You are on page 1of 19

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN DAN HASIL PERTANIAN PENYIMPANAN DAGING AYAM PADA SUHU RENDAH

Disusun oleh Kelompok 2 M Bazar Ahmadi Brihatsama Jumanah Diyana Dwi C Yuke Cucu P (131710101076) (131710101028) (131710101046) (131710101034) (131710101007)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN TEKNOLOGI GASIL PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2013/2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang banyak menghasilkan produk pertanian ataupun perternakan. Dengan adanya penumpukan produk pangan yang semakin marak beredar di masyarakat mengharuskan proses penyimpanan yang dapat meminimalkan kerusakan pada produk pangan. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu 2oC sampai + 16oC. Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira 17 oC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara 12 oC sampai 24 oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun. Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba. Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang dibekukan sangat tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang diberikan sebelum produk itu didinginkan atau dibekukan, karena pada kenyataannya mikroba banyak berasal dari bahan mentah/ bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan didinginkan atau dibekukan perlu mendapat perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti pembersihan, blansing, atau sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat dalam bahan dapat sedikit berkurang atau terganggu keseimbangan metabolismenya (Hari S, 2003) Yang kita ketahui sekarang produk pangan atau bahan pangan mudah sekali rusak dengan berbagai factor. Oleh sebab itu ada beberapa cara yang dianjurkan dalam penyimpanan suatu bahan pangan salah satu contohnya yaitu penyimpanan suhu rendah. Dengan adanya penyimpanan suhu rendah ini diharapkan dapat meminimalisir produk pangan ataupun bahan pangan yang bisa mengalami kerusakan.

1.2 Tujuan a) Agar mahasiswa dapat melakukan penyimpanan dengan suhu rendah pada produk pangan. b) Agar mahasiswa dapat mengetahui daya simpan suatu bahan pangan. c) Agar mahasiswa mengetahui bagaimana pengaruh penyimpanan terhadap suhu ruang, cooling dan freezer.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Suhu Rendah Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain

kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis.

Pada

pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua. Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara 1oC sampai + 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu 2oC sampai + 16oC. ( Rusendi, 2010)

Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira 17 oC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara - 12 oC sampai 24 oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun. Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba. 1. Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10 oC 2. Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-kira 3,3oC 3. Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 oC sampai 9,4 oC Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada suhu tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari 4,0 oC akan menyebabkan kerusakan pada makanan. (Tranggono, 1990) Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang dibekukan sangat tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang diberikan sebelum produk itu didinginkan atau dibekukan, karena pada kenyataannya mikroba banyak berasal dari bahan mentah/ bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan didinginkan atau dibekukan perlu mendapat perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti pembersihan, blansing,

atau sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat dalam bahan dapat sedikit berkurang atau terganggu keseimbangan metabolismenya. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri, sehingga pada waktu bahan beku dikeluarkan dan dibiarkan hingga mencair kembali (thawing), maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat berlangsung dengan cepat. Penyimpanan dingin dapat menyebabkan kehilangan bau dan rasa beberapa bahan bila disimpan berdekatan. Misalnya : Mentega dan susu akan menyerap bau ikan dan bau buah-buahan Telur akan menyerap bau bawang

Bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau tajam terpisah dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk mengatasinya, bahan yang mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan terbungkus. ( winarno, 2004) Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu : Suhu Kualitas bahan mentah Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang baik Perlakuan pendahuluan yang tepat Misalnya pembersihan/ pencucian atau blanching Kelembaban Umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 95 %. Sayur-sayuran disimpan dalam pendinginan dengan RH 90 95 % Aliran udara yang optimum Distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di seluruh tempat pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air setempat (lokal).

