You are on page 1of 2

BAB I PENDAHULUAN

Plasenta adalah suatu organ fetal-maternal yang dimulai dari perkembangan implantasi blastokist dan berakhir dengan kelahiran bayi. Plasenta dibutuhkan oleh bayi selain untuk bahan nutrisi, juga sebagai organ dalam proses perkembangan bayi intrauterin. Abnormalitas plasenta dapat bervariasi misalnya dari segi anatomikal meliputi derajat implantasi plasenta, struktur plasenta, dan lain-lain. Pada kondisi normal, plasenta terlepas secara spontan dari tempat implantasinya dalam waktu beberapa menit setelah janin lahir. Walaupun sangat jarang, plasenta dapat melekat erat ketempat implantasi. Pada Plasenta yang melekat pada endometrium dengan sedikit atau tanpa desidua, tidak terdapat garis pemisah fisiologis melalui lapisan spongiosa desidua. Akibatnya, satu atau dua kotiledon melekat erat bahkan sampai ke lapisan miometrium. Apabila plasenta tertanam kuat kondisinya disebut plasenta akreta (Cunningham, FG et all, 2005) Angka kejadian plasenta akreta meningkat 10 kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Frekuesinya mencapai 1 dalam 2500 kelahiran. Kelainan ini menjadikan perlu lebih diperhatikannya mengenai kelainan implantasi plasenta. Plasenta akreta merupakan suatu bentuk perlengketan plasenta yang menginvasi miometrium. Kondisi ini sangat berhubungan erat dengan implantasi plasenta pada segmen bawah rahim. Prevalensi plasenta akreta terjadi pada 15% kasus pasien dengan plasenta previa.(Walling, 2010) Tindakan operatif pada endometrium menjadi faktor yang paling mempengaruhi kejadian timbulnya plasenta previa dan plasenta akreta. Plasenta akreta merupakan penyebab utama dilakukan tindakan seperti ini,

histerektomi emergensi postpartum. Dengan alasan tersebut, keadaan ini merupakan masalah obstetrik yang patut diperhatikan (Armstrong, 2004)
1

Penanganan

klasik

terhadap

kasus

plasenta

akreta

yang

terdiagnosa pada saat persalinan yakni dengan melakukan tindakan operatif histerektomi peripartum demi menyelamatkan ibu jika terdapat perdarahan postpartum yang massif. tindakan ini berkaitan erat dengan angka mortalitas sebanyak 7,4%, indikasi transfusi darah pada 90% kasus, insidensi infeksi postoperative mencapai 28%, dan trauma ureter dan pembentukan fistula sebanyak 5%. Jika kita dapat mendiagnosa adanya plasenta akreta pada saat prenatal, alternatif penatalaksanaan secara konservatif dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian risiko seperti telah disebutkan diatas terlebih pada pasien yang masih ingin memiliki keturunan( Armstrong, 2004, Lee Parritz, 2002) Dalam referat ini penulis mencoba mengemukakan gambaran umum mengenai plasenta akreta, diagnosa, penatalaksanaan secara konservatif dan ekstirpatif termasuk komplikasi yang dapat ditimbulkan sehingga diperoleh pemahaman demi penatalaksanaan yang lebih baik.

You might also like