benturan dan pada sisi yang berlawanan. Pada tempat benturan terdapat tekanan yang paling tinggi, sedang pada tempat yang berlawanan terdapat tekanan negatif paling rendah sehingga terjadi rongga dan akibatnya dapat terjadi robekan. c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena menyender pada benda lain sibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet)
3

Pada kepala yang terencet pada awalnya dapat terjadi retak atau hancurnya tulang tengkorak. Bila getarannya hebat tentu saja dapat mengakibatkan hancurnya otak. 2.5 Mekanisme Timbulnya Lesi Pada Cedera Trauma Kepala beberapa hipotesis yang menerangkan terjadinya lesi pada jairngan otak dan selaput otak pada cedera kepla adalah sebagai berikut5: a. Getaran otak Trauma pada kepala menyebabkan seluruh tengkorak beserta isinya bergetar. Kerusakan yang terjadi bergantung pada besarnya getaran. Makin besar getarannya makin besar kerusakan yang akan timbul. b. Deformitas tengkorak Benturan pada tengkorak menyebabkannya menggepeng pada tempat benturan itu. Tulang yang menggepeng ini akan membentur jaringan dibawahnya dan menimbulkan kerusakan pada otak. Pada sisi seberangnya, tengkorak bergerak menjauh dari jaringan otak dibawahnya sehingga timbul vakum yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. c. Pergeseran otak Benturan pada kepala menyebabkan otak bergeser mengikuti arah gaya benturan. Gerakan geseran lurus ini disebut juga gerakan transisional. Geseran ini dapat menimbulkan lesi bila permukaan dalam tengkorak kasar seperti yang terdapat di dasar tengkorak. Kelambanan otak karena konsistensinya yang lunak menyebabkan gerakannya tertinggal terhadap gerakan tengkorak. Di daerah seberang gerakan otak akan membentur tulang tengkorak dengan segala akibatnya. d. Rotasi otak Rotasi otak dapat terjadi pada bidang sagital, horizontal, koronal dan kombinasinya. Gerakan berputar ini tampak disemua daerah kecuali di daerah frontal dan temporal. Didaerah dimana otak dapat bergerak, kerusakan otak yang terjadi sedikit atau tidak ada. Kerusakan terbesar terjadi di daerah yang tidak dapat bergerak atau terbatas gerakannya, yaitu daerah frontal di fossa serebri anterior dan daerah temporal di fossa serebri media. Karena sulit

bergerak,

jaringan

otak

di

daerah

ini

mengalami

regangan

yang

mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dan serat-serat saraf. 2.6 Klasifikasi Trauma Kepala: trauma kepala dapat diklasifikasikan menjadi 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasar; (1) mekanisme, (2) beratnya dan (3) morfologi6 : A. Berdasarkan mekanisme: 1. Trauma kepala tumpul Pada trauma kepala tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak, dapat disebabkan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan benda tumpul. 2. Trauma kepala tembus (penetrasi) Trauma kepala tembus dapat disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan. Penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul

B. Berdasarkan beratnya Trauma kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (mansjoer, 2000) dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan menjadi7:

1. Ringan (GCS 14-15) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi. Tidak ada kehilangan kesadaran Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala Tidak adanya kriteria cedera kepala sedang-berat

2. Sedang ( GCS 9-13) Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.
5

Amnesia paska trauma Muntah Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda battle, mata rabun,

hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal) Kejang

3. Berat (GCS 3-8) Penurunan kesadaran sacara progresif Tanda neorologis fokal Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium

Skala Koma Glasgow No 1 Respon Membuka mata : -spontan -terhadap rangsangan suara -terhadap nyeri -tidak ada 2 Verbal : -orientasi baik -orientasi terganggu -kata-kata tidak jelas -suara tidak jelas -tidak ada respon 3 Motorik : - mampu bergerak -melokalisasi nyeri -fleksi menarik -fleksi abnormal -ekstensi -tidak ada respon Total 6 5 4 3 2 1 3-15 5 4 3 2 1 4 3 2 1 Nilai

