You are on page 1of 32

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh proses menjadi tua. Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut. Dalam makalah ini dibahas masalah penyakit diabetes pada usia lanjut beserta asuhan keperawatannya.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum Mengetahui perubahan perubahan pada sistem endokrin pada lansia dengan tinjauan kasus diabetes militus. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui prubahan pada sistem endokrin lansia. b. Mengetahui definisi diabetes mellitus c. Mengetahui etiologi diabetes mellitus

d. Mengetahui gambaran klinis diabetes mellitus e. Melakukan pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus f. Menyusun intervensi pada klien dengan diabetes mellitus

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup makalah ini adalah membahas tentang asuhan keperawatan pada klien lansia dengan gangguan sistem endokrin dengan tinjauan kasus Diabetes Mellitus (DM).

D. METODE PENULISAN Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah yang berjudul PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA PADA SISTEM ENDOKRIN yang didasarai Berdasari dari berbagai yaitu metode literature (pustaka) , mengintisarikan buku-buku pustaka dan informasi didapat dari jaringan internet.

E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika dalam penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut, BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teori terdiri dari perubahan pada sistem endokrin pada lansia, dasar teori pada diabetes militus lansia, analisa data pada diabetes militus pada lansia, rumusan diagnosa keperawatan diabetes militus pada lansia dan rencana intervensi pada diabetes militus pada lansia . BAB III Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Perubahan perubahan sistem endokrin pada lansia
Proses Penuaan Menurut Constantinides (1994, dalam Boedhi-Darmojo dan Hadi Martono, 1999). Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menuntut makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai Penyakit Degeneratif (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes mellitus, dan kanker) yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke, infark miokard, koma asidotik, metastasis kanker, dan sebagainya.

2.1.1 Perubahan Fisiologis pada Proses Penuaan Dalam Maryam (2008), perubahan fisik yang terjadi dalam proses penuaan antara lain sebagai berikut: 1. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan intraseluler menurun. 2. Kardiovaskuler : katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat. 3. Respirasi : otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus. 4. Persarafan : saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflex.

5. Musculoskeletal : cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut, dan mengalami sklerosis. 6. Gastrointestinal : esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, serta peristaltic menurun sehingga daya absorpsi juga menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesoris menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan. 7. Genitourinaria : ginjal: mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun. 8. Vesika urinaria : otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi urine. Prostat: hipertrofi pada 75% lansia. 9. Vagina : selaput lendir mengering dan sekresi menurun. 10. Pendengaran : membrane timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulangtulang pendengaran mengalami kekakuan. 11. Pengelihatan : respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak. 12. Endokrin : produksi hormon menurun. 13. Kulit : keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk. 14. Belajar dan memori : kemampuan belajar masih ada tetapi menurun. Memori (daya ingat) menurun karena proses encoding menurun. 15. Intelegensi : secara umum tidak banyak berubah. 16. Personality dan Adjustment (pengaturan) : tidak banyak perubahan, hampir seperti saat muda. 17. Pencapaian (achievement) : sains, filosofi, seni, dan musik sangat mempengaruhi.

2.1.2 Perubahan Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin pada Lansia Dalam http://ismar71.wordpress.com (2008), efek dan usia pada sistem endokrin sedikit lebih sulit untuk mendeteksi dengan organ tubuh lain. Walaupun demikian gangguan endokrin lebih banyak pada usia 40 tahun. Pada wanita, produksi hormon meningkat dibanding dengan menopause.Dari pria dan wanita, output anterior pituitary mengalami penurunan. Umur yang relatif terjadi perubahan pada struktur dan fungsi dan kelenjar endokrin adalah sebagai berikut : 1. Kelenjar thiroid mengalami derajat yang sama dengan atropfi, fibrosis dan nodularity. 2. Hormon thiroid mengalami level penurunan dan hypoparatiroidisme biasanya sering pada orang dewasa. 3. Kelenjar adrenal kehilangan beberapa berat badan dan menjadi makin buruk, fibrotik. 4. Pada bagian anterior, kelenjar pituitary mengalami penurunan ukuran dan menjadi mati/fibrotik.

