You are on page 1of 8

PENJELASAN TEORI INTERAKSI SIMBOLIK Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi, serta

inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu (Soeprapto. 2007). Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008: 96), interaksi simbolik pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia membentuk perilaku manusia. Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas (1970) dalam Ardianto (2007: 136), Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi. Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara lain: (1) Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain, (2) Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya, dan (3) Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya. Mind, Self and Society merupakan karya George Harbert Mead yang paling terkenal (Mead. 1934 dalam West-Turner. 2008: 96), dimana dalam buku tersebut memfokuskan pada tiga tema konsep dan asumsi yang dibutuhkan untuk menyusun diskusi mengenai teori interaksi simbolik. Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain: 1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia, 2. Pentingnya konsep mengenai diri, 3. Hubungan antara individu dengan masyarakat. Tema pertama pada interaksi simbok berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama. Hal ini sesuai

dengan tiga dari tujuh asumsi karya Herbert Blumer (1969) dalam West-Turner (2008: 99) dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut: 1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka, 2. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, 3. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif. Tema kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya Konsep diri atau Self-Concept. Dimana, pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema ini memiliki dua asumsi tambahan, menurut LaRossan & Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008: 101), antara lain: 1. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain, 2. Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku. Tema terakhir pada interaksi simbolik berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah: 1. Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, 2. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial. Rangkuman dari hal-hal yang telah dibahas sebelumnya mengenai tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang berkaitan dengan interaksi simbolik, dan tujuh asumsi-asumsi karya Herbert Blumer (1969) adalah sebagai berikut: Tiga tema konsep pemikiran Mead Pentingnya makna bagi perilaku manusia, Pentingnya konsep diri, Hubungan antara individu dengan masyarakat. Tujuh asumsi karya Herbert Blumer Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi melalui sebuah proses interpretif,

Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain, Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku, Orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial. D. IMPLIKASI DALAM ILMU/TEORI DAN METODOLOGI Implikasi dari teori interaksi simbolik dapat dijelaskan dari beberapa teori atau ilmu dan metodologi berikut ini, antara lain: Teori sosiologikal modern (Modern Sociological Theory) menurut Francis Abraham (1982) dalam Soeprapto (2007), dimana teori ini menjabarkan interaksi simbolik sebagai perspektif yang bersifat sosial-psikologis. Teori sosiologikal modern menekankan pada struktur sosial, bentuk konkret dari perilaku individu, bersifat dugaan, pembentukan sifat-sifat batin, dan menekankan pada interaksi simbolik yang memfokuskan diri pada hakekat interaksi. Teori sosiologikal modern juga mengamati polapola yang dinamis dari suatu tindakan yang dilakukan oleh hubungan sosial, dan menjadikan interaksi itu sebagai unit utama analisis, serta meletakkan sikap-sikap dari individu yang diamati sebagai latar belakang analisis. Perspektif interaksional (Interactionist perspective) merupakan salah satu implikasi lain dari interaksi simbolik, dimana dalam mempelajari interaksi sosial yang ada perlu digunakan pendekatan tertentu, yang lebih kita kenal sebagai perspektif interaksional (Hendariningrum. 2009). Perspektif ini menekankan pada pendekatan untuk mempelajari lebih jauh dari interaksi sosial masyarakat, dan mengacu dari penggunaan simbol-simbol yang pada akhirnya akan dimaknai secara kesepakan bersama oleh masyarakat dalam interaksi sosial mereka. Konsep definisi situasi (the definition of the situation) merupakan implikasi dari konsep interaksi simbolik mengenai interaksi sosial yang dikemukakan oleh William Isac Thomas (1968) dalam Hendariningrum (2009). Konsep definisi situasi merupakan perbaikan dari pandangan yang mengatakan bahwa interaksi manusia merupakan pemberian tanggapan (response) terhadap rangsangan (stimulus) secara langsung. Konsep definisi situasi mengganggap bahwa setiap individu dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan dari luar, maka perilaku dari individu tersebut didahului dari suatu tahap pertimbangan-pertimbangan tertentu, dimana rangsangan dari luar tidak langsung ditelan mentahmentah, tetapi perlu dilakukan proses selektif atau proses penafsiran situasi yang pada akhirnya individu tersebut akan memberi makna terhadap rangsangan yang diterimanya. Konstruksi sosial (Social construction) merupakan implikasi berikutnya dari interaksi simbolik yang merupakan buah karya Alfred Schutz, Peter Berger, dan Thomas Luckmann, dimana konstruksi sosial melihat individu yang melakukan proses komunikasi untuk menafsirkan peristiwa dan membagi penafsiran-penafsiran tersebut dengan orang lain, dan realitas dibangun secara sosial melalui komunikasi (LittleJohn. 2005: 308).