C. Berdasarkan morfologinya Trauma kepala menurut (tandian, 2011), dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi terjadinya cedera yaitu8: 1. Area tulang tengkorak Laserasi kulit kepala Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim scalp) yaitu skin, trauma kepalannective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak. Fraktur fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan ct scan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Klasifikasi fraktur kranium berdasarkan garis fraktur : a) Fraktur linier Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.

b) Fraktur diastasis Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural c) Fraktur kominutif Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang memiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.

d) Fraktur impresi Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.

e) Fraktur basis kranii Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur yang terjadi pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebotrauma kepalaran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).

2. Trauma kepala di area intrakranial. Menurut (tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak difus9. A). Cedera otak fokal yang meliputi Perdarahan epidural atau epidural hematoma (edh) Epidural hematom (edh) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis. Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (sdh) akut. Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya venavena kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural. Perdarahan subdural kronik Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari sdh akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi invasi fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel.
9

Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh perdarahan subdural antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (Transient Ischemic Attack).disamping itu dapat terjadi defisit neorologi yang bervariasi seperti kelemahan motorik dan kejang. Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH) Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami. Perdarahan subarahnoit Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya psa menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri. b). Cedera otak difus menurut (sadewo, 2011)10 Cedera kepala difus adalah terminologi yang menunjukkan kondisi parenkim otak setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya rotasi dan translasi yang menyebabkan bergesernya parenkim otak dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Vasospasme luas pembuluh darah
10

dikarenakan adanya perdarahan subarahnoit traumatika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi diparenkim otak dengan manifestasi iskemia yang luas edema otak luas disebabkan karena hipoksia akibat renjatan sistemik, bermanifestasi sebagai cedera kepala difus. Dari gambaran morfologi pencitraan atau radiologi menurut (sadewo, 2011) maka cedera kepala difus dikelompokkan menjadi : Cedera akson difus (difuse axonal injury) dai Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya rotasi antara initi profunda dengan inti permukaan . Kontusio cerebri Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri adalah adanya gaya trauma kepalaup dan trauma kepalauntertrauma kepalaup, dimana hal tersebut menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala. Edema cerebri Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral lebih disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik.

11

Iskemia cerebri `iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak. 2.7 Mekanisme Kematian Pada Trauma Kepala mekanisme kematian pada otak dipengaruhi oleh keadaan sebagai berikut11: A. Aliran darah otak (ado) ado normal : 50 160 ml/menit. Otak manusia mendapat aliran darah dari pembuluh darah utama, yakni dari arteri karotis komunis kanan dan kiri, dan arteri vertebralis. Kedua pembuluh darah tersebut berhubungan dengan satu dengan yang lainnya sehingga merupakan satu kesatuan. Bila terdapat gangguan pada salah satu pembuluh darah, fungsinya dapat diganti atau diambil alih oleh pembuluh darah yang lain sehingga kebutuhan darah otak dapat dipenuhi, tetapi bila gangguan sangat berat, kompensasi aliran darah tidak mencukupi sehingga terjadi gangguan fungsi dan kerusakan anatomi otak. B. Energi Energi dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi otak. Besarnya kebutuhan energi otak ini disebabkan oleh karena beberapa hal yaitu : otak tidak mempunyai simpanan o2 atau hanya sangat minim. Bila suplai o2 terhenti, otak hanya dapat bertahan selama 3 menit. otak memerlukan energi tinggi dan energi hanya didapat dari luar (bahan eksogen), sehingga bila terjadi kekurangan sumber energi dari luar akan berakibat terjadinya gangguan fungsi otak dalam keadaan istirahat (resting) semua kapiler pembuluh darah otak hampir terbuka maksimal sehingga untuk penambahan isi dalam kenyataannya tidak dimungkinkan lagi.

