Professional Documents
Culture Documents
FILSAFAT KONTEMPORER
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
HAFIDHIN ( SEMESTER II )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia tercipta diberi kelebihan diantara makhluk-makhluk lain yang berada di dunia
ini, yakni kemampuan berfikir yang luar biasa melalui akal pikiran dan budi daya. Dengan akal
pikiran manusia berfikir akan kebenaran serta daya kemampuan untuk tetap surfive. Apabila akal
dipergunakan secara mendalam, fundamental, hakiki dan universal akan lahir apa yang
dinamakan filsafat. Zaman sejarah dimulai sejak manusia dapat mendokumentasikan hasil
pemikian dan kebudayaan atau peradaban, dari sini timbul sebuah metodologi tentang hasil
Filsafat di mulai sejak filsafat klasik meliputi filsafat yunani dan romawi pada abad ke-6
SM yang dipelopori oleh Tahles dan berakhir pada 529 M. Zaman pertengahan meliputi
pemikiran Boethius sampai Nicolaus pada abad ke-6 M dan berakhir pada abad ke-15 M.
Kemudian munculnya berbagai agama, seperti nasrani, islam dan agama-agama dan kepercayaan
dari India, Zaman modern didahului oleh pemikiran tokoh-tokoh Renaissance, Pada filsafat
Rene Descartes(1596-1650) dan berakhir pada pemikiran Friedrich Nietzsche (1844-1900), dan
zaman kontemporer yang meliputi seluruh filsafat abad ke-20 hingga saat ini.[1]
memiliki sifat yang sangat heterogen. Hal ini disebabkan karena profesionalisme yang semakin
besar. Sebagian besar filsuf adalah spesialis di bidang khusus, seperti matematika, fisika,
liberalisasi, dan lahirnya demokratisasi dan humanisme dalam segala aspek kehidupan, dalam
B. Rumusan Masalah
BAB I
PENDAHULUAN
Kata filsafat dalam bahasa arab berasal dari bahasa Yunani Philosophia yang secara
harfiah berarti cinta kepada pengetahuan atau kebijaksanaan. Orang yang cinta kepada
pengetahuan atau kebijaksanaan disebut philosophos atau dalam bahasa arab failosuf (filsuf).
Pecinta pengetahuan atau kebijakasanaan adalah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai
usaha dan tujuan hidupnya, atau orang yang mengabdikan hidupnya kepada pengetahuan,[2]
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara
sistematis, radikal, dan kritis. Orang Yunani senang akan kebijaksanaan yang selalu diarahkan
kepada kepandaian secara teoretis dan praktis. Kepandaian yang bersifat teoretis adalah upaya
manusia mencari pengetahuan yang penuh dengan gagasan dan ide yang tentunya sejalan dengan
cara pikir mereka. Kepandaian yang bersifat praktis adalah upaya mencari pengetahuan yang
B. Periodesasi Filsafat
Dalam garis besarnya Periodesasi filsafat terbagi atas 4 masa yang disusun secara ringkas
sebagai berikut :
1.
Filsafat
Klasik
atau
filsafat
Yunani
kuno
SM
sampai
setelah
masehi.
Zaman Yunani Kuno merupakan awal kebangkitan filsafat secara umum untuk menjawab
persoalan disekitar dengan rasio dan meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau tahayul
yang irrasional.
2.
Zaman Pertengahan
Pada masa ini, para ilmuwannya hampir semua adalah teolog, sehingga aktivitas ilmiah berkaitan
3.
Zaman Modern
Dikenal juga sebagai masa Rasionalisme, yang tumbuh di zaman modern dengan tokoh utama, yaitu Rene Descartes (1596 1650) yang dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern, Spinoza (1633 1677), dan Leibniz (1646 1716). Descartes memperkenalkan metode berpikir deduktif logis
4.
