You are on page 1of 19

Hepatotoksisitas Berhubung gw jarang nge-post sesuatu yang berguna,, skrg gw mau nge-post salah satu tugas gw pas kuliah

kmrn.. ttg toksikologi :D sebenernya banyak gambarnya,, tp karna sbagian ngambil dr inet dan sbagian ngambil dr buku jd ga enak ngaplotnya.. hehee..

Hepatotoksisitas

Umum

Liver (hati) adalah organ dalam terbesar di tubuh manusia dan merupakan organ yang memiliki metabolisme yang paling kompleks. Metabolisme di dalam hati melibatkan berbagai zat, termasuk nutrisi, obat-obatan, serta zat toksik. Hati merupakan organ yang akan terpapar oleh bahan kimia toksik yang diabsorpsi melalui perut, usus, darah, kulit, dan paru-paru serta berfungsi sebagai tempat penetralan racun dari zat-zat toksik tersebut. Bahkan hati menjadi organ target beberapa bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan, hal ini telah diketahui semenjak lebih dari 100 tahun yang lalu. Beberapa dari substansi yang masuk dalam hati dapat dinetralkan, akan tetapi banyak di antara zat-zat lain dapat terbioaktivasi dan menjadi lebih toksik dari sebelumnya. Hal ini sangat bergantung dari kepekaan hati terhadap serangan zat-zat yang masuk ke dalamnya. Di dalam sistem sirkulasi darah di tubuh, hati memiliki posisi yang unik. Dapat dilihat pada gambar di bawah, hati menerima darah dari pembuluh vena dengan porsi yang besar. Hal ini berarti hati menjadi sebuah filter darah yang datang dari tubuh bagian bawah, seperti ginjal, limpa, dan usus sebelum darah dipompakan ke paru-paru untuk reoksigenasi. Posisi ini membantu hati untuk melaksanakan fungsinya.

Fungsi hati di antaranya adalah:


Tempat penyimpanan karbohidrat dan metabolisme Metabolisme hormon, buangan endogenous, dan bahan kimia asing Sintesis protein darah Pembentukan urea Metabolisme lemak Pembuatan cairan empedu

Organ ini dapat memberi efek ataupun terkena efek dari bahan kimia yang dicerna melalui oral atau yang masuk melalui rongga perut, dikarenakan hati merupakan organ pertama yang dimasuki oleh darah yang mengandung bahan kimia. Hati akan menghilangkan dan memetabolisme hampir semua substansi yang masuk melalui darah. Jika metabolisme dan penghilangan tersebut selesai dengan cepat dan luas, maka efek tahap pertama terhadap bahan kimia tersebut dapat mengurangi kandungan bahan kimia dalam darah sebelum dapat mencapai organ yang lainnya. Senyawa toksik atau senyawa yang teraktivasi menjadi bentuk toksik di dalam hati akan lebih bersifat toksik jika masuk melalui perut (intraperitoneally) daripada yang

masuk melalui absorpsi dari kulit atau paru-paru. Hal ini dikarenakan diposisi bahan tersebut ke jaringan lain yang mengikuti absorpsi, yang akan membuat konsentrasi bahan kimia menjadi lebih rendah di dalam darah sebelum masuk ke dalam hati dan akan memperpanjang waktu yang diperlukan hati untuk membersihkan bahan kimia tersebut dari tubuh. Alasan lain akan kepekaan hati terhadap serangan bahan kimia adalah bahwa hati merupakan organ primer untuk proses biotransformasi sebuah senyawa kimia di dalam tubuh. Pada umumnya, hasil dari biotransformasi yang diinginkan adalah untuk mengubah senyawa yang termetabolisasi sehingga senyawa tersebut tidak lagi aktif secara biologi di dalam tubuh dan membuat senyawa tersebut menjadi lebih polar, lebih dapat terlarut di dalam air, dan dapat dieskresikan ke luar tubuh. Dikarenakan hal inilah hati berperan sebagai organ penetralisasi (detoksifikasi). Akan tetapi, ada hal negatif yang dapat terjadi sehubungan dengan peran hati menjadi organ utama untuk memetabolisme bahan kimia, yaitu dalam proses biotransformasi dapat saja terbentuk senyawa toksik atau reaktif dan sebagai generatornya hati merupakan organ yang paling sering terkena dampak dari bahan kimia yang teraktivasi tersebut. Hati dapat dideksripsikan sebagai sekumpulan besar sel yang menjadi satu di sekitar pembuluhpembuluh arteri dan vena (terlihat pada gambar di bawah). Bagian yang paling penting dari hati adalah sekumpulan sel yang terletak di antara pembuluh vena sentral yang mana berfungsi untuk menyalurkan buangan dari sel dan produknya. Bagian lain yang tidak kalah penting yaitu sistem arteri hati atau vena portal yang berfungsi untuk menyuplai oksigen dan nutrisi. Unit ini diistilahkan sebagai liver lobule (terkadang disebut juga sebagai liver acinus). Liver lobule manusia beberapa ada yang berdiameter 1 atau 2 milimeter dengan panjang beberapa milimeter. Hati manusia mengandung 50.000 hingga 100.000 liver lobule. Sel dari lobule yang memiliki jarak terdekat dengan arteri diistilahkan sebagai periportal hepatocytes. Sel yang memiliki jarak terdekat dengan pembuluh vena sentral diistilahkan dengan centrilobular hepatocytes. Sel yang di tengah diistilahkan sebagai midzonal hepatocytes. Terdapat beberapa alasan bahwa sangat penting untuk mengetahui struktur lobule. Pertama, karena periportal hepatocytes menerima konsentrasi oksigen, nurtisi, dan bahan kimia yang paling tinggi dari bagian yang lain. Kedua, antara kedua pihak (periportal dan centrilobular) memiliki akitivitas enzim yang sangat berbeda satu sama lain dan enzim tersebut dapat berada di dalam sel-sel. Sebagai contoh, sitokrom P-450 yang merupakan enzim yang dapat mengoksidasi paling banyak bahan kimia yang masuk ditemukan dalam jumlah besar di centrilobular area. Di lain pihak sel-sel periportal memiliki banyak enzim glutathione dan transaminase. Dikarenakan distribusi enzim di dalam lobule ini, beberapa toksikan mungkin hanya bersifat toksik di beberapa bagian dari lobule. Skematik lobule hati Hepatoksisitas berasal dari kata hepatic toxicity yang menyiratkan kerusakan hati disebabkan oleh bahan kimia (senyawa xenobiotik). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat kemungkinan senyawa asing yang masuk dapat menyerang hati itu sendiri. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan kerusakan hati diebut dengan hepatotoksin. Hepatotoksisitas ini merupakan sesuatu yang umum terjadi jika kita membicarakan toksisitas dalam lingkungan kerja. Banyak sekali pelarut, agen-agen pembersih minyak, logam berat, dan pewarna yang dapat mempengaruhi kerusakan hati pada tubuh pekerja yang terpapar. Obat-obat yang dikonsumsi yang dapat merusak hati juga dapat meningkatkan toksisitas yang disebabkan oleh agen-agen di lingkungan kerja.

