You are on page 1of 32

LAPORAN AKHIR FARMAKOTERAPI II PRAKTIKUM I FARMAKOTERAPI PENYAKIT SNH DAN HIPERTENSI STAGE II

disusun oleh: Awaliyatun Nikmah (G1F011018) Sintya Utami Heppi Purnomo Ayu Wikha N. Riri Fauziyya Erna Tugiarti B. (G1F011020) (G1F011024) (G1F011026) (G1F011028) (G1F011034) Nurina Khimatus S. (G1F011022)

Garnisha Utamas N. (G1F011030)

Kelas / Kelompok Asisten

: :

B / II KAK AI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2014

PRAKTIKUM I FARMAKOTERAPI PENYAKIT SNH DAN HIPERTENSI STAGE II A. KASUS Profil pasien Nama pasien No. Rekam medik Alamat Umur Jenis kelamin MRS KRS Riwayat MRS

: Ny. Rh : 921045 : Pemalang : 62 tahun : Perempuan : 21Februari 2013 : 25 Februari 2013 : Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kiri 3 hari SMRS, nyeri kepala berputar, riwayat trauma kepala 2 tahun lalu, HT (+) Riwayat penyakit : SNH (stroke non hemoragic), dislipidemia, hiperurisemia, HT II Riwayat obat :Riwayat lifestyle :Alergi :Diagnosa : SNH + HT II Data laboratorium pasien PARAMETER SATUAN 22 Februari Kolesterol Trigliserid HDL LDL Asam Urat Hb Leukosit Ht Eritrosit Mg/dl Mg/dl Mg/dl Mg/dl Mg/dl g/dl /L % 106/ L 223 112 37 163,6 7,5 16,7 21040 51 7,8

B. DASAR TEORI 1. Patofisiologi Berdasarkan patofisiologinya stroke terdiri dari stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik adalah tipe stroke yang paling sering terjadi, hampir 80% dari semua stroke. Disebabkan oleh gumpalan atau sumbatan lain pada arteri yang mengalir ke otak. Pada pasien terdapat kelemahan anggota gerak, dan parese nervus VII dan XII yang mengarah pada stroke non hemoragik. Sehingga diperlukan penaganan segera untuk menghindari komplikasi lebih lanjut(Lloyd-Jones et al, 2009). Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah otak bergantung pada berat ringannya gangguan dan lokasi.Gejala utama stroke non hemoragik ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi waktu istirahat atau bangun tidur dan kesadaran biasanya tidak munurun (Lumbantobing, 2004).Salah satu faktor resiko terjadinya stroke non hemoragik adalah hipertensi (Mardjono, 2006). Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibatgangguan fungsi otak lokal (atau global), dengan gejala-gejala yangberlangsung selama 24 jam atau lebih, atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang selain vaskuler ( Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi, 1999). Sejumlah faktor resiko stroke telah diindentifikasi dan dapat d ikelompokan atas ( Widjaja, 1999): 1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah. Termasuk didalamnya adalah usia, jenis kelamin, keturunan,ras/suku 2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi. Di antaranya hipertensi, penyakit jantung, Diabetes Mellitus, hiperkolesterolemia, penyakit arteri karotis, merokok, konsumsi alkohol yang banyak, dan TIA. 3. Faktor yang dalam taraf penyelidikan epidermiologik. Beberapa di antaranya adalah inaktifitas fisik, obesitas, stress, hiperhomosisteinemi, antibody antifosfolipid dan Lipoprotein Mekanisme terjadi iskemi dapat dibagi atas 3, yaitu trombosis, emboli dan berkurangnya perfusi sitemik.Diantara ketiganya, thrombosis merupakan mekanisme yang mendasari terjadinya stroke iskemik paling sering dijumpai. Menurut konsensus, trombosis adalah obstruksi aliran darah yang diakibatkan oleh proses oklusi pada satu atau lebih pembuluh darah. Proses patologis pada pembuluh darah yang paling sering

terjadi adalah aterosklerosis ( Caplan, 2000).Karena Lipoprotein berperan dalam proses aterosklerosis dan trombosis, maka Lipoprotein berperan sehingga salah satu faktor resiko penyakit jantung koroner dan stroke iskemik (Japimoru, 1999). Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak yang

mengakibatkan perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel sel otak akan mengalami kematian (Goldstein et al., 2006). Peningkatan tekanan darah pada stroke iskemik merupakan respon otak yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan perfusi otak sehingga aliran darah akan

meningkat. Diharapkan dengan respon tersebut kerusakan di area penumbra tidak bertambah berat.Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu cepat pada stroke iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis (Mardjono, 2006). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga tiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Hipertensi padalanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST maupunkombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda. Baik tekanan darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD) meningkat sesuai dengan meningkatnya umur.TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat sampai umur 50-60 tahundan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun.Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya penebalan pembuluh darah dan penurunan kelenturan

(compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur.Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur.Perubahan ini menyebabkan penurunan kerja aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan pcningkatan TDS.Penurunan elastisitas

pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer.Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur.