Filsafat kontemporer sifatnya heterogen. Para pelakon yang paling depan dalam filsafat
adalah Prancis, Inggris dan Jerman. Titik tekan pembahasannya terutama terletak pada aliran-
aliran filsafat.
1.
Pragmatisme
Pragmatisme mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang akibat-akibatnya bermanfaat
secara praktis. Kebenaran mistis diterima, asal bermanfaat praktis. Populer di Amerika Tokoh
yang terpenting dalam aliran ini adalah William James (1842-1910). Pragmatisme yang
dimunculkannya terbagi menjadi enam hal : temperamen filosofis, teori kebenaran, teori makna,
holistik tentang pengetahuan, pandangan metafisika, dan metode penyelesaian sengketa filosofis.
2.
Vitalisme
Vitalisme berpandangan bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya atau prinsip vital
yang berbeda dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap perkembangan
ilmu teknologi serta industrialisme, di mana segala sesuatu dapat dianalisa secara matematis.
Tokoh terpenting dalam vitalisme adalah Henri Bergson (1859-1941). Ia adalah salah satu filsuf yang paling terkenal dan berpengaruh di Perancis pada akhir abad 19 awal abad 20.
3.
Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari kata phenomenon yang berarti gejala atau apa yang tampak. Jadi,
fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri.
Edmund Husserl (1859-1938) adalah pendiri aliran fenomenologi yang telah mempengaruhi
pemikiran filsafat abad 20 secara mendalam. Baginya, fenomena adalah realitas sendiri yang
tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subjek dengan realitas, realitas sendiri
yang tampak bagi subjek. Husserl mengatakan bahwa apa yang dapat kita amati hanyalah
fenomena bukan sumber dari gejala itu sendiri dan dari apa yang kita amati, terdapat beberapa hal yang membuatnya tidak murni sehingga perlu diakan reduksi. Langkah langkah yang harus
dilakukan adalah melakukan reduksi fenomenologi dan reduksi eiditis. Pandangan Husserl
mengenai fenomena ini, ia telah mengadakan semacam revolusi dalam filsafat barat. Sejak masa
Descrates, kesadaran selalu diartikan sebagai kesadaran yang tertutup, artinya kesadaran
mengenal diri sendiri merupakan satu satunya jalan untuk mengenal realitas. Namun, Husserl
berpendapat bahwa kesadaran terarah kepada realitas, sama artinya dengan realitas menampakan
1.
2.
3.
4.
Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada
eksistensi. Sebenarnya, istilah eksistensialisme tidak menunjukan suatu sistem filsafat secara
khusus. Eksistensi adalah cara berada di dunia. Benda mati dan hewan tidak menyadari
keberadaannya di dunia ini. Akan tetapi manusia sadar hal tersebut. Itulah sebabnya, segala
sesuatu mempunyai arti sejauh masih berkaitan dengan manusia. Dengan kata lain, manusia
memberikan arti kepada segala hal. Ada beberapa hal yang dapat mengidentifikasikan ciri dari
1.
2.
Eksistensialisme adalah suatu proses atas nama individualis terhadap konsep-konsep, filsafat
3.
kepribadian) dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa.
4.
atau massa.
5.
6.
Filsafat ini bertitik tolak kepada manusia konkret, manusia yang bereksistensi. Dalam kaitan
dengan ini mereka berepndapat bahwa pada manusia, eksistensi mendahului esensi.
Tokoh yang penting dalam filsafat eksistensialisme adalah Martin Heidegger dan Jean-Paul
Sartre.
1. Martin Heidegger (1883-1976) Perhatian utama dari seorang Heidegger adalah karyanya, Being dan Time, ia mencoba untuk
mengakses being (Sein) dengan melalui analisis fenomenologis tentang eksistensi manusia
(Dasein) yang berkenaan ke karakter duniawi dan sejarah manusia. Dalam karya-karyanya
berikutnya, Heidegger menekankan nihilisme masyarakat teknologi modern, dan berusaha untuk
memenangkan tradisi filsafat Barat kembali ke pertanyaan yang ada. Ia meletakkan penekanan
pada bahasa sebagai jalan untuk membuka pertanyaan tersebut. Tulisannya yang sangat sulit.
