You are on page 1of 46

Penyakit glomeruler pada anak

Dahler Bahrun, dr SpA(K) Departemen IKA RSMH/FKUNSRIPalembang

Pendahuluan

Nefron terdiri dari glomerolus dan tubulus Glomerolus berfungsi organ penyaring. Kira2 1 million glomerolus terdapat pada masing2 ginjal Glomerolus membentuk anyaman kapilerkapsula Bowman berhubungan dengan tubulus. Darah disaring dalam anyaman kapiler Produk2 sisa dan kelebihan cairan yang disaring urine tubulus ureter vesika urinaria keluar dari tubuh Berbagai penyakitdapat menyerang glomerolus suatu bagian terkecil dari nefron didalam ginjal merusak fungsi glomerulus Proses peradangan yang menyerang glomerolus didalam ginjal glomerulonefritis

Glomerulonephritis
Glomerulonefritis penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerolus bermanifestasi sebagai proteinuria, hematuria, edema dengan atau tanpa hipertensi atau penurunan fungsi ginjal Lesi utama terjadi pada gromerolus, selanjutnya menyerang seluruh nefron kerusakan ginjal gagal ginjal.

Penyakit glomerolus dikelompokan menjadi 3 kategori


1. Glomerulonephritis herediter a. Congenital (herediter) 1. Sindrom Alport: ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang sering disertai tuli syaraf dan kelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengangagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopikdengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensori neural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.

2.Glomerulonefritis Primer
2.1.Glomerulonefritis membranoproliferasif Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 %berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria makroskopik dan sembab, sedangkan sisanya 4045% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.

Glomerulonefritis primer......
2.2. Glomerulonefritis membranosa Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 26% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%. 2.3. Nefropati IgA (penyakit berger) Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

3. Glomerulonefritis sekunder
Glomerulonefritis sekunder timbul sebagai akibat: Infeksi :Streptokokus hemolitikus grup A, Meningococcocus,

Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae,Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
Virus :Hepatitis B, Varicella, Echovirus, Parvovirus, Influenza, Parotitis epidemika dl, ricketsia, Parasit :Malaria Glomerulonefritis sekunder yang berhubungan dengan faktor infeksi Glomerulonefritis akut Penyakit multisistemik: Purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus

Glomerulonephritis Akut

Glomerulonefritis akut : suatu proses radang non-supuratif pada glomerolus yang diperantarai oleh proses immunologik ditandai dengan proliferasi sel endotel, mesangium dan sebukan sel radang polimorfonukleus

GNA.....
Pada anak-anak penyebab GNA tersering adalah pasca infeksi kuman Streptococcus beta hemoliticus grup A tipe M yang nefritogenik (1,2,4,12, 18, 25, (menyerang sal.nafasbag atas), tipe 49, 55,57 dan 60 ( menyerang kulit) Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut disebut fase laten. Fase laten untuk faringis rata-rata 10 hari, sedang untuk infeksi kulit rerata 3 minggu

Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptococcus( GNAPS)


GNAPS terutama menyerang anak usia 2 sampai 15tahun. Angka kejadian tertinggi pada anak usia 5- 7 tahun . Anak laki : Anak perempuan = 2 :1 Factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor genetik mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.

Patogenesis
Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah suatu glomerulonefritis yang diperantarai imunologis. Pembentukan kompleks-imun in situ diduga sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokokus. Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.

Patofisiologi
Pada GNAPS, sistim imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3 dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen ikut terlibat. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial.

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan


pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem kaskade komplemen Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi

GEJALA KLINIS Manifestasi klinik dari GNA dinsindromnefritis akut terdiri:

Sembab preorbita pada pagi hari (75%) Malaise, sakit kepala, muntah, panas dan anoreksia Asites (kadang-kadang) Takikardia, takipnea, rales pada paru, dan cairan dalam rongga pleura Hipertensi (tekanan darah > 95 persentil menurut umur,gender dan tinggi badan pada > 50% penderita Air kemih merah seperti air cucian daging, oliguria, kadangkadang anuria Pada pemeriksaan radiologik didapatkan tanda bendungan pembuluh darah paru, cairan dalam rongga pleura, dan kardiomegali

