You are on page 1of 21

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Skabies adalah penyakit kulit yang mudah menular. Orang jawa sering menyebutnya gudig. Penyebabnya adalah Sarcoptes scabei. Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan penderita atau tidak langsung melalui alat-alat.1 Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak langsung (pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).2,3 Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau kondisi dimana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan, papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel. Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat. 4,5 Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 % - 12,95 % dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies yang merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6 % dan 3,9 %.6

Page 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Scabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Sarcoptes scabiei ini dapat ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat predileksi. Wabah scabies pernah terjadi pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945),2 kemudian menghilang dan timbul lagi pada tahun 1965. Hingga kini, penyakit tersebut tidak kunjung reda dan insidensnya tetap tinggi. pengetahuan dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh Von Hebra, bapak dermatologi modern. Penyebabnya ditemukan pertama kali oleh Benomo pada tahun 1667, kemudian oleh Mellanby dilakukan percobaan induksi pada sukarelawan selama perang dunia II.1 Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit Scabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Scabies mudah menyebar baik secara langsung melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah digunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau Sarcoptesnya.3 Skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit utama di puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik seperti keadaan penduduk dan ekologik. Penyakit ini juga dapat dimasukkan dalam Infeksi Menular Seksual (IMS).3,5

Page 2

B. Epidemiologi Di beberapa Negara yang sedang berkembang, prevalensi skabies sekitar 627% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak usia sekolah serta remaja. Menurut data Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas di seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,5-12,9% dan menduduki urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit terbanyak. Di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan RSU Dr. Soetomo selama 6 tahun (1996 sampai 2001) skabies menduduki urutan ke-3 diantara 10 penyakit kulit terbanyak (10,5-12,3%). Jumlah penderita skabies anak usia 1-14 tahun di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan RSU Dr. Soetomo tahun 2003 sebanyak 80 penderita.6 Insiden penyakit skabies di Negara berkembang memperlihatkan siklus berfluktuasi yang tidak dapat dijelaskan secara memuaskan, mungkin berhubungan dengan teori herd immunity. Skabies dapat diderita semua orang tanpa membedakan usia dan jenis kelamin; akan tetapi lebih serin ditemukan pada anak-anak usia sekolah dan dewasa muda (remaja). Di beberapa Negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara kronis pada beberapa negara.5 Insidens penyakit skabies ini sangat tinggi terutama pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai. Pada beberapa penelitian menemukan bahwa di suatu pesantren yang padat penghuninya, prevalensi skabies mencapai 78,7% dimana prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada kelompok yang higienenya kurang baik (72,7%) dan pada kelompok yang higienenya baik prevalensi skabies hanya 3,8% dan 2,2%.3 Penelitian lain yang dilakukan di Pondok Pesantren di kabupaten lamongan menunjukkan bahwa dari 338 santri, 64,20 % menderita skabies yang dimana angka ini lebih tinggi dari prevalensi pada Negara sedang berkembang yang hanya 6-27% atau bahkan prevalensi di Indonesia yang hanya 4,60-12,75% saja. Dari penelitian tersebut didapati bahwa penyebab paling sering adalah karena higiene yang buruk, sanitasi lingkungan yang kurang baik, serta perilaku para santri yang tidak menjaga kesehatan.7

Page 3

Di kelompok usia dewasa muda, cara penularan yang paling sering terjadi adalah melalui kontak seksual. Meskipun demikian rute infeksi agak sulit ditentukan karena periode inkubasi yang lama dan asimptomatis. Apabila dalam satu keluarga terdapat beberapa anggota mengeluh adanya gatal-gatal, maka penegakan diagnosis menjadi lebih mudah. Dan tidak seperti penyakit menular seksual lainnya, skabies dapat menular melalui kontak non seksual di dalam satu keluarga. Kontak kulit dengan orang yang tidak serumah dan transmisi tidak langsung seperti lewat handuk dan pakaian sepertinya tidak menular, kecuali pada skabies yang berkrusta/skabies Norwegia. Sebagai contoh, meskipun skabies sering dijumpai pada anak-anak usia sekolah, penularan yang terjadi di sekolah jarang didapatkan. Penularan di pegawai rumah sakit juga jarang, tetapi beberapa kasus pernah dilaporkan terutama yang bentuk krusta/skabies Norwegia.5,8 C. Etiologi Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal

Page 4

dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 12 hari.1

Gambar. Sarcoptes scabies Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang.15

Siklus hidup sarcoptes scabiei

Page 5

D. Patogenesis Sarcoptes scabiei dapat menyebabkan reaksi kulit yang berbentuk eritem, papul atau vesikel pada kulit dimana mereka berada. Timbulnya reaksi kulit disertai perasan gatal. Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala pruritus. Rasa gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respons imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan terowongan di bawah kulit. Tungau skabies menginduksi antibodi IgE dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Lesi-lesi di sekitar terowongan terinfiltrasi oleh sel-sel radang. Lesi biasanya berupa eksim atau urtika, dengan pruritus yang intens, dan semua ini terkait dengan hipersensitivitas tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat berupa urtika, nodul atau papul, dan ini dapat berhubungan dengan respons imun kompleks berupa sensitisasi sel mast dengan antibodi IgE dan respons seluler yang diinduksi oleh pelepasan sitokin dari sel Th2 dan/atau sel mast.2,5 Di samping lesi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara langsung, dapat pula terjadi lesi-lesi akibat garukan penderita sendiri. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.1,2 E. Cara Penularan Skabies Penyakit scabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa scabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat utama.12 Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita

Page 6

jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada.13 Penularan scabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Dibeberapa sekolah didapatkan kasus pruritus selama beberapa bulan yang sebagian dari mereka telah mendapatkan pengobatan skabisid.12 F. Gejala Klinis Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah,iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha. gejala lain adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan di bawah kulit yang merupakan terowongan yang digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya muncul gelembung berair pada kulit. Ada 4 tanda cardinal:1 a. Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Pada awalnya gatal terbatas hanya pada lesi tetapi seringkali menjadi menyeluruh. Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya dalam waktu beberapa jam. Namun studi lain menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala dapat timbul dalam 4-6 hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.1,5,9 b. Penyakit ini menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh angota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.1 Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk.1,3

Page 7

c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).1 Berikut dipaparkan gambaran kelainan kulit pada skabies.

Gambar . Kelainan kulit pada sela-sela jari dan penis

Gambar . Kelainan kulit pada bagian punggung

Gambar 8. Kelainan kulit pada mammae Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia

Page 8

eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Skabies jarang ditemukan di telapak tangan, telapak kaki, dibawah kepala dan leher namun pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.1 Berikut dipaparkan gambaran tempat predileksi skabies.

Gambar . Tempat Predileksi Skabies

d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Berikut merupakan gambaran mikroskopik tungau skabies.1

Gambar . Tungau Skabies pada Stratum Korneum

Gambar . Tungau Skabies Dewasa

Page 9

G. Klasifikasi Scabies Terkadang diagnosis skabies sukar ditegakkan karena lesi kulit bisa bermacam-macam. Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus skabies antara lain : a. Skabies Nodula Bentuk ini sangat jarang dijumpai dan merupakan suatu bentuk hipersensitivitas terhadap tungau skabies, dimana pada lesi tidak ditemukan Sarcoptes scabiei. Lesi berupa nodul yang gatal, merah cokelat, terdapat biasanya pada genitalis laki-laki, inguinal dan ketiak yang dapat menetap selama berbulan-bulan. Untuk menyingkirkan dengan limfoma kulit diperlukan biopsi. Bentuk ini juga terkadang mirip dengan beberapa dermatitis atopik kronik. Apabila secara inspeksi, kerokan atau pun biopsi tidak jelas, maka penegakan diagnosis dapat melalui adanya riwayat kontak dengan penderita skabies atau lesi membaik denngan pengobatan khusus untuk skabies.5

