You are on page 1of 38

MAKALAH

FILSAFAT KONTEMPORER

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : FILSAFAT UMUM

Dosen Pengampu :

Drs. H. FATHUL MUFID, MSI.

Disusun Oleh :

HAFIDHIN ( SEMESTER II )

AHAMAD BISRI ( SEMESTER II )

INSTITUT ISLAM NAHDLATUL 'ULAMA

( INISNU) JEPARA FAKULTAS TARBIYAH 2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia tercipta diberi kelebihan diantara makhluk-makhluk lain yang berada di dunia

ini, yakni kemampuan berfikir yang luar biasa melalui akal pikiran dan budi daya. Dengan akal

pikiran manusia berfikir akan kebenaran serta daya kemampuan untuk tetap surfive. Apabila akal

dipergunakan secara mendalam, fundamental, hakiki dan universal akan lahir apa yang

dinamakan filsafat. Zaman sejarah dimulai sejak manusia dapat mendokumentasikan hasil

pemikian dan kebudayaan atau peradaban, dari sini timbul sebuah metodologi tentang hasil

pemikiran yang biasa dikenal dengan filsafat.

Filsafat di mulai sejak filsafat klasik meliputi filsafat yunani dan romawi pada abad ke-6

SM yang dipelopori oleh Tahles dan berakhir pada 529 M. Zaman pertengahan meliputi

pemikiran Boethius sampai Nicolaus pada abad ke-6 M dan berakhir pada abad ke-15 M.

Kemudian munculnya berbagai agama, seperti nasrani, islam dan agama-agama dan kepercayaan

dari India, Zaman modern didahului oleh pemikiran tokoh-tokoh Renaissance, Pada filsafat

Rene Descartes(1596-1650) dan berakhir pada pemikiran Friedrich Nietzsche (1844-1900), dan

zaman kontemporer yang meliputi seluruh filsafat abad ke-20 hingga saat ini.[1]

Zaman Kontemporer dimulai pada abad ke 20 hingga sekarang. Filsafat kontemporer

memiliki sifat yang sangat heterogen. Hal ini disebabkan karena profesionalisme yang semakin

besar. Sebagian besar filsuf adalah spesialis di bidang khusus, seperti matematika, fisika,

sosiologi, dan ekonomi.

Filsafat Kontempoer Indonesia terlahir dari kritik kolonialisme, imperialisme dan

liberalisasi, dan lahirnya demokratisasi dan humanisme dalam segala aspek kehidupan, dalam

bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Filsafat Kontemporer dan Periodesasi filsafat

2. Aliran-aliran dan Tokoh Filsafat Kontemporer

3. Filsafat Kontemporer Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian filsafat Kontemporer

Kata filsafat dalam bahasa arab berasal dari bahasa Yunani Philosophia yang secara

harfiah berarti cinta kepada pengetahuan atau kebijaksanaan. Orang yang cinta kepada

pengetahuan atau kebijaksanaan disebut philosophos atau dalam bahasa arab failosuf (filsuf).

Pecinta pengetahuan atau kebijakasanaan adalah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai

usaha dan tujuan hidupnya, atau orang yang mengabdikan hidupnya kepada pengetahuan,[2]

Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara

sistematis, radikal, dan kritis. Orang Yunani senang akan kebijaksanaan yang selalu diarahkan

kepada kepandaian secara teoretis dan praktis. Kepandaian yang bersifat teoretis adalah upaya

manusia mencari pengetahuan yang penuh dengan gagasan dan ide yang tentunya sejalan dengan

cara pikir mereka. Kepandaian yang bersifat praktis adalah upaya mencari pengetahuan yang

diarahkan untuk menemukan kegunaan pengetahuan itu.[3]

B. Periodesasi Filsafat

Dalam garis besarnya Periodesasi filsafat terbagi atas 4 masa yang disusun secara ringkas

sebagai berikut :

1.

Filsafat

Klasik

atau

filsafat

Yunani

kuno

SM

sampai

setelah

masehi.

Zaman Yunani Kuno merupakan awal kebangkitan filsafat secara umum untuk menjawab

persoalan disekitar dengan rasio dan meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau tahayul

yang irrasional.

2.

Zaman Pertengahan

Pada masa ini, para ilmuwannya hampir semua adalah teolog, sehingga aktivitas ilmiah berkaitan

dengan aktivitas keagamaan..

3.

Zaman Modern

Dikenal juga sebagai masa Rasionalisme, yang tumbuh di zaman modern dengan tokoh utama, yaitu Rene Descartes (1596 1650) yang dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern, Spinoza (1633 1677), dan Leibniz (1646 1716). Descartes memperkenalkan metode berpikir deduktif logis

yang umumnya diterapkan untuk ilmu alam.