Dalam Stockslager (2007), perubahan fungsi sistem endokrin secara khusus yaitu : 1. Penurunan kemampuan mentoleransi stress. 2. Konsentrasi glukosa darah meningkat dan tetap naik lebih lama dibandingkan orang yang lebih muda. 3. Penurunan kadar ekstrogen dan peningkatan kadar FSH selama menopouse, yang menyebabkan trombosis dan osteoporosis. 4. Penurunan produksi progeteron. 5. Penurunan kadar aldosteron serum sebanyak 50%. 6. Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25%.

2.1.3 Masalah-Masalah dalam Perubahan Sistem Endokrin pada Lansia Dalam Nugroho (1995), penyakit metabolik pada lanjut usia terutama disebabkan oleh karena menurunnya produksi hormon dari kelenjar-kelenjar hormon. Pria dan wanita pada akhir masa dewasa memasuki apa yang dinamakan kimakterium; perubahan-perubahan dalam keseimbangan hormonal yang menyebabkan berkurangnya kekurangan hormon seks. Menurunnya produksi hormon ini antara lain terlihat pada wanita mendekati usia 50 tahun, yang ditandai mulainya menstruasi yang tidak teratur sampai berhenti sama sekali (menopouse),

prosesnya merupakan proses ilmiah. Pada pria proses tersebut biasanya terjadi secara lambat laun dan tidak disertai gejala-gejala psikologis yang luar biasakecuali sedikit kemurungan dan rasa lesu serta berkurangnya kemampuan seksualitasnya. Terdapat pula penurunan kadar hormon testosteronnya. Penyakit metabolik yang banyak dijumpai adalah diabetes melitus atau kencing manis dan osteoporosis (berkurangnya zat kapur dan bahan-bahan mineral sehingga tulang lebih mudah rapuh dan menipis). Diabetes melitus sering dijumpai pada lanjut usia yang berumur 70 tahun keatas, akibatnya terjadi degenerasi pembuluh darah dengan kompliksai pembuluh darah koroner, perubahan pembuluh darah otak ini dapat menyebabkan stroke yang bisa mengakibatkan kelumpuhan separuh badan. Berikut perubahan dan penyakit pada sistem endokrin yang disebabkan oleh proses penuaan, yaitu: 1. Menopouse a. Konsep Dalam Boedhi-Darmojo dan Hadi Martono (1999), menopouse adalah berhentinya haid.Menopouse menurut pengertian awam adalah perubahan masa muda ke masa tua.Berhentinya haid sebagai akibat tidak berfungsinya ovarium merupakan peristiwa dan bukan satu periode waktu.Di Indonesia monepouse terjadi antara 49-50 tahun (Samil dan Ichramsyah, 1991). Periode mendahului menopouse ditandai oleh perubahan somatif dan psikologik.Hal tersebut mencerminkan perubahan normal yang terjadi di ovarium.Meskipun ada gejala atau keluhan, periode ini sering dilupakan oleh pasien maupun dokter.Gejala yang paling sering terjadi pada masa transisi pra-menopouse ini adalah haid yang tidak teratur. Meskipun menopouse atau tidak lagi datang haid, terjadi setelah terhentinya fungsi ovarium merupakan keadaan yang paling dapat diidentifikasi, namun periode sebelum dan 10 tahun setelah menopouse mempunyai arti klinis yang lebih penting. Menurut Hurd, periode transisi ini biasanya berlangsung sampai periode pasca menopouse. Periode pasca menopouse biasanya disertai dengan insidensi kondisi kelainan yang erat hubungannya dengan usia lanjut. Karena hal tersebut, pelayanan kesehatan ginekologik pada wanita pasca menopouse perlu mengetahui tentang seluk beluk pengobatan pengganti hormon.