Biotransformasi (Perlakuan dasar hati terhadap zat asing)

Metabolsime merupakan istilah dari reaksi biokimia yang berfungsi untuk memproduksi energi sel dan menjaga sel agar tetap hidup. Metabolisme senyawa kimia merujuk pada biotransformasi zat xenobiotik yang mengubah struktur dari senyawa xenobiotik itu sendiri. Metabolisme ini dilakukan agar zat xenobiotik yang masuk dapat dieliminasi dan melibatkan transformasi kimia untuk mengurangi kelarutan lemak dan untuk mengubah aktivitas biologi. Meskipun hampir semua jaringan di dalam tubuh memiliki kemampuan untuk metabolisasi zat kimia, retikulum endoplasma halus di dalah hati memiliki prinsip metabolic clearing house untuk zat endogenous maupun exogenous. Peran sentral yang dimainkan oleh hati dalam proses pembersihan dan transformasi zat membuat hati menjadi peka terhadap obat yang dapat merusak. Proses metabolisme (biotransformasi) ini terbagi menjadi 2 tahap. Reaksi pada tahap satu merupakan reaksi oksidasi atau reduksi yang mengubah zat kimia dengan melibatkan bebrapa gugus kimia pada molekul (seperti gugus alkil, hidroksil, dan lainnya) dan kemudian mengoksidasi atau mereduksi gugus-gugus tersebut agar berada pada tingkat oksidasi yang berbeda. Reaksi pada tahap 2 adalah pengubahan zat kimia dengan melibatkan gugus prostetik baru pada bagian fungsional dari zat xenobiotik itu. Reaksi tahap 2 kebanyakan terjadi pada sitosol.

Reaksi Tahap 1

Enzim sitokrom P-450 Sistem enzim paling penting yang terlibat dalam tahap ini diperantarai oleh enzim sitokrom P450 yang terkadang disebut sebagai sistem oksidasi mixed-function (sistem MFO). Sistem ini meliputi dua jenis enzim. Yang satu lagi adalah flavoprotein, NADPH sitokrom c reduktase (terkadang dikenal sebagai NADPH sitokrom P-450 reduktase) yang mengoksidasi NAPDH menjadi NADP+, dengan demikian diperoleh elektron atau energi untuk melakukan reaksi. Enzim reduktase ini akan berpasangan dengan enzim sitokrom P-450, yang mengandung enzim yang dapat mengikat zat xenobiotik dan memiliki lokasi katalitik yang merupakan tempat untuk melakukan reaksi redoks. Di dalam prosesnya, zat kima akan termetabolisasi saat berinteraksi dengan molekul oksigen yang teraktivasi dimana salah satu atom akan berakhir sebagai bagian dari molekul air dan yang lainnya akan masuk ke dalam atau membelah menjadi bagian dari zat kimia yang bersangkutan. Berikut ini adalah beberapa reaksi yang dikatalis oleh enzim sitokrom P-450 yang bervariasi:

Hidroksilasi aromatik atau alifatik Dealkilasi dari gugus fungsional seperti nitrogen, sulfur,dan oksigen Pembentukan arene oksida Epoksidasi Desulfurasi dan sulfoksidasi Deaminasi dan N-hidroksilasi Reduksi azo, nitro, dan hidroksilamin Reduksi karbonil

Metabolisme yang terjadi dapat bergantung pada dosis yang masuk dan penambahan atau pengurangan dosis yang dapat mengubah persentase zat yang dimetabolisasi oleh setiap pathway. Saat konsentrasi tinggi dimana pathway yang normal telah mengalami kejenhan, zat kimia mungkinsaja termetabolisasi oleh pathway yang baru yang mungkin menciptakan metabolisme toksik yang jarang terjadi. Distribusi enzim sitokrom P-450 di dalam jaringan Letak utama enzim ini adalah di dalam retikulum endoplasma dari hapatocyte, meskipun dalam jumlah yang kecil terdapat pula di dalam mitokondria dan membran nuclear. Saat hati terhomogenisasi, fraksi microsomal mengandung sistem sitokrom P-450. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hari merupakan organ utama untuk proses metabolisme, tetapi dikarenakan enzim sitokrom P-450 sangat berguna serta bersifat serbaguna untuk metabolisasi zat kimia, enzim ini terdistribusi secara luas dan dapat ditemukan di seluruh tubuh. Paru-paru dan ginjal merupakan organ kedua dalam proses biotransformasi untuk banyak zat xenobiotik dan memiliki kira-kira 10-30% dari kapasitas hati untuk memetabolisme senyawa, tergantung dari substratnya. Persiapan microsomal dari jaringan lain juga dapat mendemonstrasikan bahwa enzim sitokrom P-450 ini terdapat dalam jaringan-jaringan tersebut, meskipun organ-organ ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan hati. Tabel aktivitas mikrosomal di berbagai organ atau jaringan Organ or tissue Gut Adrenal cortex Testes Spleen Heart Muscle Brain Placenta Skin Capacity for metabolizing compounds (percent relative to liver microsomes) 10 50-75 10-20 5 3 1 1 1 1

Peningkatan dan pengurangan laju sintesis enzim sitokrom P-450 Banyak faktor dapat mengubah laju tersebut saat bahan xenobiotik termetabolisasi di dalam tubuh. Pada tahun 1964, peneliti-peneliti menemukan bahwa keberadaan zat kimia kedua dalam hati mungkin dapat mengubah laju metabolisme zat kimia yang telah berada disitu sebelumnya. Senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan metabolisme disebut inducer dikarenakan pengaruh mereka dapat membuat terbentuknya enzim sitokrom P-450 yang lebih banyak atau dapat membentuk enzim yang lebih spesifik yang lebih efisien untuk memetabolisasi senyawa bersangkutan. Berikit adalah tabel contoh inducer: Tabel contoh Inducer Drugs Industrial chemicals Polyaromatic hydrocarbons