Gambar 6. Skabies Nodular **

b. Skabies Incognito Seperti semua bentuk dermatitis yang meradang, skabies juga memberi respons terhadap pengobatan steroid baik topikal maupun sistemik. Pada kebanyakan kasus, skabies menjadi lebih parah dan diagnosis menjadi lebih mudah ditegakkan. Tetapi pada beberapa kasus, pengobatan steroid membuat diagnosis menjadi kabur, dan perjalanan penyakit menjadi kronis dan meluas yang sulit dibedakan dengan bentuk ekzema generalisata. Penderita ini tetap infeksius, sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya anggota keluarga lainnya.2,5

Page 10

Gambar . Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi

c. Skabies Pada Bayi Skabies pada bayi dapat menyebabkan gagal tumbuh atau menjadi ekzema generalisata. Lesi dapat mengenai seluruh tubuh termasuk kepala, leher, telapak tangan dan kaki. Pada anak-anak seringkali timbul vesikel yang menyebar dengan gambaran suatu impetigo atau infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus yang menyulitkan penemuan terowongan.2,5,8

Gambar. Skabies pada Bayi (regio Pedis)

Gambar . Skabies Pada masa kanak-kanak (regio palmaris)

d. Skabies Norwegia Skabies jenis ini sering disebut juga skabies berkrusta (crusted scabies) yang memiliki karakteristik lesi berskuama tebal yang penuh dengan infestasi tungau.

Page 11

Istilah skabies Norwegia merujuk pada Negara yang pertama mendeskripsikan kelainan ini yang kemudian diganti dengan istilah skabies berkrusta. Bentuk lesi jenis skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, pada kuku dan kepala. Penyakit ini dikaitkan dengan penderita yang memiliki defek imunologis misalnya usia tua, debilitas, disabilitas pertumbuhan, contohnya seperti sindrom Down, juga pada penderita yang mendapat terapi imunosupresan. Tidak seperti skabies pada umumnya, penyakit ini dapat menular melalui kontak biasa. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan jumlah tungau yang sangat banyak atau karena galur tungau yang berbeda. Studi lain menunjukkan pula bahwa transmisi tidak langsung seperti lewat handuk dan pakaian paling sering menyebabkan skabies berkrusta. Terapi yang dapat diberikan selain skabisid adalah terapi suportif dan antibiotik.5 Berikut dipaparkan gambaran skabies berkrusta.

Gambar 5. Skabies berkrusta pada regio abdomen

Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar **

e. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.5

Page 12

f. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. sedikit

Gambar 5 . Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated) *

g. Skabies yang ditularkan oleh hewan Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing, kucing dan gembala. Lesi tidak pada daerah predileksi skabies tipe humanus tetapi pada daerah yang sering berkontak dengan hewan peliharaan tersebut, seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.(13,15)

Gambar . Skabies caninum *

H. Diagnosa Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya pruritus nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule di tempat predileksi, distribusi lesi yang khas, terowongan-terowongan pada predileksi, adanya penyakit yang sama pada orang-orang sekitar.3 Terowongan terkadang sulit ditemukan, dan petunjuk yang lazim adalah penyebaran yang khas. Diagnosis definitif bergantung pada identifikasi mikroskopis adanya tungau, telur atau fecal pellet. Seringkali tungau tidak dapat dapat ditemukan

Page 13

ditemukan walau terdapat lesi skabies nodula yang klasik di genitalia, atau ruam yang khas dengan riwayat gatal-gatal pada anggota keluarga yang lain. Dari beberapa penelitian yang telah lama dilakukan beberapa ahli menemukan bahwa dari sebagian besar penderita skabies hanya dapat ditemukan sedikit tungau dari setiap penderita.5 Hal ini yang terkadang menimbulkan kesalahan diagnosis. Selain itu, kesalahan diagnosis juga disebabkan oleh pemeriksaan yang tidak adekuat. Infestasi skabies sering disertai infeksi sekunder sehingga erupsi kulit tidak khas lagi dan menyulitkan pemeriksaan. Karena sulitnya menemukan tungau, maka Lyell menyatakan diagnosis skabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita dengan keluhan gatal yang menetap walalupun dengan cara ini dikatakan perevalensi skabies menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya.3 Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui pemeriksaan mikroskop, yang dapa dilakukan dengan beberapa cara antara lain:5 1. Kerokan kulit Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup dan dengan pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur atau fecal pellet.3,5 2. Mengambil tungau dengan jarum Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.3,5 3. Epidermal shave biopsy Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor yang 15 dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.5 4. Kuretase terowongan Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek dan ditetesi minyak mineral.3,5