Keuntungan penyimpanan dingin : Dapat menahan kecepatan reaksi kimia dan enzimatis, juga pertumbuhan dan metabolisme mikroba yang diinginkan. Misalnya pada pematangan keju. Mengurangi perubahan flavor jeruk selama proses ekstraksi dan penyaringan Mempermudah pengupasan dan pembuangan biji buah yang akan dikalengkan. Mempermudah pemotongan daging dan pengirisan roti Menaikkan kelarutan CO2 yang digunakan untuk soft drink Air yang digunakan didinginkan lebih dahulu sebelum dikarbonatasi untuk menaikkan kelarutan CO2

Kerugian penyimpanan dingin :

Terjadinya penurunan kandungan vitamin, antara lain vitamin C Berkurangnya kerenyahan dan kekerasan pada buah-buahan dan sayur-sayuran Perubahan warna merah daging Oksidasi lemak Pelunakan jaringan ikan Hilangnya flavor

2.2 2.2.1

Definisi Semua Bahan Tomat Tomat (Lycopersicum esculentum,Mill) merupakan salah satu komoditas pertanian

yang berpotensi multiguna untuk diolah sebagai produk pangan. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2003 produksi tomat di Sumatera Barat mencapai 14.481 ton/tahun, tahun 2004 terjadi peningkatan menjadi 16.341 ton/tahun,sedangkan pada tahun 2005 terjadi penurunan menjadi 11.824 ton/tahun. Dan terjadi peningkatan lagi dari tahun 20062007 yaitu dari 22.348-25.578. ton/tahun. Tomat termasuk sayuran yang banyak digemari karena rasanya enak, segar dan sedikit asam. Tomat sebagai komoditi hortikultura berperanan sebagai pangan sumber vitamin dan mineral. Vitamin yang ada terdiri atas vitamin C, vitamin B, vitamin E dan provitamin A (karoten), sedangkan mineral yang ada mencakup Ca, Mg, P, K, Na, Fe, sulfur dan klorin (Rahmat, 1994). Selain vitamin dan mineral, tomat juga mengandung pigmen pemberi warna merah yang terdeteksi didominasi oleh likopen. Pigmen likopen berpeluang diproduksi dari tomat afkiran, sebab selain proses produksinya relatif lebih sederhana dibandingkan dengan komponen kimia lainnya, juga bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai kegunaan yang sangat luas terutama untuk kesehatan manusia. Tomat segar mengandung likopen antara 3 dan 5 ppm, sedangkan konsentrat likopen dari pasta tomat mengandung 50 % likopen (Wenli et al., 2001).

2.2.2

Kentang Kentang mempunyai sifat menjalar, batangnya berbentuk segi empat, panjangnya

bisa mencapai 50 - 120 cm, dan tidak berkayu. Batang dan daun berwarna hijau kemerahmerahan atau keungu - unguan. Bunganya berwarna kuning keputihan atau ungu. Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan sangat halus ( Setiadi, F.Surya., 2000) taksanomi tumbuhan kentang : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae Genus : Solanum Spesies : Solanum tuberosum L. (Setiadi, F.Surya., 2000).

2.2.3

Singkong Ubi kayu atau singkong adalah tanaman dikotil berumah satu yang ditanam untuk

diambil patinya yang sangat layak cerna. Sebagai tanaman semak belukar tahunan, ubi kayu tumbuh setinggi 1- 4 m dengan daun besar yang menjari dengan 5 hingga 9 belahan lembar daun. Daunnya yang bertangkai panjang bersifat cepat luruhyang berumur paling lama hanya beberapa bulan. Batangnya memiliki pola percabangan yang khas, yang keragamannnya bergantung pada kultivar. Pertumbuhan tegak batang sebelum bercabang lebih disukai karena memudahkan penyiangan. Percabangan yang berlebihan dan terlalu rendah tidak disukai. Bagian batang tua memiliki bekad daun yang jelas, ruas yang panjang menunjukkan laju pertumbuhan cepat. Tanaman yang diperbanyak dengan biji menghasilkan akar tunggang yang jelas. Pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, akar serabut tumbuh dari dasar lurus. Ubi berkembang dari penebalan sekunder akar serabut adventif. Bentuk singkong bermacam-macam, dan walaupun kebanyakan berbentuk silinder dan meruncing. Beberapa diantaranya bercabang ( Rubatzky, 1998). Adapun klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot Spesies : Manihot utilisima (Tjitrosoepomo, 2005).