Teori peran (Role Theory) merupakan implikasi selanjutnya dari interaksi simbolik menurut pandangan Mead (West-Turner 2008: 105). dimana, salah satu aktivitas paling penting yang dilakukan manusia setelah proses pemikiran (thought) adalah pengambilan peran (role taking). Teori peran menekankan pada kemampuan individu secara simbolik dalam menempatkan diri diantara individu lainnya ditengah interaksi sosial masyarakat. Teori diri (Self theory) dalam sudut pandang konsep diri, merupakan bentuk kepedulian dari Ron Harr, dimana diri dikonstruksikan oleh sebuah teori pribadi (diri). Artinya, individu dalam belajar untuk memahami diri dengan menggunakan sebuah teori yang mendefinisikannya, sehingga pemikiran seseorang tentang diri sebagai person merupakan sebuah konsep yang diturunkan dari gagasan-gagasan tentang personhood yang diungkapkan melalui proses komunikasi (LittleJohn. 2005: 311). Teori dramatisme (Dramatism theory) merupakan implikasi yang terakhir yang akan dipaparkan oleh penulis, dimana teori dramatisme ini merupakan teori komunikasi yang dipengaruhi oleh interaksi simbolik, dan tokoh yang menggemukakan teori ini adalah Kenneth Burke (1968). Teori ini memfokuskan pada diri dalam suatu peristiwa yang ada dengan menggunakan simbol komunikasi. Dramatisme memandang manusia sebagai tokoh yang sedang memainkan peran mereka, dan proses komunikasi atau penggunaan pesan dianggap sebagai perilaku yang pada akhirnya membentuk cerita tertentu (Ardianto. 2007: 148). TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK Teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the self) dan dunia luarnya. Di sini Cooley menyebutnya sebagai looking glass self. Artinya setiap hubungan sosial di mana seseorang itu terlibat merupakan satu cerminan diri yang disatukan dalam identitas orang itu sendiri. Jadi maksudnya kita bisa melihat atau mengoreksi diri kita dengan melalui orang lain. Esensi dari teori ini adalah simbol dan makna. Makna adalah hasil dari interaksi sosial. Ketika kita berinteraksi dengan orang lain, ita berusaha mencari makna yang cocok dengan orang tersebut. Kita juga berusaha mengintepretasikan maksud seseorang melalui simbolisasi yang dibangun. Seperti namanya, teori ini berhubungan dengan media simbol dimana interaksi terjadi. Tingkat kenyataan sosial sosial yang utama yang menjadi pusat perhatian interaksionisme simbolik adalah pada tingkat mikro, termasuk kesadaran subyektif dan dinamika interaksi antar pribadi. Teori interaksionisme simbolik memberikan gambaran mengenai hakikat kenyataan sosial yang berbeda secara kontras yang terdapat dalam interaksionisme simbolik. Bagi interaksionisme simbolik, organisasi sosial tidak menentukan pola-pola interaksi. Organsisasi muncul dari proses interaksi. Akar dari teori interaksionisme simbolik yang merupakan yang terpenting dalam karya Mead adalah pragmatisme dan behaviorisme. Pragmatisme adalah pemikiran filsafat yang meliputi banyak hal. Ada beberapa aspek pragmatisme yang mempengaruhi orientasi sosiologis. Namun diantara empat aspek itu ada tiga yang penting bagi interaksionisme simbolik. Pertama, adalah memusatkan perhatian pada interaksi antara aktor dan dunia nyata. Kedua, memandang baik aktor maupun dunia nyata sebagai