Page 14

5. Tes tinta Burowi Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik, berbelok-belok, karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-kooperatif.5 6. Tetrasiklin topikal Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut dengan isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu wood, sebagai garis linier berwarna kuning kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.3,5 7. Apusan kulit Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan mikroskop.5 8. Biopsi plong (punch biopsy) Biopsy berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan punch biopsy, tetapi biopsy mencukur epidermis adalah lebih sederhana dan biasanya dilakukan tanpa anestetik local pada penderita yang tidak kooperatif.5 I. Diferensial Diagnosa Diagnosis bandingnya adalah.4 a. Prurigo, biasanya berupa papel-papel yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor ekstremitas. b. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria papuler. c. Folikulitis, nyeri berupa pustule miliar dikelilingi daerah yang eritem.

Page 15

J. Penatalaksanaan Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis. Penundaan terapi dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin banyak dan kemungkinan peningkatan keparahan gejala. Terapi skabies ini juga harus tuntas bagi penderita dan juga dilakukan bagi keluarga penderita yang memiliki gejala yang sama karena skabies yang tidak terobati biasanya memiliki hubungan dengan peningkatan kejadian pyoderma oleh Streptococcus pyogenes.9,10 Terdapat sejumlah terapi skabies yang efektif dan pemilihannya tergantung pada biaya dan potensi toksiknya. Terkadang penderita menggunakan obat lebih lama dari waktu yang dianjurkan, sehingga mengetahui kuantitas obat yang tepat untuk diresepkan akan dapat mencegah timbulnya iritasi akibat pemakaian obat yang berlebihan, yang pada akhirnya disalahartikan sebagai kegagalan terapi. Skabisid topikal sebaiknya dipakai di seluruh tubuh kecuali wajah. Obat harus segera dibersihkan secara menyeluruh setelah periode waktu yang dianjurkan. Pagi hari setelah terapi, pakaian, sprei, dan handuk dicuci menggunakan air panas. Tungau akan mati pada suhu 130oC. Pasien dapat diberikan edukasi untuk meningkatkan kebersihan lingkungan dan perorangan.5 Penderita hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun penyakit telah diobati secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai beberapa bulan. Seluruh anggota keluarga yang memiliki gejala harus diterapi, termasuk pasangan seksual. Para ahli merekomendasikan terapi untuk anggota keluarga bersifat simultan, karena angka kesembuhan setelah 10 minggu lebih tinggi. Terapi topikal untuk skabies yang sering digunakan adalah sebagai berikut :5 1. Krim Permetrin ( Elimite, Acticin), yaitu suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang berlebihan sekalipun dan obat ini telah dipergunakan lebih dari 20 tahun.5,11 Krim permetrin ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi dengan cepat.5,10 Obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama rekomendasi dari CDC untuk terapi tungau tubuh.12 Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau tubuh. Studi menunjukkan Penggunaan permethrin 1% untuk tungau daerah kepala lebih baik dari lindane