2.2.4

Wortel Dalam sistem tumbuh-tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:

Devisio :spermatopyhita Sub devisio : angiospermae Kelas : dicotyledon Ordo : umbelliferalses Family : umbelliferae Species : Daucus carota L. (Cahyono, 2002 dalam (pohan, 2008)).

Wortel merupakan tanaman sayuran umbi semusim, bernemtuk semak yang dapat tumbuh sepanjang tahun, baik pada musim hujan maupun kemarau. Batangnya pendek dan berakar tunggang yang fungsinya berubah menjadi bulat dan memanjang. Warna umbi kuning kemrerah-merahan, mempunyai karoten A yang sangat tinggi, umbi wortel juga mengandung vitamin B, vitamin C, dan mineral (setiawan, 1995 dalam (pohan, 2008). Cahyono (2002) dalam (Rini, 2010) mengatakan bahwa pada awalnya hanya dikenal beberapa varietas wortel, namun dengan berkembangnya peradaban manusia dan teknologi. Varietas varietas wortel terbagi menjadi 3 kelompok yang didasarkan pada bentuk umbi, yaitu tipe imperator, chantenay dan nantes.

2.2.5

Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis-krop, kubis

bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) oleh karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya. Sawi termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang mengandung zat-zat gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan mau pun dalam bentuk olahan dalam berbagai macam masakan. Selain itu berguna pengobatan (terapi) berbagai macam penyakit (Cahyono, 2003) Klasifikasi tanaman sawi dalam (Rukmana, 2002) Divisi Kelas Sub-kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Papavorales : Brassicaceae : Brassica : Brassica juncea L. untuk

2.2.6

Daging sapi Daging sapi merupakan salah satu bahan makanan bergizi tinggi yang diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan protein asal ternak, karena daging sapi mengandung asamasam amino essensial yang lengkap disamping zat-zat gizi lainnya. Ditinjau dari komopsisinya, daging sapi segar termasuk salah satu bahan pangan yang bersifat mudah rusak dan cepat mengalami penurunan mutu bila disimpan pada suhu kamar (270C). Daging sapi segar yang disimpan pada suhu kamar hanya dapat bertahan selama 24 jam dan setelah itu daging sapi sudah menunjukan adanya kerusakan. Kerusakan dapat terjadi karena adanya kontaminasi oleh mikroorganisme serta kerusakan kimiawi, biologis dan fisik.