4.

Kontemporer abad 20 sampai sekarang.

C. Aliran-aliran dan Tokoh Filsafat Kontemporer

Filsafat kontemporer sifatnya heterogen. Para pelakon yang paling depan dalam filsafat

adalah Prancis, Inggris dan Jerman. Titik tekan pembahasannya terutama terletak pada aliran-

aliran filsafat.

Aliran-aliran terpenting yang berkembang dan berpengaruh pada abad 20 adalah

pragmatisme, vitalisme, fenomenologi, eksistensialisme, filsafat analitis, strukturalisme,

postmodernisme, dan semiotika.[4]

1.

Pragmatisme

Pragmatisme mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang akibat-akibatnya bermanfaat

secara praktis. Kebenaran mistis diterima, asal bermanfaat praktis. Populer di Amerika Tokoh

yang terpenting dalam aliran ini adalah William James (1842-1910). Pragmatisme yang

dimunculkannya terbagi menjadi enam hal : temperamen filosofis, teori kebenaran, teori makna,

holistik tentang pengetahuan, pandangan metafisika, dan metode penyelesaian sengketa filosofis.

2.

Vitalisme

Vitalisme berpandangan bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya atau prinsip vital

yang berbeda dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap perkembangan

ilmu teknologi serta industrialisme, di mana segala sesuatu dapat dianalisa secara matematis.

Tokoh terpenting dalam vitalisme adalah Henri Bergson (1859-1941). Ia adalah salah satu filsuf yang paling terkenal dan berpengaruh di Perancis pada akhir abad 19 awal abad 20.

3.

Fenomenologi

Fenomenologi berasal dari kata phenomenon yang berarti gejala atau apa yang tampak. Jadi,

fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri.

Fenomenologi dirintis oleh Edmund Husserl .

Edmund Husserl (1859-1938) adalah pendiri aliran fenomenologi yang telah mempengaruhi

pemikiran filsafat abad 20 secara mendalam. Baginya, fenomena adalah realitas sendiri yang

tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subjek dengan realitas, realitas sendiri

yang tampak bagi subjek. Husserl mengatakan bahwa apa yang dapat kita amati hanyalah

fenomena bukan sumber dari gejala itu sendiri dan dari apa yang kita amati, terdapat beberapa hal yang membuatnya tidak murni sehingga perlu diakan reduksi. Langkah langkah yang harus

dilakukan adalah melakukan reduksi fenomenologi dan reduksi eiditis. Pandangan Husserl

mengenai fenomena ini, ia telah mengadakan semacam revolusi dalam filsafat barat. Sejak masa

Descrates, kesadaran selalu diartikan sebagai kesadaran yang tertutup, artinya kesadaran

mengenal diri sendiri merupakan satu satunya jalan untuk mengenal realitas. Namun, Husserl

berpendapat bahwa kesadaran terarah kepada realitas, sama artinya dengan realitas menampakan

diri sendiri. Inti dari pandangan Husserl adalah :

1.

Membebaskan diri dari unsur subjektif

2.

Membebaskan diri dari kungkungan teori-teori, dan hipotesis-hipotesis

3.

Membebaskan diri dari doktrin-doktrin tradisional

4.

Eksistensialisme

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada

eksistensi. Sebenarnya, istilah eksistensialisme tidak menunjukan suatu sistem filsafat secara

khusus. Eksistensi adalah cara berada di dunia. Benda mati dan hewan tidak menyadari

keberadaannya di dunia ini. Akan tetapi manusia sadar hal tersebut. Itulah sebabnya, segala

sesuatu mempunyai arti sejauh masih berkaitan dengan manusia. Dengan kata lain, manusia

memberikan arti kepada segala hal. Ada beberapa hal yang dapat mengidentifikasikan ciri dari

aliran eksistensialisme ini :

1.

Eksistensialisme adalah pemberontakan dan protes terhadap rasionalisme dan masyarakat

modern, khususnya terhadap idealisme Hegel.

2.

Eksistensialisme adalah suatu proses atas nama individualis terhadap konsep-konsep, filsafat

akademis yang jauh dari kehidupan konkrit.

3.

Eksistensialisme juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa

kepribadian) dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa.

4.

Eksistensialisme merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis,

komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam kolektif

atau massa.

5.

Eksistensialisme menekankan situasi manusia dan prospek (harapan) manusia di dunia.

6.

Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman

kesadaran yang dalam dan langsung.

Filsafat ini bertitik tolak kepada manusia konkret, manusia yang bereksistensi. Dalam kaitan

dengan ini mereka berepndapat bahwa pada manusia, eksistensi mendahului esensi.