Aminopyrine Amphetamine Barbutirates Chloral hydrate Chlordiazepoxide(librium) Chlorpromazine Diazepam (valium) Diphenhydramine Ethanol Ethanol pyridione Glutethimide Halothane Imipramine Meprobamate Morphine Nicotine Phenylbutazone Phenytoin Promazine Propoxyphene (darvon) Steroids Sulfanilamide Thalidomide Trimethadione Urethane Zoxazolamine

Alcohols Aldrin/dieldrin Chlordane Chloroform DDT, DDD DMSO Heptachlor Ketones Lindane PCB compunds Piperonyl butoxide Pyrethrum Toxaphene

Benz(a)pyrene Dibenzanthracene 3-Methylcholanthrene

Banyak juga zat kimia yang menjadi penghambat enzim sitokrom P-450. Senyawa-senyawa seperti SKF-525A, piperonil butoksida, kloramfenical, cobaltous klorida, karbon disulfida, karbon tetraklorida, bromobenzene, dan masih banyak lagi dapat menghambat proses metabolisme. Pada dasarnya terdapat tiga mekanisme penghambatan, yaitu:

Pengikatan kompetif dan metabolisme oleh enzim sitokrom P-450 Penghambatan pembentukan enzim sitokrom P-450 Agen yang dapat menonaktifkan atau menghancurkan enzim sitokrom P-450 atau retikulum endoplasma

Faktor lain yang mempengaruhi biotransformasi oleh enzim sitokrom P-450 Selain induksi dan penghambat, ada beberapa faktor tambahan yang harus dipertimbangkan bahwa terdapat kemungkinan faktor-faktor tesebut dapat mempengaruhi biotransformasi. Faktorfaktor tersebut adalah: (faktor-faktor ini telah teruji dapat mengubah laju metabolisme dengan

penelitian terhadap hean dan beberapa diantaranya telah diekstrapolasi untuk metabolisme manusia)

Diet Diet yang low protein dapat mengurangi metabolisme zat xenobiotik, berpuasa dapat meningkatkan atau menghambat, tergantung dari zat yang akan dimetabolisasi Nutrisi Defisiensi kalsium dan tembaga mengurangi metabolisme, begitu pula defisiensi besi dan seng. Defisiensi vitamin A, C, atau E dapat menekan metabolisme Tingkat hormon ACTH (hormon adrenocorticotropic) meningkatkan metabolisme, pertumbuhan hormon juga akan meningkatkannya. Tiroksin meningkatkan metabolisme, sedangkan tiroidektomi mengurangi. Diabetes memiliki efek campuran serta glucorticoid dan steroid anabolik dapat meningkatkan. Umur

Pada umumnya, metabolisme akan lebih rendah pada bayi yang baru lahir dan pada orang yang sudah tua

Jenis kelamin

Banyak senyawa diperlakukan berbeda dalam hal laju dan jalan dari proses metabolisme antara pria dan wanita

Genetik

Variasi genetik mempengaruhi pathway


Faktor harian Metabolisme akan optimal saat siang hari, terutama saat mencerna makanan Patofisiologi Keadaan sakit dapat mengubah metabolisme dengan mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, dan ekskresi zat kimia, keadaan nutrien, laju transpotasi darah dan oksigen ke dalam hati, dan lainnya.

Terdapat beberapa reaksi lain di tahap 1 ini, selain dengan reaksi yang menggunakan enzim sitokrom P-450. Sistem enzim lain tersebut diantaranya adalah: amine oksidase, epoksida

hidratase (memecah epoksida reaktif menjadi dihidrodiol), esterase (menghidrolisis berbagai macam senyawa ester dengan komponen dasar yang berbeda), amidase (menghidolisis amide), dan alkohol dehidrogenase.

Reaksi Tahap 2

Reaksi pada tahap ini selalu meningkatkan ukuran dan berat molekul dari zat kimia yang dimetabolisasi karena terdapat penambahan beberapa gugus kimia kepada molekul. Meskipun pada umumnya zat-zat kimia ini lebih terlarut dalam air, baik asetilasi dan metilasi dapat secara signifikan mengurangi kemampuan senyawa untuk larut dalam air dan dengan demikian senyawa tersebut akan tereliminasi secara lambat oleh ginjal.

Berikut ini adalah beberapa sistem enzim yang berfungsi sebagai katalis di tahap 2:

Glucuronyl Transferase Merupakan enzim membran batas (retikulum endoplasma) yang mengkonjugasikan molekul gula kepada gugus kimia alkoholic, phenolic, amino, carbamyl, sulfonamide, dan thiol. Reaksi konjugasi ini merupakan reaksi konjugasi yang paling umum dan paling penting pada tahap 2. Selain di hati, enzim ini juga ditemukan dalam fraksi kecil dari selsel di ginjal, paru-paru, usus, limpa, otak, plasenta, dan kulit. Persaingan substrat dapat menjadi inhibitor dari sistem ini. Alkohol (etanol ) merupakan inhibitor glucuronyl transferase in vivo, mengubah rasio NAD+ : NADH di dalam sel. Matebolit glucuronida diekskresikan melalui urin dan empedu. Umumnya, senyawa dengan berat molekul lebih dari 300 akan terkonjugasi dan tereksresi lewat empedu. Dalam beberapa hal, bakteri yang terdapat di dalam usus dapat memecah glucuronida dan melepaskan senyawanya, sesudah itu diabsorpsi kembali oleh usus dan kembali menuju hati. Hal ini disebut entero-hepatic circulation yang merupakan alasan mengapa senyawa seperti fenolftalein dapat memiliki efek laksatif (seperti obat pencuci perut) yang tahan lama. Eliminasi senyawa seperti ini menjadi sangat lambat oleh enter-hepatic resirkulasi di dalam tubuh. Kebanyakan sel mamalia juga mengandung enzim yang dapat memecah senyawa atau metabolit glucuronida. Enzim tersebut adalah -glucuronidase yang ditemukan di lisosom suatu sel. Enzim ini dapat berfungsi untuk melepaskan hormon yang terkonjugasi. Glutathione S-Transferase atau Mercapturic Acid Formation Glutathione S-transferase merupakan kumpulan enzim yang mengkonjugasikan tripeptida glutathione menjadi berbagai senyawa kimia. Metabolit asam mercapturic dapat terbentuk dari hasil konjugasi glutathione dengan menghilangkan asam amino terakhir dari tripeptida (glutamat dan glisin), diikuti dengan asetilasi dari residu sistein yang tersisa. Reaksi atau gugus kimia fungsional dari zat xenobiotik yang mungkin terkonjugasi berbeda dan meliputi dehalogenasi alkil, aryl, serta sikloalkana, reaksi