Awal kontaminasi mikroorganisme pada daging berasal dari lingkungan sekitarnya dan terjadi pada saat pemotongan, hingga daging dikonsumsi. Pada umumnya sanitasi yang terdapat di rumah-rumah potong masih belum memenuhi persyaratan kesehatan daging sesuai standar yang telah ditetapkan. Keadaan ini menyebabkan mikroorganisma awal pada daging sudah tinggi. Selain itu penyimpanan daging di rumah potong dan di pasar-pasar umumnya belum menggunakan alat pendingin, dimana daging hanya dibiarkan terbuka tanpa dikemas dalam temperatur kamar. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan perkembangbiakan mikroorganisme semakin meningkat yang mengakibatkan kerusakan atau pembusukan daging dalam waktu singkat. Hewan yang baru di potong, dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan dimana jaringan otot menjadi keras, kaku dan tidak mudah digerakan. Setelah hewan mati, sirkulasi darah terhenti. Hal ini akan menyebabkan fungsi darah sebagai pembawa oksigen terhenti pula. Peristiwa tersebut diikuti oleh terhentinya respirasi dan berlangsungnya proses glikolisis anaerob. Daging hewan akan mengalami serangkaian perubahan biokimia dan fisikokimia seperti perubahan struktur jaringan otot, perubahan pH dan perubahan daya mengikat air. Oleh sebab itu diperlukan perlakuan penanganan yang tepat agar mutunya tetap dapat dipertahankan atau minimal dapat menekan kemungkinan terjadinya kerusakan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang daya tahan daging segar tersebut antara lain dengan pemanasan (blansir) dan pengemasan vakum. Pengemasan daging segar secara vakum sangat perlu dan banyak menguntungkan karena selain mencegah pencemaran daging juga dapat mempertahankan mutu daging sapi, kehilangan air, mempertahankan warna selama transportasi serta memudahkan penyimpanan. Blansir merupakan pemanasan awal pada bahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dalam waktu yang singkat. Blansir biasanya dilakukan sebelum bahan pangan dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Cara ini akan mengurangi mikroorganisme pada permukaan daging dan menghambat penetrasi dengan pembentukan lapisan keras dan pengurangan kadar air dalam daging yang mendukung perkembangan mikroorganisme. Blansir pada suhu tinggi juga mampu mengurangi kerja enzim-enzim pada mikroorganisme maupun yang ada pada daging yang dapat menyebabkan perubahan pH, warna, flavour dan pembusukan. Namun demikian, daging yang telah diblansir masih bisa terkontaminasi, sehingga perlu dilakukan penanganan yaitu penyimpanan pada suhu rendah (pendinginan). Penyimpanan pada suhu rendah diharapkan dapat memperpanjang masa simpan daging sapi karena suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme, mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan mencegah hilangnya kadar air daging sapi. Beberapa bakteri yang umumnya menimbulkan kerusakan pada daging diantaranya adalah Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus, Bacillus dan Micrococcus. Sedangkan bakteri penyebab keracunan makanan yang sering

ditularkan melalui daging antara lain : Clostridium perfrinens, Salmonella, staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Prinsip dari pengemasan vakum adalah pengeluaran udara, khususnya oksigen dari produk yang dikemas sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk. Pengemasan vakum juga dapat memperpanjang masa simpan karena dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan dapat mempertahankan mutu daging, kehilangan air serta mempertahankan warna selama transportasi. Pengemasan vakum menghambat kontak daging dengan oksigen dan uap air sehingga produk dapat bertahan lebih dari tiga (3) minggu. Beberapa keuntungan dari pengemasan vakum yaitu: 1. 2. 3. Menghambat terjadinya pertumbuhan bakteri karena konsentrasi oksigen terbatas; Dapat menghindari terjadinya pengurangan berat atau bobot; Mempertahankan kualitas daging lebih efektif karena proses pelayuan terjadi lebih sempurna; 4. 5. Mencegah terjadinya kontaminasi kotoran maupun mikroba; Memperlambat laju proses ketengikan.

Plastik yan digunakan untuk pengemasan vakum harus memiliki permeabilitas yang rendah terhadap oksigen dan uap air seperti plastik jenis PVDC (Polivinylidene Chlorida), VC (Vinylidene Chlorida) dan PP ( Polypropilene). Polypropilene mempunyai kekuatan daya tarik dan kejernihan yang lebih baik serta permeabilitas uap air dan gas lebih rendah, mempunyai ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi, tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak antara bahan dan oksigen, tidak menimbulkan racun dan melindungi bahan dari kontaminan. Blansir pada daging dapat dilakukan dengan cara: daging sapi yang akan di blansir dicuci bersih dan terbebas dari kotoran, kemudian dipotong melintang dengan arah serat . Daging dimasukan ke dalam kantong plastik. Sebelum dilaminasi, udara dikeluarkan dari dalam kantong plastik kemudian di laminasi. Jarak antara laminasi dan daging kira-kira 5 cm. Setelah dikemas, diblansir dengan cara diuapkan pada suhu 80oC selama 3 menit dan disimpan di lemari dengan suhu 2oC. Daging yang diblansir dan dikemas vakum dapat bertahan selama 24 hari tanpa ada pertumbuhan bakteri bahkan kualitasnya (kadar protein, susut masak, daya mengikat air, kandungan mioglobin dan pH) masih dalam kisaran kualitas sapi segar,dengan jumlah bakteri yang masih lebih rendah dari batas maksimum jumlah bakteri yang telah ditentukan sebagai daging yang mutunya baik. Daging sapi yang diblansir dan dikemas vakum, sampai penyimpanan selama 24 hari tidak mengandung bakteri E Coli, Salmonella sp,dan Pseudomonas sp sebagai indikator keamanan pangan. Dengan demikian maka disarankan bagi para ibu rumah tangga maupun pedagang daging agar mengemas daging segar dan diblansir dengan cara di atas sehingga bahan pangan daging dapat

disimpan lebih lama dan kualitasnya masih sama dengan kualitas daging segar. (Yuniarti Costa, Wiwiek. 2013)