b. Gejala-Gejala yang sering timbul Ada beberapa gejala yang timbul dengan menopouse pada lansia (Nugroho, 1995), di antaranya : 1) Gangguan pada haid: haid menjadi tidak teratur, kadang-kadang terjadi perdarahan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit. 2) Gelombang rasa panas (Hot Flush). Kadang-kadang timbul rasa panas pada muka, leher dan dada bagian atas, disusul dengan keluarnya keringat yang banyak.Peasaan panas ini bisa berlangsung beberapa detik saja, namun bisa berlangsung sampai 1 jam. 3) Rasa lelah hebat (Fatigue). 4) Rasa gatal-gatal pada genitalia disebabkan kulit yang menjadi kering dam keriput.

5) Sakit-sakit bisa dirasakan seluruh badan atau pada bagian tubuh tersebut. 6) Pusing atau sakit kepala. Keluhan ini bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya karena meningginya tekanan darah, adanya gangguan penglihatan atau bisa juga oleh adanya stres mental. 7) Insomnia atau keluhan susah tidur. hal ini bisa disebabkan oleh penyebab fisik maupun psikis. 8) Palpitasi dan perubahan gerak seksual. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormonal maupun pengaruh psikis.Gejala-gejala jiwa yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai yang berat. Keluhan yang sering timbul adalah adanya rasa takut, tegang gelisah, lekas marah, mudah gugup, sukar berkonsentrasi, lekas lupa, dan susah tidur. Adanya wanita yang mengalami monepouse manfsirkannya sebagai kehilangan fungsinya sebagai wanita, karena ia tidak bisa hamil dan mendapatkan anak lagi. Di lain pihak ada yang menafsirkan sebagai akan terhentinya kehidupan seksualnya, hal ini adalah keliru sekali. Selain dari pada itu ada yang berpendapat bahwa kegiatan seksual itu kurang pantas dilakukan bagi mereka yang sudah tua, maskipun dorongan ke arah itu tetap ada.Dengan demikian dapat terlihat bahwa kerisauan menghadapi masa tua seringkali juga menyangkut kahidupan seksual.

2. Andropouse a. Konsep Dalam Baziad (2003), pada laki-laki tua, testis masih berfungsi memproduksi sperma dan hormon testosteron meskipun jumlahnya tidak sebanyak usia muda. Pada wanita produksi estrogen berhenti mendadak, sedangkan pada laki-laki dengan meningkatnya usia produksi testosteron turun perlahan-lahan, sehingga membuat definisi andropouse pada laki-laki sedikit sulit. Kadar hormon testosteron sampai dengan usia 55-60 tahun relatif stabil dan baru setelah usia 60 tahun terjadi penurunan yang berarti. Meskipun kadar testosteron darah turun, keluhan tidak segera muncul. Keluhan dapat muncul setelah beberapa tahun kemudian. Oleh karena itu, para ahli berpendapat bahwa tidak ada hubungan langsung antara keluhan dengan kadar hormon. Meskipun sudah lanjut usia, orang laki-laki masih saja aktif baik secara fisik maupun seksual, bahakan tidak jarang masih dapat mendapatkan keturunan. b. Gejala Dalam Baziad (2003), testosteron adalah hormon laki-laki yang menjadikan laki-laki berfungsi menjadi seorang laki-laki. Gejala klinis andropouse antara lain: 1. Gejala vasomotorik, berupa gejolak panas, berkeringat, susah tidur, gelisah, dan takut. 2. Gejala yang berkaitan dengan aspek virilitas, berupa kurang tenaga, berkurangnya massa otot, bulu-bulu rambut seksual berkurang, penumpukan lemak di perut, dan osteoporosis. 3. Gejala yang berhubungan dengan fungsi kognitif dan suasana hati, berupa mudah lelah, menurunnya aktivitas tubuh, rendahnya motivasi, berkurangnya ketajaman mental/intuisi, depresi hilangnya rasa percaya diri dan menghargai dirinya sendiri. 4. Gejala yang berhubungan dengan masalah seksual, berupa turunnya libido, menurunnya aktivitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi, dan berkurangnya volume ejakulasi.