(JNC7,2004). 2. Guideline terapi

(JNC 7, 2004)

C. PENATALAKSANAAN KASUS DAN PEMBAHASAN (SOAP) 1. SUBJECTIVE Nama pasien : Ny. Rh No. Rekam medik : 921045 Alamat : Pemalang Umur : 62 tahun Jenis kelamin : Perempuan MRS : 21Februari 2013 KRS : 25 Februari 2013 Riwayat MRS : Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kiri 3 hari SMRS, nyeri kepala berputar, riwayat trauma kepala 2 tahun lalu, HT (+) Riwayat penyakit : SNH (stroke non hemoragic), dislipidemia, hiperurisemia, HT II Riwayat obat :Riwayat lifestyle :Alergi :Diagnosa : SNH + HT II 2. OBJECTIVE Parameter penyakit

(Nicoll, 2001) Data Laboratorium PARAMET SATUAN ER Mg/dl Kolesterol

22 Februari 223

NORMAL <200

Keterangan Hiperlipidemia, kolesterol tetap tinggi walau sudah

Trigliserid HDL LDL Asam Urat Hb Leukosit Ht Eritrosit trombosit SGOT SGPT Ureum darah Kreatinin Glukosa sewaktu

Mg/dl Mg/dl Mg/dl Mg/dl g/dl /L % 106/ L /L U/L U/L Mg/dl Mg/dl Mg/dl

112 37 163,6 7,5 16,7 21040 51 7,8 697000 19 32 28,7 1,03 114

<200 >65 <100 1,4-5,8 12- 15,2 3400-10000 35-45 4,2-5,6 150-400000 0-35 7-53 8-20 0,6-1,2 60-110

diberi antidislipidemia normal Turun, indikasi dislipidemia Naik Naik, indikasi gout Naik Naik Naik Naik Naik Normal Normal Naik Normal naik (Nicoll, 2001)

3. ASSESMENT Berdasarkan hasil diagnose, penyakit yang di derita pasien yaitu SNH (stroke non hemoragik) dan hipertensi stage 2. Selain penyakit tersebut, pasien juga memiliki problem medik lain yang harus diterapi yaitu: hiperkolesterol, dislipidemia, dan hiperurisemia. a. Hubungan data klinik pasien dengan diagnosa Untuk menentukan terapi yang dibutuhkan pada pasien HT II, terlebih dahulu diperlukan pengklasifikasian kategori HT yang di derita pasien, sesuai dengan stage HT oleh JNC 7:

(Anonim, 2003)

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pasien pada tanggal 21/2 tekanan darah pasien adalah 160/90. Menurut klasifikasi tekanan darah, pasien menderita hipertensi stage 2 yaitu tekanan darah sistole 160 mmHg dan diastole 100 mmHg.

(Anonim, 2003)

Berdasarkan diagnosa, pasien mengidap stroke non haemorhargik sehingga terapi hipertensi yang digunakan yaitu obat hipertensi dari golongan diuretik dan dikombinasi dari golongan ACEI.

Berdasarkan diagnosa pasien menderita hipertensi stage 2 dan stroke non haemoraghik (compelling indication)sehingga menggunakan terapi obat yang mengatasi compelling indication dan obat antihipertensi kombinasi. b. Hubungan Riwayat MRS dengan Diagnosa Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kiri 3 hari SMRS. Kelemahan anggota gerak kiri merupakan gejala dari serangan stroke.Kelemahan pada anggota gerak terjadi karena adanya gangguan di otak.Saat terjadi stroke, aliran darah ke otak berkurang atau sama sekali tertutup. Sel-sel saraf otak yang tidak mendapat suplai oksigen dan nutrisi akan rusak dan kemudian mati sehingga terjadi kelemahan pada anggota gerak kiri (Hoesodo, 2014). Nyeri kepala berputar

Nyeri kepala berputar merupakan gejala dari hipertensi.Hal ini dikarenakan aliran darah menuju otak tidak lancar. c. Hubungan Data Laboratorium dengan Diagnosa Kolesterol meningkat Berdasarkan data laboratorium diperoleh data adanya kenaikan kolesterol menjadi 223 mg/dL dari kadar normal kolesterol seharusnya <200 mg/dL. Hal ini menandakan bahwa pasien mengalami hiperkolesterol akibat naiknya kadar kolesterol. Tingginya kadar kolesterol dapat memperparah penyakit hipertensi, kolesterol juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke karena aliran darah ke otak yang membawa oksigen dan nutrisi menjadi terganggu. HDL menurun dan LDL meningkat Penurunan kadar HDL (high density lipoprotein menjadi 37 mg/dL dari kadar normal HDL seharusnya lebih dari 65 mg/dL dan peningkatan kadar LDL (low density lipoprotein) menjadi 163,6 mg/dL dari kadar normal LDL seharusnya 100 mg/dL . Hal ini menandakan pasien menderita dislipidemia. Tingginya kadar lemak jahat dapat memperparah penyakit hipertensi, LDL juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke karena aliran darah ke otak yang membawa oksigen dan nutrisi menjadi terganggu. Asam urat meningkat Pada hipertensi yang berhubungan dengan asam urat, penurunan enzim nitrit oksidase di endotel kapiler menyebabkan vasokonstriksi renal yang mengaktifkan sistem renin-angiotensin.Hiperurisemia kronik yang

mensti-mulasi sistem renin-angiotensin dan menghambat pelepasan nitrit oksidase endotel, menyebabkan vasokonstriksi ginjal dan meningkatkan tekanan darah.Pada wanita, hiperurisemia yang terjadi akibat makanan, hipertensi, obesitas, atau preeklampsia dapat beralih ke sirkulasi fetus melalui plasenta dan me-nyebabkan penurunan jumlah nefron dan Intra Uterine Growth Retardation (IUGR). Pada penderita hipertensi, kadar asam urat dapat meningkat akibat penurunan aliran darah ginjal, mikro

vaskular, dan pelepasan laktat. Penurunan aliran darah ginjal mendorong reabsorpsi asam urat; mikrovaskular menyebabkan iskemia jaringan; dan pelepasan laktat yang menahan sekresi asam urat di tubulus

proksimal.Pada iskemia, ATP didegradasi menjadi adenin dan xantin, selanjutnya xantin oksidase meningkatkan pembentukan asam urat (Anonim, 2011). Leukosit meningkat Kadar leukosit meningkat mengindikasikan adanya infeksi, inflamasi, malignan hematologi, leukimia, limfoma (Nicoll et al. 2001). Ureum darah meningkat Ureum darah meningkat mengindikasikan adanya gangguan di