2. John-Paul Sartre (1905-1980) John-Paul Sartre adalah seorang atheis dan satu satunya filsuf kontemporer yang menempatkan
kebebasan pada titik yang sangat ekstrim. Ia berpendapat bahwa manusia itu bebas atau sama sekali tidak bebas. Tentang kebebasan, Sartre mengatakan,Manusia bebas. Manusia adalah kebebasan.
5.
Filsafat Analitis
Filsafat analitis atau filsafat bahasa merupakan reaksi terhadap idealisme, khususnya
Neohegelianisme. Para penganutnya menyibukkan diri dengan menganalisa bahasa dan konsep-
konsep. Aliran ini muncul di Inggris dan Amerika Serikat sekitar tahun 1950. Tokoh penting
dalam filsafat ini adalah Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Gilbert Ryle, dan
6.
Strukturalisme
Strukturialisme muncul di Prancis pada tahun 1960, dan dikenal pula dalam linguistik, psikiatri,
dan sosiologi. Strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan
memiliki struktur yang sama dan tetap. Berbeda dengan filsafat eksistensialisme yang menekankan pada peranan individu, strukturialisme memandang manusia terkungkung dengan berbagai truktur di sekelilingnya. Maka kaum strukturalis menyibukkan diri dengan struktur
struktur tersebut. Secara garis besar ada dua pengertian pokok yang sangat erat kaitannya dengan
1. Strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu
2. Strukturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahami masalah yang muncul dalam
sejarah filsafat. Di sini metodologi struktural dipakai untuk membahas tentang manusia, sejarah,
kebudayan dan alam, yaitu dengan membuka secara sistematik struktur-struktur kekerabatan dan
struktur-struktur yang lebih luas dalam kesusasteraan dan dalam pola-pola psikologik tak sadar
yang menggerakkan tindakan manusia. Tokohtokoh yang memiliki peranan penting dalam filsafat strukturialisme adalah Levi Strauss,
1. Claude Levi Strauss Bagi Strauss, struktur itu tidak identik dengan struktur empiris suatu masyarakat tertentu,
struktur itu tidak ada dalam realitas yang tampak. Dari ini, terdapat kemenduaan Strauss antara
jenis strukturalisme yang melihat struktur sebagai suatu model abstrak yang dihasilkan dari
analisis terhadap suatu fenomena dengan pengertian struktur sebagai yang bersifat terner, yaitu
2. Jacques Lacan
Lacan membaca ulang karya Freud untuk meninjau ulang teori tentang subjektivitas dasn
pandangannya bahwa yang paling mneghambat pengetahuan tentang cirri revolusioner dan subversif karya karya Freud adalah pandangan bahwa ego merupakan hal yang terpenting
3. Michel Foucault (1926-1984) ia mengarahkan bahwa kita tidak dapat mereduksi praktek praktek deskursif menjadi disiplin
akademik. Akan tetapi, praktek diskurtif adalah sebuah keteraturan yang muncul dalam fakta
artikulasi itu sendiri. Keteraturan suatu diskursus itu bersifat tidak sadar.
7.
Semiotika
Semiotika adalah teori tentang tanda dan penandaan. Seorang ahli semiotika seperti Barthes
dalam awal pemikirannya melihat kehidupan sosial dan kultural dalam kerangka penandaan.