2.2. Tinjauan kasus diabetes mellitus

Kasus:
Nenek T 60 tahun mengeluh dalam tiga bulan terakhir ini sering mengalami lapar.mudah haus dan sering kencing. Pada telapak tangan terdapat luka basah, nenek T mengatakan lukannya sudah tiga minggu tapi belum sembuh juga

2.2.1 Pengertian diabetes mellitus Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara relatif kekurangan insulin. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes militus adalah sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah, yang menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain aterosklerosis, neuropati, gagal ginjal, dan retinopati. Sedikitnya setengah dari populasi penderita diabetes lanjut usia tidak mengetahui kalau mereka menderita diabetes karena hal itu dianggap merupakan perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pertambahan usia. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala sangat bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai ketika orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. Terkadang gambaran klinik dari diabetes tidak jelas dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit lain.

Klasifikasi diabetes militus Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut : 1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM) 2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM) 3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya 4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

Klasifikasi gangren kaki diabetik Menurut Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu : Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti claw,callus . Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi 2 (dua) golongan : 1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI ) Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI : - Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat. - Pada perabaan terasa dingin. - Pulsasi pembuluh darah kurang kuat. - Didapatkan ulkus sampai gangren.

10

2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN ) Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

2.2 .1 Etiologi a. Diabetes mellitus Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut. Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor. Beberapa faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia (Jeffrey) : 1. Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin. 2. Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler. 3. Obesitas, banyak makan. 4. Aktivitas fisik yang kurang. 5. Penggunaan obat yang bermacam-macam. 6. Keturunan. 7. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress

11

b. Gangren kaki diabetik Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi : 1. Faktor endogen : a. Genetik, metabolik. b. Angiopati diabetik c. Neuropati diabetik 2. Faktor eksogen : a. Trauma b. c. Infeksi Obat

2.2.3

Patofisologi

a. Diabetes melitus Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Didalam saluran pencernaan, glukosa, protein dipecah makanan yang terdiri dari karbohidrat dipecah menjadi

menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat

makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat. Pada Diabetes melitustipe 1terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri. Pada diabetes melitus tipe 2jumlah insulin normal, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

12

b. Gangren kaki diabetik Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi. a. Teori Sorbitol Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. b. Teori Glikosilasi Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular. Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinyagangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkanhilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalamitrauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguanmotorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubahtitik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akanmenyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasasakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguanpembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki dimalam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.

13

2.2.4 Gambaran Klinis Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lansia umumnya tidak ada.Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

14

2.2.5 Komplikasi Komplikasi diabetes mellitus dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap diabetes mellitus. Komplikasi Akut Diabetes Mellitus Dua komplikasi akut yang paling penting adalah reaksi hipoglikemia dan koma diabetik. Reaksi Hipoglikemia Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Penderita koma hipoglikemik harus segera dibawa ke rumah sakit karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infuse glukosa. Diabetisi yang mengalami reaksi hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik, biasanya disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.

Koma Diabetik Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah: Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar) Minum banyak, kencing banyak Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit. (2)

Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus Bila penderita lengah, komplikasi diabetes mellitus dapat menyerang seluruh alat tubuh. Sebaliknya, komplikasi tersebut tidak akan muncul jika perawatan diabetes mellitus dilaksanakan dengan tertib dan teratur.

