You are on page 1of 4

Obat- obat anti hipertensi Dikenal 5 kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan untuk pengobatan awal

hipertensi 1. Diuretik Diuretik bekerja meningkatkan eksresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Diuretik terbagi menjadi beberapa golongan yaitu: Golongan tiazid Obat golongan ini ekerja menghambat transport bersama Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga sekresi Na+ cl- meningkat. Beberapa obat yang termasuk gologan tiazid antara lain: hidrokloro tiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang mempunyai gugus aryl-sulfonamida. Diuretik kuat Diuretik kuat bekerja pada ansa henle asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat kontrasport Na+, k+,cl- dan menghambat resorbsi air dan elektrolit. Obat yang termasuk diuretik kuat antara lain: furosemid, torasemid, bunetamid dan asam etakrinat. Diuretik hemat kalium Amilorid, tramteren dan spironolakton merupakan diuretik lemah.

Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah hipokalemia. Diuretik hemat kalium dapat menimbulkan

hiperkalemia bila digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal 2. Penyekat reseptor beta adrenergik Mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian -bloker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor 1, antara lain: Penurunan frekuensi detak jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung. Hambatansekresi renin di sel-sel jukstaglomerurer ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin.

Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitifitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin.

Penurunan tekanan darah oleh beta bloker yang diberikan per oral berlangsung lambat. Efek ini mulai terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh penurunan tekanan darah lebih lanjut setelah 2 minggu bila dosisnya tetap. Obat ini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik dan resistensi air dan garam. Penggunaan beta bloker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner, pasien dengan aritmia supraventikel dan ventrikel tanpa kelaian konduksi, pada pasien muda dengan sirkulasi hiperdinamik, pada pasien yang memerlukan anti depresan trisiklik atau anti psikotik. Efektivitas antihipertansi berbagai -bloker tidak berbeda satu sama lain bila diberikan dalam dosis ekuipoten. Ada atau tidaknya kardioselektifitas, aktivitas simpatomimetik intrinsik (ASI) dan aktivitas stabilisasi membran (MSA), menentukan pemilihan obat ini dalam kaitan dengan kondisi patologi pasien. Semua -bloker dikontra indikasikan dengan pada pasien dengan asma broknkial. Bila harus diberikan pada pasien dengan diabetes atau dengan gangguan sirkulasi perifer, maka penghambatan selektif 1 lebih baik dari -bloker non selektif, karena efek hipoglikemia relatif ringan serta tidak menghambat reseptor 2 yang memperantarai vasodilatasi di otot rangka. -bloker dengan dengan ASI kurang efektif untuk PJK dan belum terbukti efektif untuk pasca infark miokard, meskipun kurang menumbulkan efek metabolik. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronik, pemakaian -bloker dapat memperburuk fungsi ginjal karena penurunan aliran darah ginjal. 3. ACE inhibitor ACE-inhibitor menghambat perubahan AI menjadi AII sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga bradikinin dalam darah meningkan dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan

darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan eksresi air dan natrium dan retensi kalium. Pada gagal jantung kongesif efek ini akan sangat mempengaruhi beban jantung dan akan memperbaiki keadaan pasien. Walaupun kadar Angl dan renin meningkat, namun pemberian ACE-inhibitor jangka panjang tidak menimbulkan toleransi dan penghentian obat ini biasanya tidak menimbulkan hipertensi rebound. ACE-inhibitor menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti refleks takikardia. Besarnya penurunan tekanan darah pada pemberian akut sebanding dengan tingginya kadar renin plasma. Namun obat golongan ini tidak hanya efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang tinggi, tetapi juga pada hipertensi dengan renin kadar normal maupun rendah. Hal tersebut karena ACE-inhibitor menghambat degradasi bradikinin yang mempunyai efek vasodilatasi. Selain itu ACE-inhibitor juga diduga berperan menghambat pembentukan angiotensin II secara lokal di endotel pembuluh darah. Pemberian diuretik dan pembatasan asupan garam akan memperkuat efek antihipertensinya. 4. Antagonis reseptor angiotensin II (Angiotensin receptor bloker, ARB) ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi seperti pada hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada pada hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah.pada pasien dengan hipovolemia, dosis ARB perlu diturunkan. Pemberian ARB menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Penghentian mendadak tidak menimbulkan hipertensi reboud. Pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah. 5. Antagonis kalsium Antagonis kalsium menghambat influks pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antaginis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti oleh reflek takikardia dan vasokontriksi, terutama bila menggunakan golongan dihidripiridin kerja pendek (nifedipin). Sedangkan ditiazem dan verapamil tidak menimbulkan takikardia Karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung. Bila refleks takikardia kurang baik seperti pada orang tua, maka pemberian antagonis kalsium dapat menimbulkan hipotensi yang berlebihan.

Antagonis kalsium tidak mempunyai efek samping metabolik, baik terhadap lipid, gula darah, maupun asam urat.

You might also like