proses dinam.is dan bukan sebagai struktur statis. Ketiga, arti penting yang dihubungkan kepada kemampuan aktor untuk menafsirkan kehidupan sosial. Sementara behaviorisme berpendapat bahwa manusia harus dipahami berdasarkan apa yang harus dilakukan. Pemikiran terpenting dalam interaksionisme simbolik adalah pemikiran George H. Mead. Menurut Mead dari dunia sosial itulah muncul kesadaran, pikiran, diri, dan seterusnya atau yang terkenal dalam buku Mead yaitu Mind, Self, and Society. Menurut Mead dalam tindakan sosial ada empat tahapan yang saling berhubungan. Yaitu impuls, persepsi, manipulasi, dan konsumiasi. Mead juga mengatakan bahwa dalam tindakan sosial ada mekanisme dasarnya yaitu sikap isyarat. Sikap isyarat ini bisa berupa isyarat signifikan dan isyarat nonsignifikan. Isyarat sisgnifikan ini berupa bahasa yang merupakan fakttor penting dalam pekembangan khusus kehidupan manusia. Bahasa ini menjadi simbol sisgnifikan yang membedakan manusia dengan binatang. Binatang bisa membuat isyarat suara tapi isyarat suara itu tak sisgnifikan bagi binatang lain. Hanya manusia yang bisa membuat simbol signifikan yang disebut bahasa. Bahasa ini punya fungsi menggerakkan tanggapan yang sama di pihak individu yang berbicara dan juga di pihak lannya. Isyarat signifikan ini merupakan isyarat yang jauh lebih efektif dan memadai untuk saling menyesuaikan diri dalam tindakan sosial menurut Mead daripada isyarat nonsignifikan. Yang paling penting dari teori Mead ini adalah fungsi lain simbol signifikan, yakni memungkinkan proses mental,berpikir. Simbol sisgnifikan ini juga berarti interaksi simbolik. Artinya orang dapat saling berinteraksi tidak hanya melalui isyarat tapi juga melalui simbol sisgnifikan. Bahkan interaksi dengan melalui simbol yang signifikan berupa bahasa, kita akan lebih mudah untuk saling memahami makna yang ingin disampaikan. Dengan begitu interaksi akan berlangsung jauh lebih efektif daripada hanya menggunakan isyarat atau simbol yang tak signifikan saja. Menurut Mead pikiran dalam diri manusia adalah terletak pada proses sosial. Pikiran merupakan bagian integral dari proses sosial dan proses sosial ini hadir lebih dulu dari pikiran. Pendapat Mead ini ada benarnya. Jika yang muncul lebih dulu adalah pikiran, maka manusia tidak akan tahu tentang apa yang harus dilakukannya dengan pikiran yang dimiliki karena tidak adanya suatu proses sosial dalam kehidupannya. Proses sosial yang muncul lebih dulu akan menuntun atau memberikan arah kemana pikiran itu. Dalam konsep pikiran ini juga melibatkan konsep diri. Diri adalah kemampuan khusus untuk menjadi subjek dan objek. Diri muncul melalui aktivitas dan antara hubungan sosial. Menurut Mead diri baru muncul saat pikiran itu berkembang. Mustahil untuk memisahkan keduanya karena diri adalah proses mental. Diri juga berarti kemampuan untuk menempatkan diri secara tak sadar pada tempat orang lain dan bertindak seperti yang mereka lakukan. Sehingga orang dapat memeriksa diri sendiri sebagaimana orang lain memeriksa diri mereka sendiri. Mead merunut asal-usul diri melalui dua tahap dalam perkembangan anak-anak. Pertama adalah tahap bermain (playing). Pada tahap ini anak-anak mengambil sikap orang lain yang berada diluar permainannya untuk dijadikan sikapnya sendiri. Tapi mereka tidak paham mengenai pengertian yang lebih umum dan terorganisir mengenani diri mereka sendiri. Kedua adalah tahap permainan. Dalam tahap permainan anak-anak mengambil peran orang lain yang masih terlibat dalam permainan sehingga kepribadian tertentu mulai muncul dan mereka mulai mampu menentukan apa yang akan mereka kerjakan dalam suatu kelompok khusus. Dalam tahap permainan ada konsep pemikiran dari Mead yang terkenal disebut dengan generalized other. Artinya adalah sikap seluruh anggota komunitas.