15

Tabel Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus Organ/jaringan yg terkena Yg terjadi Komplikasi

Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat arteri berukuran besar atau sedang di jantung, otak, Pembuluh darah tungkai & penis. Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran Gigi Gigi dan gusi mudah goyah sering bahkan kali Sirkulasi yg jelek menyebabkan penyembuhan luka yg jelek

&16mpo menyebabkan penyakit jantung, stroke, 16mpotent kaki & tangan, 16mpotent & infeksi

Kerusakan jaringan periodentium lepas,gusi yang mengikat gigi

bengkak,mudah mengalami infeksi, dan kadang-kadang bernanah Telinga sering berdenging, lama-

Telinga

Urat

saraf

pada

pendengaran

kelamaan

pendengaran

akan

mudah rusak

merosot bahkan dapat menjadi tuli sebelah, telinganya ataupun tuli kedua

Mata

Terjadi kerusakan pada pembuluh Gangguan penglihatan & pada darah kecil retina akhirnya bisa terjadi kebutaan

1. Penebalan pembuluh darah


ginjal. Ginjal

2. Protein bocor ke dalam air Fungsi


kemih. Gagal ginjal

ginjal

yg

buruk

3. Darah tidak disaring secara


normal Kerusakan saraf karena glukosa Saraf tidak dimetabolisir secara normal & karena aliran darah berkurang

1. Kelemahan
terjadi

tungkai

yg

secara

tiba-tiba

atau secara perlahan.

16

2. Berkurangnya
kesemutan & tangan & kaki.

rasa, nyeri di

3. Kerusakan saraf menahun


Kerusakan pada saraf yg Tekanan darah yg naik-turun. Kesulitan menelan & perubahan fungsi pencernaan disertai

Sistem otonom

saraf

mengendalikan tekanan darah & saluran pencernaan

serangan diare

Berkurangnya aliran darah ke kulit & Kulit hilangnya rasa yg menyebabkan cedera berulang

1.

Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum).

2. Penyembuhan luka yg jelek


Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran kemih & kulit

Darah

Gangguan fungsi sel darah putih

Gluka tidak dimetabolisir secara Jaringan ikat normal sehingga jaringan menebal atau berkontraksi

Sindroma

terowongan

karpal

Kontraktur Dupuytren

Menurut supartondo, gejala gejala akibat DM pada usia lanjut gangguan yang sering ditemukan adalah: 1. Katarak 2. Glaukoma 3. Pruistus vulvae 4. Infeksi bakteri kulit 7. Infeksi kulit jamur 11. Ulkus neurotropik 4. Dermatopati 5. Neuro perifer 6. Amiotropi 8. Neuro viseral 9. Penyakit ginjal 10. Peny.coroner 12. hipertensi 13. retinopati 14.gg.pmbuluh darah perifer 15. peny. pembuluh darah otak

17

2.2.6

Pemeriksaan Penunjang

1. Glukosa darah sewaktu 2. Kadar glukosa darah puasa 3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl) Bukan DM Kadar glukosa darah sewaktu Belum pasti DM DM

Plasma vena Darah kapiler < 100 <80 100-200 80-200 >200 >200

Kadar glukosa darah puasa Plasma vena Darah kapiler

<110 <90

110-120 90-110

>126 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) 3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

1. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu/ gula darah random (GDS) yang diatas 200 mg/dl (SI: 11,1 mmol/l) pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan kriteria diagnostik penyakit diabetes. 2. Pemeriksaan gula darah plasma pada waktu puasa/ gula darah nuchter (GDP) yang besarnya diatas 140 mg/dl (SI: 7,8 mmol/L. Jika kadar gula darah puasanya normal, penegakkan diagnosis harus berdasarkan tes toleransi glukosa. 3. Pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO), merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif yang dilakukan dengan pemberian larutan karbohidrat sederhana, yaitu dengan cara : Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak Pasien puasa semalam selama 10-12 jam Periksa GDP