Tokoh yang penting dalam filsafat eksistensialisme adalah Martin Heidegger dan Jean-Paul

Sartre.

1. Martin Heidegger (1883-1976) Perhatian utama dari seorang Heidegger adalah karyanya, Being dan Time, ia mencoba untuk

mengakses being (Sein) dengan melalui analisis fenomenologis tentang eksistensi manusia

(Dasein) yang berkenaan ke karakter duniawi dan sejarah manusia. Dalam karya-karyanya

berikutnya, Heidegger menekankan nihilisme masyarakat teknologi modern, dan berusaha untuk

memenangkan tradisi filsafat Barat kembali ke pertanyaan yang ada. Ia meletakkan penekanan

pada bahasa sebagai jalan untuk membuka pertanyaan tersebut. Tulisannya yang sangat sulit.

Namun, Being and Time tetap masih yang paling berpengaruh.

2. John-Paul Sartre (1905-1980) John-Paul Sartre adalah seorang atheis dan satu satunya filsuf kontemporer yang menempatkan

kebebasan pada titik yang sangat ekstrim. Ia berpendapat bahwa manusia itu bebas atau sama sekali tidak bebas. Tentang kebebasan, Sartre mengatakan,Manusia bebas. Manusia adalah kebebasan.

5.

Filsafat Analitis

Filsafat analitis atau filsafat bahasa merupakan reaksi terhadap idealisme, khususnya

Neohegelianisme. Para penganutnya menyibukkan diri dengan menganalisa bahasa dan konsep-

konsep. Aliran ini muncul di Inggris dan Amerika Serikat sekitar tahun 1950. Tokoh penting

dalam filsafat ini adalah Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Gilbert Ryle, dan

John Langshaw Austin.

6.

Strukturalisme

Strukturialisme muncul di Prancis pada tahun 1960, dan dikenal pula dalam linguistik, psikiatri,

dan sosiologi. Strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan

memiliki struktur yang sama dan tetap. Berbeda dengan filsafat eksistensialisme yang menekankan pada peranan individu, strukturialisme memandang manusia terkungkung dengan berbagai truktur di sekelilingnya. Maka kaum strukturalis menyibukkan diri dengan struktur

struktur tersebut. Secara garis besar ada dua pengertian pokok yang sangat erat kaitannya dengan

strukturalisme sebagai aliran filsafat.

1. Strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu

kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip linguistik.

2. Strukturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahami masalah yang muncul dalam

sejarah filsafat. Di sini metodologi struktural dipakai untuk membahas tentang manusia, sejarah,

kebudayan dan alam, yaitu dengan membuka secara sistematik struktur-struktur kekerabatan dan

struktur-struktur yang lebih luas dalam kesusasteraan dan dalam pola-pola psikologik tak sadar

yang menggerakkan tindakan manusia. Tokohtokoh yang memiliki peranan penting dalam filsafat strukturialisme adalah Levi Strauss,

Jacques Lacan, dan Michel Foucault.

1. Claude Levi Strauss Bagi Strauss, struktur itu tidak identik dengan struktur empiris suatu masyarakat tertentu,

struktur itu tidak ada dalam realitas yang tampak. Dari ini, terdapat kemenduaan Strauss antara

jenis strukturalisme yang melihat struktur sebagai suatu model abstrak yang dihasilkan dari

analisis terhadap suatu fenomena dengan pengertian struktur sebagai yang bersifat terner, yaitu

yang secara inheren mengandung sifat dinamis.

2. Jacques Lacan

Lacan membaca ulang karya Freud untuk meninjau ulang teori tentang subjektivitas dasn

seksualitas dan menghidupkan kembali sekumpulan konsep. Kemudian Lacan mengemukakan

pandangannya bahwa yang paling mneghambat pengetahuan tentang cirri revolusioner dan subversif karya karya Freud adalah pandangan bahwa ego merupakan hal yang terpenting

untuk memahami perilaku manusia.

3. Michel Foucault (1926-1984) ia mengarahkan bahwa kita tidak dapat mereduksi praktek praktek deskursif menjadi disiplin

akademik. Akan tetapi, praktek diskurtif adalah sebuah keteraturan yang muncul dalam fakta

artikulasi itu sendiri. Keteraturan suatu diskursus itu bersifat tidak sadar.

7.

Semiotika

Semiotika adalah teori tentang tanda dan penandaan. Seorang ahli semiotika seperti Barthes

dalam awal pemikirannya melihat kehidupan sosial dan kultural dalam kerangka penandaan.