dengan epoksida dan ikatan ganda, senyawa N-hidroksi, dan konjugasi serta inaktivasi senyawa reaktif atau elektrofilik secara umum. Enzim-enzim glutathione S-transferase terletak di sitosol dan dapat ditemukan di hati, ginjal, usus, limpa, dan paru-paru. Banyak senyawa yang mempengaruhi enzim sitokrom P-450 juga mempengaruhi enzim glutathione S-transferase, seperti DDT, fenobarbital, dan senyawa PCB. Agen-agen tersebut hanya dapat meningkatkan bentuk yang spesifik dari glutathione transferase, sedangkan thyroidectomy dan hypophysectomy dapat meningkatkan aktivitas. Glutathione S-transferase akan dapat terhambat oleh anion organik, seperti bilirubin, bromosuloftalein, probenecid, dan furosemida. Manusia terus terpapar atau menghasilkan senyawa elektrofilik yang reaktif saat metabolisme yang mana jika tidak diperiksa dapat mengakibatkan kerusakan serus, permanen, dan fatal terhadap berbagai jaringan di dalam tubuh. Sistem Glutathione S-transferase menjadi mekanisme detoksifikasi yang dapat melawan susbtansi-substansi elektrolit tersebut.

N-Acetyltransferase Merupakan sistem enzim sitosolik (fraksi sel yang terlarut) yang mengkonjugasikan zat kimia dengan menggunakan asetil donor, S-asetil CoA. Enzim ini mengkonjugasi gugus amino, sulfhidril, dan hidroksil dari zat kimia. Dapat ditemukan di dalam sel fagisitik dari sistem reticuloendothial dan terdapat di hati, usus, paru-paru, limpa, ginjal, dan jarigan darah. Enzim ini terdapat dalam beberapa bentuk dan memiliki beberapa tanda yang selalu disebut sebagai contoh perbedaan metabolisme yang telah ditetapkan secara genetik. Terdapat pula enzim diasetilasi di dalam tubuh dan sejumlah bagian dari zat kimia dieksresikan sebagai asetil konjugasi mencerminkan keseimbangan antara dua proses. Lemak-lemak tertentu seperti tricaprate atau steroid misalnya estradiol seperti halnya agen yang menstimulasi sistem reticuloendothelial juga mempengaruhi enzim Nacetyltransferase. Inhibitor in vitro-nya adalah chloromercurybenzoate, Nethylmaleimide, Cu2+, Zn2+, Mn2+ atau Ni2+. Sulfotransferase Konjugasi sulfat pada gugus alkohol, fenol, dan amino dari zat xenobiotik dapat diselesaikan oleh beberapa enzim sitosolik yang dikenal sebagai sulfotranferase atau sulfokinase. Enzim-enzim ini menggunakan sulfat yang kaya akan energi atau dalam bentuk energi yang teraktivasi yang dikenal sebagai PAPS (3-phosphoadenosine-5phosphosulfate). Ada baynayk bentuk dari enzim sulfotransferase, dan beberapa dari isoenzimnya memerlukan magnesium sebagai kofaktor. Sulfasi biasanya merupakan jalan minor untuk metabolisme dikarenakan gabungan dari sel-sel sulfate kecil dan mudah lelah. Sulfotranferase untuk proses konjugasi dapat ditemukan di hati, ginjal, usus,dan plasenta. Enzim ini diseimbangi oleh sulfatase yang menghilangkan gugus sulfat yang mereka tambahkan.

Biotranformasi sebagai mekanisme dari bahan kimia yang menyebabkan toksisitas dan kerusakan hati

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, biotranformasi merupakan proses dimana tubuh mengubah suatu bahan kimia secara biokimia menjadi metabolit yang lebih terlarut dalam air dan metabolit yang tidak terlalu aktif. Akan tetapi terdapat pengecualian-pengecualian yang menghasilkan konsekuensi yang berbeda-beda. Misalnya, beberapa agen anti kanker harus dimetabolisasi menjadi bentuk yang aktif.

Bioaktivasi dan detoksifikasi dari zat kimia yang sama

Di saat beberapa dari proses bioaktivasi mengkonversi bahan kimia yang inert atau yang secara garis besar memiliki sifat non-toksik menjadi bentuk aktif di dalam tubuh sehingga menjadi berguna, beberapa proses bioaktivasi lain tidak begitu halnya. Terlebih lagi meskipun biotransformasi merupakan proses yang sangat berguna dan diperlukan yang biasanya menjaga tubuh dari akumulasi bahan-bahan kimia, masih saja terdapat kemungkinan adanya reaksi yang bersifat toksik. Contohnya adalah insesticides palathion dan malathion yang mengaktifkan senyawa yang tidak efektif menjadi bentuk yang aktif dan toksik. Salah satu pathway biotransformasi molekul parathion adalah desulfurasi yang mengganti atom sulfur dengan atom oksigen, mengkonversi parathion menjdai antikolinesterase yang aktif (inhibitor paraoxon). Reaksi esterase dapat mengkonversi baik senyawa parental dan metabolit yang aktif menjadi produk yang inaktif. Dikarenakan hidrolisis paraoxon mengkonversi bahan kimia yang toksik menjadi non-toksik, maka proses ini disebut sebagai detoksifikasi. Berikut ini adalah bagan yang menunjukkan empat buah hasil yang potensial terjadi pada bahan kimia apapun saat metabolsime dilakukan:

Empat kemungkinan hasil metabolisme


Step 1 Dapat langsung dimetabolisasi menjadi metabolit yang non-toksik Step 2 Dapat termetabolisasi menjadi metabolit yang toksik atau reaktif Step 3 Metabolit toksik kemungkinan dapat melalui proses detoksifikasi, yaitu proses biotransformasi yang mengubahnya menjadi metabolit yang non-toksik Step 4 Dapat berinteraksi secara biologi dengan sesuatu dan menghasilkan efek toksik

Banyak toksikan, terutama hepatotoksin adalah zat-zat yang dominan atau signifikan di step 2 atau step 4. Terdapat pula faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keseimbangan di antawa masing-masing step, yaitu induksi, inhibisi, antidotum, dan lainnya yang mempengaruhi toksisitas suatu zat. Berikut adalah pathway metabolisme dari beberapa hepatotoksin yang terkenal:

Bromobenzene

Biotransformasi Bromobenzene Bromobenzene menyebabkan centrilobular necrosis di dalam hati saat diujicobakan kepada tikus. Kerusakan ini kemudian meningkatkan oleh agen penginduksi, yaitu phenobarbital dan berkurang dengan adanya inhibitor SKF-525A. Kerusakan lebih banyak disebabkan oleh metabolit yang terbentuk dibandingkan dengan senyawa parentalnya. Bromobenzene ini

umumnya digunakan untuk mensintesis organik.