ginjal.Kadar asam urat pasien meningkat dapat menyebabkan penurunan aliran darah ginjal pada pasien hipertensi sehingga mengganggu kerja ginjal (Nicoll et al. 2001). Hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan eritrosit meningkat Hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan eritrosit meningkat

mengindikasikan adanya polisitemia.Polisitemia disebabkan karena pasokan O2 ke dalam sel-sel tubuh berkurang akibat adanya hipertensi sehingga tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel darah merah yang membawa oksigen ke sel-sel dalam tubuh (Nicoll et al., 2001). Problem medik yang perlu diterapi yaitu hiperkolesterol, dislipidemia, dan hiperurisemia. Pengobatan Yang Telah Diterima Pasien Obat Infus Asering Ceftriaxon Rantin Citicolin 250 mg 2x1 2x1 2x1 IVFD Dosis Frekuensi 20 tdm Tanggal 21/2 22/2 23/2 24/2 25/2

Simvastatin Aspilet Alopurinol

10 mg 80 mg 100 mg

0-0-1 2x1 1x1

Assesment Drp Pada Pasien Obat Subjektif Objektif Assessment DRP Obat tanpa indikasi Melihat data subjektif dan objektif pasien, pasien tidak memiliki indikasi untuk memakai infus. Infus ini dapat digunakan setelah penggunaan diuretik

Infus IVFD Asering

diputuskan, berfungsi untuk mengganti cairan yang hilang akibat dari penggunaan diuretik. Ceftriaxon Obat tanpa indikasi Perlu kultur terlebih dahulu antibiotik. untuk memastikan penggunaan yang

Meskipun

ceftriaxon

merupakan golongan sefalosporin turunan ketiga yang dapat menembus saraf, namun untuk penggunaannya harus didahului kultur bakteri. Dosis tidak jelas Tidak ada keterangan dosis Rantin Obat tanpa indikasi Tidak ada keluhan pasien yang menunjukkan adanya gangguan pada lambung pasien. Jika tujuannya adalah untuk menghindari efek samping akibat

penggunaan obat yang banyak oleh pasien, aturan pakai Rantin sebaiknya s.p.r.n (signa pro re nata, yang artinya digunakan jika perlu). Dosis tidak jelas Tidak ada keterangan dosis Citicolin Riwayat trauma HT dengan II Berpotensi DRP Bentuk sediaan tidak disebutkan, sedangkan citicolin tersedia dalam berbagai macam bentuk sediaan (Hexpharm,

kepala 2 tekanan

tahun lalu.

darah

150- 2012).

160 per 8090

Simvastatin -

Kadar Kolesterol 223 mg/dL

Aspilet

Riwayat penyakit SNH

Diagnosa SNH

Alopurinol

Kadar Asam Urat 7,5 mg/ dL Indikasi yang tidak diobati Berdasarkan data yang diperoleh, pasien mengalami

Riwayat penyakit HT II

HT II

komplikasi akibat hipertensi yang dialaminya, yakni komplikasi gangguan saraf. Seharusmya hipertensi diobati dan ditangani karena SNH yang dialami pasien berasal dari hipertensinya, menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak. Penyumbatan bisa dikarenakan kadar kolesterol yang tinggi yang menyumbat

pembuluh darah. Penyumbatan inilah yang menyebabkan adanya resistensi dari pembuluh darah pasien, sehingga tekanan darah

meningkat. Sehingga, bukan saja kolesterolnya yang harus ditangani, tetapi hipertensinya juga ( Nyeri kepala berputar Indikasi yang tidak diobati Dengan sakit kepalanya, pasien menjadi tidak nyaman. Adapun aspilet yang digunakan, dosisnya sebagai antiplatelet, bukan pereda nyeri. Rasa

nyaman harus didapatkan pasien selagi pasien menunggu HT II nya normal kembali.

4. PLAN a. Tujuan Terapi Memelihara agar tekanan darah kurang dari 140/90 Memperbaiki aliran darah de ngan mencegah terjadinya klot kembali. Mengurangi kerusakan neurologis, mengurangi mortalitas dan kecacatan dalam waktu yang lama Mencegah komplikasi dengan cara mencegah terbentuknya trombus karena penggumpalan trombosit darah. Memperbaiki angka kadar kolesterol pasien Memperbaiki angka kadar asam urat pasien Menghilangkan keluhan-keluhan pasien, seperti nyeri kepala b. Pengobatan non-farmakologis Hipertensi Langkah awal pengobatan hipertensi secara non-farmakologis adalah dengan menjalani gaya hidup sehat : 1. Penderita hipertensi yang kelebihan berat badan dianjurkan untuk menurunkan bobotnyasampai batas ideal dengan cara membatasi makan dan mengurangi makanan berlemak. Lemak dapat menyumbat aliran darah sehingga memperparah hipertensi. 2. Mengurangi penggunaan garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium, dan kalium yang cukup). Intake garam natrium akan meningkatkan intake air, sehingga volume darah meningkat dan menyebabkan tekanan darah yang makin naik. 3. Melakukan olahraga yang tidak terlalu berat secara teratur. Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali. 4. Berhenti merokok. Rokok mengandung nikotin yang sifatnya vasokonstriktor bagi pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi meningkat.

