You are on page 1of 16

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA LAPORAN PENDAHULUAN I. II.

Kasus(masalah utama) Kehilangan dan Berduka Proses terjadinya masalah a. Definisi Kehilangan dan Berduka Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Iyus, 2007). Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert, 1985). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya ada (Stuart & Sundeen, 2006). Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya. Teori Berduka Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.

Teori Engels Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplikasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal. Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan. Fase II (berkembangnya kesadaran) Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. Fase III (restitusi) Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang. Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum. Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang. Teori Kubler-Ross Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut: - Penyangkalan (Denial) - Kemarahan (Anger) - Penawaran (Bargaining) - Depresi (Depression) - Penerimaan (Acceptance) Teori Martocchio Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun. Teori Rando Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori, yaitu: - Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya. - Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut. - Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka. b. Type Kehilangan Actual Loss

Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga. Perceived Loss (Psikologis) Kehilangan sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak dapat dirasakan / dilihat oleh orang lain. Contoh: Kehilangan masa remaja, lingkungan yang berharga. Anticipatory Loss Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal c. Tahapan Kehilangan Menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan: Denial ( Mengingkari ) Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi, itu tidak mungkin. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Anger ( Marah )

Tidak jarang seseorang menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat yang tidak kompeten.

Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

Bergaining (Tawar menawar) Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai kalau yang sakit bukan anak saya. Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat surat warisan, mengunjungi keluarga dsb. Depression (bersedih yang mendalam) Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bisa ditolak. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun. Acceptance (menerima) Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan tenang, serta menyiapkan dirinya menerima kematian. Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang klien ingin ditemani keluarga / perawat. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga atau Sekarang saya telah siap untuk pergi dengan setelah saya tahu semuanya baik. tenang

d. Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Kehilangan - Arti dari kehilangan - Sosial budaya - kepercayaan / spiritual - Peran seks - Status social ekonomi - kondisi fisik dan psikologi individu e. Penyebab Menurut Potter & Perry (2005), terdapat 5 kategori kehilangan berdasarkan penyebabnya, yaitu : Kehilangan seseorang yang dicintai Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tipe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self) Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, fungsi tubuh. Kehilangan objek eksternal Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersamasama, perhiasan, uang, atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu

periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah ke kota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru. Kehilangan kehidupan/meninggal Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian. Tipe kehilangan dibagi menjadi 2 tipe, yaitu: Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti/dicintai. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya : seseorang yang berhenti bekerja/PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun f. Tanda dan gejala Ungkapan kehilangan Menangis Gangguan tidur Kehilangan nafsu makan Susah konsentrasi Karakteristik berduka yang berkepanjangan, antara lain : Waktu mengingkari kenyataan kematian yang lama Depresi Adanya gejala fisik yang berat Keinginan untuk bunuh diri

Selain tanda dan gejala ini, masih dapat dilihat tanda dan gejala lain yang menyertai klien sesuai fase atau tahapan yang dialami berdasarkan tahapan berduka menurut Elizabeth Kubler-Rose (1969).

(Sheila l. Videbeck, 2011) g. Mekanisme Koping Kehilangan dan berduka menimbulkan dua jenis mekanisme koping sebagai berikut; Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistic tuntutan situasi stress, misalnya perilaku menyerang untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan. Menarik diri untuk memindahkan dari sumber stress. Kompromi untuk mengganti tujuan atau mengorbankan kebutuhan personal.

Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi kehilangan dan berduka sedang, tetapi berlangsung tidak sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas dan bersifat maladaptif.

Proses Kehilangan dan Berduka Stressor internal / eksternal

Gangguan dan kehilangan

Individu berpikir positif

Individu berpikir negatif

Kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan

Tidak berdaya

Marah dan berlaku agresif Mampu beradaptasi dan merasa nyaman Diekspresikan ke luar diri (diungkapkan)

Diekspresikan ke dalam diri


(tidak diungkapkan) Muncul gejala sakit fisik

Perbaikan dalam diri

Perilaku destruktif Perasaan bersalah

Ketidakberdayaan

Berduka

III.