Acetaminophen

Biotransformasi Acetaminophen Acetaminophen (tylenol) adalah zat yang bermanfaat bagi dunia kedokteran sebagai penghilang rasa sakit. Bagaimanapun juga pada dosis yang di atas daerah therapeutic dapat menyebabkan pengeruh pada centrilobular necrosis.

Faktor yang mempengaruhi bioaktivasi sekaligus mempengaruhi toksisitas

Dikarenakan bioaktivasi dan detoksifikasi timbul dari biotransformasi dari zat xenobiotik, faktor yang mempengaruhi biotransformasi secara umum dapat memberi pengaruh pula pada tingkat toksisitas bahan yang bersangkutan. Faktor-faktor seperti diet, umur, jenis kelamin, genetik, nutrisi, angen penginduksi, dan inhibitor dapat mengubah satu atau lebih pathway biotransformasi yang mengkonversi toksikan menjadi bentuk zat kimia yang lain. Dengan begitu toksisitas dapat meningkat atau tereduksi, namun perubahan seperti ini tidak hanya merefleksikan perubahan yang terjadi pada proses bioaktivasi saja. Kerusakan sel karena perantara reaktif Selain menghasilkan zat kimia yang bersifat toksik ke berbagai jaringan lain, biotransformasi mempunyai banyak efek toksikologis yang signifikan terhadap hati. Dengan memperhatikan banyaknya reaksi metabolik yang dapat terjadi di hati, terdapat potensi yang sangat signifikan untuk pembentukan zat kimia perantara yang bersifat reaktif. Zat kimia yang reaktif biasanya merupakan toksik karena kemampuannya untuk berinteraksi dengan atau bahkan menghambat ataumenghancurkan enzim yang penting di dalam sel atau makro molekul sel yang vital, seperti DNA atau organel seperti mitokondria. Contoh zat perantara yang memiliki sifat reaktif yaitu epoksida, arene oksida, radikal bebas, dan metabolit carbanion. Substansi-substansi ini sangat elektrofilik dan banyak bereaksi dengan substansi nukleofilik yang secara normal terkandung di dalam sel. Penyakit akibat perantara yang reaktif Di samping adanya kemungkinan positif untuk terjadinya kerusakan hati yang bersifat akut dan fatal, pembentukan perantara yang toksik atau reaktif selama proses biotransformasi dapat berisiko menyebabkan penyakit-penyakit yang belum terlihat efek atau gejalanya. Banyak zat kimia non-toksik yang termetabolisasi menjadi reaktif mutagenik atau zat yang karsinogenik. Dengan terbentuknya zat-zat yang demikian maka akan bertambah risiko untuk terjadinya kanker atau kelahiran yang cacat. Berikut ini adalah bagan yang menunjukkan rute dimana zat nontoksik berubah menjadi zat yang reaktif mutagenik ataupun karsinogenik:

Dengan adanya hal seperti ini, proses biotransformasi menjadi elemen kritis dalam memahami

dan pencegahan sifat toksik dari zat yang bersangkutan. Dikarenakan aktivitas mutagenik atau karsinogenik dari zat-zat yang dimetabolisasi oleh hati, maka hati juga dapat menderita penyakit yang bersifat kronis, seperti penyakit cirrhosis atau hepatocelullar carcinoma. Meskipun mungkin paparannya diusahakan serendah munkin untuk mencegah terjadinya efek yang bersifat akut, jika berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama penyakit kronis dapat terjadi. Paparan terhadap hepatotoksin memiliki risiko akut dan kronis. Penyakit kronis dapat disebabkan dari sekali atau beberapa kali paparan dan dari berbagai macam mekanisme. Berikut adalah bagan yang menunjukkan bioaktivasi dari zat kimia serta interaksi sel yang berpotensi menyebabkan toksisitas kronis:

Kerusakan hati Hepatotoksin di lingkungan kerja

Substansi-substansi di industri yang bertanggung jawab atas terjadinya keracunan hati dapat langsung memberikan efek pada sel-sel hati dan kemudian membuat luka atau kerusakan pada daerah periportal di lobule hati atau kebanyakan akan bersifat toksik setelah oksidasi yang dilakukan sistem mikrosomal dan kerusakan akan terjadi di daerah centrilobular. Kedua bentuk toksisitas langsung ini bergantung sekali pada dosis yang masuk ke dalam tubuh. Ada lagi jenis keracunan dikarenakan mekanisme alergi yang menyebabkan efek tidak langsung, seperti halotan. Pada kasus halotan ini, tidak terlalu bergantung pada dosis yang masuk tetapi lebih bergantung pada paparan yang berulang kali. Berikut ini adalah contoh dan penjelasan beberapa hepatotoksin yang dapat ditemukan di lingkungan kerja:

Carbon tetrachloride

Carbon tetrachloride atau tetrachloromethane (CCL4) merupakan hidrokarbon alifatik yang berasal dari metan. Pelarut ini seperti terlihat pada namanya, mengandung klorin. Merupakan cairan yang tidak berwarna dan mudah menguap. Portal of entry yang paling penting adalah melalui pernapasan, tetapi absorpsi percutaneous (lewat kulit) dapat mengakibatkan hepatotoksisitas. Carbon tetrachloride dulu digunakan sebagai pelarut di proses dry-cleaning tetapi sekarang sudah hampir semuanya diganti dengan tetrachloroethylene yang lebih stabil dan lebih tidak berbahaya. Carbon tetrachloride ini juga digunakan untuk alat pemadam kebakaran karena sifatnya yang tidak mudah terbakar, namun lagi-lagi karena sifat toksiknya sudah tidak lagi digunakan. Contoh Alat Pemadam Kebakaran yang Menggunakan Carbon Tetrachloride Sekarang, pelarut ini digunakan sebagai: 1. Perantara di industri kimia: material yang digunakan pada awal proses dalam pembuatan (di)chlorofluoromethane dan juga sebagai agen pengekstraksi. 2. Sebagai reagen di laboratorium

Penggunaannya di industri telah dilarang semenjak 10 Januari 1995, selain dikarenakan oleh toksisitasnya pelarut ini juga menyebabkan penipisan lapisan ozon di stratosfer. Carbon tetrachloride ini tidak langsung aktif di dalam sel-selhati. Terdapat pembelahan carbon tetrachloride yang kemudian menghasilkan radikal bebas yang bertanggung jawab untuk gejala keracunan. Hepatotoksisitas bergantung pada dosis yang masuk. Kerusakan atau luka yang ditimbulkan akan lebih dominan di daerah centrilobular. Gejala awal keracunan akut di anrtaranya adalah sakit kepala, gangguan penglihatan, menggigil, bahkan koma. Dikarenakan menimbulkan masalah pada sistem pencernaan, penderita akan mntah-muntah, sakit perut, mual, kemudian demam yang diikuti oleh hepatic disorder yang akan menimbulkan necrosis dalam waktu 12-24 jam.