5. Pandai menyiasati dan mengelola stres. Pada pasien stress, hormon norepinefrin akan terstimulasi, dan menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah. 6. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan kalium. Kalium merupakan mineral yang baik untuk menurunkan atau mengendalikan tensi. Kalium (atau potasium) membantu menjaga keseimbangan air, tekanan darah, keseimbangan asam-basa, fungsi kontraksi otot, sel saraf, jantung, ginjal, dan kelenjar adrenal. Selain itu, peranan kalium juga sangat penting dalam mengubah gula darah menjadi gula otot (glikogen), yang disimpan dalam otot dan hati. 7. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan magnesium. Jika kadar magnesium dalam sel darah rendah, kadar kalium pun rendah. Magnesium dapat menurunkan tekanan darah sekitar 9 mmHg (Anonim, 2013). c. Pengobatan farmakologis Hipertensi: 1. Infus IVFD Asering Indikasi: Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma. Komposisi: Setiap liter asering mengandung: Na 130 mEq K 4 mEq Cl 109 mEq Ca 3 mEq Asetat (garam) 28 mEq Keunggulan: Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus

Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran Mempunyai efek vasodilator Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral (Anonim, 2008) Alasan penggunaan obat: Infus ini berfungsi sebagai asupan cairan untuk menghindari dehidrasi akibat penggunaan obat diuretik yang diberikan kepada pasien. Infus ini tidak mengandung laktat sehingga aman untuk pasien yang memiliki kadar asam urat yang tinggi. Infus ini juga memiliki keunggulan sebagai efek vasodilator yang dapat membantu melancarkan peredaran darah pada pasien yang menderita hipertensi (Anonim, 2008). 2. Aspilet Aksi : Menghambat sintesis prostaglandin, aktivitas antiinflamasi, dan penghambatan agregasi platelet. Indikasi : Pengobatan nyeri ringan sampai sedang, demam, berbagai kondisi inflamasi, mengurangi risiko kematian, MI pada pasien dengan infark sebelumnya, angina pectoris yang tidak stabil, serangan iskemia transien berulang, stroke pada pria yang memiliki iskemia otak transien yang disebabkan oleh emboli trombosit . Kontraindikasi : hipersensitifitas pada salisilat atau NSAID, hemofili, perdarahan atau status hemoragik. Dosis : Analgesik/antipiretik : DEWASA: PO325-650mgq4jamprn, 500mgq3jamprn, 1000 mgq6jamprn. Arthritisrematikdan KetentuanLain DEWASA: PO3,2-6g /hari dalam dosis terbagi.

Demam rematikakut DEWASA: PO5 sampai 8g/ hari, pada awalnya, sampai 2minggu. Dosis berikutnyadidasarkan padarespon pasien. Seranganiskemiktransiendalam Pria DEWASA: PO1300mg/ haridalam 2 sampai4 dosis. Myocardial InfarctionProfilaksis DEWASA: PO160-325mg/ hari. Interaksi : Alkohol: meningkatkan risiko ulserasi GI dan memperpanjang waktu perdarahan. Antasida, alkalinizers kemih, dan kortikosteroid: Dapat menurunkan kadar aspirin. Antikoagulan oral dan heparin: Dapat meningkatkan risiko perdarahan. Inhibitor karbonat anhidrase (misalnya, acetohexamide), methotrexate, asam valproik: Dapat meningkatkan kadar obat ini. Probenesid, sulfinpyrazone: Dapat mengurangi efek urikosurik. Sulfonilurea, insulin: Aspirin (> 2 g / hari) dapat menurunkan glukosa mempotensiasi. Efek Samping : EENT : Pening ; tinnitus . GI : Mual , dispepsia , mulas , perdarahan . HEMA : Peningkatan kali perdarahan , anemia , konsentrasi besi menurun . LAIN : Reaksi hipersensitivitas mungkin termasuk urtikaria , gatal-gatal , ruam , angioedema dan shock anafilaksis . Kewaspadaan Kehamilan :Kategori D. Laktasi : diekskresikan dalam ASI . Anak-anak: Sindrom Reye telah dikaitkan dengan pemberian aspirin pada anak ( termasuk remaja ) dengan penyakit demam akut . Jangan gunakan tanpa konsultasi dokter .Gangguan GI : Dapat menyebabkan iritasi lambung dan perdarahan . Gangguan hati : Dapat menyebabkan hepatotoksisitas pada pasien dengan gangguan fungsi hati . Hipersensitivitas : Reaksi mungkin termasuk bronkospasme dan urtikaria umum atau angioedema , pasien dengan asma atau polip hidung memiliki risiko terbesar . Gangguan ginjal : Dapat menurunkan fungsi ginjal atau memperburuk penyakit ginjal . Pasien bedah : Aspirin dapat meningkatkan risiko perdarahan pasca operasi . Jika mungkin, hindari penggunaan 1 minggu sebelum operasi .

Administration / Storage : Berikan sesudah makan , dengan makanan atau antasida untuk mengurangi iritasi lambung . Jangan menghancurkan atau mengunyah obat karena merupakan salut enterik atau time- release. Menyimpan pada suhu kamar dalam wadah tertutup rapat. Pastikan bahwa waktu perdarahan dan waktu protrombin telah dievaluasi sebelum memulai dosis besar terapi jangka panjang. Memantau hemoglobin atau tinja secara periodik selama terapi Memantau selama terapi jangka panjang untuk tinnitus , gangguan GI , perdarahan dari gusi , tinja berwarna hitam , atau demam yang berkepanjangan yang berlangsung > 3 hari Jika tanda-tanda perdarahan , kotoran berwarna hitam , atau tinnitus terjadi , menahan pengobatan dan memberitahu dokter Amati untuk ruam , urtikaria , dyspnea , atau reaksi anafilaksis . Jika ini terjadi , beri tahu dokter segera. Pasien/PendidikanKeluarga Anjurkan pasienuntuk meminumobatdengan air. Jelaskan makananatau sesudah

makandandengansegelaspenuh

bahwaantasidaharus

dihindaridalam 1 sampai 2jamsetelah konsumsitablet salutenterik. Beritahu pasienuntukmembuangaspirinyang memilikibauseperti cuka. Anjurkan pasien untuk melaporkanderingditelingaatauperdarahan yang tidak biasa, memar, atau sakitGIpersisten. Beritahu pasienpadadietnatriumdibatasi

untukmembatasipenggunaanpreparataspirineffervescentataubuffer. Perhatianorang tuauntuk menghindari memberikanaspirinkepada anak-

anakatauremajadengangejala seperti fluataucacartanpakonsultasidokterterlebih dahulu. Anjurkan pasienuntuk menghindariasupanminuman

beralkoholataudepresanSSP lainnya. (Tatro, 2013)