Generalized other ini mencerminkan kecenderunagn Mead memprioritaskan kehidupan sosial, karena melalui generalisasi orang lainlah kelompok mempengaruhi perilaku individu. Diri menurut Mead juga terdiri dari dua tahap, yakni I dan me. I adalah aspek kreatif dan takdapat diprediksi dari diri, dan me adalah sekumpulan sikap terorganisir orang lain yang diambil oleh aktor. Menurut pandangan pragmatis I memungkinkan individu hidup nyaman dalam kehidupan sosial sedangkan me memungkinkan terjadinya perubahan masyarakat. Suatu analisa yang lebih terperinci mengenai konsep diri diberikan dalam model McCall dan Simmons mengenai identitas peran. Identitas-peran terdiri dari gambaran diri yang bersifat ideal yang dimiliki oleh individu sebagai orang yang menduduki berbagai posisi sosial. Identitas-peran ini diungkapkan secara terbuka dalam pelaksanaan peran, dan tingkat dukungan sosial yang diterima orang lain akan membantu menentukan pentingnya suatu identitas-peran tertentu dalam konsep diri seseorang secara keseluruhan. Erving Goffman merupakan salah satu tokoh terkenal dalam teori sosiologi. Karya terpentingnya dalam interaksionisme simbolik adalah Presentation of Self in Everyday Life. Ia terkenal dengan konsep dramaturgi atau pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serentetan pertunjukkan drama di atas pentas yang di dalamnya ada yang disebut frontstage (panggung depan) dan backstage (panggung belakang). Juga ada bidang ketiga yaitu bidang residual, yang tak termasuk panggung depan dan belakang. Tujuan Goffman yang utama adalah untuk menunjukkan pentingnya proses-proses di mana individu berusaha untuk mementaskan suatu definisi sistuasi tertentu, dengan tekanan khusus yang diberikan kepada usaha untuk memperoleh dukungan sosial bagi konsep-dirinya, yang di proyeksikan si individu itu dalam interaksinya dengan orang lain. Menurut Goffman, diri bukanlah milik aktor tetapi lebih sebagai hasil interaksi dramatis antara aktor dan audien. Dramaturgi Goffman memperhatikan proses yang dapat mencegah gangguan atas penampilan diri. Saat berinteraksi, aktor ingin menampilkan perasaan diri yang dapat diterima oleh orang lain. Tetapi aktor menyadari bahwa audien dapat menggangu penampilannya, maka dari itu aktor berusaha menyesuaikan diri dengan pengendalian audien, Kunci pemikiran Goffman adalah bahwa jarak peran adalah fungsi status sosial seseorang. Orang yang berstatus sosial tinggi lebih sering menunjukkan jarak sosial karena alasan yang berbeda dengan orang yang berada pada posisi status lebih rendah. Tokoh lainnya dalam interaksionisme simbolik adalah William I. Thomas. Ia memberi sumbangan penting bagi perkembangan teori ini berhubungan dengan definisi situasi seseorang atau yang lebih dikenal dengan Theorem Thomas, yakni Kalau orang mendefinisikan situasi sebagai riil, maka akan riil pula dalam konsekuensinya. Misalnya saja jika seorang perempuan didefinisikan oleh orang lain sebagai wanita nakal karena sering pulang malam, maka tidak ada pilihan selain perempuan tersebut akan berlaku sesuai dengan yang dicapkan oleh orang lain. Padahal perempuan tersebut juga belum terbukti sebagai wanita nakal. Namun, tidak sepenuhnya benar dengan teori yang dikemukakan Thomas. Semua itu tergantung