Page 16

karena aman dan tidak diabsorbsi secara sistemik.11 Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke bawah dan dibilas setelah 8-14 jam.12 Bila diperlukan, pengobatan dapat diulang setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya resistensi yang signifikan tetapi beberapa studi menunjukkan adanya resistensi permethrin 1% pada tungau kepala namun dapat ditangani dengan pemberian permethrin 5%.5,11 Permetrin sebaiknnya tidak digunakan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan atau pada wanita hamil dan menyusui namun studi lain mengatakan bahwa obat ini merupakan drug of choice untuk wanita hamil.5,13 Dikatakan bahwa permethrin memiliki angka kesembuhan hingga 97,8% jika dibandingkan dengan penggunaan ivermectin yang memiliki angka kesembuhan 70%. Tetapi penggunaan 2 dosis ivermectin selama 2 minggu memiliki keefektifan sama dengan permethrin. Efek samping yang sering timbul adalah rasa terbakar dan yang jarang adalah dermatitis kontak dengan derajat ringan sampai sedang.14 2. Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), merupakan pilihan terapi lini kedua rekomendasi CDC.12 Dalam beberapa studi memperlihatkan keefektifan yang sama dengan permetrin. Studi lain menunjukkan lindane kurang unggul dibanding permetrin.5 Lindane memiliki angka penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara sistemik pada penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak.10 Sediaan obat ini biasanya sebanyak 60 mg.14 Cara pemakaiannya adalah dengan dioleskan dan dibiarkan selama 8 jam. Sama seperti pada permetrin, kadang diperlukan pengolesan ulang 1 minggu setelah terapi pertama. Salah satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik terutama pada bayi, anak dan orang dewasa dengan kerusakan kulit yang luas. Lindane memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat dengan keluhan utama kejang.10 Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk bayi, anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau menyusui, penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit neurologi lainnya. Sejak 1 januari 2002, Negara bagian California telah meninggalkan pemakaian lindane. Belum ada laporan mengenai toleransi yang signifikan terhadap pemakaian lindane.5,10 3. Sulfur, biasanya diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam petrolatum. Sulfur dipakai saat malam hari selama 3 malam dan dibersihkan secara

Page 17

menyeluruh

24

jam

terakhir.

Kekurangannya

adalah

sulfur

berbau,

meninggalkan noda dan berminyak, mengiritasi, membutuhkan pemakaian berulang, namun relatif aman, efektif dan tepat untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan dan selama kehamilan atau menyusui.5,10 4. Benzil benzoat 25%, merupakan produk alamiah, disebut juga balsam Peru dan telah dipergunakan lebih dari 60 tahun. Obat ini merupakan skabisid kerja cepat yang efektif terhadap semua stadium namun tidak dijual bebas di Amerika Serikat. Penggunaannya diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. Benzyl benzoate memiliki keefektifan yang sama dengan lindane.1,5,10 5. Krim Krotamiton (Eurax) dianggap tidak cukup efektif untuk mengobati skabies. Kualitas krim ini dibawah permetrin dan efektivitasnya setara dengan benzyl benzoat atau sulfur.5 Selain itu juga terdapat terapi sistemik, khususnya untuk penderita AIDS. Ivermektin adalah suatu antiparasit yang disahkan oleh FDA untuk onchocerciasis dan strongilodiasis pada manusia. Ivermectin dikatakan merupakan pilihan terapi lini ketiga rekomendasi dari CDC.5,12 Ivermectin memiliki aktivitas spectrum luas pada nematoda dan arthropoda yang dapat digunakan pada hewan dan manusia serta obat ini dapat digunakan pada terapi filariasis.10 Jika dibandingkan dengan permethrin, angka kesembuhan dengan penggunaan ivermectin masih lebih rendah dibandingkan permethrin tetapi jika dibandingkan dengan lindane, pada penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa 80% pasien mengalami perbaikan gejala klinis lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan lindane yang hanya 44%.14 Sejak tahun 1993 dilaporkan bahwa ivermektin yang diberikan 1 atau 2 dosis oral 200 mg/kgBB menjadi terapi skabies yang efektif pada penderita AIDS. Diperlukan studi control lebih lanjut dengan menentukan dosis dan cara pemberian obat yang paling efektif, baik bagi penderita dengan status imun normal ataupun pada penderita yang mengalami imunosupresi, serta keefektifan kombinasi terapi oral dan topikal ivermektin. Penggunaan Ivermectin ini tidak boleh pada wanita hamil dan menyusui.5,12