2.3.7

Daging ayam Daging ayam adalah bagian-bagian dari karkas ayam yang disembelih dan lazim

dimakan manusia, termasuk kulit; dapat berupa daging unggas segar atau beku. (Direktorat kesehatan masyarakat, 2010) Ayam adalah bahan makanan hewani unggas-unggasan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Daging Ayam mengandung energi sebesar 302 kilokalori, protein 18,2 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 25 gram, kalsium 14 miligram, fosfor 200 miligram, dan zat besi 2 miligram. Selain itu di dalam Daging Ayam juga terkandung vitamin A sebanyak 810 IU, vitamin B1 0,08 miligram dan vitamin C 0 miligram. setiap 100 gram daging ayam mengandung 74 persen air, 22 persen protein, 13 miligram zat kalzium, 190 miligram zat fosfor dan 1,5 miligram zat besi. Daging ayam mengandung vitamin A yang kaya, lebih-lebih ayamkecil. Selain itu, daging ayam juga mengandung vitamin C dan E. Daging ayam selain rendah kadar lemaknya, lemaknya juga termasuk asam lemak tidak jenuh, ini merupakan makanan protein yang paling ideal bagi anak kecil, orang setengah baya dan orang lanjut usia, penderita penyakit pembuluh darah jantung dan orang yang lemah pasca sakit. (Soeparno, 1992) 2.2.8 Ikan Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat, selain harga yang umumnya lebih murah, absorpsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan dengan produk hewani lain seperti daging sapi dan ayam, karena daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek dari pada serat-serat protein daging sapi atau ayam. Jenisnya pun sangat beragam dan mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya adalah mengandung omega 3 dan omega 6, dan kelengkapan komposisi asam amino (Pandit, 2008). 2.3 Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada pendinginan Pemakaian suhu rendah untuk mengawetkan bahan pangan tanpa mngindahkan syarat-syarat yang diperlukan oleh masing- masing bahan, dapat mngakibatkan kerusakankerusakan sebagai berikut : 1. Chilling injury

Chilling injury terjadi karena : Kepekaan bahan terhadap suhu rendah

Daya tahan dinding sel Burik-burik bopeng (pitting) Jaringan bahan menjadi cekung dan transparan Pertukaran bau / aroma

Di dalam ruang pendingin dimana disimpan lebih dari satu macam komoditi atau produk, kemungkinan terjadi pertukaran bau/aroma. Contoh: apel tidak dapat didinginkan bersama-sama dengan seledri, kubis, ataupun bawang merah. 2. Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigerant

Bila lemari es menggunakan amonia sebagai refrigeran, misalnya terjadi kebocoran pada pipa dan ammonia masuk ke dalam ruang pendinginan, akan mengakibatkan perubahan warna pada bagian luar bahan yang didinginkan berupa warna coklat atau hitam kehijauan. Kalau proses ini berlangsung terus, maka akan diikuti proses pelunakan jaringanjaringan buah. Sebagai contoh : suatu ruangan pendingin yang mengandung amonia sebanyak 1 % selama kurang dari 1 jam, akan dapat merusak apel, pisang, atau bawang merah yang disimpan di dalamnya.( Sudaryanto, 2005) 3. Kehilangan air dari bahan yang didinginkan akibat pengeringan