Chloroform

Dahulu digunakan sebagai anestetik, tetapi dilarang karena sifat toksiknya terhadap hati dan jantung. Namun sekarang masih tetap dipakai sebagai perantara bahan kimia. Terkadang digunakan pula sebagai pelarut karena sifatnya yang tidak reaktif dan dapat menguap dengan sangat baik. Industri yang menggunakan chloroform sebagai pelarut adalah industri farmasi yang memproduksi pestisida dan pewarna. Digunakan pula sebagai reagen di dalam sintesis organik. Terdapat laporan bahwa penggunaan chloroform sebagai pelarut telah menimbulkan kasus kerusakan hati, bahkan di antaranya adalah hepatocellular carcinuma (akan dijelaskan selanjutnya).

1,2-dichloropropane

Banyak digunakan sebagai pelarut dan penghilangkan cat dan pernis, juga sebagai pengekstrak minyak dan lemak. Dapat pula digunakan sebagai insektisida. Dapat menimbulkan necrosis (akan dijelaskan selanjutnya) bersamaan dengan depresi dari sistem saraf pusat.

1,1,2,2 Tetrachloroethane

Merupakan asam hidroklorik alifatik yang mengandung klorin. Di antara hidrokarbon terklorinasi yang lainnya,1,1,2,2 Tetrachloroethane memiliki kekuatan yang paling besar sebagai pelarut. Dahulu sempat digunakan sebagai pelarut namun sekarang sudah dilarang. Pernah pula digunakan sebagai perantara di industri-industri yang memproduksi trikloroetilen, tetrakloroetilen, dan 1,2 dikloroetilen, sekarang hanya dipakai sebagai bahan dasar untuk sinstesis produk kimia lain di laboratorium penelitian. 1,1,2,2 Tetrachloroethane ini sangat hepatotoksik, bertanggung jawab untuk hepatitis dan dapat berkembang menjadi cirrhosis (akan dijelaskan selanjutnya).

2-Nitropropane

Digunakan sebagai pelarut untuk resin epoksi, tinta, dan bahan perekat. Sangat dapat mempengaruhi hati jika terinhalasi di tempat tertutup. Terdapat pula laporan dapat menyebabkan hepatocellular carcinoma yang berarti 2-Nitropropane bersifat karsinogen.

Dimetilformamida (DMF)

Merupakan pelarut yang memiliki bau yang tidak enak dan toksik. Portal of entry yang penting adalah melalui kulit dan inhalasi. DMF ini sedikit dapat menguap, intoksikasi di lingkungan kerjanya kebanyakan disebabkan oleh paparan yang lama atau berulang di kulit. Sangat sering digunakan sebagai pelarut di industri material sintetik. Digunakan juga sebagai pelarut untuk pestisida, lem, cat, pernis, dan tinta. Biasanya DMF menyebabkan sitolisis hati yang tidak terlalu berbahaya setelah sekali atau beberapa kali kontak di hari yang berbeda. Efek yang terlihat adalah dermatitis, sakit perut akut, dan depresi sistem saraf pusat. Dapat pula menyebabkan hepatitis, bergantung pada dosis yang masuk. Jika terlalu berlebih dapat menimbulkan kematian (telah dilaporkan kematian akibat DMF). Paparan ini dapat dicegah dengan pemakaian APD yang seharusnya (yang tahan khususnya untuk DMF).

Pyridine

Merupakan pelarut sulfur heterosiklik yang digunakan di laboratorium sebagai reagen, perantara untuk insektisida, juga sebagai pelarut di industri karet. Pyridine dapat menimbulkan hepatitis sitolitik setelah masuk melalui oral.

Fosfor

Banyak digunakan untuk membentuk organofosfor yang digunakan sebagai pestisida, agen pengekstraksi, dan lainnya. Fosfor ini juga merupakan komponen penting dalam pembuatan baja. Dapat menyebabkan necrosis pada dosis yang kurang dari 100 mg dan akan membuat kerusak dominan pada daerah periportal. Gambar Blazing Tower yang memproduksi asam fosfor dengan membakar tenesse phosphorus Gambar ferofosfor di lingkungan kerja

Arsenik

Terdapat di alam dalam bentuk bijih. Kondisi-kondisi penting dalam lingkungan kerja yang dapat menyebabkan paparan arsenik misalnya adalah: 1. Pemakaian gas yang mengandung arsenik di tempetarut yang tinggi (contoh: saat pengecoran seng, emas, dan timbal) 2. Pembuatan organoarsenikal 3. Perawatan kayu dengan menggunakan ACC fungisida 4. Pembuatan gelas kristal 5. Penyamakan kulit

6. Pembuatan pestisida Toksisitas akutnya dapat menyebabkan sitotoksisitas pada berbagai macam jaringan, termasuk di antaranya hati dan saraf.

Hydrazine

Berbentuk cairan yang tidak berwarna dan memiliki bau seperti amonia serta memiliki sifat toksik. Digunakan dalam pembuatan di banyak jenis pestisida, di pabrik pembuatan zat warna, dan sebagai inhibitor terjadinya korosi di boiler. Hydrazine dapat beraksi dengan senyawa organik untuk membentuk alkil hydrazine yang dapat digunakan sebagai bahan bakar roket dan jet. Digunakan pula dalam bidang farmasi sebagai isoniazid (untuk perawatan TBC). Dapat menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan hati serta menimbulkan haemolisis.