Melalui pendekatan semiotika yang didasarkan atas kerangka linguistik Saussurean, kehidupan
sosial menjadi pertarungan demiprestige dan status; atau bisa juga ia menjadi tanda pertarungan
1. Roland Barthes
Barthes adalah seorang ahli semiotika, seorang yang melihat bahasa sebagai yang dimodelkan
oleh teori Saussure tentang tanda yang melandasi pemahaman structural kehidupan sosial dan kultur. Karya karya Barthes sangat beragam, berkisar dari teori semiotika, esai kritik sastra, telaah psikobiografis serta karyakarya yang lebih bersidat pribadi. Gaya bahasa personifikasi
2. Ferdinand de Saussure
Saussurre adalah seorang bapak strukturalisme dan linguistik. Hal pokok pada teorinya adalah
prinsip yang mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun
dari dua bagian: penanda dan yang ditanda. Konsepnya mengenai tanda menunjuk ke otonomi
relatif bahasa dalam kaitannya dengan realitas. Bahkan, secara lebih mendasar Saussure
mengungkapkan suatu hal yang bagi kebanyakan orang modern menjadi prinsip yang paling
8.
Postmodernisme
Postmodernisme, sangat popular pada penghujung abad ke-20 dan merambah ke berbagai bidang
dan disiplin filsafat dan ilmu pengetahuan. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap
modernisme dengan segala dampaknya. Modernisme dimulai oleh Rene Descrates, dikokohkan
oleh zaman pencerahan (Aufklaerung), dan kemudian mengabdikan diri melalui dominasi sains
dan kapitalisme.[5]
Perkembangan pemikiran Islam kontemporer yang luar biasa saat ini, sesungguhnya,
Pertama, fundamentalis. Yaitu, model pemikiran yang sepenuhnya percaya pada doktrin Islam
sebagai satu-satunya alternatif bagi kebangkitan Islam dan manusia. Mereka biasanya dikenal
sangat commited pada aspek religius budaya Islam. Bagi mereka, Islam telah mencakup segala
aspek kehidupan sehingga tidak memerlukan segala teori dan metode dari luar, apalagi Barat.
Garapan utamanya adalah menghidupkan kembali Islam sebagai agama, budaya sekaligus
peradaban, dengan menyerukan untuk kembali pada sumber asli (al-Qur'an dan Sunnah) dan
mempraktekkan ajaran Islam sebagaimana yang dilakukan Rasul dan Khulafa' al-Rasyidin.
Tradisi dan Sunnah Rasul harus dihidupkan kembali dalam kehidupan modern sebagai bentuk
kebangkitan Islam.
Kedua, tradisionalis ( salaf ). Yaitu, model pemikiran yang berusaha berpegang pada tradisi-
tradisi yang telah mapan. Bagi mereka, segala persoalan umat telah diselesaikan secara tuntas
oleh para ulama terdahulu. Tugas kita sekarang hanyalah menyatakan kembali atau merujukkan
dengannya. Perbedaan kelompok ini dengan fundamentalis terletak pada penerimaannya pada
tradisi. Fundamentalis membatasi tradisi yang diterima hanya sampai pada khulafa' al-rasyidin ,
sedang tradisionalis melebarkan sampai pada salaf al-shalih , sehingga mereka bisa menerima
kitab-kitab klasik sebagai bahan rujukannya. Hasan Hanafi pernah mengkritik model pemikiran
ini. Yaitu, bahwa tradisionalis akan menggiring pada ekslusifisme, subjektivisme dan
diterminisme.