18

Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

2.2.7 Penatalaksanaan Menurut Steven diperkirakan 25 50% dari DM lansia dapat dikendalikan dengan baik hanya dengan diet saja.3% membutuhkan insulin dan 20 45% dapat diobati dengan oral anti diabetik dan diet saja. Para ahli berpendapat bahwa sebagian besar DM pada lansia adalah tipe II, dan dalam penatalaksanaannya perlu diperhatikan kasus perkasus, cara hidup pasien, keadaan gizi dan kesehatannya, adanya penyakit lain yang menyeertai serta ada/tidaknya komplikasi DM. Pedoman penatalaksanaan DM lansia adalah : 1. Menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya. 2. Menghilangkan gejala-gejala akibat hiperglikemia (quality of life) seperti rasa haus, sering kencing, lemas, gatal-gatal. 3. Lebih bersifat konservatif, usahakan agar glukosa darah tidak terlalu tinggi (200-220 mg/dl) post prandial dan tidak sampai normal betul karena bahaya terjadinya hipoglikemia. 4. Mengendalikan glukosa darah dan berat badan sambil menghindari resiko hipoglikemia.

19

Pathways Defisiensi Insulin

glukagon

penurunan pemakaian glukosa oleh sel glukoneogenesis hiperglikemia

lemak

protein

glycosuria

ketogenesis

BUN

Osmotic Diuresis

ketonemia

Nitrogen urine

Dehidrasi

Mual muntah

pH

Hemokonsentrasi

Resti Ggn Nutrisi Kurang dari kebutuhan

Asidosis

Trombosis

Koma Kematian

Aterosklerosis

Makrovaskuler

Mikrovaskuler

Retina Jantung Serebral Ekstremitas Retinopati diabetik Ggn. Penglihatan Ggn Integritas Kulit Resiko Injury

Ginjal

Nefropati

Miokard Infark

Stroke

Gangren

Gagal Ginjal

20

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus:
Nenek T 60 tahun mengeluh dalam tiga bulan terakhir ini sering mengalami lapar.mudah haus dan serinag kencing. Pada telapak tangan terdapat luka basah, nenek T mengatakan lukannya sudah tiga minggu tapi belum sembuh juga.

A. PENGKAJIAN Nama Tempat tanggal lahir Pendidikan terakir Agama Status perkawinan Tinggi badan/berat badan Penampilan Alamat : Ny.T : Bukittinggi ,08 juni 1951 : SD : Islam : kawin : 155 cm / 65 kg :rapi, bersih, tidak kifosis : JLn. Tan malaka no. 06 Bukittinggi

Identitas penanggung jawab Nama Hubungan dengan lansia Alamat : Tn K : Anak : JLn. Tan malaka Bukittinggi

b. Keluhan Utama
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nafsu makan meningkat, sering minum,dan buang air kecil,mata kabur, kelemahan tubuh. gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.

c. Riwayat kesehatan sekarang


Merupakan riwayat klien saat ini, yang meliputi keluhan klien. Biasanya pada pasien dengan penyakit diabetes mellitus mengeluh dalam tiga bulan terakhir ini sering mengalami lapar.mudah haus dan serinag kencing dan Pada telapak tangan terdapat luka basah

21

d. Riwayat kesehatan dahulu


Biasanya klien dengan diabetes mellitus memilki Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional.

e. Riwayat kesehatan keluarga


Anak Ny.T mengatakan, ibunya pernah mengatakan neneknya juga menderita DM.

Pemeriksaan fisik
1. Sistem Integumen Biasanya klien mengalami Kulit panas, kering dan kemerahan, turgor jelek,demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus 2. Sistem Pulmonal Biasanya klien akan mengalami Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kaliummenurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton. 3. Sistem Cardiovaskuler Biasanya klien akan mengalami Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK) 4. Sistem Neurosensori Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang. 5. Sistem Musculoskeletal Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai 6. Sistem genitourinaria Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun. 7. Sistem perkemihan Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper aktif).