Klasifikasi hepatotoksin

Zat kimia yang dapat menyebabkan kerusakan pada hati tidak hanya menyebabkan satu kerusakan saja. Agaknya, luka yang terjadi bergantung baik pada zat kimia yang terlibat maupun pada durasi paparannya. Dengan begitu, agen hepatotoksik dapat diklasifikasikan sesuai dengan tipe kerusakan yang ditimbulkannya atau dengan kriteria yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan. Berikut adalah tabel klasifikasi hepatotoksin berdasarkan area lobule yang dirusaknya: Tabel Klasifikasi Hepatotoksin Berdasarkan Area yang Dirusak Centrilobular Hepatotoxins
o

Midzonal Hepatotoxins

Periportal Hepatotoxins

Bromobenzene Carbon tetrachloride Chloroform DDT Dinitrobenzene Trichloroethylene

Carbon tetrachloride Furosemide Ngaoine Paraquat

Allyl alcohol Arsenic Iron Manganese Phosphorus

Berikut ini adalah tabel klasifikasi hepatotoksin berdasarkan jenis sel dalam hati yang dirusaknya: Tabel Klasifikasi Hepatotoksin Berdasarkan Jenis Sel Hati yang Dirusak Cytotoxic (Necrotic) Agents Acetaminophen Cholestatic Agents Anabolic steroids

Aflatoxin Allyl alcohol Bromobenzene Carbon tetrachloride Dimethylnitrosamine Phosphorous Urethane

Arsphenamine Chlorpromazine Diazepam Estradial Mepazine Thioridazine

Berikut ini adalah tabel klasifikasi hepatotoksin berdasarkan organel di dalam hepatocyte yang dirusaknya:

Tabel Klasifikasi Hepatotoksin Berdasarkan Organel yang Dirusak Plasma membrane Mitochondria Nucleous or its components or endoplasmic reticulum Carbon tetrachloride Hydrazine Beryllium Thioacetamide Ethionine Aflatoxin Phallodin Dichloroethylene Galactosamine Dimethylnitrosamine Carbon tetrachloride Ethionine Allyl alcohol Phopsphorous Nitrosamines Berikut ini adalah tabel klasifikasi berdasarkan kerusakan yang dihasilkan: Types of Injury Fatty Liver Hepatocyte death (Liver necrosis) Hepatitis Cholestasis Cirrhosis Blood vessel disorders Tumors Toxic Agents Ethanol, carbon tetrachloride, yellow phosphorous, valproic acid, bromobenzene Carbon tetrachloride, bromobenzene, microcystin, ethanol, trinitrotoluene, trichloroethylene Isoniazid, nitrofurantoin Dichloroethylene, methylene dianiline, manganese organic, arsenicals, estrogens, ethanol Ethanol, methotrexate Arsenic, dacarbazine, microcystin Aflatoxin, arsenic, vinyl chloride, thorium dioxide

Sebenarnya masih banyak lagi kategori yang dapat digunakan untuk mengelompokkan hepatotoksin, seperti mekanisme ataupun kerusakan biokimianya.

Deksripsi histopatologis kerusakan-kerusakan yang dialami oleh hati

Fatty liver (lipid accumulation/steatosis)

Beberapa agen yang merusak hati dapat menimbulkan akumulasi lemak yang tidak wajar di dalam hati (jaringan parensimal), pada umumnya trigliserida. Hati yang mengalami akumulasi ini mengandung lebih dari 5% lemak dari beratnya. Secara mikroskopis, hepatocyte terlihat dipenuhi oleh lemak yang mendorong komponen sel yang lain. Fatty liver dapat terjadi karena produksi lemak yang berlebihan dan berkurangnya proses degradasi lemak. Seperti yang tertera di tabel klasifikasi agen penyebab fatty liver adalah karbon tetraklorida, etanol, bromobenzene, dan lainnya. Pengonsumsian beberapa jenis minuman beralkohol juga dapat menyebabkan terjadinya fatty liver. Kerusakan dalam fatty liver ini dapat bersifat akut dan kronis. Berikut adalah mekanisme-mekanisme yang dapat menyebabkan fatty liver terjadi:
o o o o

Konjugasi trigliserida yang tertekan dengan lipoprotein Kehilangan potasium dari hepatocyte yang mengakibatkan interferensi transfer VLDL melewati membran sel Lemahnya oksdidasi lemak oleh mitokondria Penghambatan sintesis fosfolipid Cholestasis

Didefinisikan sebagai reduksi dari pembentukan empedu atau lemahnya sekresi dari komponen empedu yang spesifik. Beberapa agen toksik yang dapat menyebabkan cholestasis adalah metilen dianilin, dikloroetilen, etanol, dan lainnya. Biasanya cholestasis ini bersifat akut, lebih jarang terjadi dibandingkan dengan fatty liver dan liver necrosis, serta lebih sulit terjadi pada hewan. Berikit ini adalah beberapa mekanisme yang dapatmenyebabkan cholestasis:
o o o

Lemahnya fungsi membran canalicular Presipitasi intracanaculiar Perubahan permeability sel saluran Liver necrosis

Kerusakan jenis ini melibatkan kematian hepatocyte. Terjadi karena terpapar agen hepatotoksik secara berlebihan. Seringkali didahului dengan terjadinya fatty liver. Dapat terjadi di area central, mid-zonal, dan peripheral serta biasanya bersifat akut. Mekanisme terjadinya kematian hepatocyte ini bermacam-macam sesuai dengan agennya, akan tetapi terdapat faktor/gejala umum yang muncul, yaitu reduksi atau berkurangnya energi sel (ATP) dikarenakan efek toksik di dalam mitokondria yang memproduksi ATP. Hal ini membuat tidak aktifnya fungsi sel yang bergantung kepada ATP yang memang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup termasuk ke dalamnya yaitu keseimbangan ion dan air. Kemudian akan terjadi akumulasi ion kalsium dan air yang berlebih di dalam sel, inaktivasi enzim di dalam sel, dan terjadi pembengkakan dan pecahnya komponen sel serta membran sel.Setelah dua hal ini terjadi, maka se telah mati.

Kerusakan ini dapat disebabkan oleh karbon tetraklorida, bromobenzene, microcystin, etanol, trikloroetilen, dan trinitoluen.

