You are on page 1of 99

ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS Tn W dirawat diruang medikal bedah karena diare sudah sebulan tak sembuh-sembuh meskipun sudah

berobat ke dokter. Pekerjaan Tn W adalah supir truk dan dia baru saja menikah dua tahun yang lalu. Tn W mengatakan bahwa dia diare cair 15 x hari dan BB menurun 7 kg dalam satu bulan serta sariawan mulut tak kunjung sembuh meskipun telah berobat dan tidak nafsu makan. Hasil foto thorax ditemukan pleural effusi kanan,hasil laboratorium sebagai berikut : Hb 11 gr/dL, leukosit 20.000/Ul, trombosit 160.000/UL, LED 30 mm, Na 8 mmol/L, K 2,8 mmol/L, Cl 11o mmol/L, protein 3,5. Hasil pemeriksaan ditemukan TD 120/80 mmHg, N 120x/mnt, P 28x/menit, S 390C, konjungtiva anemis, sklera tak ikterik, paru-paru : ronchi +/+ dan wheezing +/-. Diagnosa Medis pada kasus diatas adalah AIDS

AIDS Pengertian AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan. Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan Immune : Sistem kekebalan tubuh Deficiency : Kekurangan Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.

AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )

AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )

1. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. 1. Patofisiologi Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi. Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius. Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel

T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS. 1. Klasifikasi Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS. 1. Kategori Klinis A Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C. 1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik. 2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty ) 3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut. 1. Kategori Klinis B Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup : 1. Angiomatosis Baksilaris 2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi 3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ ) 4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan. 5. Leukoplakial yang berambut 6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf. 7. Idiopatik Trombositopenik Purpura 8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii 1. Kategori Klinis C Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup : 1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus 2. Kanker serviks inpasif

3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata 4. Kriptokokosis ekstrapulmoner 5. Kriptosporidosis internal kronis 6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe ) 7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan ) 8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) 9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis ) 10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner ) 11. Isoproasis intestinal yang kronis 12. Sarkoma Kaposi 13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak 14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner 15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner ) 16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner 17. Pneumonia Pneumocystic Cranii 18. Pneumonia Rekuren 19. Leukoenselophaty multifokal progresiva 20. Septikemia salmonella yang rekuren 21. Toksoplamosis otak 22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV) 5. Gejala Dan Tanda Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal :

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.

Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan. 6. Komplikasi a. Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat. b. Neurologik

1. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social. 2. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. 3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. 4. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV) c. Gastrointestinal 1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi. 2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis. 3. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare. d. Respirasi Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

e. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis. f. Sensorik

Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri. 7. Penatalaksanaan Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :

1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi. 2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi. 3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya. 4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya. 5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu : 1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis. 1. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3 1. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : 1. Didanosine 2. Ribavirin 3. Diedoxycytidine 4. Recombinant CD 4 dapat larut 1. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS. 1. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun. 2. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Riwayat Penyakit Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :

Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T ) Terapiradiasi,defisiensinutrisi,penuaan,aplasia timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.

Kerusakan imunitas humoral (Antibodi) Limfositik leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein liosing enteropati (peradangan usus) b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif) - Aktifitas / Istirahat Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ). - Sirkulasi Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera. Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler. - Integritas dan Ego Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya. Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah. - Eliminasi Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine. - Makanan / Cairan Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema - Hygiene Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri. - Neurosensori Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan. Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang. - Nyeri / Kenyamanan Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis. Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang. - Pernafasan Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada. Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum. - Keamanan

Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam. Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum. -Seksualitas Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil pencegah kehamilan. Tanda : Kehamilan,herpes genetalia - Interaksi Sosial Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS Tanda : Perubahan interaksi - Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan obatobatan IV,merokok,alkoholik. c. Pemeriksaan Diagnostik a. Tes Laboratorium Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV). 1. Serologis - Tes antibody serum Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa - Tes blot western Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV) - Sel T limfosit Penurunan jumlah total - Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah <200> - T8 ( sel supresor sitopatik ) Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun. - P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )

Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi - Kadar Ig Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal - Reaksi rantai polimerase Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler. - Tes PHS Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif 2. Budaya Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral. 3. Neurologis EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf) Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru 4. Tes Antibodi Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu : 1. Tes Enzym Linked Immunosorbent Assay ( ELISA) Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif. 2. Western Blot Assay Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV) 1. Indirect Immunoflouresence Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.

4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA ) Mendeteksi protein dari pada antibody. c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV) Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS. Pengkajian Data dasar : Nama Umur Jenis kelamin Alamat Analisa Data DS : DO : diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh meskipun sudah berobat kedokter. Tn. W mengatakan bahwa dia diare cair kurang lebih 15x/hari hasil foto thorax, pleural effusion kanan : : : : Tn. W 40 tahun Laki-laki Jakarta

Hasil LAB : Hb 11 gr/dl Leukosit 20.000/uL Trombosit 160.000/uL LED 30 mm Na 98 mmoL/L K 2,8 mmol/L Cl 110 mmol/L

2. Diagnosa keperawatan 1. 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih Resiko terhadap infeksi b.d imunodefisiensi

Analisa data No Data 1 DS : diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh Etiologi Masalah

Output yang berlebih Kekurangan volume cairan

meskipun sudah berobat kedokter. Tn. W mengatakan bahwa dia diare cair kurang lebih 15x/hari DO : 2 DS : Tn.W mengatakan BB menurun 7 kg dalam 1 bulan serta sariawan mulut tak kunjung sembuh. DO : Leukosit 20.000/uL Trombosit 160.000/uL LED 30 mm Na 98 mmoL/L K 2,8 mmol/L Cl 110 mmol/L Imunodefisiensi Resiko infeksi

Rencana asuhan keperawatan Dx : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih Tujuan : mempertahankan hidrasi cairan yang dibuktikan oleh normalnya kadar elektrolit Kriteria hasil : Terpenuhinya kebutuhan cairan secara adekuat - Defekasi kembali normal, maksimal 2x sehari Intervensi Mandiri

Rasional Indikator tidak langsung dari status cairan. Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, melembabkan mukosa.

Kaji turgor kulit,membran mukosa, dan rasa haus

Pantau masukan oral dan memasukkan cairan Mungkin dapat mengurangi diare. sedikitnya 2500 ml/hari Meningkatkan asupan nutrisi secara adekuat. Mengurangi insiden muntah, menurunkan jumlah keenceran feses mengurangi kejang usus dan peristaltik.

Hilangkan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas/ makanan berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu.

Mewaspadai adanya gangguan elektrolit dan menentukan kebutuhan elektrolit.

Berikan makanan yang membuat pasien berselera. Kolaborasi

Diperlukan untuk mendukung volume sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tidak

Berikan obat-obatan sesuai indikasi : antiemetikum, antidiare atau antispasmodik.

adekuat.

Pantau hasil pemeriksaan laboratorium. Berikan cairan/elektrolit melalui selang makanan atau IV. Dx : Resiko infeksi b.d imunodefisiensi Tujuan : Mengurangi resiko terjadinya infeksi Infeksi berkurang

- Mempertahankan daya tahan tubuh Kriteria hasil:

- Daya tahan tubuh meningkat Intervensi Mandiri


Rasional Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera. Infeksi lama dan

Pantau adanya infeksi : demam, mengigil,

diaforesis, batuk, nafas pendek, nyeri oral atau berulang memperberat kelemahan pasien. nyeri menelan.

Berikan deteksi dini terhadap infeksi. Peningkatan SDP dikaitkan dengan infeksi Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari

Ajarkan pasien atau pemberi perawatan

tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi.


Pantau jumlah sel darah putih dan diferensial demam yang terjadi untuk menunjukkan Pantau tanda-tanda vital termasuk suhu. Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri. Kolaborasi

bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi ang baru dimana obat tidak lagi dapat secara efektif mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan. Mencegah inokulasi yang tak disengaja dari pemberi perawatan. Menghambat proses infeksi. Beberapa obatobatan ditargetkan untuk organisme tertentu, obat-obatan lainya ditargetkan untuk meningkatkan fungsi imun

Beriakan antibiotik atau agen antimikroba, misal : trimetroprim (bactrim atau septra), nistasin, pentamidin atau retrovir.

ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

by: Muh. Saipul Zohri

A. 1.

DEFINISI HIV HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut sel T-4 atau disebut juga sel CD-4. (www.medicastore.com) Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi. Segera setelah terinfeksi, beberapa orang mengalami gejala yang mirip gejala flu selama beberapa minggu. Selain itu tidak ada tanda infeksi HIV. Tetapi, virus tetap ada di tubuh dan dapat menularkan orang lain. (http://www.caaip.net/v3/view-article-22-59.html) HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melaluihubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selamakehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. (http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS.) HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam ribonukleat) yang dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri atas protein. Untuk tumbuh, materi genetik ini perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat), diintegrasikan ke dalam DNA inang, dan selanjutnya mengalami proses yang akhirnya akan menghasilkan protein. Protein-protein yang dihasilkan kemudian akan membentuk virus-virus baru. Daur Hidup Hiv Obat-obatan yang telah ditemukan pada saat ini menghambat pengubahan RNA menjadi DNA dan menghambat pembentukan protein-protein aktif. Enzim yang membantu pengubahan RNA menjadi DNA disebut reverse transcriptase, sedangkan yang membantu pembentukan protein-protein aktif disebut protease.

Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan pada RNA virus harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase membantu proses pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan virusvirus yang baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat enzim reverse transcriptase tidak secara tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh. Penggunaan obat-obatan jenis ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan proses penghambatan ini pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru secara total. Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah penggunaan penghambat enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus, akan dibentuk proteinprotein yang nantinya akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru. Pada mulanya, protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk mengaktifkannya, maka protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di sinilah peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat tertentu dari suatu protein yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya akan dapat membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein fungsional yang berperan sebagai enzim. (http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/berita/adakah_obat_untuk_hivaids_saat_ini/.) 2. AIDS AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV. (http://japanwatergirl.blogspot.com/2008/07/pengertian-definisi-dan-carapenularan.html) AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. HIV, virus yang menyebabkan penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orangorang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS. Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit

dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh. Karena ganasnya penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan obat-obatan yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah enzim-enzim yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang. Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya akan menghambat kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan virus HIV. (http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/berita/adakah_obat_untuk_hivaids_saat_ini/.)

B.

ETIOLOGI Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV. Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet.

Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.

1.

Masa Inkubasi Aids

Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa wndow periode. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.

2.

Cara Penularan

Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (portd entre). Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita. Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui : a. Transmisi Seksual Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada

pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV. 1) Homoseksual Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara anogenital. 2) Heteroseksual Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti. b. 1) Transmisi Non Seksual Transmisi parentral Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%. Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%. 2) Transmisi transplasental Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah. (http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah4.pdf.) Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ : 1. Air liur / air ludah / saliva

2. 3. 4. 5.

Feses / kotoran / tokai / bab / tinja Air mata Air keringat Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine (http://japanwatergirl.blogspot.com/2008/07/pengertian-definisi-dan-cara-penularan.html)

C.

PATOFISIOLOGI HIV tergolong dalam retro virus ini menyebabkan membawa genetic dalam RNA ( Ribonukleat acid) bukan DNA ( Deoxiribonukleat acid). Virions HIV( partikel virus yang lengkap dibungkus oleh selubung pelindung ) mengandung RNA dalam inti bentuk peluru yang terpancing dimana P24 merupakan komplikasi structural utama . Tombd(knod) yang menonjol lewat dinding virus terdiri dari protein gp120 yang terkait pada procing p41. bagian yang secara selektif berkaitan dengan sel CD4 positif (D4 + ) adalah gp 120 dari HIV. Sel Cd4 mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper ( yang dinamakan sel CD4 kalau dikaitkan dengan infeksi HIV), limfosit T4 helper merupakan sel terbanyak, sesudah terikat dengan membrane sel T4 helper HIV akan menginjeksikan dua utas bengan RNA yang identik kedalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim reverse transcriptase HIV melakukan pemograman ulang materi genetic sel T4 yang terinfeksi untuk membuat doublestrandet DNA ( DNA utas gonad. DNA akan disatukan ke nukleus T4 sebagai sebuah pro virus dan terjadi infeksi permanent siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dilaksanakan antigen, mitogen sitokin CTNF alfa atau interleukin V atau produk gen virus seperti : cytomegalovirus (Cm V ), epsten Bam Virus, Herpes simplek atau hepatic, akibatnya sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV terjadi sel T4 dapt dihancurkan HIV baru dibentuk dan dilepaskan dari darah dan menginfeksi sel Cd4+ lainnya. Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung persisiten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel ini menjadi reservoir HIV sehingga virus dapat bersembunyi dan sisitem imun yang terangkut ke seluruh tubuh lewat system ini dan menginfeksi jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini mengandung molekul CD4 + yang lain. Siitem imun pada infeksi HIV lebih aktif dari yang diperkirakan sebelumnya dan terproduksikan sebesar 2 milyar limfosit CD4+ yang lain. Keseluruhan populasi sel Cd4+ perifer akan mengalami pergantian ( turn over) tiap 15 hari sekali. Kecepatan produksi HIV terkait dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut jika orang tersebut tidak sedang terperangi melawan infeksi HIV lain,

reproduksi HIV akan alambat.Reproduksi HIV akan dipercepat kalau penderita sedang menghadapi infeksi lain/ system imun terstimulasi. Reaksi ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan sebagian penderita yang terinfeksi HIV simtomatik 10 tahun sesudah terinfeksi. Dalam respon imun, limfosit T4 berperan penting mengenali antigen asing mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibody, menstimulasi limfosit sitotoksik, memproduksi limfokin pertahanan tubuh terhadap infeksi, T4 terganggu mikroorganisme yang menimbulkan penyakit akan berkesempatan menginvasi dan menyebabakan sakit seirus. Injeksi dan melignasi timbul akibat gangguan system imun ( infeksi oportunistik ).

D.

PATHWAY Terlampir

E.

MANIFESTASI KLINIS Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis,

cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal. 1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh. 2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif. 3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan. Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS. Ada beberapa klasifikasi tanda/keadaan klinis seseorang dikatakan menderita AIDS yaitu :

1.

Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C yaitu : a. b. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik. Limpanodenopati Limpanodenophaty ) c. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut. generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized

2.

Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup : a. b. c. d. e. f. Angiomatosis Baksilaris Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ ) Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan. Leukoplakial yang berambut Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf. g. h. Idiopatik Trombositopenik Purpura Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii. 3. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus Kanker serviks inpasif Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata Kriptokokosis ekstrapulmoner Kriptosporidosis internal kronis Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe ) Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan ) Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis ) Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )

k. l. m. n. o. p. q. r. s. t. u. v.

Isoproasis intestinal yang kronis Sarkoma Kaposi Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner ) Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner Pneumonia Pneumocystic Cranii Pneumonia Rekuren Leukoenselophaty multifokal progresiva Septikemia salmonella yang rekuren Toksoplamosis otak Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV) (http://asuhan-keperawatan.blogspot.com/2006/05/aids.html)

F. 1.

KOMPLIKASI Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

2. a.

Neurologik Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.

b.

Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.

c.

Infark serebral endokarditis.

kornea sifilis

meningovaskuler,hipotensi sistemik,

dan maranik

d.

Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)

3. a.

Gastrointestinal Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.

b.

Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

c.

Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

4.

Respirasi Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

5.

Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

6. a. b.

Sensorik Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

G. 1.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes Laboratorium Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

a. 1)

Serologis Tes antibody serum Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa

2)

Tes blot western Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)

3)

Sel T limfosit Penurunan jumlah total

4)

Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah <200>

5)

T8 ( sel supresor sitopatik )

Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun. 6) P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi 7) Kadar Ig Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal 8) Reaksi rantai polimerase Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler. 9) Tes PHS Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif 2. Neurologis EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf) (http://asuhan-keperawatan.blogspot.com) 3. a. Tes Lainnya Sinar X dada Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain

b.

Tes Fungsi Pulmonal Deteksi awal pneumonia interstisial

c.

Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.

d.

Biopsis Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

e.

Brankoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

4.

Tes HIV Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[51] Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrikayang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.[51] Dengan demikian, darah

dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya. Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering,

atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIVRNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju. (www.wikipedia.org) H. PENATALAKSANAAN Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan : 1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi. 2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi. 3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya. 4. 5. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu : 1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi

opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis. 2. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)

dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

3.

Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

a. b. c. d. e.

Didanosine Ribavirin Diedoxycytidine Recombinant CD 4 dapat larut Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

a.

Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

b.

Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

I.

PENCEGAHAN Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu kejanin atau bayi selama periode sekitar kelahiran

(periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian resiko infeksinya secara umum dapat diabaikan. 1. Hubungan seksual Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpapelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan

hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi resiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom poliuretan. Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting. Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun. Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap melakukan kegiatan beresiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan resiko yang mereka hadapi atas infeksi HIV. Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju. Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak

terkendali mengkonfirmasi bahwa sunatlaki-laki menurunkan resiko infeksi HIV pada pria heteroseksualAfrika sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat.

Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual beresiko sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini. Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan resiko terkena HIV melalui hubungan seksual. Adapun rumusannya dalam bahasa Indonesia: Anda jauhi seks, Bersikap saling setia dengan pasangan, Cegah dengan kondom.

2.

Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003. Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV. Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lainlain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.

3.

Penularan dari ibu ke anak Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission, MTCT). Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di

Afrika. Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Fokus pengkajian Pengkajian umum pasien AIDS a. Aktivitas/istirahat

Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur. Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan. b. Sirkulasi

Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat; perdarahan lama pada cedera. Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat atau sianosis; parpanjangan pengisian kapiler. c. Integritas ego

Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan (keluarga, pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan (menurunyya berat badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya,putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan depresi. Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku marah, menangis, kontak mata yang kurang.

d.

Eliminasi

Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa disertai kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi. Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal. Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine. e. Makanan/cairan Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan, mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan berat badan yang progresif. Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput puih dan perubahan warna, edema. f. Hygiene

Gejala :tidak dapat menyelesaikan AKS Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri. g. Neurosensori

Gejala :pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental, kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untukmengawasi masalah, tidak mampu mrngingat/ konsentrasi

menurun.kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan pada ekstremiats(kaki menunjukkan perubahan paling awal). Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul reflek tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia.tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis.Hemoragi retina dan eksudat. h. Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri umu /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit kepala, nyeri dada pleuritis. Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan. Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit. i. Pernapasan

Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk (mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum. Bendungan atau sesak pada dada. Tanda : takipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi napas adventius. Sputum :kuning

j.

Keamanan

Gejala : riwayat jath, terbakar, pingsan, luka yang lambat penyembuhannya. Riwayat menjalani tranfusi darah yang sering atau berulang. Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut. Demam berulang: suhu rendah, peningkatan suhu intermitetn/memuncak; berkeringat malam. Tanda : perubahan integritas kulit : terpotong, ram, mis. Eczema, eksantem, psoriasis, perubahan warna, perubahan ukuran/ mola warna mla,; mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Rectum, luka-luka perianal/abses,.timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar linfe pada dua area tubuh/lebih (leher, ketiak, paha).menurunnya kekebalan imim, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan. k. Seksualitas

Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual deang pasangan yang positif HIV, pasangan seksual mltipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.penggunaan kondom yang tidak konsisten. Menggunakan pil pencegah kehamilan. Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia : manifestasi kulit(mis. Kutil, herpes) l. Interaksi social

Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana. Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas yang tak terorganisasi.

m.

Penyuluhan/pembelajaran :kegagalan untuk mengikuti perwatan, melanjutkan perilaku beresiko

Gejala

tinggi(seksual/penggunaan obat-obatan IV).Penggunaan/ penyalahgunaan obat-obatan IV, sast ini merokok, penyalahgunaan alcohol. Pertinbangan rencana pemulangan: memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan/tindakan, perawatan kulit/luka, peralatan/bahan, transpotasi, belanja makanan dan persiapan ; perawatan diri, prosedur perawatan teknis,dll. B. a. Diagnos Keperawatan RESTI infeksi berhubungan dengan respon imunitas yang berkurang ( Immuno supresi).

b. c.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara pencegahan penularan HIV. Isolasi social berhubungan dengan mudahnya transmisi atau proses penularan penyakit.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No Diagnosa Keperawatan 1 Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas berkurang Immuno supresi). tinggi Setelah dilakukan Pantau adanya Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera . infeksi lama dan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

tindakan keperawatan, infeksi ( demam, infeksi bisa pada klien menggigil, diaporesis, diatasi dengan batuk, nafas pendek, nyeri oral atau nyeri

respon bisa

yang kriteria hasil : -(

Tidak ada demam menelan , bercak dan bebas

dari berwarna crem dirongga berulang memperberat kelemahan pasien .

pengeluaran / sekresi oral, sering berkemih, purulen dan tanda- disuria, kemerahan,

tanda lain dari kondisi bengkak, drainase dari infeksi. Bisa masa lkua, lesi vesicular mencapai diwajah, bibir, area penyembuhan perianal ). -

Esofagitis mungkin terjadi

luka / lesi.

Pantau keluhan nyeri sekunder akibat ulu hati, disfagia, sakit retrosternal pada waktu menelan, peningkatan kejang abdominal, diare hebat. kandidiasis oral atapun herpes. Kriptosporidiosis adalah infeksi parasit yang menyebabkan diare encer (seringkali lebih besar dari 15 lt/hari. Identifikasi atau perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.

Periksa adanya luka atau lokasi alat invasif, perhatikan tanda-tanda inflamasi/infeksi lokal.

Ajarkan pasien ataupemberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi . -

berikan deteksi dini terhsadap infeksi.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan pencegahan

Setelah

dilakukan -

Instruksikan pasien,-

Pngetahuan

tindakan keperawatan. keluarga, teman, tentang tentang penularan Klien diharapkan bisa rute penularan HIV. penyakit membantu mencegah penyabaran penyakit, dan Berikan informasi mencegah rasa takut. Memberikan pasien peningkatan kontrol, atau mengurangi risiko rasa malu Dorong aktivitas dan

cara mengetahui bagaimana

penularan HIV, pencegahan penularan dan kebutuhan HIV, dan juga pasien bisa memulai -

pengobatan.

perubahan gaya hidup penatalaksanaan gejala yang perlu, dan ikut yang melengkapi aturan serta dalam aturan medis, misal pada diare intermiten gunakan lomotil sebelum pergi kekegiatan sosial.

perawatan.

atau latihan pada tingkat meningkatkan yang dapat ditoleransi pasien. kenyamanan. Merangsang pelepasan endorfin pada Tekankan perlunya melanjutkan perawatan kesehatan dan evaluasi. otak, meningkatkan rasa sejahtera Memberi

kesempatan untuk mengubah aturan untuk Tekankan pentingnya istirahat yang adekuat memenuhi kebutuhan perubahan individual. Mencegah atau mengurangi kepenatan, meningkatkan kemampuan 3 Isolasi social Setelah dilakukan Kaji pola interaksi menetapkan dasar untuk intervensi Dorong adanya individual. Membantu memamntapkan partisifasi pada hubungan sosial. Dapat mengurangi kemungkinan Waspadai gejalagejala verbal/nonverbal, misalnya menarik diri, putus asa, perasaan kesepian. Tanyakan kepada klien apakah pernah berfikir untuk bunuh diri. upaya bunuh diri. Indikasi bahwa putus asa dan ide untuk bunuh diri sering muncul ; ketika tanda-tanda ini diketahui oleh pemberi perawatan,

berhubungan dengan mudahnya transmisi proses penularan penyakit.

tindakan keperawatan social yang lazim. Klien menunjukkan bisa -

atau peningkatan perasaan hubungan yang aktif harga diri dan dengan orang terdekat dalam

berpartisifasi

aktivitas atau program pada tingkat

kemampuan/hasrat.

pasien umumnya ingin bicara mengenai perasaan ingin bunuh diri, terisolasi dan putus asa.

ASKEP HIV / AIDS

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Penderita AIDS dengan sebaik-baiknya. Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ilmu keperawatan dasar III serta sebagai syarat menempuh ujian semester. Dalam penyusunan makalah ini,penulis telah mengalami berbagai hal baik suka maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.