22

f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda. 1. 2. 3. 4. Pemeriksaan Glukosa darah : biasanya meningkat 200-100mg/dL Pemeriksaan Aseton plasma (keton) : didapatkan hasil positif secara mencolok Pemeriksaan Asam lemak bebas : didapatkan kadar lipid dan kolesterol meningkat Pemeriksaan Osmolalitas serum :didapatkan hasil meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l. 5. Pemeriksaan elektrolit Elektrolit : Hasil dari pemeriksaan elektrolit : Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. Fosfor : lebih sering menurun 6. pemeriksaanHemoglobin glikosilat : didapatkan hasil kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru). 7. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. 8. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi. 9. 10. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA. 11. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody) 12. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. 13. 14. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

23

1. Pola aktivitas sehari hari


a. Aktivitas/ Istirahat Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun. b. Sirkulasi

Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah c. d. Integritas Ego : Stress, ansietas Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare e. Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. f. Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan. g. h. i. Nyeri / Kenyamanan : Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) Pernapasan : Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) Keamanan : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Analisa data NO 1 DATA Ds : Klien mengatakn nafsu makan ketigenesis dan ketonemia nafsu makan meningkat tidak terjadi peningkatan BB ada mual dan muntah,letih gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh PATOFISIOLOGI defisiensi insulin glukagon meningkat MASALAH Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

meningkat Klien mengatakan tidak

peningkatan BB Klien mengeluhakan lemas. Klien

24

mengatakan mual muntah Do : Klien letih Penurunan berat dengan badan intake tampak dan

yang adekuat Konjugtiva klien anemis

Ds : Klien mengatakan ada luka pada kakinya Klien mengatakan luka sudah tiga minggu Klien mengatakan disekitar luka

defisiensi insulin penurunan pemakaian glukosa sel hiperglikemia osmotik diuretik hemo konsentrasi dan trombus aterosklerosis ,makrovili ekstermitas gangren diabetik gangguan integritas kulit

Gangguan integritas kulit

kemerahaan Do : Terdapat luka

diabetik tipe 1 Disekitar luka 25

tampak kemerahan Terjadi

klien

kerusakan pada lapisan kulit 3 DS : Klien mengatakan penglihat kabur Klien mengatakan sakit kepala Klien mengatakan sulit untuk resiko injury terjadi aterosklerosis mikrovaskuler terjadi retino diabetik gangguan penglihatan (katrak) Etiologi defisiensi insulin Resiko injuri

melakukan aktivitas karena penglihatn kabur Do : Terjadi penurunan penglihatn pada klien Klien mengalami retino diabetik Klien menderita katarak

26

3. Kemungkinan diagnose yang muncul a. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak mampuan tubuh mengabsorbsi makanan. b. Ganguuan integritas kulit b.dgangren diabetik c. Resiko injury b.d disfungsi sensori

4. Intervensi keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1.

Ketidakseimbangan nutrisi NOC : kurang tubuh dari kebutuhan Nutritional Status :

NIC : Nutrition Management

Nutritional Status : food


and Fluid Intake Status :

Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

Definisi : Intake nutrisi tidak Nutritional cukup untuk keperluan

nutrient Intake

metabolisme tubuh.

Weight control

dibutuhkan pasien. Anjurkan pasien untuk

Batasan karakteristik :

Kriteria Hasil :

meningkatkan intake Fe peningkatan

Kurang makan Membran mukosa pucat Ketidakmampuan


mencerna makanan

Adanya
berat

Anjurkan

pasien

untuk

badan

sesuai

meningkatkan protein dan vitamin C

dengan tujuan

Beratbadan ideal sesuai


dengan tinggi badan

Berikan substansi gula Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat

Kram abdomen Nyeri abdomen Menghindari makanan


lebih di bawah berat badan ideal

Mampumengidentifikasi
kebutuhan nutrisi

untuk mencegah konstipasi

Berat badan 20 % atau Tidk ada tanda tanda


malnutrisi

Berikan terpilih

makanan (

yang sudah

Menunjukkan
peningkatan pengecapan rambut menelan fungsi dari

dikonsultasikan dengan ahli gizi). mengkonsumsi Sebaiknya makanan

Kerapuahn kapiler Diare Kehilangan


berlebihan

seperti gading ternak, ikan, banyak buah dan sayur

Tidak terjadi penurunan

27

Bising usus hiperaktif Kurang informasi Kurang


makanan minat pada

berat berarti

badan

yang

segar, kacang kacangan, dan sedapat mungkin minyak makanan

menggunakan zaitun.konsumsi

Penurunan berat badan


dengan asupan makanan adekuat

kaya omega 3, makanan kay kalsium, zat besi, dan

suplemen serta vitamin.