Melalui pendekatan semiotika yang didasarkan atas kerangka linguistik Saussurean, kehidupan

sosial menjadi pertarungan demiprestige dan status; atau bisa juga ia menjadi tanda pertarungan

ini. Semiotika juga mempelajari bagaimana tanda melakukan penandaan.

1. Roland Barthes

Barthes adalah seorang ahli semiotika, seorang yang melihat bahasa sebagai yang dimodelkan

oleh teori Saussure tentang tanda yang melandasi pemahaman structural kehidupan sosial dan kultur. Karya karya Barthes sangat beragam, berkisar dari teori semiotika, esai kritik sastra, telaah psikobiografis serta karyakarya yang lebih bersidat pribadi. Gaya bahasa personifikasi

menjadi ciri khas dalam karyanya lebih lanjut.

2. Ferdinand de Saussure

Saussurre adalah seorang bapak strukturalisme dan linguistik. Hal pokok pada teorinya adalah

prinsip yang mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun

dari dua bagian: penanda dan yang ditanda. Konsepnya mengenai tanda menunjuk ke otonomi

relatif bahasa dalam kaitannya dengan realitas. Bahkan, secara lebih mendasar Saussure

mengungkapkan suatu hal yang bagi kebanyakan orang modern menjadi prinsip yang paling

berpengaruh terhadap teori linguistiknya

8.

Postmodernisme

Postmodernisme, sangat popular pada penghujung abad ke-20 dan merambah ke berbagai bidang

dan disiplin filsafat dan ilmu pengetahuan. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap

modernisme dengan segala dampaknya. Modernisme dimulai oleh Rene Descrates, dikokohkan

oleh zaman pencerahan (Aufklaerung), dan kemudian mengabdikan diri melalui dominasi sains

dan kapitalisme.[5]

D. Pemikiran Islam Kontemporer

Perkembangan pemikiran Islam kontemporer yang luar biasa saat ini, sesungguhnya,

dapat diklasifikasikan dalam 5 model kecenderungan, yaitu :

Pertama, fundamentalis. Yaitu, model pemikiran yang sepenuhnya percaya pada doktrin Islam

sebagai satu-satunya alternatif bagi kebangkitan Islam dan manusia. Mereka biasanya dikenal

sangat commited pada aspek religius budaya Islam. Bagi mereka, Islam telah mencakup segala

aspek kehidupan sehingga tidak memerlukan segala teori dan metode dari luar, apalagi Barat.

Garapan utamanya adalah menghidupkan kembali Islam sebagai agama, budaya sekaligus

peradaban, dengan menyerukan untuk kembali pada sumber asli (al-Qur'an dan Sunnah) dan

mempraktekkan ajaran Islam sebagaimana yang dilakukan Rasul dan Khulafa' al-Rasyidin.

Tradisi dan Sunnah Rasul harus dihidupkan kembali dalam kehidupan modern sebagai bentuk

kebangkitan Islam.

Kedua, tradisionalis ( salaf ). Yaitu, model pemikiran yang berusaha berpegang pada tradisi-

tradisi yang telah mapan. Bagi mereka, segala persoalan umat telah diselesaikan secara tuntas

oleh para ulama terdahulu. Tugas kita sekarang hanyalah menyatakan kembali atau merujukkan

dengannya. Perbedaan kelompok ini dengan fundamentalis terletak pada penerimaannya pada

tradisi. Fundamentalis membatasi tradisi yang diterima hanya sampai pada khulafa' al-rasyidin ,

sedang tradisionalis melebarkan sampai pada salaf al-shalih , sehingga mereka bisa menerima

kitab-kitab klasik sebagai bahan rujukannya. Hasan Hanafi pernah mengkritik model pemikiran

ini. Yaitu, bahwa tradisionalis akan menggiring pada ekslusifisme, subjektivisme dan

diterminisme.

Ketiga, reformis. Yaitu, model pemikiran yang berusaha merekonstruksi ulang warisan budaya

Islam dengan cara memberi tafsiran baru. Menurut mereka, Islam telah mempunyai tradisi yang

bagus dan mapan. Akan tetapi, tradisi ini tidak dapat langsung diaplikasikan melainkan harus

harus dibangun kembali secara baru dengan kerangka berpikir modern dan prasyarat rasional,

sehingga bisa survive dan diterima dalam kehidupan modern. Karena itu, mereka berbeda dengan

tradisionalis yang menjaga dan menerima tradisi seperti apa adanya.

Keempat, postradisionalis. Yaitu, model pemikiran yang berusaha mendekonstruksi warisa

Islam berdasarkan standar modern. Model ini sesungguhnya sama dengan reformis yang

menerima tradisi dengan interpertasi baru. Perbedaannya, postadisionalis mempersyaratkan

dekonstruktif atas tradisi, bukan sekedar rekonstruktif, sehingga yang absolut menjadi relatif dan

yang ahistoris menjadi historis.