Ketiga, reformis. Yaitu, model pemikiran yang berusaha merekonstruksi ulang warisan budaya
Islam dengan cara memberi tafsiran baru. Menurut mereka, Islam telah mempunyai tradisi yang
bagus dan mapan. Akan tetapi, tradisi ini tidak dapat langsung diaplikasikan melainkan harus
harus dibangun kembali secara baru dengan kerangka berpikir modern dan prasyarat rasional,
sehingga bisa survive dan diterima dalam kehidupan modern. Karena itu, mereka berbeda dengan
Islam berdasarkan standar modern. Model ini sesungguhnya sama dengan reformis yang
dekonstruktif atas tradisi, bukan sekedar rekonstruktif, sehingga yang absolut menjadi relatif dan
Kelima, moderinis. Yaitu, model pemikiran yang hanya mengakui sifat rasional-ilmiah dan
menolak kecenderungan mistik. Menurutnya, tradisi masa lalu sudah tidak relevan, sehingga
harus ditinggalkan. Karakter utama gerakannya adalah keharusan berpikir kritis dalam soal
keagamaan dan kemasyarakatan. Mereka ini biasanya banyak dipengaruhi cara pandang
marxisme. Meski demikian, mereka bukan sekuler. Sebaliknya, mereka bahkan mengkritik
sekuler selain salaf. Menurutnya, kaum sekuler telah bersalah karena berlaku eklektif terhadap
Barat, sedang kaum salaf bersalah menempatkan tradisi klasik pada posisi sakral dan shalih
likulli zaman wa makan . Sebab, kenyataannya, tradisi sekarang berbeda dengan masa lalu.
Modernis menjadikan orang lain (Barat) sebagai model, sedang salaf menjadikan masa lalu
sebagai model. Keduanya sama-sama ahistoris dan tidak kreatif, sehingga tidak akan mampu
Berdasarkan periodesassi filsafat kontemporer yang terlahir pada abad XX terlahir adalah
era gerakan anti kolonisme dan keinginan kebebasan dalam segala hal. Filsuf Indonesia yang
1. Soekarno
Soekarno (1901-1970), salah seorang pendiri Republik Indonesia dan pernah menjabat ketua
pertama Partai Nasional Indonesia (PNI), pernah menulis satu artikel di koran harian Suluh
Indonesia Muda tahun 1926 dengan judul Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. [7] Ir.
Sukamo, yang di kalangan masyarakat lebih dikenal dengan nama Bung Karno, tidak hanya
seorang negarawan atau politikus kaliber dunia. la juga merupakan seorang pemikir yang brilian
dan berbobot. Salah satu hasil pemikirannya yang orisinal adalah Marhaenisme, suatu antitesa
melawan kapitalisme dan imperialisme, setelah ia menyadari bahwa teori-teori Marxisme yang
berasal dari Eropa itu tidak sesuai untuk negeri jajahan seperti Indonesia, yang perekonomiannya
Dalam tulisan itu pula, Soekarno menyambut baik aliran-aliran Barat seperti Marxisme dan
kemerdekaannya.
2. Sutan Syahrir
Sutan Syahrir (1909-1966), salah seorang pendiri Republik Indonesia dan pendiri Partai Sosialis
Indonesia (PSI), pernah menulis catatan harian selama pembuangannya di Banda Neira dan
Boven Digul sekitar tahun 1935 dan 1936. Dalam catatan hariannya tanggal 20 Juni 1935,
Syahrir menulis : di sini sejak berabad-abad tidak ada kehidupan rohani, tidak ada kehidupan
budaya, tidak ada sama sekali kemajuan. Memang ada pengungkapan seni Timur yang banyak
dipuji-puji, akan tetapi apakah itu semua tiada lain dari perkembangan yang tidak sempurna dari
kebudayaan feodal, yang tidak mungkin menjadi tempat berpegang bagi kita, orang-orang abad
keduapuluh? Apa bisanya wayang dengan segala lambang-lambangnya yang sahaja dan mistik ituyang sejajar dengan cerita-cerita kiasan (allegori) dan ilmu batin abad menengah di Eropa
yang menyumbangkan sesuatu yang bersifat intelektual dan kultural secara umum kepada kita?