12

Gangguan aliran darah otak pada trauma kepala dapat berupa gangguan pada autoregulasi, gangguan aliran akibat spasme/konstriksi, dan hipoksemia. 1. Autoregulasi pembuluh darah dengan autoregulasi dimaksud adanya kemampuan pembuluh darah serebral untuk menyesuiakan lumennya pada ruang lingkup sedemikian rupa, sehingga aliran darah ke otak tidak banyak berubah, walaupun tekanan darah arteri sistemik mengalami fluktuasi. Penurunan tekanan darah sistemik sampai mencapai 50 mmhg masih dapat diatasi oleh fungsi autoregulasi serebral ini, tanpa menimbulkan gangguan aliran darah regional. Gangguan autoregulasi Pada trauma kepala terdapat perbedaan mengenai waktu terjadinya atau besarnya gangguan autoregulasi, seperti terurai di bawah ini : waktu terjadinya gangguan autoregulasi dapat berlangsung dalam beberapa detik, beberapa menit dan beberapa jam. beratnya gangguan autoregulasi tergantung dari beratnya trauma kepala. Pada trauma kepala sedang terjadi kerusakan autoregulasi yang tidak seberapa sedangkan pada trauma kepala berat (gcs < 8), besarnya kerusakan pada autoregulasi dapat mencapai 31%. 2. Vasokonstriksi atau vasospasme Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara vasodilatasi dan vasospasme. Pada trauma kepala terjadi gangguan autoregulasi di mana keseimbangan ini terganggu. Dikatakan bahwa pada fase awal terjadi spasme dan kemudian disusul dengan vasodilatasi. 3. Hipoksemia Hipoksemia di sini berarti bahwa suplay O2 lebih kecil daripada kebutuhan O2. Kadar O2 dalam jaringan otak tergantung pada : a. ADO b. PaO2
13

c. Persentase kelarutan O2 di dalam hemoglobin (SO2) Pada trauma kepala terjadi gangguan suplai O2 yang disebabkan antara lain oleh hipoksemia, gangguan paru-paru, penurunan aliran darah otak sehingga terjadi edema otak. Edema otak mengakibatkan gangguan substitusi seluler dan gangguan fungsi otak karena kekurangan energi. Gangguan metabolisme otak trauma kepala dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme otak seperti : metabolisme anaerob, hipermetabolisme, hiperglikemia, hiperkatabolisme dan gangguan metabolisme asam lemak. Metabolisme anaerob kekurangan O2 menyebabkan berlangsungnya metabolisme anaerob yang menimbulkan terjadinya gangguan pembentukan energi dan mengakibatkan terjadinya gangguan pembentukan energi dan mengakibatkan terjadinya gangguan pada fungsi sel : - bila suplai O2 cukup akan berlangsung metabolisme aerob - bila suplai O2 kurang akan berlangsung metabolisme anaerob - berkurangnya jumlah ATP disertai pembentukan asam laktat akan mengakibatkan bertambahnya edema otak. 4. Tekanan Perfusi Otak (TPO) Jumlah kebutuhan energi dalam sel otak ditentukan juga oleh TPO yang harga normalnya : 85 15 mmhg. Tekanan perfusi otak (TPO) sama dengan tekanan darah (TD) dikurangi tekanan intrakranial (TIK). Pada trauma kepala terjadi gangguan autoregulasi sedemikian rupa sehingga perubahan kecil dari TD dan TIK akan mempengaruhi TPO. 5. Sawar darah otak (SDO) Sdo terdiri dari 2 komponen, yakni jaringan otak / sel glial dari pembuluh darah otak. Sel glial membentuk suatu tonjolan pembungkus (envelope glial cell) yang
14