Pangkajene,

Oktober 2013

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981. Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara

80.000 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

2. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Tujuan penulisan Untuk mengetahui definisi AIDS. Untuk mengetahui etiologi/penyebab AIDS Untuk mengetahui cara penularan AIDS Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS Untuk mengetahui patofisiologi AIDS Untuk mengetahui pathway AIDS Untuk mengetahui komplikasi klien dengan AIDS Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS Untuk mengetahui penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS

BAB II PEMBAHASAN

A.

DEFINISI Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain: 1. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami

penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang )dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999) 2. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari

infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)

B.

ETIOLOGI HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.

Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV1 (Sylvia, 2005)

1.

Cara Penularan Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :

a. b.

Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual Melalui darah, yaitu: Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98% Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03% Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051% Transmisi dari ibu ke anak : a. b. c. Selama kehamilan Saat persalinan, risiko penularan 50% Melalui air susu ibu(ASI)14%

C.

PATOFISIOLOGI Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan

menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di

permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang. Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut periode jendela (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)

D.

TANDA DAN GEJALA Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita AIDS : Panas lebih dari 1 bulan, Batuk-batuk, Sariawan dan nyeri menelan, Badan menjadi kurus sekali, Diare , Sesak napas, Pembesaran kelenjar getah bening, Kesadaran menurun, Penurunan ketajaman penglihatan, Bercak ungu kehitaman di kulit.

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV. Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal 1.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening,

dan bercak merah ditubuh. 2.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif. 3.Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan. E. MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.( Arif Mansjoer, 2000 ) 1. Infeksi retroviral akut Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan. 2. Masa asimtomatik

Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period). 3. Masa gejala dini Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC) 4. Masa gejala lanjut

Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan . F. KOMPLIKASI Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain : 1. 2. 3. 4. Pneumonia pneumocystis (PCP) Tuberculosis (TBC) Esofagitis Diare

5.

Toksoplasmositis

6. 7. 8. 9.

Leukoensefalopati multifocal prigesif Sarcoma Kaposi Kanker getah bening Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)

G.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah 1. 2. 3. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan

lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi. 4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan

pemeriksaan Rontgen. Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4,protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear. Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD4. Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan. Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.

H. 1.

PENATALAKSANAAN MEDIS Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) : a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis. b. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3 c. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : Didanosine Ribavirin Diedoxycytidine Recombinant CD 4 dapat larut d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS. 2. Diet

Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah a. Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:

Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.

Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).

Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi. Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi. b. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:

Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.

Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan.

Mencapai dan mempertahankan berat badan normal. Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot). Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan. c. Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:

Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1C. Protein tinggi, yaitu 1,1 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati. Lemak cukup, yaitu 10 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.

Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.

Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna. Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi thick fluid) dan cair (thin fluid).

Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium, kalium dan klorida).

Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.

Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering. Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun kimia.

d.

Jenis Diet dan Indikasi Pemberian

Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan: a. b. Infeksi HIV positif tanpa gejala. Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening). c. d. e. Infeksi HIV dengan gangguan saraf. Infeksi HIV dengan TBC. Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome. Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III. 1) Diet AIDS I Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule). 2) Diet AIDS II Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.

3)

Diet AIDS III Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi

kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai makanan tambahan atau makanan utama.

I.

ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah 1. Aktivitas / istirahat.

Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise 2. Sirkulasi.

Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis. 3. Integritas ego.

Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis. 4. Elimiinasi.

Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal. 5. Makanan / cairan.

Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema. 6. Neurosensori.

Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat. 7. Nyeri / kenyamanan.

Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit. 8. Pernafasan.

Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

2.

Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan. Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah 1. Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan

ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.

Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.

INTERVENSI KEPERAWATAN Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai gejala nonverbal misalnya gelisah, takikardia, meringis. Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi atau imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas dalam. Dorong pengungkapan perasaan

RASIONAL Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan komplikasi.

Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.

Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit, sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit.

Berikan analgesik atau antipiretik narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang dikontrol pasien) untuk memberikan analgesia 24 jam.

M,emberikan penurunan nyeri/tidak nyaman, mengurangi demam. Obat yang dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam dapat mempertahankan kadar analgesia darah tetap stabil, mencegah kekurangan atau kelebihan obat-obatan.

Lakukan tindakan paliatif misal pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.

Meningkatkan relaksasi atau menurunkan tegangan otot.

2.

Diagnosis keperawatan

: perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh

dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal. Hasil yang harapkan : mempertahankan berat badan atau memperlihatkan

peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan

keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.

INTERIVENSI KEPERAWATAN Kaji kemampuan untuk mengunyah, perasakan dan menelan.

RASIONAL Lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.

Auskultasi bising usus

Hopermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare, yang dapat mempengaruhi pilihan diet atau cara makan.

Rencanakan diet dengan orang terdekat, jika Melibatkan orang terdekat dalam memungkinakan sarankan makanan dari rumah. Sediakan makanan yang sedikit tapi sering berupa makanan padat nutrisi, tidak bersifat asam dan juga minuman dengan pilihan yang disukai pasien. Dorong konsumsi makanan berkalori tinggi yang dapat merangsang nafsu makan Batasi makanan yang menyebabkan mual atau muntah. Hindari menghidangkan makanan yang panas dan yang susah untuk ditelan Rasa sakit pada mulut atau ketakutan akan mengiritasi lesi pada mulut mungkin akan menyebabakan pasien enggan untuk makan. Tindakan ini akan berguna untuk meningkatakan pemasukan makanan. Tinjau ulang pemerikasaan laboratorium, misal BUN, Glukosa, fungsi hepar, Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi organ, dan mengidentifikasi rencana member perasaan control lingkungan dan mungkin meningkatkan pemasukan. Memenuhi kebutuhan akan makanan nonistitusional mungkin juga meningkatkan pemasukan.

elektrolit, protein, dan albumin. Berikan obat anti emetic misalnya metoklopramid.

kebutuhan pengganti. Mengurangi insiden muntah dan meningkatkan fungsi gaster

3.

Diagnosa keperawatan : resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

diare berat Hasil yang diharapkan : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa

lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi. INTERVESI KEPERAWATAN Pantau pemasukan oral dan pemasukan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari. RASIONAL Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mukosa. Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah ditoleransi oleh pasien dan yang menggantikan elektrolit yang dibutuhkan, misalnya Gatorade. Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus. Hilangakan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas, berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan atau konsentrasi makanan yang diberikan berselang jika dibutuhkan Nerikan obat-obatan anti diare misalnya ddifenoksilat (lomotil), loperamid Imodium, paregoric. Menurunkan jumlah dan keenceran feses, mungkin mengurangi kejang usus dan peristaltis. Indicator tidak langsung dari status cairan. Mungkin dapat mengurangi diare Meningkatkan pemasukan cairan tertentu mungkin terlalu menimbulkan nyeri untuk dikomsumsi karena lesi pada mulut.

4.

Diagnosa keperawatan : resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan) Hasil yang diharapkan sesak nafas. : mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami

INTERVENSI KEPERAWATAN Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah paru yang mengalami penurunan, atau kehilangan ventilasi, dan munculnya bunyi adventisius. Misalnya krekels, mengi, ronki. Catat kecepatan pernafasan, sianosis, peningkatan kerja pernafasan dan munculnya dispnea, ansietas

RASIONAL Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau infeksi pernafasan, misalnya pneumoni,

Takipnea, sianosis, tidak dapat beristirahat, dan peningkatan nafas, menuncukkan kesulitan pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan atau intervensi medis

Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik nafas sesuai kebutuhan.

Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan karena atelektasis.

Berikan tambahan O2 Yng dilembabkan melalui cara yang sesuai misalnya kanula, masker, inkubasi atau ventilasi mekanis

Mempertahankan oksigenasi efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis pernafasan

5.

Diagnose keperawatan

: Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan

produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi. Hasil yang diharapkan : melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam

aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya. INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji pola tidur dan catat perunahan dalam Berbagai factor dapat meningkatkan proses berpikir atau berperilaku kelelahan, termasuk kurang tidur, tekanan emosi, dan efeksamping obatobatan

Rencanakan perawatan untuk menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas pada waktu pasien sangat berenergi

Periode istirahat yang sering sangat yang dibutuhkan dalam memperbaiki atau menghemat energi. Perencanaan akan membuat pasien menjadi aktif saat energy lebih tinggi, sehingga dapat memperbaiki perasaan sehat dan control diri.