Kebutuhan rohani kita adalah kebutuhan abad keduapuluh, masalah-masalah kita, pandangan kita
adalah dari abad keduapuluh. Selera kita bukan menuju kepada mistik, tetapi kepada kenyataan,
kejelasan dan kelugasan (realiteit, helderheid, zekelyheid) Pada hakekatnya kita tidak pernah
dapat menerima perbedaan esensial antara Timur dan Barat, tidak untuk hidup kita, sebab untuk
kebutuhan rohani kita, kita tergantung dari Barat, bukan secara ilmiah saja, melainkan juga secara budaya umumnya
Secara kultural kita lebih dekat kepada Eropa dan Amerika daripada kepada Borobudur atau
Mahabharata atau kebudayaan Islam yang primitif di Jawa dan Sumatera. Apakah dasar kita,
Barat atau perkembangan elementer dari kebudayaan feodal yang masih diketemukan di dalam
masyarakat kita.[9]
3. Sutan Takdir Alisjahbana Pada tahun 1935, dalam polemiknya yang terkenal dengan sebutan Polemik Kebudayaan, Sutan
Takdir Alisjahbana (1908-1994) kembali mengritik Adat sebagai penyebab kekalahan Indonesia
dari kolonialisme Belanda. Kata Takdir Kalau dianalisa masyarakat kita kalah dengan bangsa-
bangsa lain di dunia, karena selama berabad-abad kia kurang memakai otaknya, kurang egoisme
(maksudnya yang sehat), kurang materialisme. Dalam hal intellect berabad-abad bangsa kita
parasiteren, hidup seperti benalu pada masa yang silam. Bangsa kita tiada mengasah otaknya,
tiada berusaha mendapat pikiran sendiri, ia menjadi Sleurmens. Otak Indonesia harus diasah
mengumpulkan harta dunia sebanyak mungkin! ke segala jurusan bangsa Indonesia harus
berkembang [10]
Dalam kacamata Takdir, Adat mengikat individu dengan banyak ikatan, sehingga kepribadian
orang Indonesia mati, semati-matinya. Supaya jiwa orang Indonesia hidup kembali, Takdir menganjurkan adopsi individualisme dan materialisme Barat. Bahwa Indonesia, terlebih lagi Bahasa Indonesia, merupakan proyek filsuf modernist yang sungguh bertujuan untuk
4. Mohammad Hatta
Di masa pembuangannya, Mohammad Hatta (1902-1980) menulis buku daras filsafat mengenai
Filsafat Barat Klasik berjudul Alam Pikiran Yunani (1941). Walaupun Hatta memuji Filsafat
Yunani dalam karyanya itu, mudah diterka bahwa Hatta sesungguhnya menjuruskan kritiknya
kepada Adat.
Dongeng dan takhyul yang dipusakakan dari nenek moyang itu menimbulkan adat dan kebiasaan
hidup, yang menjadi cermin jiwa bangsa yang memakainya. Pengetahuan pusaka itu bertambah
lama bertambah banyak, Semuanya masuk ke dalam perbendaharaan peradaban bangsa, yang
disebut kultur.[11]
5. Muhammad Yamin
Muhammad Yamin (1903-1962), adalah seorang konseptor Konstitusi RI, berhasil memasukkan Rasionalismesuatu aliran dalam Filsafat Barat Modernke dalam filsafat negara yang kini disebut Pancasila, yakni pada Sila Keempat yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan Hikmat kebijaksaan, rupanya, adalah terjemahan Yamin dari istilah Inggris Filsafat Rasionalisme[12].
Di lingkungan umat Islam terlebih kaum Nahdhiyyin, Gus Dur berfungsi sebagai pendobrak
kebekuan berfikir. Ia tak menutup pintu bagi filsafat dalam Islam. Itu sebabnya, ia
mengintroduksi diskursus filsafat ke dalam publik Islam Indonesia. Ia tak hanya membaca al-
Ghazali yang menampik filsafat, tapi juga melahap Ibn Rushd yang menerima filsafat. Bahkan,
Gus Dur antusias untuk bertamu ke kedai orang-orang seperti al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Bajah dan
Ibn Thufail, hingga para filosof Yunani seperti Aristoteles dan Plato. Ia pun berkelana cukup
jauh membacai karya-karya Karl Marx dan Fredrich Engels, juga Immanuel Kant dan
Bonaventura.