masuk ke dalam celah endotel pembuluh darah otak dan membentuk suatu lapisan atau ikatan yang erat yang tidak dapat ditembus oleh bahan bermolekul besar. Fungsi sawar darah otak: menopang dan bantalan bagi otak, batang otak maupun medulla spinalis. menjadi bantalan pada trauma yang menibulkan gaya aselerasi / deselerasi. mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme sel saraf. mengangkut bahan-bahan toksik yang kemungkinan lolos dari sawar darah otak dan masuk ke otak. mengekskresikan bahan-bahan sisa ini ke pembuluh darah. Pada trauma kepala yang berat, fungsi sistem SDO hilang, karena pada jaringan otak yang mengalami kerusakan / memar akan terbentuk jaringan parut yang disebut gliosis sehingga struktu SDO rusak yang mengakibatkan kebotrauma kepalaran SDO dan keadaan ini dapat berlangsung beberapa bulan. Hal ini dapat menjelaskan, mengapa bahan radioaktif pada CT scan otak tetap positif di daerah yang cidera untuk waktu yang lama. 2.8 Aspek Medikolegal Trauma Kepala5 Kasus trauma kepala akibat kekerasan tumpul dapat terjadi akibat kecelakaan, bunuh diri maupun pembunuhan. Pada kasus-kasus semacam ini, penyidik seringkali meminta dokter untuk membuatkan visum et repertum untuk kepentingan peradilan. Bantuan yang diharapkan dari dokter adalah dalam hal penentuan jenis kekerasan, derajat berat ringannyaluka serta kadang-kadang juga dalam penentuan rekontruksi kejadian. Pemeriksaan korban hidup Dokter yang menangani korban penganiayaan, kecelakaan ataupun usaha bunuh diri yang menyebabkan timbulnya cedera kepala perlu ditangani dalam dua aspek, yaitu aspek klinis dan aspek forensik. Aspek forensik, dokter yang bersangkutan harus mengumpulkan segtala data mengenai perlukaan yang terjadi secara rinci dan lengkap. Berdasarkan data ininantinya dokter diharapkandapat menyusun suatu kesimpulan visum et repertum yang tepat, akurat, dan bermanfaat.
15

Pemeriksaan kesadaran dilakukan menurut cara biasa dengan menggunakan skala glasgow. Pemeriksaan keadaan umum serta tanda-tanda vital dicatat dengan baik. Pemeriksaan pupil, reflek kornea, kaku kuduk, reflek-reflek fisiologis dan reflekpatologis dilakukan seperti biasa. Pemeriksaan fisik lainnya dilakukan pada seluruh tubuh secara lengkap, hal ini penting karena data-data tambahan seperti warna memar, arah luka lecet geser dan sebagainya akan sangat membantu dalam rekonstruksi kejadian dan hal ini seringkali ditanyakna kepada dokter. Untuk memudahkan penggambaran, penggunaan gambar skematis orang dari depan dan belakang untuk pencatatan luk akan sangat membantu dan meringankan. Pemeriksaan autopsi dan pembuatan visum et repertum pada trauma kepala Pemeriksaan kepala Mula-mula rambut kepala disisir dengan belahan melintang dari belakang telinga kiri melalui puncak kepala melanjut ke belakang telinga kanan. Garis belahan rambut ini la,u diiris sampai ke tulang, dengan menggunakan pahat bermata lebar kulit dipisahkan dari perlekatannya dengan tulang. Kearah depan pemisahan dilakukan sampai daerah supraorbital dan ke arah belakang sampai protuberensia oksipitalis. Pembukaan tulang kepala dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan melakukan pemotongan yang membentuk garis lurus dari frontal ke oksipital atau membentuk dua buah garis dari frontal ke mastoid dan dari mastoid ke oksipital dengan membentuk sudut 120 derajat. Pembukaan tulang tengkorak dengan cara kedua lebih diminati karena lebih memberikan kestabilan posisi tulang setelah dilakukan autopsi dibandingkan dengan cara pertama. Setelah tulang terpotong seluruhnya, barulah dilakukan pemisahan duramater dari tulang dengan cara menarik tulang menjauhi kepala dengan menggunakan tangan. Duramater dibawah atap tengkorak dinilai keutuhan dan ada tidaknya bekuan darah. Jika ditemukan adanya bekuan darah, bekuan ini dikerok dan diukur berat atau volumenya. Temuan ini dicatat lokasi, jenis perdarahan serta jumlah darahnya. Untuk mengeluarkan otak, mula-mula jari tangan disisipkan diantara duramater dan jaringan otak didaerah depan ke arah bawah dan belakang sampai lobus frontalis di bagian bawahnya dapat terpegang.