Dorong pasien untuk melakukan apapun yang mungkin, misalnya perawatan diri, duduk dikursi, berjalan, pergi makan

Memungkinkan penghematan energy, peningkatan stamina, dan mengijinkan pasien untuk lebih aktif tanpa menyebabkan kepenatan dan rasa frustasi.

Pantau respon psikologis terhadap aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi pernafasan atau jantung Rujuk pada terapi fisik atau okupasi

Toleransi bervariasi tergantung pada status proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, dan tipe penyakit. Latihan setiap hari terprogram dan aktifitas yang membantu pasien mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan tonus otot

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN 1. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya

sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. 2. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik,

dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia. 3. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse darah,

penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS. .

B. SARAN Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah : 1. Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS. 2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS.

DAFTAR PUSTAKA Heri.Asuhan Keperawatan HIV/AIDS,(Online),(http://mydocumentku.blogspot. com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012) Istiqomah, Endah.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS,(Online) ,(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html, diakses 20 Oktober 2012) Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses Proses Penyakit . Jakarta : EGC UGI.2012.Diet Penyakit HIV/AIDS,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia. blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS

Konsep Dasar I. Pengertian AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.

II.

Etiologi Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : 1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala. 2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness. 3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada. 4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut. 5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist. AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah : 1. Lelaki homoseksual atau biseks. 2. Orang yang ketagian obat intravena 3. Partner seks dari penderita AIDS 4. Penerima darah atau produk darah (transfusi). 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

IV. Pemeriksaan Diagnostik 1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV : ELISA

2. -

Western blot P24 antigen test Kultur HIV Tes untuk deteksi gangguan system imun. Hematokrit. LED CD4 limfosit Rasio CD4/CD limfosit Serum mikroglobulin B2 Hemoglobulin

Asuhan Keperawatan I. 3. 4. 5. Pengkajian. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat. Penampilan umum : pucat, kelaparan. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur. 6. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis. 7. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi. 8. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis. 9. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia. 10. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL. 11. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness. 12. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif. 13. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning. 14. Gu : lesi atau eksudat pada genital,

15. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

II. 1.

Diagnosa keperawatan Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

2.

Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

3.

Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

4.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

5. 6.

Diare berhubungan dengan infeksi GI Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

III. Perencanaan keperawatan. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria hasil Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi tinggi Pasien akan bebas 1. Monitor tanda- Untuk pengobatan dini Mencegah oleh pasien kuman Perencanaan Keperawatan Intervensi Rasional

infeksi oportunistik tanda infeksi baru. dan komplikasinya 2. gunakan

teknik terpapar

dengan kriteria tak aseptik pada setiap patogen yang diperoleh ada tanda-tanda tindakan invasif. Cuci di rumah sakit. sebelum Mencegah bertambahnya

dan infeksi baru, lab tangan

pola hidup yang tidak ada infeksi meberikan tindakan. beresiko. oportunis, tanda 3. Anjurkan

pasien infeksi mencegah terhadap yang Meyakinkan diagnosis

vital dalam batas metoda normal, tidak ada terpapar luka atau eksudat. lingkungan patogen. 4.

akurat dan pengobatan

Kumpulkan spesimen untuk tes Mempertahankan kadar lab sesuai order. darah yang terapeutik

5.

Atur antiinfeksi order

pemberian sesuai

Resiko infeksi pasien)

tinggi Infeksi HIV tidak 1.

Anjurkan orang

pasien Pasien dan keluarga mau penting dan memerlukan

(kontak ditransmisikan, tim atau kesehatan memperhatikan

lainnya mencegah HIV dan

metode informasikan ini transmisi kuman Mencegah transimisi

berhubungan dengan HIV, infeksi

infeksi universal

adanya precautions dengan patogen lainnya. kriteriaa kontak 2. dan Gunakan darah dan tubuh bial pasien.

infeksi HIV ke orang lain

nonopportunisitik pasien yang

tim cairan tidak precaution

dapat kesehatan

ditransmisikan.

terpapar HIV, tidak merawat

terinfeksi patogen Gunakan masker bila lain seperti TBC. perlu.

Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

Pasien berpartisipasi dalam dengan

1.

Monitor fisiologis

respon Respon bervariasi dari terhadap hari ke hari

kegiatan, aktivitas kriteria 2. Berikan bantuan Mengurangi yang energi kebutuhan

bebas dyspnea dan perawatan takikardi aktivitas. 3.

selama pasien sendiri tidak mampu Jadwalkan perawatan sehingga mengganggu isitirahat. Ekstra jika istirahat perlu karena

pasien meningkatkan kebutuhan tidak metabolik

Perubahan nutrisi Pasien mempunyai 1. kurang

Monitor

Intake dihubungkan

menurun dengan

dari intake kalori dan kemampuan yang mengunyah untuk menelan. 2. Monitor intake dan ouput 3. Atur

kebutuhan tubuh protein berhubungan dengan yang adekuat

dan nyeri tenggorokan dan mulut BB, Menentukan data dasar Mengurangi muntah bahwa

intake memenuhi kurang, kebutuhan metaboliknya dengan

meningkatnya kebutuhan metabolic, menurunnya absorbsi zat gizi.

antiemetik Meyakinkan

kriteria sesuai order Rencanakan pasien

makanan sesuai dengan diet keinginan pasien dan

dan mual dan muntah 4. dikontrol, makan

pasien dengan

TKTP, orang penting lainnya.

serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB seperti

mendekati

sebelum sakit. Diare Pasien merasa 1. Kaji konsistensi Mendeteksi adanya

berhubungan

nyaman

dan dan

frekuensi feses darah dalam feses

dengan infeksi GI mengnontrol diare, dan adanya darah. komplikasi minimal 2. Auskultasi bunyi Hipermotiliti dengan diare agen Mengurangi dan usus, yang motilitas pelan, perforasi mumnya

dengan usus Atur

kriteria perut lunak, 3.

tidak tegang, feses antimotilitas lunak dan warna psilium

(Metamucil) emperburuk pada intestinal

normal, kram perut sesuai order hilang, 4.

Berikan ointment Untuk A dan D, vaselin atau distensi zinc oside

menghilangkan

Tidak

efektif Keluarga

atau 1.

Kaji

koping Memulai suatu hubungan terhadap dalam pasein bekerja secara dengan

koping keluarga orang penting lain keluarga berhubungan dengan mempertahankan sakit

dan konstruktif keluarga.

cemas suport sistem dan perawatannya terhadap 2. Biarkan

tentang keadaan adaptasi yang dicintai. orang perubahan

keluarga Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara

akan mengungkapkana

kebutuhannya dengan pasien keluarga kriteria 3.

perasaan secara verbal secara bebas Ajarkan kepada Menghilangkan tentang kecemasan tentang

dan keluaraga penyakit

dan transmisi melalui kontak sederhana.

berinteraksi dengan transmisinya. cara konstruktif yang

Daftar Pustaka

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto.