Page 18

Sediaan ivermektin topikal, yaitu larutan ivermektin 1% dalam propilenglikol juga sedang diteliti penggunaannya sebagai terapi alternatif. Walaupun demikian, ivermectin topikal dilarang penggunaannya di UK. Pada beberapa sumber dikatakan bahwa sediaan crotamiton, benzyl benzoate, malathion, sulfur, dan ivermectin masih belum disetujui penggunaannya oleh FDA untuk indikasi terapi skabies namun sumber lainnya mengatakan penggunaan telah dapat ditolerir dan mulai banyak beredar namun di Negara tertentu penggunaan dibatasi bahkan dilarang.5,11,14 Penyakit yang serius akibat skabies jarang didapatkan, kecuali pada bayi dan penderita skabies berkrusta. Tetapi pruritus dan infeksi yang ditimbulkan dapat menjadi masalah dan memerlukan terapi khusus. Lesi dengan fecal pellet terkadang memberi rasa gatal untuk beberapa saat setelah tungau mati. Hal ini memerlukan pemberian antihistamin dan bila gatal tetap mengganggu dapat diberikan steroid oral dalam waktu yang singkat. Bila didapatkan superinfeksi oleh bakteri, antibiotic harus diberikan. Terdapat istilah acarofobia yaitu penderita dengan delusi. Penderita mulai
merasa bahwa pada kulit mereka masih terdapat tungau meskipun telah diobati. Bila gangguan ini berkelanjutan maka diperlukan pertolongan psikiater.5

K. Prognosis Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia.1,2

Page 19

BAB III KESIMPULAN Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia. Tungau Sarcoptes scabiei membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit dengan siklus hidup dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu 8-12 hari. Tungau dapat menular melalui kontak langsung (seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual) dan kontak tidak langsung (misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk). Sarcoptes scabiei menyebabkan reaksi kulit berupa eritem, papul atau vesikel pada kulit. Selain bentuk tersebut, terdapat pula bentuk skabies lainnya antara lain : skabies nodula (gambaran klinisnya berupa nodul berpigmen yang terasa gatal), skabies incognito (gambaran klinis kabur, kronis dan meluas karena penggunaan steroid), skabies pada bayi (dapat menjadi eksema generalisata), skabies norwegia atau skabies berkrusta (lesi berskuama tebal yang penuh dengan infestasi tungau) dan skabies pada penderita HIV/AIDS (biasanya skabies berkrusta dan menyerang wajah, kulit dan kuku). Gejala klinis skabies meliputi 4 tanda kardinal yaitu : 1. Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari. 2. Menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga. 3. Adanya terowongan pada tempat-tempat predileksi seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae pada wanita, umbilikus, bokong, genitalia eksterna pada pria, dan perut bagian bawah. 4. Menemukan tungau. Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis adanya tanda-tanda kardinal. Diagnosis pasti ditegakan dengan ditemukannya tungau melalui pemeriksaan mikroskopis melalui beberapa cara seperti kerokan kulit, mengambil tungau dengan jarum, epidermal shave biopsy, kuretase terowongan, tes tinta Burowi, tetrasiklin topikal, apusan kulit dan biopsi plong (punch biopsy).

Page 20

Penatalaksanaan untuk skabies yang sering digunakan antara lain : 1) Krim permetrin (elimite, acticin), sediaan krim 1% untuk terapi tungau pada kepala dan krim 5% untuk terapi tungau tubuh, dioleskan pada area tubuh dan dibilas setelah 8-14 jam. 2) Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), sediaan 60 mg, dioleskan dan dibiarkan selama 8 jam. 3) Sulfur presipitat 6%, dipakai pada malam hari selama 3 malam dan dibersihkan secara menyeluruh 24 jam terakhir. 4) Benzil benzoat 25%. Dipakai setiap malam selama 3 kali. 5) Krim krotamiton (eurax). Mulai jarang digunakan karena dianggap tidak cukup efektif. 6) Ivermectin 1 atau 2 dosis oral 200 mg/kgBB untuk terapi skabies pada penderita AIDS. Lesi-lesi yang memberikan rasa gatal setelah tungau mati memerlukan pemberian antihistamin, dan jika didapatkan superinfeksi oleh bakteri harus diberikan antibiotik. Untuk menghindari infeksi berulang, seluruh kontak dekat dengan pasien harus dieradikasi, seluruh kain, selimut, handuk dan pakaian harus dicuci dengan air panas. Terapi harus tuntas bagi penderita dan keluarga penderita yang memiliki gejala yang sama.

Page 21

You might also like