Alasan penggunaan obat: Obat ini digunakan karena memiliki mekanisme kerja sebagai antiplatelet yang dapat mengencerkan dan memperlancar peredaran darah sehingga kekentalan darah dapat menurun dan aliran darah pada pasien tetap lancar sehingga dapat menurunkan tekanan darah pasien dan dapat mencegah penggumpalan darah di otak yang dapat memperparah SNH.Obat ini juga diindikasikan untuk serangan iskemia transien berulang, stroke pada pria yang memiliki iskemia otak transien yang disebabkan oleh emboli trombosit (Tatro, 2003). 3. Citicolin Indikasi Gangguan kesadaran yang diikuti kerusakan atau cedera serebral, operasi otak dan infark selebral. Mempercepat rehabilitasi tungkai atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi. Perhatian Pasien dengan kesadaran akut, berat dan progresif. Hemostasis, Tekanan Intra Kanial. Injeksi Intra Vena perlahan-lahan . Jangan diberikan dosis tinggi pada perdarahan intrakranial. Efek samping : Hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia. Dosis

Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak : 1 2 kali sehari 100 500 mg secara intra vena drip atau injeksi.

Gangguan kesadaran karena infark selebral : 1 kali sehari 1000 mg, secara injeksi Intra Vena.

Hemiplegia apopleksi : 1 kali sehari 1000 mg secara oral atau injeksi Intra Vena.

Penyajian : Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak

(Abdullah, 2013). Alasan penggunaan obat: Obat ini diindikasikan untuk gangguan kesadaran yang diikuti kerusakan atau cedera serebral, operasi otak dan infark selebral (Abdullah, 2013).Citicolin bekerja sebagai agen yang memperbaiki kondisi iskemik pada pasien stroke.Mekanisme aksi dari citicolin ini adalah sebagai donor kolin dan penyedia jalur biosintesis intermediet dari fosfolipid dan asetilkolin.Terapi ini terbukti memperbaiki fungsi kognitif dan sistem memori. Obat ini sangat cocok untuk pasien usia lanjut karena terbukti mempunyai toksisitas yang rendah pada pemakaian jangka panjang dan mempunyai efek minimal pada sistem kardiovas (Conant R. dan Alexander G.S., 2004). 4. Simvastatin Aksi : Menghilangkan kolesterol dari darah dan mengurangi produksi kolesterol dengan menghambat enzim yang mengkatalis sintesis kolesterol. Indikasi Mengurangi kolesterol total dan kolesterol LDL meningkat pada pasien dengan hiperkolesterolemia primer ( tipe IIa dan IIb ) ketika respon terhadap diet dan tindakan nonfarmakologis lainnya saja tidak memadai , untuk mengurangi risiko stroke atau transient ischemic attack. Kadar kolesterol tinggi pada pasien dengan hiperkolesterolemia familial heterozigot , familial gabungan hiperlipidemia , dislipidemia diabetik pada pasien diabetes yang tergantung noninsulin , hiperlipidemia sekunder untuk sindrom nefrotik , dan hiperkolesterolemia familial homozigot pada pasien yang memiliki cacat , reseptor LDL . Kontraindikasi Penyakit hati aktif atau peningkatan persisten yang tidak dapat dijelaskan dari nilai fungsi hati, kehamilan, dan menyusui. Dosis DEWASA : PO 5 sampai 40 mg / hari di malam hari. Interaksi

agen antijamur azol (misalnya ketoconazole), siklosporin, antibiotik makrolida (misalnya eritromisin), gemfibrozil, jus jeruk, niacin, verapamil : miopati berat atau rhabdomyolysis mungkin terjadi. Efek Samping SSP : Sakit kepala, asthenia, paresthesia, neuropati perifer. EENT : Disfungsi saraf kranial tertentu (termasuk perubahan rasa, gangguan gerakan ekstraokular, paresis wajah); perkembangan katarak. GI : Mual , muntah, diare , sakit perut , sembelit , perut kembung , dispepsia , pankreatitis. Hati: Hepatitis , sakit kuning , perubahan lemak dalam hati , sirosis , nekrosis hati fulminan , hepatoma , peningkatan transaminase serum. Pernapasan: infeksi saluran pernapasan atas .Kewaspadaan Kehamilan :Kategori X. Disfungsi hati : Gunakan obat dengan hati-hati pada pasien yang mengkonsumsi sejumlah besar alkohol atau yang memiliki riwayat penyakit hati . Ditandai dengan meningkatnya serum transaminase. Gangguan ginjal : dosis tinggi dapat menyebabkan insufisiensi ginjal berat. Efek otot rangka : Rhabdomyolysis dengan disfungsi ginjal sekunder mioglobinuria telah terjadi dalam kelas obat ini. Pertimbangkan miopati pada pasien dengan mialgia difus, nyeri otot, atau kelemahan, atau ditandai elevasi CPK . Administration / Storage Sesuaikan dosis seperti yang ditunjukkan , biasanya pada interval 4 minggu Berikan pada waktu tidur untuk hasil terbaik . Produksi kolesterol hati tertinggi pada malam hari. Simpan pada suhu kamar.