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London. Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4thedition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIV / AIDS BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan penyakit menular dengan angka kematian yang tinggi dan dapat menjangkiti seluruh lapisan masyarakat dari mulai bayi sampai dewasa baik laki-laki maupun perempuan. Di Indonesia, sejak tahun 1987 perkembangan jumlah kasus AIDS maupun HIV (+) cenderung meningkat pada setiap tahunnya. Menurut laporan UNAIDS (2004), diketahui jumlah penderita HIV di Indonesia sebanyak diperkirakan 110.000 orang, sedangkan menurut harian Galamedia (28 Juli 2005) sampai Juni 2005 jumlah penderita AIDS di Indonesia tercatat 7098 orang. Secara epidemiologi dikenal fenomena gunung es, artinya bila ada satu kasus yang tercatat maka diasumsikan terdapat 200 kasus yang sama yang tidak tercatat. Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan September 2012, kasus HIVAIDS tersebar di 341 (71%) dari 497 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di Indonesia. Kasus HIV, dari Juli sampai dengan September 2012 jumlah kasus baru HIV yang dilaporkan sebanyak 5.489 kasus. Kasus AIDS, dari Juli sampai dengan September 2012 jumlah kasus baru AIDS yang dilaporkan sebanyak 1.317 kasus. Menurut data Komisi Penanggulangan HIV-AIDS (KPA) Jawa Tengah, 1993 hingga Maret 2012, tercatat hampir 5.000 kasus HIV/AIDS menempati urutan keempat. Sedangkan di Kabupaten Blora data terakhir kunjungan ke VCT RSU Blora dari Januari sampai April 2013 kemarin ada 27 orang yang berkonsultasi. Dari 27 orang tersebut 14 orang diantaranya dinyatakan positif HIV. Sedangkan data perkembangan HIV/AIDS di Kabupaten Blora sejak tahun 2008 ternyata juga menunjukkan peningkatan. Yakni pada tahun 2008 sebanyakn 4 kasus, 2009 ada 3 kasus, 2010 ada 4 kasus, 2011 naik menjadi ada 11 kasus. Sementara di tahun 2012 lalu ada 11 kasus juga, sedangkan tahun 2013 sampai bulan April lalu telah ada 14 yang positif HIV. Hampir 70% dari jumlah penderita HIV telah berubah menjadi AIDS dan 80% penderita AIDS sudah meninggal dunia. (rs-infoBlora - Suara Merdeka) Tenaga keperawatan merupakan tenaga kesehatan terbanyak di rumah sakit d an memiliki kontak yang paling lama dengan pasien. Pekerjaan perawat merupakan jenis pekerjaan yang beresiko kontak dengan darah, cairan tubuh pasien, tertusuk jarum suntik bekas pasien, dan bahaya-bahaya lain yang dapat menjadi media penularan penyakit.

Menurut laporan situs http://www.avert.org, di Amerika Serikat pada tahun 2001 terdapat 57 kasus tenaga kesehatan yang terinfeksi HIV akibat resiko pekerjaan. Dari 57 kasus tersebut, 24 kasus diantaranya (terbanyak) dialami oleh perawat. Di Indonesia, walaupun belum ada data yang pasti, namun jika melihat pengendalian infeksi di rumah sakit yang masih lemah, maka resiko penularan infeksi termasuk HIV terhadap perawat bisa dikatakan cukup tinggi.

B. Tujuan Penulisan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Untuk mengetahui definisi HIV/AIDS Untuk mengetahui etiologi HIV/AIDS Untuk mengetahui patofisiologi HIV/AIDS Untuk mengetahui manifestasi klinis HIV/AIDS Untuk mengetahui pathway HIV/AIDS Untuk mengetahui pengelolaan kasus dengan HIV/AIDS menurut tinjauan

medis,keperawatan (focus intervensi) 7. Untuk mengetahui tinjauan kritis masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan HIV/AIDS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus).(Aziz Alimul Hidayat, 2006) AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999) AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan imunolegik. (Price, 2000 : 241)

B. Etiologi Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen viral (HIV) dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah melalui hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T yang berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV merupakan Retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. HIV mempunyai kemampuan mengcopy cetakan materi genetic dirinya ke dalam materi genetic sel-sel yang ditumpanginya. Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang telah terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi vagina, ludah, air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan amnion, dan urin. Darah, semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang menimbulkan AIDS. Cairan transmisi HIV yaitu melalui hubungan darah (transfusi darah/komponen darah jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk jarum) seksual (homo bisek/heteroseksual) perinatal (intra plasenta dan dari ASI)

C. Patofisiologi Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan

menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya

limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang. Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut periode jendela (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)

D. Gambaran Klinis Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan

penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.( Arif Mansjoer, 2000 )

1.

Infeksi retroviral akut Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2.

Masa asimtomatik Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period).

3.

Masa gejala dini Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC)

4.

Masa gejala lanjut Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan.

E.

Pathway

F. 1.

Pengelolaan Kasus Medis Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :

a.

Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

b.

Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

c.

Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

Didanosine Ribavirin Diedoxycytidine Recombinant CD 4 dapat larut

d.

Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

2.

Keperawatan (Fokus Intervensi) Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah

a.

Infeksi, resiko tinggi terhadap pertahanan primer tak efektif, depresi system imun. Tujuan Infeksi klien dapat dicegah atau diperkecil Kriteria hasil

Mencapai masa penyembuhan luka. Bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dari kondisi infeksi Intervensi Mandiri

1.

Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan. Intruksikan orang terdekat klien untuk mencuci tangan sesuai indikasi. Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang.

2.

Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi baik. Rasional : Mengurangi patogen pada system imun.

3.

Diskusikan tingkat dan rasional isolasi pencegahan dan mempertahankan kesehatan pribadi. Rasional terisolasi. : Meningkatkan kerja sama dengan cara hidup berusaha mengurangi rasa

4.

Pantau tanda-tanda vital, termasuk suhu. Rasional : Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari

demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa tubuh bereaksi terhadap proses infeksi. 5. Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan, karateristik sputum (bila ada sputum. Rasional 6. : Kongesti/distress pernafasan dapat mengidentifikasi perkembangan PCP.

Periksa kulit/membrane mukosa oral terhadap bercak putih/lesi. Rasional : Kandidiasis oral atau bercak putih atau lesi adalah penyakit yang umum terjadi

dan memberi efek terhadap membran kulit. 7. Periksa dan catat adanya luka atau lokasi alat invasif, perhatikan tanda-tanda inflamasi lokal. Rasional sepsis. : Identifikasi/perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya

8.

Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri. Rasional :Mencegah kontaminasi tak disengaja dari pemberian perawatan.

Kolaborasi Berikan antibiotik antijamur/agen anti mikroba misalnya: trimetropim (Bactrim septra), nistanin (Mycostatin), ketokonazol, pentamidin atau AZT/retrovir, dan gansiklovir (cytovene). Rasional : Menghambat proses infeksi, obat-obat tersebut ditunjukan untuk menghilangkan

enzim yang b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat, pembatasan pemasukan. Tujuan Masukan nutrisi adekuat untuk klien Kriteria hasil Membran mukosa adekuat. Turgor kulit baik. Tanda-tanda vital stabil Haluaran urin adekuat Intervensi Mandiri 1. Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP Rasional 2. : Indikator dari volume cairan sirkulasi.

Kaji turgor kulit, membrane mukosa, dan rasa haus. Rasional : Indikator tidak langsung dari status cairan.

3.

Ukur haluaran urine dan berat jenis urine. Rasional : Peningakatan berat jenis urine/penurunan haluaran urine menunjukan perubahan

perfusi ginjal. 4. Pantau pemasukan oral dan memasukan cairan sedikitnya 2500 ml/hr Rasional :Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan

membran mukosa. 5. Anjurkan untuk tidak memakan makanan yang potensial menyebabkan diare. Rasional : Mungkin dapat mengurangi diare.

Kolaborasi 1. Berikan cairan/elektrolit melalui selang pemberi makanan (IV).

Rasional

:Mungkin diperlukan untuk mendukung/ memperbesar volume sirkulasi, terutama

jika pemasukan oral tak adekuat. 2. Berikan obat-obatan sesuai indikasi Antimietik, misalnya: proklorperazin maleat (compazine), trimetrobenzamid (Tigan).

c.

Kekurangan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan untuk mencerna. Tujuan Nutrisi adekuat dan masukan cairan terpelihara. Kriteria hasil

Kemampuan pemasukan nutrisi adekuat. Menunjukan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan. Menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat. Mual muntah berkurang. Selera makan meningkat. Intervensi Mandiri

1.

Kaji kemampuan untuk mengunyah dan menelan. Rasional : Untuk mengetahui kemampuan klien mengunyah makanan, lesi pada mulut,

tenggorokan dan esophagus dapat menyebabkan disfagia. 2. Auskultasi bising usus. Rasional dan diare. 3. Timbang berat badan sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi berat badan yang tidak sesuai. Rasional 4. : Indikator kebutuhan nutrisi?pemasukan yang adekuat. : Hipermotilitas saluran itenstinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah

Rencanakan diet dengan orang terdekat; jika memungkinkan, sarankan makanan dari rumah. Sediakan makanan yang sedikit tapi sering, berupa makanan yang padat akan nutrisi. Rasional : Melibatkan pasien dalam rencana memberikan perasaan control lingkungan dan

mungkin meningkatkan pemasukan. Kolaborasi 1. Pertahankan status puasa Rasional 2. : Mungkin diperlukan untuk menurunkan muntah.

Pasang/pertahankan selang NGT sesuai petunjuk dengan hati-hati. Rasional selang. : Mungkin diperlukan mengurangi mual muntah untuk pemberian makanan per

3.

Konsultasikan dengan tim pendukung ahli gizi. Rasional : Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan tubuh dengan rute yang tepat.

4.

Berikan obat yang sesuai indikasi. Antiemetic, misalnya metoklopramid (Reglan), suplemen vitamin.

d.

Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan. Tujuan Rasa sakit/tidak nyaman dikurangi Kriteria hasil.

Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa sakit. Menunjukan posisi/wajah rileks. Dapat tidur/istrahat adekuat.

INTERVENSI KEPERAWATAN Mandiri

RASIONAL

Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, Mengindikasikan intensitas, frekuensi dan waktu. intervensi dan

kebutuhan juga

untuk

tanda-tanda

Tandai gejala nonverbal misalnya perkembangan komplikasi. gelisah, takikardia, meringis. Instruksikan menggunakan pasien visualisasi untuk Meningkatkan atau sehat. relaksasi dan perasaan

imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas dalam. Dorong pengungkapan perasaan Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit, sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit. Lakukan tindakan paliatif misal Meningkatkan relaksasi atau menurunkan

pengubahan posisi, masase, rentang tegangan otot. gerak pada sendi yang sakit. Kolaborasi Berikan analgesik atau antipiretik Memberikan penurunan nyeri/tidak

narkotik. Gunakan ADP (analgesic nyaman, mengurangi demam. Obat yang yang dikontrol pasien) untuk dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam

memberikan analgesia 24 jam.

dapat mempertahankan kadar analgesia darah tetap stabil, mencegah kekurangan atau kelebihan obat-obatan.

e.

Integritas kulit, kerusakan berhubungan dengan deficit imunologis. Tujuan. Integritas kulit dapat diatasi. Kriteria hasil

Menunjukan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi Menunjukan tingkah laku /tekhnik mencegah kerusakan kulit. Intervensi Mandiri

1.

Kaji kulit setiap hari. Rasional : Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan

dilakukan intervensi yang tepat. 2. Intruksikan atau pertahankan hygiene kulit. Misalnya membasuh dan mengeringkanya dengan hati-hati. Rasional infeksi. 3. Pertahankan seprei bersih, dan kering. Rasional : Friksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan : Memperthankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier

iritasi pada kulit. 4. Dorong untuk ambulansi/turun dari tempat tidur jika memungkinkan. Rasional 5. : Menurunkan tekanan pada kulit dari istrahat lama di tempat tidur.

Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barier protektif. Rasional : Dapat mengurangi konataminasi bakteri, dan meningkatkan proses

penyembuhan. Kolaborasi 1. Berikan matras atau tempat tidur busa. Rasional 2. : Menurunkan atau mengurangi tekanan pada kulit atau jaringan.

Gunakan/berikan obat-obatan topika/sistemik sesuai indikasi. Misalnya Telfa. Rasional : Digunakan pada perawatan lesi kulit, perawatan harus dilakukan untuk

menghindari kontaminasi silang. f. Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.

Tujuan. Klien dapat berhadapan dengan situasi sekarang secara realistis. Kriteria hasil. Menyatakan kesadaran tentang perasaan dan cara sehat untuk menghadapinya. Menunjukan rentang normal dari perasaan atau berkurangnya rasa takut. Intervensi Mandiri 1. Jamin pasien tentang kerahasiaan dalam batasan situasi tertentu. Rasional : Memberikan penentraman hati lebih lanjut dan kesempatan bagi pasien untuk

memecahlan masalah pada situasi yang diantisipasi. 2. Pertahankan hubungan yang sering dengan pasien. Rasional 3. : Menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri dan ditelantarkan.

Waspada terhadap tanda-tanda penolakan/depresi. Rasional : Pasien mungkin akan menggunakan mekanisme terus berharap bahwa diagnose tidak akurat. bertahan dengan penolakan dan

4.

Izinkan pasien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, putus asa tanpa konfirmasi. Rasional : Penerimaan perasaan akan membuat pasien dapat menerima situasi.

Kolaborasi 1. Rujuk pada konseling psikiatri (psikiater) Rasional : mungkin dibutuhlkan bantuan lebih lanjut dengan diagnose.

BAB III PEMBAHASAN

Permasalahan keperawatan yang muncul pada klien dengan HIV/AIDS adalah: 1. Infeksi berhubungan dengan resiko tinggi terhadap pertahanan primer tak efektif, depresi system imun. Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper tidak

berdaya bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing, virusHIV lebih dahulu telah melumpuhkan sel T helper tersebut sehingga benda asing termasuk virus, bakteri, kuman dengan mudah masuk ketubuh ODHA. 2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat. Pada dasarnya diare pada HIV atau non HIV adalah sama. Keparahan diare tergantung tingkat daya penetrasi merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhu sekresi cairan pada usus halus dan daya lekat kuman. Toksin yang dihasilkan bakteri non invasive menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenia dinukleotid (NAD) sehingga meningkatkan siklus AMP dalam sel. Pada akhirnya sel menskresikan aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kalium dan natrium. Diare pada HIV bisa terjadi karena virus, bakteri, parasit yang menginfeksi pada gastrointestinal. 3. Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan intestinal. Pada kasus HIV terjadi infeksi menyeluruh antara lain infeksi opportunistik yang menyebabkan infeksi gastrointestinal yang disebabkan oleh Cryptosporidiosis yaitu sejenis parasit. Selain itu ialah Cytomegalovirus yaitu sejenis virusyang menginfeksi seluruh tubuh tetapibiasanya biasa menginfeksi lambung, Infeksi virus ini biasanya terjadi apabila jumlah sel T CD4+ kurang dari 50 mm3 darah. Infeksi bakteri Mycobacterium Avium Kompleks ,Infeksi ini biasanya terjadi apabila jumlah sel CD4+ kurang dari 50 mm3 darah. 4. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/kerusakan jaringan. Virus HIV menyerang system imun terutama limfosit, sel penanda CD4, sehingga mudah terjadi infeksi dan infeksi ini terjadi secara sistemik artinya dapat terjadi pada seluruh organorgan. Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor disebut nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik serabut saraf pusat maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin, histamin, dan sebagainya 5. Integritas kulit, kerusakan berhubungan dengan deficit imunologis. Imunologi yang menurun menyebabkan mudahnya terjadi peradangan kulit akibat infeksi virus, bakteri dan jamur misalnya herpes, pseudomonas, candida. 6. Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1991). Sedangkan pada HIV/AIDS terjadi peningkatan ketegangan, ketakutan, perasaan tidak berdaya, putus asa.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia. Manifestasi klinis AIDS yaitu Infeksi retroviral akut : gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Masa asimfomatik : pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. penurunan jumlah cd4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period). Masa gejala dini : gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, itp, dan tuberkolosis paru. Masa gejala akut : pada masa ini jumlah cd4 dibawah 200. penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan. Patofisiologis AIDS yaitu disebabkan oleh virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan 10 minggu -10 tahun. Virus menempel pada limfosit T penolong atau CD4 dan menghancurkannya sehingga terjadi kelemahan system kekebalan tubuh. HIV juga menyebabkan gangguan limfosit B sehingga menyebabkan produksi antibody meningkat tapi antibody yang dihasilkan tidak banyak membantu infeksi yang disebabkan HIV. Penatalaksanaan medis untuk penderita AIDS yaitu dengan pengendalian infeksi oportunistik, terapi AZT, terapi antiviral baru, vaksin dan rekonstruksi baru. Diagnosa untuk AIDS antara lain : 1. 2. 3. 4. Infeksi, resiko tinggi terhadap pertahanan primer tak efektif, depresi system imun. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat, pembatasan pemasukan. Kekurangan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan untuk mencerna. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan.

5. 6.

Integritas kulit, kerusakan berhubungan dengan deficit imunologis. Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.

B. Kritik dan Saran Alhamdulillah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada hambatan yang berarti. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Hanya kepada Allah penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin. Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah : 1. 2. Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS.