Kesalahan konsepsi Kesalahan informasi Tonus otot menurun Mengeluh


sensasi rasa gangguan

Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

Mengeluh
RDA

asupan

Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi Kaji kemampuan pasien

makanan kurang dari (recommended

daily allowance)

untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Cepat kenyang setelah


mencerna makanan

Sariawan rongga mulut Steat orea Kelemahan otot yang


diperlukan menelan mengunyah Faktor yang berhubungan : untuk atau

Nutrition Monitoring

BB

pasien

dalam

batas

normal Monitor adanya penurunan berat badan Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

Faktor biologis Faktor ekonomi Ketidakmampuan untuk


mengabsorpsi nutrisi

Ketidakmampuan untuk
mencerna makanan

Ketidakmampuan
menelan makanan

Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

Faktor psikologis 28

Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah Monitor mual dan muntah Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht Monitor makanan kesukaan Monitor pertumbuhan dan perkembangan Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan

konjungtiva

Monitor kalori dan intake nuntrisi Catat adanya edema,

hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.

Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

Kerusakan integritas kulit NOC : Tissue Integrity : Skin NIC : Pressure Management b.d lesi dan poses inflamasi Batasan karakteristik: and Mucous Membranes Kriteria Hasil : pada

a. Anjurkan
longgar

pasien

untuk

menggunakan pakaian yang

Gagangguan bagian tubuh.

a. Integritas kulit yang


baik dipertahankan (sensasi, elastisitas, hidrasi, bisa

b. Hindari kerutan padaa tempat


tidur

Kerusakan lapisa kulit (dermis). Gangguan permukaan

c. Jaga kebersihan kulit agar


tetap bersih dan kering

temperatur, pigmentasi)

kulit (epidermis)

d. Mobilisasi pasien (ubah posisi


luka/lesi pasien) setiap dua jam sekali

b. Tidak

ada

pada kulit

e. Monitor kulit akan adanya


kemerahan

c. Perfusi jaringan baik d. Menunjukkan


pemahaman dalam

f. Oleskan

lotion

atau

minyak/baby oil pada derah

29

proses perbaikan kulit dan terjadinya berulang mencegah sedera

yang tertekan

g. Monitor

aktivitas

dan

mobilisasi pasien

h. Monitor status nutrisi pasien


melindungi dan

e. Mampu
kulit

i. Memandikan pasien dengan


sabun dan air hangat

mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

30

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara relatif kekurangan insulin. Klasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia adalah Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin, Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler, Obesitas, banyak makan, Aktivitas fisik yang kurang, Penggunaan obat yang bermacam-macam, Keturunan, Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress. Pada DM lansia tidak terjadi poliuria, polidipsia, akan tetapi keluhan yang sering muncul adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Prinsip penatalaksanaan DM lansia adalah Menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya, Menghilangkan gejala-gejala akibat hiperglikemia,Lebih bersifat konservatif, Mengendalikan glukosa darah dan berat badan.

4.2 Saran Dengan adanya makalah asuhan keperawatan gerontik dengn masalh diabetes mellitus ini di harapakan dapat membantu pembaca dalam memahami bagaiman askep gerontik dengan diabetes mellitus.

31

DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997. Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997. Luecknote, Annette Geisler, Gerontologic Nursing second Edition, St. Louis Missouri : Mosby,Inc, 2000. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002. Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996. Francis S Greenspan, John D Baxter. Endokrinologi dasar & klinik edisi 4, Jakarta : EGC, 1998.

32

You might also like