Pasien / Pendidikan Keluarga Perhatian pasien bahwa obat ini tidak harus diambil selama kehamilan atau saat kehamilan adalah mungkin . Menyarankan pasien untuk menggunakan bentuk yang dapat diandalkan kontrol kelahiran saat mengambil obat ini . Pasien Advise untuk mengendalikan berat badan dan untuk mematuhi diresepkan rejimen diet. Beritahu pasien untuk memberitahu dokter atau apoteker menghentikan setiap resep atau akan menggunakan obat OTC . jika akan

perbanyak olahraga dan diet yang mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh. Anjurkan pasien untuk melaporkan gejala berikut dengan dokter : sakit otot yang tidak dapat dijelaskan, disertai demam atau malaise , kulit atau mata menguning .

Beritahu pasien untuk menghindari minuman beralkohol .

Alasan penggunaan obat: Obat ini digunakan untuk mengurangi kadar kolesterol total dan kolesterol LDL yang meningkat pada pasien dengan hiperkolesterolemia primer ( tipe IIa dan IIb ), selain itu, obat ini juga berfungsi untuk mengurangi risiko stroke atau transient ischemic attack (Tatro, 2003). 5. Allopurinol Indikasi Gout dan hiperurisemia Kontra Indikasi Alergi terhadap Alopurinol.Penderita dengan penyakit hati dan "bone marrow suppression". Komposisi Tiap tablet mengandung Alopurinol 100 mg Cara Kerja Obat: Alopurinol adalah obat penyakit priai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat.Dalam tubuh Alopurinol mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alozantin) yang juga bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase.Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi prosuksi asam urat, tanpa mengganggu biosintesa purin. Dosis Dewasa: Dosis awal 100 mg sehari dan ditingkatkan setiap minggu sebesar 100 mg sampai dicapai dosis optimal. Dosis maksimal yang dianjurkan 800 mg sehari.Pasien dengan gangguan ginjal 100 - 200 mg sehari.

Dosis tergantung individu, sebaiknya diminum sesudah makan. Pemeriksaan kadar asam urat a dan fungsi ginjal membantu penetapan dosis efektif minimum, untuk memelihara kadar asam urat serum <= 7 mg/dl pada pria dan <= 6 mg/dl pada wanita. Peringatan dan Perhatian: Hati-hati pemberian pada penderita yang hipersensitif dan wanita hamil.Hindari penggunaan oada penderita dengan gagal ginjal atau penderita dengan hiperurisemia asimptometik.Hentikan pengobatan dengan Alopurinol bila timbul kemerahan kulit atau demam.Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan katarak.Selama pengobatan dianjurkan melakukan pemeriksaan mata secara berkala, hentikan pengobatan jika terjadi kerusakan lensa mata.Penggunaan pada wanita hamil, hanya bila ada pertimbangan manfaat dibandingkan

risikonya.Alopurinol dapat meningkatkan frekuensi serangan artritis gout akut sehingga sebaiknya obat antiinflamasi atau kolkisin diberikan bersama pada awal terapi.Hati-hati bila diberikan bersama dengan vidarabin. Efek Samping: Reaksi hipersensitifitas: ruam mokulopapular didahului pruritus, urtikaria, eksfoliatif dan lesi pupura, dermatitis, nefritis, faskulitis dan sindrome poliartrtis. Demam, eosinofilia, kegagalan hati dan ginjal, mual, muntah, diare, rasa mengantuk, sakit kepala dan rasa logam. Interaksi Obat: Pemberian Alopurinol dengan azatioprin, merkaptopurin atau siklofosfamid, dapat meningkatkan efek toksik dari obat tersebut.Jangan diberikan bersama-sama dengan garam besi dan obat diuretik golongan tiazida.Dengan warfarin dapat menghambat metabolisme obat di hati. Cara Penyimpanan Simpan di tempat sejuk dan kering. (Anonim, 2012) Alasan penggunaan obat: Allopurinol digunakan sebagai yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Selain digunakan untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah

allopurinol juga dapat menurunkan tekanan darah, hal ini berdasarkan hasil penelitian Dr. Daniel I. Feig dkk. dari Department of Pediatrics, Renal Section, Baylor College of Medicine, Houston, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam Journal of American Medical Association dimana dijelaskan bahwa penurunan asam urat disertai dengan penurunan tekanan darah pada pasien dewasa yang menderita hipertensi (Feig, 2008). 6. HCT (Tiazid) Cara Kerja Obat: Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens ansa henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan karena efeknya yang boros kalium. Indikasi: Edema, hipertensi Kontraindikasi: Hipokalemia yang refraktur, hiponatremia, hiperkalsemia, gangguan ginjal dan hati yang berat, hiperurikemia yang simptomatik, penyakit adison. Dosis: Hipertensi: 12,5 25 mg perhari dosis tunggal pada pagi hari Peringatan dan Perhatian: Berkontraindikasi dengan bradycardia, sebelumnya ada tingkatan AV block yang dapat menyebabkan hipokalemia, memperburuk diabetes dan pirai; Mungkin memperburuk SLE (eritema lupus sistemik); Usia lanjut; Kehamilan dan menyusui; Gangguan hati dan ginjal yang berat; Porfiria.