Gus Dur melakukan dinamisasi pemikiran Islam. Ia pun melakukan kritik sangat tajam terhadap
kemandegan pemikiran Islam. Ushul fikih yang dalam sejarahnya merupakan proses kreatif
untuk mendinamisasi fikih Islam, dalam perkembangannya, menurut Gus Dur, telah menjadi alat
seleksi yang sangat normatif dan memandulkan kreativitas. Akibatnya, umat Islam berwawasan
sempit dan sangat ekslusif. Umat Islam menjadi beban bagi kebangunan peradaban Islam.
Aktivitas istinbath tak bisa dilangsungkan, karena para ulamanya telah terperangkap dalam
gubahan fikih lama. Berbagai upaya untuk mengaransemen fikih Islam selalu ditolak.
Walau tak dikenal sebagai pakar fikih, Gus Dur turun tangan membenahi fikih Islam yang mogok di tengah jalan itu. Ia meminta agar teks keagamaan yang diduga kuat akan membentur
HAM, pluralisme dan nilai-nilai demokrasi untuk ditafsir ulang, mulai dari soal terminologi
murtad hingga soal kafir. Gus Dur berdebat sengit dengan sekelompok umat Islam yang
menggolongkan orang-orang non-Muslim Indonesia sebagai kafir dzimmi yang rendah bahkan harbi yang boleh diperangi. Gus Dur pun menafsir ulang pengertian al-maqashid al-syariyah
atau al-dlaruriyat al-khms (lima prinsip dasar Islam). Di antaranya, hifdz al-din diartikan Gus
periode Soekarno, periode Soeharto, dan periode paska-Soeharto. Atau bila mengikuti
periodesasi klasik, pertengahan, modern dan kontemporer yang menjadi pertanyaan kapankah
periode Klasik dari Filsafat Indonesia itu? Bisa saja dikatakan bahwa periode Klasik dari Filsafat
Indonesia adalah periode yang dihitung sejak era neolitik (sekitar 3500-2500 SM) hingga awal
abad 19 M, lalu periode Modern sejak awal abad 19 M hingga era Soeharto lengser, dan periode
Kontemporer sejak Soeharto lengser hingga detik ini. Setelah diamati filsuf Indonesia paska
kejatuhan Soeharto hanyalah KH. Abdurrohman Wahid, karena tokoh yang ada sekarang lebih
BAB III
PEUTUP
1. Kesimpulan
Filsafat Kontemporer yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut kehidupan
pada masa saat ini. Aliran, Aliran yang Berpengaruh dalam filsafat kontemporer
Pragmatisme, mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang akibat-akibatnya bermanfaat
secara praktis. Kebenaran mistis diterima, asal bermanfaat praktis. Populer di Amerika.
Vitalisme, berpandangan bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya atau prinsip
Fenomenologi, adalah aliran yang membicarakan fenomena atau segalanya sejauh mereka
Eksistensialisme, aliran ini memandang segala gejala denga berpangkal pada eksistensi.
Eksistensi adalah cara berada di dunia. Eksistensi mendahului esensi. Bungkus mendahului isi.
Filsafat analitis atau disebut juga filsafat bahasa. Para penganutnya menyibukkan diri denga
analisa bahasa dan konsep-konsep. Tokohnya Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein (1889-
Strukturalisme, pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan memiliki struktur
yang sama dan tetap. Mereka menyibukkan diri dengan struktur-struktur tersebut.