Kelima, moderinis. Yaitu, model pemikiran yang hanya mengakui sifat rasional-ilmiah dan

menolak kecenderungan mistik. Menurutnya, tradisi masa lalu sudah tidak relevan, sehingga

harus ditinggalkan. Karakter utama gerakannya adalah keharusan berpikir kritis dalam soal

keagamaan dan kemasyarakatan. Mereka ini biasanya banyak dipengaruhi cara pandang

marxisme. Meski demikian, mereka bukan sekuler. Sebaliknya, mereka bahkan mengkritik

sekuler selain salaf. Menurutnya, kaum sekuler telah bersalah karena berlaku eklektif terhadap

Barat, sedang kaum salaf bersalah menempatkan tradisi klasik pada posisi sakral dan shalih

likulli zaman wa makan . Sebab, kenyataannya, tradisi sekarang berbeda dengan masa lalu.

Modernis menjadikan orang lain (Barat) sebagai model, sedang salaf menjadikan masa lalu

sebagai model. Keduanya sama-sama ahistoris dan tidak kreatif, sehingga tidak akan mampu

membangun peradaban Islam ke depan.[6]

E. Filsafat Kontemporer Indonesia

Berdasarkan periodesassi filsafat kontemporer yang terlahir pada abad XX terlahir adalah

era gerakan anti kolonisme dan keinginan kebebasan dalam segala hal. Filsuf Indonesia yang

hidup pada periode ini diantaranya adalah :

1. Soekarno

Soekarno (1901-1970), salah seorang pendiri Republik Indonesia dan pernah menjabat ketua

pertama Partai Nasional Indonesia (PNI), pernah menulis satu artikel di koran harian Suluh

Indonesia Muda tahun 1926 dengan judul Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. [7] Ir.

Sukamo, yang di kalangan masyarakat lebih dikenal dengan nama Bung Karno, tidak hanya

seorang negarawan atau politikus kaliber dunia. la juga merupakan seorang pemikir yang brilian

dan berbobot. Salah satu hasil pemikirannya yang orisinal adalah Marhaenisme, suatu antitesa

terhadap imperialisme. Sukarno menyusun Marhaenisme sebagai cara perjuangan untuk

melawan kapitalisme dan imperialisme, setelah ia menyadari bahwa teori-teori Marxisme yang

berasal dari Eropa itu tidak sesuai untuk negeri jajahan seperti Indonesia, yang perekonomiannya

belum mencapai tahap kapitalis.[8]

Dalam tulisan itu pula, Soekarno menyambut baik aliran-aliran Barat seperti Marxisme dan

Nasionalisme sebagai aliran-aliran yang akan mengantar negara-negara Asia menuju

kemerdekaannya.

2. Sutan Syahrir

Sutan Syahrir (1909-1966), salah seorang pendiri Republik Indonesia dan pendiri Partai Sosialis

Indonesia (PSI), pernah menulis catatan harian selama pembuangannya di Banda Neira dan

Boven Digul sekitar tahun 1935 dan 1936. Dalam catatan hariannya tanggal 20 Juni 1935,

Syahrir menulis : di sini sejak berabad-abad tidak ada kehidupan rohani, tidak ada kehidupan

budaya, tidak ada sama sekali kemajuan. Memang ada pengungkapan seni Timur yang banyak

dipuji-puji, akan tetapi apakah itu semua tiada lain dari perkembangan yang tidak sempurna dari

kebudayaan feodal, yang tidak mungkin menjadi tempat berpegang bagi kita, orang-orang abad

keduapuluh? Apa bisanya wayang dengan segala lambang-lambangnya yang sahaja dan mistik ituyang sejajar dengan cerita-cerita kiasan (allegori) dan ilmu batin abad menengah di Eropa

yang menyumbangkan sesuatu yang bersifat intelektual dan kultural secara umum kepada kita?