Efek Samping : hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi (reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia,

hiperkalsemia, alkalosis hipokloremanik, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan

peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit, fotosensitivitas, ganggan darah (termasuk neutropenia dan trombositopenia, bila diberikan pada masa kehamilan akhir); pankreatitis, kolestasis intrahepatik dan reaksi hipersensitivitas. (Tatro, 2003). Alasan penggunaan obat: Obat ini merupakan golongan obat diuretik yang paling aman digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, karena menurut JNC 7 diuretik tipe tiazid digunakan sebagai terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien, baik sendiri atau dikombinasi dengan salah satu dari kelas lain (ACEI, ARB, penyekat beta, CCB). Diuretik tipe thiazide sudah menjadi terapi utama antihipertensi pada kebanyakan trial. Pada trial ini, termasuk yang baru diterbitkan Antihypertensive and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT), diuretik tidak tertandingi dalam mencegah komplikasi kardiovaskular akibat hipertensi. Diuretik meningkatkan efikasi antihipertensi dari banyak regimen obat, berguna dalam mengontrol tekanan darah, dan harganya lebih dapat dijangkau dibanding obat antihipertensi lainnya.Diuretic bekerja pada ginjal untuk mengeluarkan kelebihan garam dari darah. Hal ini menaikkan aliran urin dan keinginan untuk urinasi, sehingga menurunkan jumlah air dalam tubuh yang akan membantu menurunkan tekanan darah. 7. Captopril (ACE Inhibitor) Indikasi: Pengobatan hipertensi ringan sampai sedang.Pada hipertensi berat digunakan bila terapi standar tidak efektif atau tidak dapat digunakan. Mekanisme kerja obat: Captopril merupakan penghambat yang kompetitif terhadap enzim pengubah angiotensin-I menjadi angiotensin-II / angiotensin converting enzyme

(ACE).Captopril mencegah terjadinya perubahan dari angiotensin-I menjadi angiotensin II, salah satu senyawa yang dapat menaikkan tekanan darah.Captopril dan metabolitnya diekskresi terutama melalui urin.Eliminasi waktu paruh

Captopril meningkat dengan menurunnya fungsi ginjal dimana kecepatan eliminasi berhubungan dengan bersihan kreatinin. Kontraindikasi: Penderita yang hipersensitif terhadap Captopril atau penghambat ACE lainnya (misalnya pasien mengalami angioedema selama pengobatan dengan penghambat ACE lainnya).Wanita hamil atau yang berpotensi hamil.Wanita menyusui.Gagal ginjal.Stenosis aorta. Dosis: Dosis awal 12,5 mg, 2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan bertahap menjadi maksimum 50 mg , 3 kali sehari.Captopril harus digunakan bersama obat anti hipertensi lain dengan dilakukan penyesuaian dosis. Dosis Captopril jangan melebihi 150 mg sehari. Efek samping: Proteinuria, peningkatan ureum darah dan kreatinin, Idiosinkrasi, rash, terutama pruritus, Neutropenia, anemia, trombositopenia, Hipotensi. Interaksi: Obat-obat imunosupresan dapat menyebabkan diskrasia darah pada pengguna Captopril dengan gagal ginjal. Suplemen potassium atau obat diuretik yang mengandung potassium, dapat terjadi peningkatan yang berarti pada serum potassium. Probenesid, dapat mengurangi bersihan ginjal dari Captopril. Obat antiinflamasi non steroid, dapat mengurangi efektivitas antihipertensi. Obat diuretik meningkatkan efek antihipertensi Captopril. Captopril dilaporkan bekerja sinergis dengan vasodilator perifer seperti minoxidil. (Tatro, 2003). Alasan penggunaan obat: Hasil penelitian dari The Captopril Prevention Project (CAPPP) Randomised Trial menyatakan bahwa captopril efektif digunakan dalam pencegahan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular, namun mungkin kurang efektif dalam pencegahan stroke jika dibandingkan dengan terapi konvensional

menggunakan diuretik, -blocker, atau keduanya (Hansson et al, 1999). Sehingga penggunaan ACEI dalam penanganan stroke iskemik direkomendasikan dalam bentuk kombinasi dengan diuretik untuk memberikan hasil yang optimal dalam pencegahan stroke iskemik ulang (Fagan dan Hess, 2008; Furie et al, 2011).

d. MONITORING Untuk mengukur efektivitas terapi, hal-hal berikut harus di monitor : 1. Tekanan darah Memonitor tekanan darah di klinik tetap merupakan standar untuk pengobatan hipertensi. Respon terhadap tekanan darah harus di evaluasi 2 sampai 4 minggu setelah terapi dimulai atau setelah adanya perubahan terapi Pada kebanyakan pasien target tekanan darah < 140/90 mmHg, dan pada pasien diabetes dan pasien dengan gagal ginjal kronik < 130/80 mmHg. 2. Kerusakan target organ: jantung, ginjal, mata, otak Pasien hipertensi harus di monitor secara berkala untuk melihat tanda-tanda dan gejala adanya penyakit target organ yang berlanjut. Sejarah sakit dada (atau tightness), palpitasi, pusing, dyspnea, orthopnea, sakit kepala, penglihatan tibatiba berubah, lemah sebelah, bicara terbata-bata, dan hilang keseimbangan harus diamati dengan seksama untuk menilai kemungkinan komplikasi kardiovaskular dan serebrovaskular.Ditambah lagi pasien memiliki riwayat penyakit stroke sehingg perlu dilakukan monitoring pada organ-organ tersebut agar stroke pasien tidak bertambah parah. 3. Interaksi obat dan efek samping Untuk melihat toksisitas dari terapi, efek samping dan interaksi obat harus di nilai secara teratur.Efek samping bisanya muncul 2 sampai 4 minggu setelah memulai obat baru atau setelah menaikkan dosis. Kejadian efek samping mungkin memerlukan penurunan dosis atau substitusi dengan obat antihipertensi yang lain. Monitoring yang intensif diperlukan bila terlihat ada interaksi obat; misalnya apabila pasien mendapat diuretik tiazid atau loop dan pasien juga mendapat digoksin; yakinkan pasien juga dapat supplemen kalium atau ada obatobat lain menahan kalium dan yakinkan kadar kalium diperiksa secara berkala.