Kerusakan ini terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus atau yang dibungkus dengan pembungkus yang kedap uap air serta waktu membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan. Pengeringan setempat dapat menimbulkan gejala yang dikenal dengan nama freeze burn , yang terutama terjadi pada dagi ng sapi dan daging unggas yang dibekukan. Pada daging unggas, hal ini tampak sebagai bercakbercak yang transparan atau bercak-bercak yang berwarna putih atau kuning kotor. Freeze burn disebabkan oleh sublimasi setempat kristal-kristal es melalui janganjaringan permukaan atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan kecil yang berisi udara, yang menimbulkan refleksi cahaya dan menampakkan warna-warna tersebut. Akibat terjadinya freeze burn, maka akan terjadi perubahan rasa pada bahan , selanjutnya diikuti dengan proses denaturasi protein. 4. Denaturasi protein

Denaturasi protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan berkurangnya kadar protein yang dapat diekstrasi dengan larutan garam. Gejala denaturasi protein terjadi pada daging, ikan, dan produk-produk air susu. Proses denaturasi menimbulkan perubahanperubahan rasa dan bau, serta perubahan konsistensi (daging menjadi liat atau kasap).

Semua bahan yang dibekukan, kecuali es krim, sebelum dikonsumsi dilakukan thawing, maka untuk bahan yang telah mengalami denaturasi protein pada waktu pencairan kembali, air tidak dapat diabsorpsi (diserap) kembali. Tekstur liat yang terjadi disebabkan oleh membesarnya molekul-molekul.

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1Alat dan Bahan 3.1.1 Alat - Kulkas -Pisau -Wadah 3.1.2 Bahan - Daging ayam

3.2 Skema kerja

daging

Dicuci

Disimpan dalam

Kulkas (cooling) 14 hari

Fereezing 14 hari

Suhu ruang 3 hari

Parameter yang diamati : Warna, Tekstur, Aroma, Kenampakan

BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1

Data pengamatan
Lama penyimpanan Hari ke- 0 Haro ke- 14 Hari ke- 0 Hari ke- 14 Hari ke- 0 Hari ke- 3 Warna ++++ ++ ++++ ++ ++++ + Parameter yang diamati Tekstur + +++ + +++ + ++++ Aroma + +++ + +++ + ++++ Kenampakan ++++ ++ ++++ ++ ++++ +

Perlakuan

Freezing Kulkas (Cooling) Suhu ruang Keterangan :

1. Warna : Semakin +, semakin cerah, 2. Tekstur : semakin +, semakin Lembek 3. Aroma : Semakin +, semakin busuk

4. Kenampakan : Sermakin +, semakin segar 4.2 Hasil Perhitungan ___

BAB 5. PEMBHASAN

5.1 Skema Kerja Dan Fungsi Perlakuan


Pada praktikum kali ini kita harus enyiapkan bahan terlebuh dahulu yaitu daging ayam. Kemudian daging tersebut dicuci agar semuakotoran yang ada pada daging dapat hilang. Daging yang telah bersih kemudian di keringkan dengan cara di tiriskan. setelah kering daging di bagi menjadi 3 bagian. Bagian 1 akan di simpan dalam kulkas (cooling) selama 14 hari, bagian ke 2 akan di simpan dalam freezer selama 14 hari dan sisanya akan di simpan dalam suhu ruang selama 3 hari. Setelah ke 3 bagian tersebut di simpan, daging ayam tersebut di amati aroma, warna, tekstur, dan kenampakannya setelah dilakukan penyimpanan.