Kebutuhan rohani kita adalah kebutuhan abad keduapuluh, masalah-masalah kita, pandangan kita

adalah dari abad keduapuluh. Selera kita bukan menuju kepada mistik, tetapi kepada kenyataan,

kejelasan dan kelugasan (realiteit, helderheid, zekelyheid) Pada hakekatnya kita tidak pernah

dapat menerima perbedaan esensial antara Timur dan Barat, tidak untuk hidup kita, sebab untuk

kebutuhan rohani kita, kita tergantung dari Barat, bukan secara ilmiah saja, melainkan juga secara budaya umumnya

Secara kultural kita lebih dekat kepada Eropa dan Amerika daripada kepada Borobudur atau

Mahabharata atau kebudayaan Islam yang primitif di Jawa dan Sumatera. Apakah dasar kita,

Barat atau perkembangan elementer dari kebudayaan feodal yang masih diketemukan di dalam

masyarakat kita.[9]

3. Sutan Takdir Alisjahbana Pada tahun 1935, dalam polemiknya yang terkenal dengan sebutan Polemik Kebudayaan, Sutan

Takdir Alisjahbana (1908-1994) kembali mengritik Adat sebagai penyebab kekalahan Indonesia

dari kolonialisme Belanda. Kata Takdir Kalau dianalisa masyarakat kita kalah dengan bangsa-

bangsa lain di dunia, karena selama berabad-abad kia kurang memakai otaknya, kurang egoisme

(maksudnya yang sehat), kurang materialisme. Dalam hal intellect berabad-abad bangsa kita

parasiteren, hidup seperti benalu pada masa yang silam. Bangsa kita tiada mengasah otaknya,

tiada berusaha mendapat pikiran sendiri, ia menjadi Sleurmens. Otak Indonesia harus diasah

menyamai otak Barat, Individu harus dihidupkan sehidup-hidupnya, Keinsyafan akan

kepentingan diri harus disadarkan sesadar-sadarnya! Bangsa Indonesia harus dianjurkan

mengumpulkan harta dunia sebanyak mungkin! ke segala jurusan bangsa Indonesia harus

berkembang [10]

Dalam kacamata Takdir, Adat mengikat individu dengan banyak ikatan, sehingga kepribadian

orang Indonesia mati, semati-matinya. Supaya jiwa orang Indonesia hidup kembali, Takdir menganjurkan adopsi individualisme dan materialisme Barat. Bahwa Indonesia, terlebih lagi Bahasa Indonesia, merupakan proyek filsuf modernist yang sungguh bertujuan untuk

menghilangkan sisa-sisa otoritas Adat dalam Bahasa Daerah.

4. Mohammad Hatta

Di masa pembuangannya, Mohammad Hatta (1902-1980) menulis buku daras filsafat mengenai

Filsafat Barat Klasik berjudul Alam Pikiran Yunani (1941). Walaupun Hatta memuji Filsafat

Yunani dalam karyanya itu, mudah diterka bahwa Hatta sesungguhnya menjuruskan kritiknya

kepada Adat.

Dongeng dan takhyul yang dipusakakan dari nenek moyang itu menimbulkan adat dan kebiasaan

hidup, yang menjadi cermin jiwa bangsa yang memakainya. Pengetahuan pusaka itu bertambah

lama bertambah banyak, Semuanya masuk ke dalam perbendaharaan peradaban bangsa, yang

disebut kultur.[11]

5. Muhammad Yamin

Muhammad Yamin (1903-1962), adalah seorang konseptor Konstitusi RI, berhasil memasukkan Rasionalismesuatu aliran dalam Filsafat Barat Modernke dalam filsafat negara yang kini disebut Pancasila, yakni pada Sila Keempat yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan Hikmat kebijaksaan, rupanya, adalah terjemahan Yamin dari istilah Inggris Filsafat Rasionalisme[12].

6. KH. Abdurrohman Wahid ( Gus Dur )

Di lingkungan umat Islam terlebih kaum Nahdhiyyin, Gus Dur berfungsi sebagai pendobrak

kebekuan berfikir. Ia tak menutup pintu bagi filsafat dalam Islam. Itu sebabnya, ia

mengintroduksi diskursus filsafat ke dalam publik Islam Indonesia. Ia tak hanya membaca al-

Ghazali yang menampik filsafat, tapi juga melahap Ibn Rushd yang menerima filsafat. Bahkan,

Gus Dur antusias untuk bertamu ke kedai orang-orang seperti al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Bajah dan

Ibn Thufail, hingga para filosof Yunani seperti Aristoteles dan Plato. Ia pun berkelana cukup

jauh membacai karya-karya Karl Marx dan Fredrich Engels, juga Immanuel Kant dan

Bonaventura.

Gus Dur melakukan dinamisasi pemikiran Islam. Ia pun melakukan kritik sangat tajam terhadap

kemandegan pemikiran Islam. Ushul fikih yang dalam sejarahnya merupakan proses kreatif

untuk mendinamisasi fikih Islam, dalam perkembangannya, menurut Gus Dur, telah menjadi alat

seleksi yang sangat normatif dan memandulkan kreativitas. Akibatnya, umat Islam berwawasan

sempit dan sangat ekslusif. Umat Islam menjadi beban bagi kebangunan peradaban Islam.

Aktivitas istinbath tak bisa dilangsungkan, karena para ulamanya telah terperangkap dalam

gubahan fikih lama. Berbagai upaya untuk mengaransemen fikih Islam selalu ditolak.

Walau tak dikenal sebagai pakar fikih, Gus Dur turun tangan membenahi fikih Islam yang mogok di tengah jalan itu. Ia meminta agar teks keagamaan yang diduga kuat akan membentur

HAM, pluralisme dan nilai-nilai demokrasi untuk ditafsir ulang, mulai dari soal terminologi

murtad hingga soal kafir. Gus Dur berdebat sengit dengan sekelompok umat Islam yang

menggolongkan orang-orang non-Muslim Indonesia sebagai kafir dzimmi yang rendah bahkan harbi yang boleh diperangi. Gus Dur pun menafsir ulang pengertian al-maqashid al-syariyah

atau al-dlaruriyat al-khms (lima prinsip dasar Islam). Di antaranya, hifdz al-din diartikan Gus

Dur dengan kebebasan beragama, hifdz al-aql dengan kebebasan berfikir.[13]

Periodisasi Filsafat Indonesia juga dapat dibuat berdasarkan kejadian-kejadian penting

dalam perjalanan sejarah Indonesia, seperti periode pra-Kemerdekaan, periode Kemerdekaan,

periode Soekarno, periode Soeharto, dan periode paska-Soeharto. Atau bila mengikuti

periodesasi klasik, pertengahan, modern dan kontemporer yang menjadi pertanyaan kapankah

periode Klasik dari Filsafat Indonesia itu? Bisa saja dikatakan bahwa periode Klasik dari Filsafat

Indonesia adalah periode yang dihitung sejak era neolitik (sekitar 3500-2500 SM) hingga awal

abad 19 M, lalu periode Modern sejak awal abad 19 M hingga era Soeharto lengser, dan periode

Kontemporer sejak Soeharto lengser hingga detik ini. Setelah diamati filsuf Indonesia paska

kejatuhan Soeharto hanyalah KH. Abdurrohman Wahid, karena tokoh yang ada sekarang lebih

banyak menjadi seorang ilmuwan/ cendikiawan, agamawan dan politisi[14]

BAB III

PEUTUP

1. Kesimpulan

Filsafat Kontemporer yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut kehidupan

pada masa saat ini. Aliran, Aliran yang Berpengaruh dalam filsafat kontemporer

yaitu pragmatisme, vitalisme, fenomenologi, eksistensialisme, filsafat analitis, strukturalisme,

postmodernisme, dan semiotika

Pragmatisme, mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang akibat-akibatnya bermanfaat

secara praktis. Kebenaran mistis diterima, asal bermanfaat praktis. Populer di Amerika.

Tokohnya William James dan John Dewey.

Vitalisme, berpandangan bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya atau prinsip

vital yang berbeda dengan daya-daya fisik. Tokohnya Henri Bergson.

Fenomenologi, adalah aliran yang membicarakan fenomena atau segalanya sejauh mereka

tampak. Tokohnya Max Sch Edmund Husserl .

Eksistensialisme, aliran ini memandang segala gejala denga berpangkal pada eksistensi.

Eksistensi adalah cara berada di dunia. Eksistensi mendahului esensi. Bungkus mendahului isi.

Tokohnya adala Martin Heidegger dan Jean Paul Sartre.

Filsafat analitis atau disebut juga filsafat bahasa. Para penganutnya menyibukkan diri denga

analisa bahasa dan konsep-konsep. Tokohnya Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein (1889-

1951), Gilbert Ryle, dan John Langshaw Austin

Strukturalisme, pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan memiliki struktur

yang sama dan tetap. Mereka menyibukkan diri dengan struktur-struktur tersebut.

Tokohnya, Levi Strauss, Jacques Lacan, dan Michel Foucault

Semiotika adalah teori tentang penandaan. awal pemikirannya melihat kehidupan sosial dan

kultural dalam kerangka penandaan. ahli semiotika adalah Barthes

Postmodernisme adalah reaksi dari modernisme. Postmodern mengakui relativisme, dan

pluralisme. Tokohnya, Rene Descrates, Jacques Derrida.

Filsafat Islam kontemporer yang luar biasa saat ini, sesungguhnya, dapat diklasifikasikan

dalam

model

kecenderungan

yaitu

fundamentalis,

tradisionalis

(salaf),

reformis,

postradisionalis, dan moderinis.