A. Pohon masalah Berduka Disfungsional

Respon kehilangan

Kehilangan
orang yang dicintai

Kehilangan yang
ada pada diri sendiri

Kehilangan
obyek eksternal

Kehilangan
lingkungan

Kehilangan
kehidupan

b. Data yang perlu dikaji - Kondisi klien - Penyebab kehilangan dan berduka - Faktor yang menyebabkan klien mengalami berduka disfungsional - Mekanisme koping terhadap masalah IV. V. No Diagnosa Keperawatan Berduka Disfungsional Rencana tindakan keperawatan Strategi Pelaksanaan Berduka Disfungsional Kemampuan Tgl Tgl Tgl Tgl

A
1 2 3 4

Pasien
Mengenali peristiwa kehilangan yang dialami klien Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan dirinya Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya Memanfaatkan faktor pendukung

B
1 2 3 4

Keluarga
Mengenal masalah kehilangan dan berduka Memahami cara merawat klien berduka berkepanjangan Mempraktikkan cara merawat klien berduka disfungsional Memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat

DAFTAR PUSTAKA Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG. Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperewatan Kesehatan Jiwa.Jakarta : EGC. Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian

dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.


Videbeck, Sheila l. 2011. Psychiatric-mental health nursing. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA LAPORAN PENDAHULUAN STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE..................

A.

PROSES KEPERAWATAN 1. Kondisi klien: .......................................................................................................................... ........................ .......................................................................................................................... ........................ .......................................................................................................................... ........................ 2. Diagnosa keperawatan: Berduka Disfungsional 3. Tujuan khusus: Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Klien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami klien Klien dapat memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan dirinya Klien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya Klien dapat memanfaatkan faktor pendukung 4. Tindakan keperawatan: Membina hubungan saling percaya dengan klien Berdiskusi mengenai kondisi klien saat ini (kondisi pikiran, perasaan, fisik, sosial, dan spiritual sebelum/ sesudah mengalami peristiwa kehilangan dan hubungan antara kondisi saat ini dengan peristiwa kehilangan yang terjadi). Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami

B.

Cara verbal (mengungkapkan perasaan) Cara fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik) Cara sosial (sharing melalui self help group) Cara spiritual (berdoa, berserah diri)

Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia untuk saling memberikan pengalaman dengan seksama. Membantu klien memasukkan kegiatan dalam jadual harian. Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di Puskesmas

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN

ORIENTASI
1. Salam Terapeutik: Selamat pagi bapak/ibu 2. Evaluasi/ Validasi: Bagaimana kabarnya pagi ini? 3. Kontrak: Topik, waktu, dan tempat Bapak/Ibu, pagi ini kita akan membicarakan mengenai perasaan bapak/ibu. Kirakira waktunya 10-15 menit. Untuk tempatnya disini saja. Bagaimana bapak/ibu?

KERJA: Langkah-Langkah Tindakan keperawatan


Bapak/Ibu mari kita berdiskusi mengenai perasaan yang Bapak/Ibu alami. Bapak/Ibu boleh mengungkapkan perasaan Bapak/Ibu pada Saya. Bagaimana Bapak/Ibu? ......... Bapak/Ibu bisakah Bapak/ibu menceritakan bagaimana cara Bapak/ibu mengatasi berduka yang sedang bapak/ibu alami? ....... cara yang bapak/ibu gunakan sudah bagus, alangkah lebih baiknya apabila bapak/ibu mau menceritakan atau berbagi perasaan bapak/ibu pada orang lain, misalnya dengan keluarga yang merupakan orang terdekat bapak/ibu. Dengan

bercerita mengenai perasaan Bapak/Ibu akan dapat membantu Bapak/Ibu menyalurkan perasaan. Dengan bercerita Bapak/Ibu bisa meminta solusi atau saran dari lawan bicara kita. Dengan seperti itu, Bapak/Ibu bisa merasa lebih lega dan tenang.

TERMINASI:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan: Subyektif: Bagaimana Bapak/Ibu perasaannya setelah bercerita pada Saya? Obyektif: (Mengamati respon non verbal pasien) 2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah dilakukan): Bapak/Ibu, setelah tadi bercerita dapat melegakan dan menenangkan perasaan Bapak/Ibu. Bagaimana jika Bapak/Ibu mencoba bercerita mengenai perasaan Bapak/Ibu misalnya pada keluarga Bapak/Ibu. Mungkin nanti Bapak/Ibu bisa bercerita sedikit demi sedikit. 3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat): Bapak/Ibu, saya kira waktu kita untuk hari ini sudah cukup. Bagaimana jika kita melanjutkan diskusi besok? Besok kita akan berdiskusi mengenai aktifitas yang bisa bapak/ibu lakukan. Bagaimana jika besok kita bertemu pagi hari saja? Di sini.

You might also like