Semiotika adalah teori tentang penandaan. awal pemikirannya melihat kehidupan sosial dan
Filsafat Islam kontemporer yang luar biasa saat ini, sesungguhnya, dapat diklasifikasikan
dalam
model
kecenderungan
yaitu
fundamentalis,
tradisionalis
(salaf),
reformis,
Filsafat kontemporer Indonesia abad XX terlahir pada waktu gerakan anti kolonisme dan
keinginan kebebasan dalam segala hal. Filsuf Indonesia yang hidup pada periodesasi
kontemporer diantaranya adalah : Ir. Soekarno, Sutan Sahrir, Sutan Takdir Alisyabana,
Muhammad Hatta, Muhammad Yamin, dan KH. Abdurohman Wahid, namun dalam periodesasi
filsafat kontemporer Indonesia, dimulai sejak kejatuhan Soeharto dari presiden Republik
Indonesia yaitu taun 1998 berarti yang masuk filsuf kontemporer Indonesia adalah KH.
Abdurroman Wahid.
masih banyak kekurangan di mana-mana, ole karena itu segala kritik dan saran diharapkan dari
semua fihak, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta 2002
Fathul Mufid, Drs. H., MSI. Kuliyah Filsafat Umum Inisnu Jepara 2012
gusdurian.net/news/2011/.../menggemakan_pemikiran_gus_dur.html
Hatta, M. Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: UI Press & Tintamas, 1986), cet-3, hh. 1-2
Ignas Kleden et.al. (eds.), Kebudayaan sebagai Perjuangan: Perkenalan dengan Pemikiran S. Takdir
pemikiran-islam-kontemporer/#ixzz3pV3S2qD6
Sekneg RI (ed.), Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) & Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), (Jakarta: Sekretariat Negara
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Panitia Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, Jakarta 1963, cet-2, h.
1 Subagio Sastrowardoyo dikutip dalam eseinya Sikap Budaya Takdir dalam Polemik Kebudayaan serta Pengaruhnya, dalam S. Abdul Karim Mashad (ed.),Sang Pujangga : 70 Tahun Polemik
Syamsul
Hadi, Tradisi
Marxis
dalam
pemikiran
Sukarno
analisa
filsafat
tentang
Fathul Mufid, Drs. H., MSI. Kuliyah Filsafat Umum Inisnu Jepara 2012 Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta 2002
[1] [2]
[4] Muntansyir, Rizal, dkk. 2004. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. [5]
[6]
[7]
[8]
[9]
Muntansyir, Rizal, dkk. Filsafat Ilmu Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2004http://www.elearning. gunadarma.ac.id/docmodul A Khudori Soleh, Pemikiran Islam Kontemporer,http://id.shvoong.com/boo ks/dictionary/1840414-pemikiran-islamkontemporer/#ixzz3pV3S2qD6 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Panitia Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, Jakarta 1963, cet-2, h. 1 Syamsu Hadi, Tradisi Marxis dalam pemikiran Sukarno analisa filsafat tentang marhaenisme Perpustakaan Universitas Indonesia Sebagaimana dikutip oleh Subagio Sastrowardoyo dalam eseinya Sikap Budaya Takdir dalam Polemik
[10]
[12]
Kebudayaan serta Pengaruhnya, dalam S. Abdul Karim Mashad (ed.), Sang Pujangga : 70 Tahun Polemik Kebudayaan, Menyongsong Satu Abad S. Takdir Alisjahbana, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hh. 353-354 Ignas Kleden et.al. (eds.), Kebudayaan sebagai Perjuangan: Perkenalan dengan Pemikiran S. Takdir Alisjahbana, (Jakarta: Dian Rakyat, 1988), hh. 17-21 M. Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: UI Press & Tintamas, 1986), cet-3, hh. 1-2 Sekneg RI (ed.), Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) & Panitia Persiapan Kemerdekaan
[11]
Indonesia (PPKI), (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), hh. 19-20 gusdurian.net/news/2011/.../menggem akan_pemikiran_gus_dur.html Fathul Mufid, Drs. H., MSI. Kuliyah Filsafat Umum Inisnu Jepara 2012
[13] [14]
Diposkan oleh Irsyad Muslih di 20.24 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest