You are on page 1of 9

LAPORAN PRAKTIKUM KONSELING KONSELING FARMASIS KEPADA PASIEN GERIATRI

Disusun oleh : Kelompok 1 Windhiana Sapti A. Gitanti Rohman Fathia Rahmi Z. Nova Amalia G1F011038 G1F011040 G1F011044 G1F011046

Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto 2014

I. Judul Konseling Farmasis Kepada Pasien Geriatri

II. Tujuan 1. Mampu berkomunikasi efektif dan etis untuk memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dan farmasis dengan pasien dan atau keluarganya. 2. Mampu melakukan konseling kepada pasien geriatri.

III.

Identifikasi dan Perumusan Masalah Komunikasi merupakan suatu hubungan atau kegiatan - kegiatan yang berkaitan

dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-menukar pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok (Widjaja, 1986 : 13). Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain (Potter & Perry, 2005 : 301). Komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya

sebatas tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang terapeutik Dalam proses konseling, empat langkah yang tidak boleh ditinggalkan dan diabaikan (harus dilakukan) oleh seorang konselor adalah menjalin hubungan dengan konseling, penilaian terhadap masalah yang terjadi pada konseling (assesmen), pengembangan instrument/ penggunaan tehnik-tehnik konseling dan mengakhiri konseling (terminasi). Dikatakan bahwa, "Membina hubungan dalam proses konseling sangatlah penting sebagai langkah awal". Dikatakan juga bahwa, "Diantara tujuan assesmen adalah memungkinkan konselor membuat diagnosis yang akurat". Dikatakan juga bahwa, "Sebagai bagian dari assesmen perlu untuk ditetapkan apa yang akan menjadi sasaran konseling dan sesuai dengan sasaran tersebut, bagaimana strategi dan terminasinya". Namun dalam kenyataannya, proses konseling tidak semulus yang diharapkan sesuai dengan keinginan konselor dan

konseli. Dalam contoh kasus proses konseling yang kurang berhasil, perlu diadakan rencana tindak lanjut untuk mencapai harapan tersebut (Murad, 2006). Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai usia kemunduran yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Lansia juga identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. Lansia akan memerlukan obat yang jumlah atau macamnya tergantung dari penyakit yang diderita. Semakin banyak penyakit pada lansia semakin banyak jenis obat yang diperlukan. Banyaknya jenis obat akan menimbulkan masalah antara lain kemungkinan memerlukan ketaatan atau menimbulkan kebingungan dalam menggunakan atau cara minum obat. Disamping itu dapat meningkatkan resiko efek samping obat atau interaksi obat. Pada umumnya warga lanjut usia dapat digolongkan menjadi kondisi menua optimal ( optimal aging ) dan menua abnormal atau patologis (pathological aging). Para pakar otak ( neuroscientist ) cenderung untuk lebih memperhatikan dan mengkaji mereka yang dalam keadaan menua patologis yaitu dalam keadaan abnormal, tidak sehat, dan berpenyakit. Padahal jumlahnya hanya 6-15 persen, sisanya yang berjumlah 85-94 persen dari populasi lanjut usia yang dalam keadaan sehat tidak cocok apabila dibandingkan dengan kondisi mereka yang berkelainan, berpenyakit, dan mengalami kemunduran sumber daya otak atau brain power ( Kusumoputro, 2003 ). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuanya antara lain untuk menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit, menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan

obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi, meningkatkan profesionalisme apoteker, serta menunjang terapi obat yang rasional. Sedangkan konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk

mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain. Konseling kefarmasian yang merupakan usaha dari apoteker di dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan yang umumnya terkait dengan sediaan farmasi agar masyarakat mampu menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan kemampuan dan kondisi masyarakat itu sendiri. Kriteria pasien yang perlu diperhatikan ketika memberikan konseling: 1. Pasien rujukan dokter 2. Pasien dengan penyakit kronis 3. Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan polifarmasi 4. Pasien geriatrik 5. Pasien pediatrik 6. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas (Anonim, 2004) Komunikasi pada geriatri (lansia) berbeda dengan komunikasi dengan individu lain karena lansia itu pada dasarnya adalah unik. Lansia itu unik pada nilai, kepercayaan, persepsi, budaya dan pemahaman serta lingkungan sosial yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat menghasilkan komunikasi yang tidak efektif antara perawat dengan lansia. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia antara lain : 1. Perubahan fisik lansia, seperti penurunan pendengaran 2. Normal agging process 3. Perubahan sosial 4. Pengalaman hidup dan latar belakang budaya (Kusumoputro, 2003)