bagaimana sikap individu menanggapi definisi negatif yang diberikan orang lain tersebut. Ada individu yang menanggapinya dengan berusaha mengubah sikap dan memberi penjelasan pada orang-orang tersebut tentang apa yang sebenarnya. Jadi, semua kembali pada individunya masing-masing. Mungkin kontribusi terbesar Mead terhadap bagaimana kita memahami cara kita berpikir adalah konsepsi Mead tentang seni berperan (take the role of the other). Setelah kita paham tentang konsep meaning, language, dan thought saling terkait, maka kita dapat memahami konsep Mead tentang diri (self). Konsep diri menurut Mead sebenarnya kita melihat diri kita lebih kepada bagaimana orang lain melihat diri kita. Kaum interaksionisme simbolik melihat gambaran mental ini sebagai the looking-glass self dan bahwa hal tersebut dikonstruksikan secara sosial. Dalam konsepsi interaksionisme simbolik dikatakan bahwa kita cenderung menafsirkan diri kita lebih kepada bagaimana orang-orang melihat atau menafsirkan diri kita. Kita cenderung untuk menunggu, untuk melihat bagaimana orang lain akan memaknai diri kita, bagaimana ekspektasi orang terhadap diri kita. Oleh karenanya konsep diri kita terutama kita bentuk sebagai upaya pemenuhan terhadap harapan atau tafsiran orang lain tersebut kepada diri kita. Kita acap kali mencoba memposisikan diri ke dalam orang lain, dan mencoba melihat bagaimanakah perspektif orang tersebut ketika memandang diri kita. Kita semacam meminjam kaca mata orang lain tersebut untuk dan dalam melihat diri kita. Konsep diri adalah fungsi secara bahasa. Tanpa pembicaraan maka tidak akan ada konsep diri. Nah, konsep diri ini sendiri pada nantinya terbentuk atau dikonstruksikan melalui konsep pembicaraan itu sendiri, melalui bahasa. b.Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer Blumer mengutarakan tentang tiga prinsip utama interaksionisme simbolik, yaitu tentang pemaknaan (meaning), bahasa (language), dan pikiran (thought). Premis ini nantinya mengantarkan kepada konsep diri seseorang dan sosialisasinya kepada komunitas yang lebih besar, masyarakat. Blumer mengajukan, bahwa manusia bertindak atau bersikap terhadap manusia yang lainnya pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang mereka kenakan kepada pihak lain tersebut. Sebagai contoh, dalam film Kabayan, tokoh Kabayan sebenarnya akan memiliki makna yang berbeda-beda berpulang kepada siapa atau bagaimana memandang tokoh tersebut. Ketika Kabayan pergi ke kota besar, maka masyakat kota besar tersebut mungkin akan memaknai Kabayan sebagai orang kampung, yang kesannya adalah norak, kampungan. Nah, interaksi antara orang kota dengan Kabayan dilandasi pikiran seperti ini. Padahal jika di desa tempat dia tinggal, masyarakat di sana memperlakukan Kabayan dengan cara yang berbeda, dengan perlakuan lebih yang ramah. Interaksi ini dilandasi pemikiran bahwa Kabayan bukanlah sosok orang kampung yang norak. Pemaknaan tentang apa yang nyata bagi kita pada hakikatnya berasal dari apa yang kita yakini sebagai kenyataan itu sendiri. Karena kita yakin bahwa hal tersebut nyata, maka kita mempercayainya sebagai kenyataan.

Dalam contoh, ketika kita memaknai Karin sebagai orang yang kampungan, maka kita menganggap pada kenyataannya Karin memang adalah orang yang kampungan. Begitu pula sebaliknya. Pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang dipertukarkan di antara mereka. Makna bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau suatu objek secara alamiah. Makna tidak bisa muncul dari sananya. Makna berasal dari hasil proses negosiasi melalui penggunaan bahasa dalam perspektif interaksionisme simbolik. Dalam hal ini, Blumer menegaskan tentang pentingnya penamaan dalam proses pemaknaan. Sementara itu Mead juga meyakini bahwa penamaan simbolik ini adalah dasar bagi masyarakat manusiawi. Interaksionisme simbolik menggambarkan proses berpikir sebagai perbincangan dengan diri sendiri. Proses berpikir ini sendiri bersifat refleksif. Nah, masalahnya menurut Mead adalah sebelum manusia bisa berpikir, kita butuh bahasa. Kita perlu untuk dapat berkomunikasi secara simbolik. Bahasa pada dasarnya ibarat software yang dapat menggerakkan pikiran kita. Cara bagaimana manusia berpikir, banyak ditentukan oleh bahasa. Bahasa sebenarnya bukan sekedar alat pertukaran pesan semata, tapi melihat posisi bahasa lebih sebagai seperangkat ide yang dipertukarkan kepada pihak lain secara simbolik. Jadi, pada dasarnya Teori Interasionisme Simbolik adalah sebuah teori yang mempunyai inti bahwa manusia bertindak berdasarkan atas makna, dimana makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain, serta makna itu terus berkembang dan disempurnakan pada saat interaksi itu berlangsung.

You might also like