Pemeriksaan jaringan otak Pada pemeriksaan jaringan otak secara langsung, mula-mula dilakukan pemisahan serebrum dari serebelum, dengan memotong persambungannya membentuk huruf v. Pada
16

permukaan serebrum dinilai ada tidaknya perdarahan atau bekuan darah. Adanya darah di permukaan otak, mungkin diakibatkan oleh perdarahan subdural atau perdarahan subarakhnoid. Adanya perdarahan subdural tampak berupa bekuan darah yang melekat di atap arakhnoid pada permukaan otak atau darah yang hilang bila disiram air. Sedangkan perdarahan subarakhnoid akan tampak berupa perdarahan yang tidak hilang bila disiram air. Selain itu, ketebalan perdarahan biasnya jelas tampak tidak merata karena lebih tebal pada daerah sulkus. Pembuluh daerahnpada permukaan otak juga dilihat, apakah menunjukkan perbendungan atau tidak. Setelah seluruh permukaan dinilai kelainannya, dilakukan pengirisan lokal pada beberapa lokasi yang menunjukkan perdarahan subarakhnoid atau subdural untuk menilai ada tidaknya kontusio di daerah tersebut. Adanya kontusio serebri akan tampak sebagai bintik-bintik perdarahan pada substansia grisea yang berbentuk segitiga dengan basis pada permukaan otak.

17

BAB III KESIMPULAN

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat cedera langsung maupun tidak langsung pada kepala. Trauma kepala adalah suatu gangguan trumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstisial dala substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Di negara barat cedera merupakan penyebab kematian terbanyak di bawah usia 45 tahun dan dalam beberapa negara dunia ketiga juga berlaku untuk usia 5-45 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi. Trauma kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme yaitu menjadi (trauma kepala tumpul dan trauma kepala tembus), berdasarkan beratnya (ringan, sedang, berat) dan berdasarkan morfologinya (area tulang tengkorak dan intrakranial). Kasus trauma kepala akibat kekerasan tumpul dapat terjadi akibat kecelakaan, bunuh diri maupun pembunuhan. Pada kasus-kasus semacam ini, penyidik seringkali meminta dokter untuk membuatkan visum et repertum untuk kepentingan peradilan. Bantuan yang diharapkan dari dokter adalah dalam hal penentuan jenis kekerasan, derajat berat ringannyaluka serta kadang-kadang juga dalam penentuan rekontruksi kejadian.

18

DAFTAR PUSTAKA 1. Bryan, Jennett. 1996. Epidemiology of Head Injury. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry (60), Hal:362-369 2. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem persyarafan. Jakarta : salemba medika. 3. Brain Injury Association of America. 2006. Types of Brain Injury.

http://www.biausa.org/pages/type of brain injury. htm. Di Unduh 22 Desember 2014 4. 5. 6. Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Neurulogi. Jakarta : Erlangga Soemarmo M, Djaja S.A dan Arif B. 1999. Cedera Tertutup Kepala. Jakarta: FKUI American College of Suergeon Commite on Trauma. Cedera kepala. Dalam : Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, Penerjemah. Edisi 7. Komisi trauma IKABI, 2004 ; 168-193. 7. 8. Arif Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapis David Tandian. 2011. Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Departemen Bedah Saraf FKUIRSCM. Jakarta:SagungSeto 9. Hanif G Tobing. 2011. Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Departemen Bedah Saraf FKUIRSCM. Jakarta: Sagung Seto 10. Wismaji Sadewo. 2011. Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Departemen Bedah Saraf FKUIRSCM. Jakarta: Sagung Seto 11. Umar Kasan, Sajid, D and A. Hafid. 1999. Patofisiologi cedera otak. Pada kongres Nasional III Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi Indonesia. Surabaya, 15 September

19

You might also like