4. Kepatuhan (adherence) pasien dalam minum obat Diperlukan usaha yang cukup besar untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi obat demi mencapai target tekanan darah yang dinginkan. Paling sedikit 50 % pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminumnya sesuai dengan yang di rekomendasikan. Satu studi menyatakan kalau pasien yang menghentikan terapi antihipertensinya lima kali lebih besar kemungkinan terkena stroke. Apalagi pasien telah menderita stroke sehingga perlu dilakukan monitoring secara ketat terhadap kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat. (tolong Tambahin monitoring yg di ppt ya) e. KIE Tenaga kesehatan Sediaan infus IVFD Asering diberikan kepada pasien dengan kecepatan infus 20 tpm. Sediaan obat yang diberikan secara peroral adalah aspilet, citicolin, simvastatin, allopurinol, tiazid, dan captopril. Perlu dilakukan pengecekan tekanan darah setiap hari. Segera laporkan ke dokter apabila terjadi efek samping dan alergi.

Keluarga pasien Meningkatkan motivasi untuk melaksanakan pola hidup sehat pada pasien. Cara minum obat pasien dan frekuensinya Jadwal jumlah manfaat minum Aspilet Pagi dan malam 1 tablet 80 mg mengencerkan dan memperlancar peredaran darah Diminum setelah makan Dikonsumsi dalam keadaan utuh, jangan dikunyah Obat jangan dikonsumsi apabila berbau seperti cuka. Citicolin Pagi 1 memperbaiki Diminum setelah makan dihancurkan atau Hal yang perlu diperhatikan

Nama obat

dan malam

tablet 250 mg

kondisi iskemik pada pasien stroke mengurangi kadar kolesterol total kolesterol LDL dan

Efek samping dari obat ini adalah insomnia, sakit kepala, diare Batasi konsumsi makanan yang banyak mengandung kolesterol dan lemak.

Simvastatin malam

1 tablet 10 mg

Allopurinol

pagi

1 tablet 100 mg

menurunkan kadar urat asam

Diminum setelah makan Saat mengkonsumsi obat, jangan dilarutkan Hentikan pemakaian apabila

terjadi efek samping, contohnya ruam Obat ini dapat menyebabkan kantuk HCT pagi 1 tablet 25 mg captopril malam 1 tablet 12,5 mg Penurun tekanan darah Penurun tekanan darah Diminum setelah makan Konsumsi cairan 2-3 l / hari Diet rendah garam Diminum 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan Diet rendah garam Obat ini memiliki efek samping batuk

Pasien Meningkatkan motivasi untuk melaksanakan pola hidup sehat pada pasien. Memberikan jadwal minum obat pada pasien seperti yang diberikan pada keluarganya. Jangan mengkonsumsi obat-obat selain yang diresepkan oleh dokter.

Menjaga berat badan tetap ideal. Mengkonsumsi banyak cairan.

D. KESIMPULAN 1. Problem medik pasien sesuai diagnosa adalah SNH dan HT II, sedangkan problem medik diluar diagnosa adalah hiperurisemia danhiperkolesterol. Beberapa DRP yang terjadi diantaranya obat tanpa indikasi pada pemberian obat infus ivfd asering, ceftriaxon, dan rantin, dan indikasi yang tidak diobati pada penyakit hipertensi. 2. Penetalaksanaan terapi yang diberikan adalah aspilet sebagai antiplatelet, citicolin memperbaiki kondisi iskemik pada pasien stroke, simvastatin untuk mengurangi kadar kolesterol total dan kadar LDL, Alopurinol untuk menurunkan kadar asam urat, HCT dan captopril untuk menurunkan tekanan darah pasien.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure(JNC 7).JAMA. Anonin, 2013, Penanganan Hipertensi, http://www.purtierplacenta.com/penanganan-hipertensi/, diakses pada 21 Maret 2014. Anonim, 2011, Hubungan Hiperurisemia dan Hipertensi, Available at:

http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2011/edisi-no-01-vol-xxxvii-2011/271editorial/492-asam-urat-faktor-pencegah-atau-faktor-prognosis-penyakit-kardiovaskulardan-penyakit-ginjal, Accessed : March 21, 2014. Hoesodo, A., 2014, Apa itu Stroke? , Available at :www.sumbersehatwaras.com, Accessed: March 21, 2014. Nicoll et al., 2001, Pocket Guide to Diagnostic Test, Third Edition, Mc Graw Hill Company, United States America. Caplan, L.R. 2000. Caplans Stroke : A Clinical Approach. Boston : Butterworth Heinemann. Goldstein,L.B., Adams,R.,Alberts,M.J., Appel,L.J., et al. 2006. Primary Prevention of Ischemic Stroke: A Guideline From the American Heart Association/American Stroke Association Stroke Counsil. Stroke.37:1583-1633. Japimoru,J. 1999. Parameter Risiko Trombosis Pada Penyakit Kardio dan Serebrovascular. Forum Diagnosticum ; 4 : 1-15. Kelompok Studi Serebrovasculat & Neurogeriatri Perdossi, 1999, Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia. Jakarta.

Lloyd-Jones D., Adams R., Carnethon M., Simone G., Ferguson B., Flegal K. 2009. Heart Disease and Stroke Statistics-2009 Update : A Report From the American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation. 119:e21-e181 Lumbantobing, 2004, Gangguan tidur, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta Mardjono, Mahar. 2006. Mekanisme gangguan vascular susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar edisi kesebelas. Dian Rakyat. 270-93 Wijaya, A. 1999.Gangguan Metabolisme Lemak & Penyakit Jantung Koroner.Diagnosis, Pencegahan, Penanggulangan.Program Pustaka Prodia Seri Lipid 01. Anonim, 2012, Allopurinol, http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a682673.html, diakses tanggal 20 maret 2014.

You might also like