LABORATORIUM

- Air kemih :

Proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus) Hematuria makroskopis/mikroskopis Torak granular, torak eritrosit Darah BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali ASTO >100 Kesatuan Todd Komplemen C3 < 50 mg/dl pada 4 minggu pertama Hipergamaglobulinemia, terutama IgG Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat

DIAGNOSIS

Diagnosis GNAPS dibuat berdasarkan : - Gejala klinis - Laboratorium : Urinalisis: harus lengkap Darah : - ASTO > 100 Todd - C3 < 50 mg/dl

DIAGNOSIS BANDING

- Hematuria berulang dengan glomerulonefritis fokal (IgA nefropati) Sindrom Alport - Purpura Henoch-Schonlein - Glomerulonefritis progresifcepat

PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medikamentosa Golongan penisilin untuk eradikasi kuman seperti amoksisilin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi diganti dengan eritromisin 50 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. Diuretik diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Jika terdapat hipertensi, berikan obat antihipertensi, tergantung pada berat ringannya hipertensi. Bedah Tidak diperlukan tindakan bedah. Suportif Pengobaan GNAPS umumnya bersifat suportif. Tirah baring umumnya diperlukan jika pasien tampak sakit misalnya kesadaran menurun, hipertensi, edema. Diet nefritis diberikan terutama pada keadaan dengan retensi cairan dan penurunan fungsi ginjal. Jika terdapat komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi ensefalopati, gagal jantung, edema paru, maka tatalaksananya disesuaikan dengan komplikasi yang terjadi. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll) Rujuk ke dokter nefrologi anak bila terdapat komplikasi gagal ginjal, ensefalopati hipertensi, gagal jantung.

Suportif
Pengobaan GNAPS umumnya bersifat suportif. Tirah baring umumnya diperlukan jika pasien tampak sakit misalnya kesadaran menurun,hipertensi,edema. Diet nefritis diberikan terutama pada keadaan dengan retensi cairan dan penurunan fungsi ginjal. Jika terdapat komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi ensefalopati, gagal jantung, edema paru, maka tatalaksananya disesuaikan dengan komplikasi yang terjadi. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll) Rujuk ke dokter nefrologi anak bila terdapat komplikasi gagal ginjal, ensefalopati hipertensi, gagal jantung.

KOMPLIKASI

- Hipertensi ringan sampai berat (enselopati hipertensif) - Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload) - Gagal ginjal

Prognosis
GNAPS self limited disease Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sediment urine yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Gejala fisis menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.

Pemantauan

Meskipun umumnya pengobatan bersifat suportif, tetapi pemantauan pengobatan dilakukan terhadap komplikasi yang terjadi karena komplikasi tersebut dapat mengakibatkan kematian. Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vital secara berkala diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan. Tumbuh Kembang Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang anak, kecuali jika terdapat komplikasi yang menimbulkan sekuele.

Sindrom nefrotik
Batasan:Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang terdiri atas: Edema. Proteinuria masif ( 40 mg/m2/jam atau proteinuria +3 atau lebih). Hipoalbuminemia ( 2,5 g/dl). Hiperkolesterolemia 200 mg/dl. Kadang-kadang hipertensi, hematuria, azotemia.

Etiologi:
Etiologi: SN Primer / Idiopatik. SN Kongenital SN Sekunder berhubungan dengan penyakit-penyakit tertentu.
Penyakit infeksi: malaria, hepatitis B, AIDS, paska infeksi streptokokus. Penyakit vaskulitis sistemik: SLE, purpura Henoch-Schonlein. Intoksikasi obat/logam berat, penisilamin, probenesid, timbal. Keganasan: tumor Wilms, Hodgkin, leukemia. Penyakit metabolik: diabetes mellitus, amiloidosis.