5.2 Analisis Data


Pada praktikum penimpanan suhu rendah ini daging mengalami beberapa perubahan. Daging ayam segar akan berwarna putih kekuning-kuningan, baunya masih seperti daging segar, teksturnya masih kompak dan kenampakannya masih segar. Setelah dinsimpan dalam freezing selama 14 hari warna daging menjadi pucat, teksturnya keras saat masih membeku, dan menjadi lembek setelah suhunya seperti suhu ruang. Aromanya menjadi menyengat bau tak sedap. Kenampakanya menjadi tidak segar. Daing ayam yang disimpan dalam kulkas selama 14 hari warnanya menjadi lebih pucat dari pada yang disimpan dalam freezer. Teksturnya lebih lembek, aromanya lebih busuk dari pada di freezing dan kenampakanya lebih tidak segar daripada freezing. Daging ayam yang disimpan dalam suhu ruang selama 3 hari warnanya menjadi gelap, agak kebiruan, teksturnya lebih lembek dan seperti akan hancur jika di beri tekanan sedikit. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa dengan menyimpan daging ayam di freezing, dan cooling selama 14 hari akan mengubah warna, aroma, tekstur dan warna daging. Sedangkan daging disimpan dalam suhu ruang hanya 3 hari saja sudah menunjukkan ketidak layakan daging untuk di konsumsi. Hal ini berarti menyimpan daging ayam pada freezing atau cooling lebih baik dari pada di ruang biasa karena jika daging di simpan pada suhu rendah akan terhambat aktivitas metabolisme kimianya. Pendinginan dapat menghambat pertumbuhan kuman, karena suhu dingin akan menurunkan energi kinestetik semua molekul dalam sistem, sehingga menurunkan kecepatan reaksi kimia termasuk aktivitas metabolisme sel kuman (Pestariati et al., 2003).

Namun dalam data tersebut didapati bahwa daging tetap busuk walau waktu yang di perlukan lama. Hal ini terjadi karena masih ada reaksi metabolisme selama penyimpanan suhu rendah. Daging ayam yang disimpan dalam suhu ruang mudah busuk karena proses metabolisme yang terjadi sangat cepat, selain itu karena mikroba banyak yang tumbuh di sana sehingga daging cepat busuk.

BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan a) Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. b) Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. c) Daging Ayam mengandung energi sebesar 302 kilokalori, protein 18,2 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 25 gram, kalsium 14 miligram, fosfor 200 miligram, dan zat besi 2 miligram. Selain itu di dalam Daging Ayam juga terkandung vitamin A sebanyak 810 IU, vitamin B1 0,08 miligram dan vitamin C 0 miligram. d) Pemakaian suhu rendah untuk mengawetkan bahan pangan tanpa mngindahkan syarat-syarat yang diperlukan oleh masing- masing bahan, dapat mngakibatkan kerusakan-kerusakan e) kerusakan-kerusakan akibat suhu rendah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Chilling injury Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigerant Kehilangan air dari bahan yang didinginkan akibat pengeringan Denaturasi protein

f) Pendinginan dapat menghambat pertumbuhan kuman, karena suhu dingin akan menurunkan energi kinestetik semua molekul dalam sistem, sehingga menurunkan kecepatan reaksi kimia termasuk aktivitas metabolisme sel kuman

6.2 Saran a) seharusnya praktikum dilakukan di laboratorium sehingga bahan dapat di jaga kebersihanya. b) Seharusnya saat penyimpanan daging di beri bungkus plastik agar tidak ada mikroba yang masuk.

DAFTAR PUSTAKA

Hari, S. 2003. Efek Suhu pada Penyimpanan Produk Pangan. Bogor: ITB Pestariati, Wasito, Eddy Bagus, Handijatno, Didik. 2003. Pengaruh lama penyimpanan

daging ayam pada suhu refrigerator terhadap jumlah total kuman, salmonella sp. Kadar protein dan derajat keasaman. Jurnal biosains pascasarjana.

Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya. Rukmana, Rahmat. 1994. Bawang Merah, Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Yogyakarta : Kanisius Rusendi, Dadi. Sudaryanto. Nurjannah, Sarifah. Widyasanti, Asri. Rosalinda, S.2010. Penuntun Praktikum MK. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Unpad Setiadi dan Surya F.N,2000. Kentang, Varietas dan Pembudidayaan. Penebar Swadaya. Jakarta Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging, Edisi I. Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sudaryanto, T. Dan A. Munif. 2005. Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian. Agrimedia, Volume 10 No. 2, Desember 2005. Tjitrosoepomo, G.. 2000. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia, Teknologi Pasca Panen dan Gizi. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

You might also like