You are on page 1of 4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Inflamasi adalah proses meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Gejala utama inflamasi yaitu kemerahan (rubor), panas (kalor), rasa sakit (dolor), bengkak (tumor), dan gangguan fungsi jaringan (function laesa) (Wilmana, 1995). Gejala tersebut timbul akibat gangguan aliran darah karena kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke dalam ruangan ekstrasel akibat meningkatnya tekanan pembuluh darah dan perangsangan reseptor nyeri. Reaksi ini disebabkan oleh pembebasan bahan-bahan mediator (histamin, serotonin, prostaglandin, kinin) (Mutschler, 1991). Obat-obatan yang dipakai untuk menekan inflamasi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu anti-inflamasi steroid dan anti-inflamasi nonsteroid. Obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika dan anti-inflamasi. Obat-obat AINS seperti aspirin bekerja menghambat sintesis prostaglandin. Obat-obat ini juga dikenal sebagai penghambat prostaglandin, mempunyai efek analgesik dan antipiretik yang berbeda-beda, tetapi terutama dipakai sebagai agen anti-inflamasi untuk meredakan inflamasi dan nyeri (Kee, 1996). Mekanisme kerja AINS yang berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin, mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dkk. yang memperlihatkan secara in vitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin dapat menghambat produksi enzimatik prostaglandin. Penelitian lanjutan telah membuktikan bahwa

prostaglandin dibentuk ketika sel mengalami kerusakan (Wilmana, 1995).

Penggunaan obat-obatan sintetis dilaporkan banyak menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan, sehingga masyarakat cenderung lebih memilih pengobatan dengan menggunakan bahan alam karena efek samping yang ditimbulkan sangat kecil. Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam berlimpah, terutama keanekaragaman tumbuhannya. Banyak spesies tanaman berpotensi sebagai obat tradisional hingga saat ini belum diteliti khasiat dan kegunaannya secara mendalam. Beberapa obat tradisional telah digunakan oleh masyarakat Indonesia secara turun-temurun, seperti penggunaan kulit kina sebagai obat malaria, bawang putih dan wortel sebagai antihipertensi, dan lain sebagainya (Depkes, RI.,2000). Prospek pengembangan produksi tanaman obat semakin pesat saja mengingat perkembangan industri obat modern dan obat tradisional terus meningkat. Kondisi ini turut dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat yang semakin meningkat tentang manfaat tanaman sebagai obat. Masyarakat semakin sadar akan pentingnya kembali ke alam (back to nature) dengan memanfaatkan obat-obat alami. Banyak masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya dengan mengkonsumsi produk alami (Djauhariya dan Hernani, 2004). Salah satu tumbuhan yang digunakan masyarakat Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalah jukut ibun (Drymaria cordata, L). Drymaria cordata (L.) Willd (Caryophyllaceae) adalah herba yang merambat rendah dan ditemukan tersebar luas di area lembab sepanjang daerah tropis wilayah Afrika, Asia dan Amerika. Tanaman ini tumbuh secara spontan sebagai gulma di area pertanian dengan batang yang tumbuh hampir sepanjang 1 meter dan daun yang bulat. Tanaman ini biasanya ditemukan di padang rumput, pinggiran hutan, pinggiran jalan dan area pertanian (Burkill, 1985). Dari beberapa pustaka diketahui bahwa jukut ibun mempunyai beberapa khasiat, diantaranya digunakan untuk analgesik, antipiretik, antitusiv, anti inflamasi, anxiolytik, sitotoksik, antidiare dan antibakteri. Kandungan kimia dari jukut ibun diantaranya adalah glikosida, saponin, alkaloid, flavonoid, fenol dan tannin. Menurut penelitian Abidemi J. Akindele, dosis efektif yang digunakan

untuk antiinflamasi adalah 400mg/kg memberikan 73,66% penghambatan terhadap karagenenan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak air (Drymaria cordata L.) memiliki aktivitas anti-inflamasi dimediasi mungkin oleh penghambatan satu atau kombinasi dari mediator seperti histamin, serotonin, kinin dan prostaglandin. (Akindele et al, 2012). Dari latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui aktivitas anti-inflamasi ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana jukut ibun (Drymaria cordata L.) pada hewan percobaan menggunakan tikus putih jantan galur Wistar.

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah : a. Apakah ekstrak etanol, etil asetat dan n-heksan jukut ibun (Drymaria cordata L.) mempunyai aktivitas anti-inflamasi? b. Ekstrak manakah yang mempunyai aktivitas antiinflamasi yang paling baik dari ekstrak etanol, etil asetat dan n-heksan jukut ibun (Drymaria cordata L.)

1.3 Tujuan Penelitian a. Untuk Mengetahui aktivitas anti-inflamasi ekstrak etanol, etil asetat dan nheksan jukut ibun (Drymaria cordata L.) pada tikus putih jantan galur Wistar. b. Untuk Mengetahui ekstrak mana yang mempunyai aktivitas antiinflamasi yang paling baik dari ektrak etanol, etil asetat dan n-heksan jukut ibun (Drymaria cordata L.).

1.4 Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat dan instansi farmasi tentang aktivitas antiinflamasi jukut ibun (Drymaria cordata L.). Merupakan salah satu bentuk pemanfaatan bahan alam yang digunakan sebagai obat.

1.5 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014, dilakukan di Laboratorium Bahan Alam dan Laboratorium Farmakologi, Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia, Jl. Soekarno-Hatta (Parakan Resik) No. 354, Bandung.

You might also like