Klasifikasi:Berdasarkan etiologi Sindroma nefrotik primer Sindroma nefrotik kongenital Sindrom nefrotik sekunder b. Berdasarkan kelainan histopatologi: SN kelainan minimal (SNKM). Glomerulosklerosis: Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS). Glomerulosklerosis fokal global (GSFG). Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD). Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif. Glomerulonefritis kresentik (GNK). Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP): GNMP tipe I dengan deposit subendotelial. GNMP tipe II dengan deposit intramembran. GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial. Glomerulonefritis membranosa (GNM). Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL) c.Berdasarkan respon terhadap terapi steroid: Steroid responsif (umumnya SNKM) Steroid dependen (umumnya juga SNKM) Steroid non responsif (umumnya GSFS, GSFG, GNMP, dan GNMP) atau SN sekunder.

Patofisiologi
Perm.kapilerglom Prot.massif Hipoalbuminemi Tekanan Onkotik Edema Intake garm & air

Katabolisme lipoprotein

Hipovolemia

LDL &VLDL Hiperkolestrolemia Trigliseride

Tekanan perfusi ginjal Aktivasi renin dan angiotensin II Aldosteron LFG Reabsorpsi Na diubulus distalis

Retensi airdan garam AKI Hipertensi

Manifestasi klinis
Edema ringan sampai berat Tulang rawan telinga teraba lunak Tekanan darah normal atau meninggi Ascites, edema scrotum/valvula Urin berbusa Pemeriksaan Lab: Urinalisis: proteinuri ( +3 - +4) atau > 40 mg/m2/jam Sediment Urin: RBC > 5 /LPB, leukosit > 5/lpb Torak hialin +, Torak noktah +, Oval fat bodies +. Kimia darah : Hypo proteinemia,hipoalbuminemia, hiperkolesterolemi Kadar ureum dan kreatinin dapat meningkat, kadar kalsium bisa rendah Darah tepi: Kadar hb bisanya rendah, LED tinggi, leukosit bisa normal, Trombosit bisa normal atau meningkat.

Diagnosis
Dibuat berdasarkan : 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik 3. Laboratorium

Diagnosis
Dasar Diagnosis

SN: edema, hipoproteinemia (kadar protein serum 5,5 g/dl), hipoalbuminemia (kadar albumin serum 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia (kadar kolesterol serum 200 mg/dl), proteinuri masif (kadar proteinuri 0,05-0,1 g/kgBB/24 jam atau +++ pada pemeriksaan semi kualitatif). SNI: bila etiologi SN tidak diketahui. SN kongenital: bila gejala-gejala ditemukan 3 bulan pertama dari kehidupan. SN sekunder: bila ditemukan penyebab. Kortikosteroid responsif: urin bebas protein (<4 mg/jam/m2 LPT) atau negatif/trace dengan pemeriksaan asam sulfosalisilat 3 hari berturut-turut. SN resisten steroid: remisi tidak terjadi setelah akhir minggu kedelapan pengobatan steroid alternating. Relaps jarang: Proteinuria +2 - +3 muncul kembali (kurang dari 2 kali) dalam setahun setelah pengobatan steroid dihentikan. Relaps sering: Proteinuria muncul 2 kali dalam 6 bulan atau 3 kali dalam setahun setelah pengobatan steroid dihentikan. Dependen steroid: relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.

Langkah Diagnosis Tegakkan diagnosis SN dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Cari gejala lainnya, terutama gejala sindroma nefritis. Cari komplikasi (hipotensi /syok, trombosis, infeksi, gagal ginjal). Cari faktor penyebab.

Pemeriksaan rutin
Darah tepi: Hb, jumlah leukosit, trombosit, hitung jenis, LED. Urinalisis/biakan urine. Kimia darah (kolesterol, trigliserida, LDL. VHDLalbumin/globulin, ureum,kreatinin, asam urat, Na, K, Ca dan P) Klirens Kreatinin (Rumus Schwart): Tinggi Badan (Cm) K X Kreatinin Serum (mg/dl) Nilai K pada: BBLR : 0,33 Aterm <1 tahun : 0,45 1-12 tahun : 0,55 Perempuan 13-21 tahun : 0,57 Lelaki 13-21 tahun : 0,70 Tes Mantoux (sebelum terapi steroid dimulai). Pemeriksaan atas indikasi: Foto toraks, EKG bila dijumpai edema berat. ASTO dan C3 bila dijumpai tanda-tanda nefritis. CRP dan biakan urin bila dijumpai LED , hematuria, leukositosis, leukosituria dan silinderuria