Filsafat kontemporer Indonesia abad XX terlahir pada waktu gerakan anti kolonisme dan

keinginan kebebasan dalam segala hal. Filsuf Indonesia yang hidup pada periodesasi

kontemporer diantaranya adalah : Ir. Soekarno, Sutan Sahrir, Sutan Takdir Alisyabana,

Muhammad Hatta, Muhammad Yamin, dan KH. Abdurohman Wahid, namun dalam periodesasi

filsafat kontemporer Indonesia, dimulai sejak kejatuhan Soeharto dari presiden Republik

Indonesia yaitu taun 1998 berarti yang masuk filsuf kontemporer Indonesia adalah KH.

Abdurroman Wahid.

2. Kritik dan Saran

Syukur alhamdulillah, makalah filsafat kontemporer ini dapat diselesaikan, walaupun

masih banyak kekurangan di mana-mana, ole karena itu segala kritik dan saran diharapkan dari

semua fihak, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta 2002

Fathul Mufid, Drs. H., MSI. Kuliyah Filsafat Umum Inisnu Jepara 2012

gusdurian.net/news/2011/.../menggemakan_pemikiran_gus_dur.html

Hatta, M. Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: UI Press & Tintamas, 1986), cet-3, hh. 1-2

Inggriani, Filsafat Kontemporer, Http://Www.Elearning.Gunadarma.Ac.Id/Docmodul

Ignas Kleden et.al. (eds.), Kebudayaan sebagai Perjuangan: Perkenalan dengan Pemikiran S. Takdir

Alisjahbana, (Jakarta: Dian Rakyat, 1988), hh. 17-21

Khudori Soleh, A Pemikiran Islam Kontemporer, http://id.shvoong.com/books/ dictionary/1840414-

pemikiran-islam-kontemporer/#ixzz3pV3S2qD6

Muntansyir, Rizal, dkk. 2004. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sekneg RI (ed.), Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(BPUPKI) & Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), (Jakarta: Sekretariat Negara

Republik Indonesia, 1995), hh. 19-20

Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Panitia Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, Jakarta 1963, cet-2, h.

1 Subagio Sastrowardoyo dikutip dalam eseinya Sikap Budaya Takdir dalam Polemik Kebudayaan serta Pengaruhnya, dalam S. Abdul Karim Mashad (ed.),Sang Pujangga : 70 Tahun Polemik

Kebudayaan, Menyongsong Satu Abad S. Takdir Alisjahbana, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2006), hh. 353-354

Syamsul

Hadi, Tradisi

Marxis

dalam

pemikiran

Sukarno

analisa

filsafat

tentang

marhaenisme Perpustakaan Universitas Indonesia

Fathul Mufid, Drs. H., MSI. Kuliyah Filsafat Umum Inisnu Jepara 2012 Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta 2002
[1] [2]

[3] Inggriani, Filsafat Kontemporer, Http://Www.Elearning.Gunadarma.Ac.Id/Docmodul

[4] Muntansyir, Rizal, dkk. 2004. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. [5]

[6]

[7]

[8]

[9]

Muntansyir, Rizal, dkk. Filsafat Ilmu Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2004http://www.elearning. gunadarma.ac.id/docmodul A Khudori Soleh, Pemikiran Islam Kontemporer,http://id.shvoong.com/boo ks/dictionary/1840414-pemikiran-islamkontemporer/#ixzz3pV3S2qD6 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Panitia Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, Jakarta 1963, cet-2, h. 1 Syamsu Hadi, Tradisi Marxis dalam pemikiran Sukarno analisa filsafat tentang marhaenisme Perpustakaan Universitas Indonesia Sebagaimana dikutip oleh Subagio Sastrowardoyo dalam eseinya Sikap Budaya Takdir dalam Polemik

[10]

[12]

Kebudayaan serta Pengaruhnya, dalam S. Abdul Karim Mashad (ed.), Sang Pujangga : 70 Tahun Polemik Kebudayaan, Menyongsong Satu Abad S. Takdir Alisjahbana, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hh. 353-354 Ignas Kleden et.al. (eds.), Kebudayaan sebagai Perjuangan: Perkenalan dengan Pemikiran S. Takdir Alisjahbana, (Jakarta: Dian Rakyat, 1988), hh. 17-21 M. Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: UI Press & Tintamas, 1986), cet-3, hh. 1-2 Sekneg RI (ed.), Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) & Panitia Persiapan Kemerdekaan
[11]

Indonesia (PPKI), (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), hh. 19-20 gusdurian.net/news/2011/.../menggem akan_pemikiran_gus_dur.html Fathul Mufid, Drs. H., MSI. Kuliyah Filsafat Umum Inisnu Jepara 2012
[13] [14]

Diposkan oleh Irsyad Muslih di 20.24 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar: Poskan Komentar

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

You might also like