Seorang Bapak berinisial S (65 tahun) datang ke apotek ditemani anaknya. Bapak S mengeluhkan sariawan yang sudah 7 hari tidak sembuh. Sebelumnya bibir Bapak S tergigit agak keras, yang akhirnya melukai bibbirnya dan timbul sariawan. Sariawannya merembet di lidah dan di ujung rongga mulut. Hal ini sangat mengganggu aktivitasnya sebagai seorang pembicara di seminar motivator. Bapak S meminta apoteker untuk memilihkan obat obat sariawan yang cepat sembuh. Rumusan masalah : 1. Bagaimana merekomendasikan pengobatan untuk pasien yang menderita sariawan ? 2. Bagaimana member edukasi yang tepat untuk pasien geriatri ? 3. Bagaimana mengatasi kendala komunikasi pada pasien geriatri yang menderita sariawan ? Role play dimulai dengan kunjungan pasien ke apotek yang ditemani oleh anaknya, kemudian asisten apoteker mempersilahkan masuk ke ruang konseling. Setelah itu apoteker memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien. Kemudian apoteker menayakan keluhan yang dialami pasien. Namun pasien mengalami kesulitan bicara karena mengalami sariawan sehingga yang menjelaskan keluhan pasien adalah anaknya. Selain itu apoteker juga menanyakan penyebab sariawan, riwayat pengobatan yang telah dipakai, serta melihat kondisi sariawan pasien. Kemudian apoteker menawarkan beberapa pilihan obat sariawan dan menjelaskan perbedaan dari beberapa obat tersebut serta menjelaskan aturan pakai, efek samping, dan harganya. Setelah itu, pasien melihat dan memilih obat sariawan yaitu Albothyl Concentrat . Kemudian pasien menanyakan kembali tentang cara pakai obat tersebut dan apoteker menjelaskannya. Setelah itu, pasien menanyakan harga obat kemudian membayarnya. Apoteker mengucapkan terimakasih.

IV. Pemecahan Masalah Berdasarkan informasi yang diberikan pasien, maka pemecahan masalah yang kami pilih sebagai berikut : 1. Menggali dan mendengarkan informasi yang diberikan pasien 2. Memberikan pilihan obat untuk mengatasi keluhan tersebut diantaranya : Albothyl Concentrat

Cara pakai : Teteskan 10 15 tetes Albothyl ke dalam 1 gelas air (200 ml). Kumur kumur selama - 1 menit. Kumur ulang dengan air putih matang untuk membilas. Awali berkumur dengan Albothyl yang diencerkan seperti di atas. Kemudian teteskan Albothyl ke cotton bud, lalu oleskan dan tekan selama menit pada luka sariawan, sampai meresap dan memutih.

Bufacomb Cara pakai : Gunakan Sesudah makan atau sebelum tidur.Tekan secolek kecil pada lesi sampai terbentuk satu lapisan tipis. Oleskan salep tersebut pada area yang terkena sariawan.

3.

Menganjurkan mengkonsumsi vitamin C baik dalam bentuk suplemen maupun makanan

4. Memberikan KIE pada pasien seperti menghindari makanan pedas, makanan berminyak, dan menggosok gigi dengan hati-hati. Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik, psikologi, lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan keterampilan komunikasi yang tepat. Disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat. 1. Keterampilan komunikasi Listening/Pendengar yang baik yaitu :

a. Mendengarkan dengan perhatian telinga kita. b. Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih. c. Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita. 2. Teknik komunikasi dengan lansia Teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik :

a. Kecepatan dan tekanan suara yang tepat dengan menyesuaikan pada topik pembicaraan dan kebutuhan lansia b. Berbicara dengan lansia yang dimensia dengan pelan, tetapi berbicara dengan lansia demensia yang kurang mendengar dengan lebih keras hati-hati karena tekanan suara yang tidak tepat akan merubah arti pembicaraan c. Berikan kesempatan orang lain untuk berbicara, hindari untuk mendominasi pembicara sebaiknya mendorong lansia untuk berperan aktif e. Gunakan kalimat yang simple dan pendek satu pesan untuk satu kalimat. 3. Teknik komunikasi nonverbal a. Perilaku : ramah tamah, sopan dan menghormati, cegah supaya tidak acuh tak acuh, perbedaan. b. Kontak mata : jaga tetap kontak mata. c. Expresi wajah : mereflexsikan peraaan yang sebenarnya. d. Postur dan tubuh : mengangguk, gerakan tubuh yang tepat, meletakan kursi dengan tepat. e. Sentuhan : memegang tangan, menjbat tangan. 4. Lingkungan wawancara. a. Posisi duduk berhadapan b. Jaga privasi. c. Penerangan yang cukup dan cegah latar belakang yang silam d. Kurangi keramaian dan berisik

(Sirajuddin, 2012) Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut adalah (Sirajuddin, 2012) : Empati : istilah empati menyangkut pengertian simpati atas dasar pengertian yang mendalam. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi dn patologik dari penderita lansia. Otonomi : yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah penderita dapat membuat putusan secara mendiri dan bebas. Keadilan : prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, DEPKES RI, Jakarta. Kusumoputro S, 2003, Memori anda setelah usia 50, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Murad Lesmana, Jeaneff, 2006, Dasar-Dasar Konseling, UI Press, Jakarta. Potter and Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &. Praktek. Edisi 4. Vol 1 hal 305, EGC, Jakarta. Widjaja, W, 1986, Komunikasi : Komunikasi dan hubungan Masyarakat hal 13, Bina, Jakarta.

You might also like