Pemeriksaan atas indikasi:


Tes Mantoux (sebelum terapi steroid dimulai). Pemeriksaan atas indikasi: Foto toraks, EKG bila dijumpai edema berat. ASTO dan C3 bila dijumpai tanda-tanda nefritis. CRP dan biakan urin bila dijumpai LED , hematuria, leukositosis, leukosituria dan silinderuria. ANA, anti dsDNA, C3, C4 bila dicurigai SLE (sindroma nefrotik sekunder). Indikasi biopsi ginjal pada penderita SN : 1.SN kongenital 2.SN dengan manifestasi nefritis 3.SN dependent / relaps sering 4.SN resisten steroid

Indikasi Rawat:
Sindroma nefrotik serangan pertama kali.

SN relaps dengan edema anasarka atau penyulit (infeksi berat, muntah-muntah, diare, hipovolemia, hipertensi, tromboemboli, GGA). Sindroma nefrotik steroid resisten. Sindroma nefrotik steroid kambuh sering dengan indikasi untuk terapi sitostatika tambahan.

Penatalaksanaan:
a. Sindroma Nefrotik Primer Aktivitas Aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien, jika ada: edema anasarka, dispneu, hipertensi tirah baring. Protein normal sesuai RDA yaitu 2 g/kg/hr. Rendah garam (1-2 g/hr) selama edema/mendapat terapi steroid. Cairan dan Diuretika
Dietetik

Bila SN disertai hipovolemia (hipoalbuminemia berat kadar albumin 1,5 gr/dl) berikan infus albumin rendah garam 20-25% 1 g/kgBB atau plasma sebanyak 15-20 ml/kgBB dalam 1-2 jam, 15-30 menit setelah infus albumin/plasma selesai diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB IV

Retriksi cairan (30 ml/kgBB/hari) selama ada edema berat dan oliguri. Loop diuretic (furosemid 1-2 mg/kgBB/hr), bila kadar kalium rendah <3,5 mEq/L dapat dikombinasi dengan spironolakton (1-2 mg/kgBB/hr) diberikan pada edema berat/anasarka. Diuretika lebih dari 1 minggu periksa ulang natrium dan kalium plasma.

Antibiotika/antiviral

Antibiotika diberikan bila: Edema anasarka + laserasi kulit Amokasisilin, Eritromisin, atau Sefaleksin. Infeksi beri antibiotika yang disesuaikan dengan derajat berat infeksi. Bila terjadi infeksi varicella Asiklovir 80 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis 7-10 hari, pengobatan kortikosteroid stop sementara.
Imunisasi

Vaksin virus hidup baru diberikan setelah 6 minggu pengobatan steroid selesai. Kontak dengan penderita varicella Imunoglobulin varicella-zoster dalam waktu <72 jam.
Tuberkulostatika

Test Mantoux (+) beri INH profilaksis. TBC aktif beri OAT.

Pengobatan Kortikosteroid

Pengobatan steroid untuk sementara tidak boleh diberikan bila dijumpai hal-hal sebagai berikut: hipertensi, infeksi berat (viral/ bakteri), azotemia. Pengobatan inisial: Dosis inisial Prednison atau Prednisolon 60 mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari sesuai dengan BB ideal (BB/TB) dibagi 3 dosis (maksimal 80 mg/hari) selama 4 minggu. Remisi (+) pada 4 minggu pertama, dosis alternating 40 mg/m2/hr (2/3 dosis initial) selang sehari pada pagi hari sudah makan selama 4 minggu lalu stop. Bila remisi terjadi antara minggu ke-5 sampai dengan akhir minggu ke-8, steroid alternating dilanjutkan 4 minggu lagi. Remisi (-) sampai akhir minggu ke 8 resisten steroid (lihat gamba

Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid: Ada 4 pilihan: Dicoba pemberian steroid jangka panjang. Pemberian Levamisol. Pengobatan CPA. Pengobatan Siklosporin (terakhir). Cari fokus infeksi seperti TB, infeksi di gigi atau kecacingan.