Hepatitis

Merupakan radang hati yang disebabkan oleh virus dan berhubungan erat dengan obat-obatan. Terdapat beberapa karakteristik yang umum dari jenis kerusakan ini:
o o o o o o

Tidak dapat diujicobakan terhadap binatang Efek pada manusia tidak berhubungan dengan dosis Periode latennya sangat bervariasi Perwujudan toksisitasnya hanya pada beberapa individu yang peka Penderita biasanya menunjukkan gejala hipersensitivitas Demam

Kronis

Liver cirrhosis

Merupakan hasil dari luka yang kronis atau peradangan di hati. Paparan yang berulangkali terhadap beberapa hepatotoksin, seperti etanol atau pembengkakan kronis yang berhubungan dengan hepatitis dapat menyebabkan terjadinya cirrhosis. Minuman yang mengandung alkohol juga dapat menyebabkan cirrhosis. Jaringan yang terluka disintesis oleh sel Ito dan sel-sel jaringan lain yang berhubungan sebagai pengganti sel parensimal yang telah mati. Dalam kondisi normal, seharusnya jaringan parensimal tersebut akan dihasilkan kembali menyusul terjadinya kerusakan oleh hepatotoksin. Akan tetapi dengan adanya kerusakan atau luka yang berlebih dan juga peradangan yang terus menerus timbullah apa yang disebut cirrhosis. Hal ini dapat melemahkan kapasitas metabolik hati dan mengurangi banyak darah serta cairan empedu. Seringkali menimbulkan gagal hati dan kematian.

Hepatocellular carcinoma (kanker hati)

Banyak bahan kimia yang digunakan di lingkungan kerja, seperti cat, pelarut, logam, pestisida, dan lainnya yang dapat menyebabkan kanker hati. Agen yang sudah pasti memberikan dampak buruk bagi manusia adalah aflatoksin dan alkohol, bersifat karsinogen. Hepatocellular carcinoma berkembang dalam hepatocyte dan ditandai dengan tersebarnya nodul dan terdapat tumor ganas yang besar di hati.

Evaluasi Kerusakan Hati

Dikarenakan seringnya terjadi kerusakan hati yang disebabkan oleh paparan toksikan, maka seringkali dilakukan uji (tes) serum di industri-industri untuk memeriksa apakah ada paparan toksikan berlebih dan untuk mendeteksi kerusakan hati yang terjadi akibat bahan-bahan tertentu. Pada dasarnya terdapat dua jenis uji yang dilakukan, yaitu:

Uji yang mengukur fungsi hati Uji jenis ini menilai beberapa fungsi normal hati, seperti kebersihan aliran darah dari substansi seperti bilirubin yang sangat bergantung terhadap eliminasi yang dilakukan oleh hati. Uji yang mengukur level serum dari intraselular enzim yang ada di dalam hati yang hilang saat terjadi perusakan Uji jenis ini mengukur level serum dari protein yang disintesa oleh hati dan di dalam keadaan yang normal akan berada dalam level yang rendah di darah

Berikut adalah contoh uji yang sering dilakukanuntuk mengukur fungsi hati:

Uji Pemeriksaan Warna Bromosulfophthalein (BSP) Bahan pewarna yang hanya 2% dieksresika oleh ginjal. Sekitar 70%nya dibersihkanoleh hati dengan cara konjugasi glutathione. Pembersihan BSP ini dapat terganggu saat hati mengalami kerusakan dan hepatotoksin yang diketahui dapat menyebabkan waktu pembersihan ini menjadi semakin lama adalah narkotik dan hidrokarbon yang terklorinasi. Indocyanine Green (ICG) >>merupakan pewarna yang terlarut di dalam air yang dapat dibersihkan oleh hati dari aliran darah dan diekskresikan tanpa melalui perubahan. Uji ini merupakan uji yang melengkapi uji BSP, untuk membuktikan apakah terganggunya pembersihan BSP berhubungan dengan sistem pengambilan di hati atau karena melemahnya atau terganggunya konjugasi glutathione. Waktu prothrombin

Hati memproduksi kebanyakan dari faktor-faktor yang membekukan darah. Peningkatan waktu prothrombin dapat mengindikasikan penundaan atau lambatnya pembekuan darah yang disebabkan kekurangan faktor-faktor tersebut, dan menunjukkan kerja hati yang tidak optimal. Uji ini dapat terganggu bila terjadi adanya kekurangan vitamin K yang menyebabkan gejala yang sama.

Serum albumin

Merupakan protein darah yang sangat penting yang diproduksi oleh hati. Uji ini biasanya dianggap sebagai uji yang tidak sensitif karena level serum albumin hanya akan turun jika terdapat kerusakan kronis yang parah.

Bilirubin

Level serum bilirubin dan tingkat pembersihan bilirubin akan mengindikasikan kondisi fungsi hati. Uji yang menggunakan enzim hepatocellular merupakan jenis uji yang lebih sensitif. Uji-uji ini didasari oleh pengidentifikasian dan pengukuran aktivitas serum dari enzim yang terdapat di dalam sel hati. Peningkatan konsentrasi enzim ini menandakan kerusakan sel hati dan terjadjinya kebocoran enzim dari hati menuju aliran darah. Berikut merupakan contoh uji-uji tersebut:

Aminotransferase

Enzim ini mentransfer gugus amina dari satu asam amino dalam tulang/rangka ke asam amino yang lain. Serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT) ditemukan di dalam hati dan jaringan otot, sedangkan serum glutamic-pyruvic transaminase (SGPT) ditemukan terutama di dalam hati dan sebagian kecil di jantung. SGPT merupakan indikator yang lebih baik untuk menandakan kerusakan hati.

Serum alkalin fosfatase

Merupakan enzim yang diproduksi oleh tulang dan hati. Isoenzim hati dengan tulang ini dapat dibedakan, namun akan lebih mudah jika menggunakan uji SGPT. Tingginya alkalin fosfatase menandakan terjadinya kerusakan hati.

Serum 5-nucleotidase

Merupakan penanda penyakit hepatobiliary Fungsi fisiologis dari penanda ini tidak diketahui. Meskipun banyak substansi yang meningkat saat terjadi kerusakan hati, namun serum ini tidak terpengaruh. Uji ini merupakan uji untuk melengkapi uji alkalin fosfatase dengan mengurangi kemungkinan kenaikan alkalin fosfatase disebabkan oleh jaringan tulang.

Lain-lain

Selain ketiga uji di atas masih banyak lagi uji yang dapat digunakan untuk memeriksa kerusakan hati. Isocitrate dehydrogenase dan lactate dehydrogenase juga dapat digunakan sebagai indikator yang cukup sensitif, namun tidak hanya untuk memeriksa keadaan hati saja (tidak spesifik) dapat pula digunakan untuk jaringan lain.

REFERENSI Hall, Stephen K .1996. Chemical Exposure And Toxic Responses. New York : CRC Press Williams, Phillip L. 1985. Industrial Toxicology. New York : Van Nostrand Reinhold Company en.wikipedia.org/wiki/Fatty_liver en.wikipedia.org/wiki/Hepatotoxicity en.wikipedia.org/wiki/ Steatosis www.hepatitis.org/hepaetravail_angl.htm

You might also like