You are on page 1of 2

Gedung Tinggi Tak Tertata Warga Kemanggisan Khawatirkan Dampak Buruk Proyek Apartemen

Laju pembangunan gedung tinggi amat pesat di Jakarta. Proyek bangunan jangkung ini bahkan merambah kawasan padat penduduk dengan jalan sempit. Gedung tumbuh acak dan mulai berdampak buruk, khususnya memicu kemacetan lalu lintas baru.

Di sepanjang Jalan Ciledug Raya hingga Jalan Pakubuwono di Jakarta Selatan, Rabu (26/3), pengguna jalan pasti akan melihat beberapa proyek pembangunan kompleks gedung tinggi. Selain pusat perbelanjaan dan hotel di kawasan Cipulir dekat dengan Pasar Cipulir, ada juga proyek hunian berupa apartemen dengan harga jual mulai Rp 400 juta per unit. Tepat di samping Pasar Kebayoran Lama kini tengah ada alat berat yang difungsikan untuk memulai proyek kondotel dan apartemen. Saat melintasi jembatan layang akan tampak kompleks apartemen lebih dari enam menara yang sebagian di antaranya siap huni. Padahal, jalan utama di kawasan itu hanya berupa jalan empat lajur dengan lebar sekitar 12 meter. Saat ini saja nyaris setiap hari kemacetan selalu terjadi di sepanjang Jalan Ciledug Raya. Tidak terbayang ketika semua gedung tinggi tersebut beroperasi dan banyak manusia yang beraktivitas di dalamnya. Sementara sampai sekarang belum ada fasilitas transportasi massal memadai yang melintas di jalan itu.

Warga protes
Pembangunan apartemen di Kemanggisan, Jakarta Barat, dipertanyakan warga di kawasan itu. Udin (45), warga Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, mengatakan, sejak tahun 2000-an puluhan warga menjual rumah mereka ke seorang pengusaha. Tidak ada pemberitahuan dari pihak terkait, seperti pemerintah, bahwa akan ada pembangunan apartemen. Sebab, kami hanya tahu tanah itu dijual, ujar Udin yang rumahnya membelakangi bangunan itu. Marsyad (60), Ketua RT 001 RW 005, Kelurahan Kebon Jeruk, mengungkapkan, beberapa rumah warga di wilayahnya terkena puing pembangunan. Akibatnya, banyak rumah yang atapnya

rusak dan bocor. Karena itu, pada 2010 lalu warga protes meminta pertanggungjawaban pengembang. Pembangunan apartemen juga mengganggu ketersediaan air di rumah warga. Sebelum pembangunan, aliran air tanah di rumah lancar. Namun, sekarang aliran air sedikit, bahkan sering tidak ada air mengalir, ujar Marsyad yang lahir dan besar di daerah itu. Selain itu, kehadiran apartemen juga akan menyebabkan kemacetan di daerah itu. Sebab, di depan apartemen itu lebar jalan hanya 7 meter dan berada di persimpangan jalan yang menghubungkan Kemanggisan dan Kebon Jeruk. Tak jauh dari Kemanggisan, tepatnya di Rawa Belong, dengan kondisi jalan sama, telah berdiri dan beroperasi gedung-gedung tinggi untuk universitas swasta dan hunian vertikal. Ahli tata kota dari Universitas Tarumanagara, Suryono Herlambang, mengatakan, seharusnya ada ketentuan yang mengharuskan pengembang dan pemerintah membangun jalan alternatif serta menambah sarana transportasi publik dan ruang terbuka hijau, termasuk trotoar yang mengiringi perizinan proyek gedung tinggi. Syarat teknis seperti itu seharusnya muncul di Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan DKI Jakarta Sarwo Handayani dan Sekretaris Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Izhar Chaidir yang dimintai konfirmasi tidak bisa memberi keterangan lebih lanjut. Melalui pesan singkat, Sarwo mengatakan dirinya sedang di luar kota. Sementara Izhar masih mengikuti Musyawarah Rencana Pembangunan.
Sumber: Kompas/27 Maret/2014!

You might also like