1. Steroid jangka panjang Dimulai dengan Prednison atau Prednisolon dosis penuh (4 minggu) sampai terjadi remisi. Lanjutkan dengan steroid alternating (4 minggu), kemudian dosis diturunkan perlahan 0,5 mg/kgBB setiap 4 minggu sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kgBB alternating, dapat diteruskan selama 6-12 bulan coba dihentikan (gambar 3). Bila relaps terjadi pada dosis Prednison rumat >0,5 mg/kgBB/alternating, tetapi <1 mg/kgBB/alternating tanpa efek samping yang berat dapat dicoba dikombinasi dengan Levamisol selang sehari 2,5 mg/kgBB selama 4-12 bulan atau langsung diberi CPA. Bila pasien: Relaps pada dosis rumat >1 mg/kgBB/alternating atau Meskipun dosis rumat <1 mg/ kgBB tetapi disertai:
Efek samping steroid yang berat. Pernah relaps dengan gejala yang berat antara lain hipovolemia, trombosis, sepsis: diberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari selama 8-12 minggu.

2.

Sitostatika: Siklofosfamid (CPA oral) 2-3 mg/kgBB/hari atau intravena 500 mg/m2/hari atau Klorambusil 0,2 mg/kgBB/hari selama 8 minggu. Pemantauan dengan pemeriksaan darah tepi: Hb, lekosit, trombosit 1-2 X seminggu. Obat dihentikan bila jumlah lekosit <3.000/l, Hb <8 g/dl atau trombosit <100.000/l dan diteruskan kembali setelah lekosit >5.000/l.

3. Siklosporin (CPA): Siklosporin dosis 5 mg/kgBB/hari dipakai pada: Pada SN idiopatik yang tidak respon dengan pengobatan steroid atau sitostatika (Gambar 3). Pada SN relaps sering/dependen steroid: Siklosporin 5 mg/kgBB/hari selama 1 tahun Prednison AD + CPA Prednison FD Remisi Keterangan: (1). Langsung diberi CPA (+ Prednison AD) (2). Sesudah Prednison jangka panjang CPA (3). Sesudah Prednison jangka panjang + Levamisol CPA SN Relaps Frekuen / Dependen Steroid

b. Sindroma nefrotik kongenital


Steroid tidak diberikan. Pengobatan konservatif lainnya (dietetik, penanggulangan infeksi, koreksi hipovolemia). ACE inhibitor: Enalapril 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis atau Captopril 0,3 mg/kgBB/kali dinagi 2-3 dosis dengan tujuan untuk menghilangkan proteinuria dan menghambat terjadi gagal ginjal terminal. Transplantasi ginjal

c. Sindroma nefrotik sekunder Disamping penanganan terhadap sindroma nefrotiknya, perlu pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya.

Pengobatan komplikasi Infeksi (telah dibicarakan di atas). Tromboemboli. Pencegahan tromboemboli pada SN relaps sering/dependen steroid/steroid resisten: Aspirin atau Dipiridamol selama pengobatan steroid. Heparin diberikan bila sudah terjadi trombosis. Hipovolemia. Diatasi dengan infus NaCl fisiologis, lalu disusul dengan infus Albumin 1 gr/kgBB/ atau plasma 20 ml/kgBB (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi, penderita masih oliguria diberikan Furosemid 1-2 mg/kgBB intravena. Hipokalsemia. Suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D. Bila terjadi tetani diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB intravena.

Tindak lanjut: Dilakukan pemeriksaan berat badan. intakeoutput, lingkaran perut, tekanan darah setiap hari. Pemeriksaan darah tepi 1 kali seminggu. Urinalisa dan pemeriksaan protein semikuantitatif 2 kali seminggu (jika sudah trace, diulangi 3 kali berturut-turut). Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit selama perawatan sekali dua minggu. Awasi efek samping obat dan komplikasi yang mungkin terjadi selama pasien dirawat. Bila ditemukan, harus ditanggulangi.

Indikasi pulang: Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik, komplikasi teratasi, dalam keadaan remisi. Selama mendapat steroid kontrol sekali seminggu secara berobat jalan. Setelah steroid dihentikan kontrol sekali sebulan selama 3-5 tahun bebas gejala.

TERIMA KASIH

You might also like