KATA PENGANTAR Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed. 8. Jakarta: ECG. Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 .Patofissiologis Konsep Klinis Proses Proses Penyakit . Jakarta : EGC

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S. Jakarta: ECG

ASUHAN KEPERAWATAN ASKEP KLIEN DENGAN HIV/AIDS ASUHAN KEPERAWATAN ASKEP KLIEN DENGAN HIV/AIDS

A.Pengertian

Human Immunodeficiency Virus (HIV) Merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang tiidak dapat hidup di luar tubuh manusia. Kerusakan sistem kekebalan tubuh ini akan menimbulkan kerentanan terhadap infeksi penyakit

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah :

Sekumpulan gejala, infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit mudah menyerang tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh yang telah terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.

Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya masih baik infeksi ini mungkin tidak berbahaya, namun pada orang yang kekebalan tubuhnya lemah (HIV/AIDS) bisa menyebabkan kematian.

AIDS dapat didefinisikan melalui munculnya IO yang umum ditemui pada ODHA:

1.Kandidiasis: infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, vagina.

2.Virus sitomegalia (CMV): menimbulkan penyakit mata yang dapat menyebabkan kematian.

3.Herpes pada mulut atau alat kelamin.

4.Mycobacterium avium complex (MAC): infeksi bakteri yang menyebabkan demam kambuhan.

5.Pneumonia pneumocystis (PCP): infeksi jamur yang dapat menyebabkan radang paru.

6.Toksoplasmosis: infeksi protozoa otak.

7.Tuberkolosis (TB) Perjalanan penyakit HIV/AIDS : periode jendela (3-6 bulan) ? HIV + (310 tahun)? AIDS + (1-2 tahun). Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat sepanjang hidupnya apabila ia menjaga kesehatan tubuhnya: makan teratur, berolahraga dan tidur secara seimbang. Gaya hidup sehat akan tetap melindungi kebugaran orang dengan HIV dan ia akan tetap produktif dalam berkarya.

Bila telah muncul tanda-tanda penyakit infeksi dan tidak kunjung sembuh atau berulang, artinya daya tahan tubuh menjadi buruk, sistim kekebalan tubuh berkurang, maka berkembanglah AIDS.

B.Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus ini ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang terinfeksi.

C. Patofisiologi

Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang maupun manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal (immune response) yang terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu :

Kekebalan humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara tersendiri sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. ber-aksi bahkan kemudian dilumpuhkan.

Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.

Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.

Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom dari HIV proviral DNA dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan Kekebalan.

D.Manifestasi Klinis Gejala dan tanda HIV/AID menurut WHO:

Stadium Klinis I :

1.Asimtomatik (tanpa gejala)

2.Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/limfe seluruh tubuh)

3.Skala Penampilan

1 : asimtomatik, aktivitas normal.

Stadium Klinis II :

1.Berat badan berkurang <> 10%

2.Diare berkepanjangan > 1 bulan

3.Jamur pada mulut

4.TB Paru

5.Infeksi bakterial berat

6.Skala Penampilan 3 : <> 1 bulan)

7.Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)

8.Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)

9.Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam masa 1 bulan terakhir.

E.Komplikasi

1.Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).

2.Neurologik a.ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex).

a.Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor,

inkontinensia, dan kematian.

b.Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.

3.Gastrointestinal Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.

a.Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.

b.Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

c.Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.

4.Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batukbatuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.

5.Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.

6.Sensorik

6.1.Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan

6.2.Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

F.Pemeriksaan Penunjang

1.Tes untuk diagnosa infeksi HIV : a.ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot) b.Western blot (positif) c.P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas) d.Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat).

2.Tes untuk deteksi gangguan system imun.

a.LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)

b.CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen)

c.Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)

d.Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit) e.Kadar immunoglobulin (meningkat)

G.Penatalaksanaan

1.Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus

dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.

2.Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.

3.Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : a.Didanosine b.Ribavirin c.Diedoxycytidine d.Recombinant CD 4 dapat larut.

4.Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

5.Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

H.Pencegahan

1.A (Abstinent): Puasa, jangan melakukan hubungan seksual yang tidak sah

2.B (Be Faithful)Setialah pada pasangan, melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan yang sah

3.C (use Condom) Pergunakan kondom saat melakukan hubungan seksual bila berisiko menularkan/tertular penyakit 4.D (Dont use Drugs) Hindari penyalahgunaan narkoba

5.E (Education) Edukasi, sebarkan informasi yang benar tentang HIV/AIDS dalam setiap kesempatan

HIV - AIDS

A. PENGERTIAN

HIV

Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan menggunakan enzim reverse transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).

HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006). 2. AIDS

B.

ETIOLOGI Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV.

Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).

C.

PATOFISIOLOGI Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa

dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi. Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat doublestranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius. Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

T TANDA DAN GEJALA

Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):

1. Gejala mayor:

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

e. Demensia/ HIV ensefalopati

2. Gejala minor:

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan

b. Dermatitis generalisata

c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang

d. Kandidias orofaringeal

e. Herpes simpleks kronis progresif

f. Limfadenopati generalisata

g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

h. Retinitis virus Sitomegalo

Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.

1. Fase awal

Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.

2. Fase lanjut

Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.

3. Fase akhir

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor

Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan mengikut fasenya.

1. Fase akut

Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.

2. Fase asimptomatik

Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.

3. Fase simptomatik

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

E. CARA PENULARAN

HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007).

Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)

1. Seksual

Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.

2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.

3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.

4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.

5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV

6. Penularan dari ibu ke anak

7. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.

8. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.

Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000).

Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci, 2000). Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain:

1. Kontak fisik

Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.

Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui hal-hal sehari-hari seperti berbagi makanan, tidak akan menyebabkan seseorang tertular.

2. Memakai milik penderita

Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.

3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.

4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010).

Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV.

kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi. Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain

yang menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann, 2008).

Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus, manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi proviral DNA. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010).

E. KOMPLIKASI

Komplikasi primer :

MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder

Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )

Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV

Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)

. PENCEGAHAN Menurut The National Womens Health Information Center (2009), tiga cara untuk pencegahan HIV/AIDS secara seksual adalah abstinence (A), artinya tidak melakukan hubungan seks, be faithful (B), artinya dalam hubungan seksual setia pada satu pasang yang juga setia padanya, penggunaan kondom (C) pada setiap melakukan hubungan seks. Ketiga cara tersebut sering disingkat dengan ABC.

Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan masyarakat dalam mengamalkan hubungan seks aman termasuk pemasaran sosial, pendidikan dan konseling kelompok kecil. Pendidikan seks untuk remaja dapat mengajarkan mereka tentang hubungan seksual yang aman, dan seks aman. Pemakaian kondom yang konsisten dan betul dapat mencegah transmisi HIV (UNAIDS, 2000).

Bagi pengguna narkoba harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk mengurangi risiko tertular HIV, yaitu beralih dari NAPZA yang harus disuntikkan ke yang dapat diminum secara oral, jangan gunakan atau secara bergantian menggunakan semprit, air atau alat untuk menyiapkan NAPZA, selalu gunakan jarum suntik atau semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum digunakan kembali, ketika mempersiapkan NAPZA, gunakan air yang steril atau air bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk bersihkan tempat suntik sebelum disuntik (Watters dan Guydish, 1994).

Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus tersebut kepada bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. Seorang ibu dapat mengambil pengobatan antiviral ketika trimester III yang dapat menghambat transmisi virus dari ibu ke bayi. Seterusnya ketika melahirkan, obat antiviral diberi kepada ibu dan anak untuk mengurangkan risiko transmisi HIV yang bisa berlaku ketika proses partus. Selain itu, seorang ibu dengan HIV akan direkomendasikan untuk memberi susu formula karena virus ini dapat ditransmisi melalui ASI ( The Nemours Foundation, 1995).

Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) yang meliputi, cara penanganan dan pembuangan barang-barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen kerja dan peralatan yang terkontaminasi dan penanganan seprei kotor/bernoda secara tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap telah terinfeksi dengan HIV, tanpa memandang apakah status orang tersebut baru diduga atau sudah diketahui status HIV-nya (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Obatobatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:

a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC). b. Nonnucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam selsel. Obatobatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).

c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.

2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kirakira 25%35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obatobatan tersebut adalah: a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 1428 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)

b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 23 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari. 3. Postexposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obatobatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman.

4. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).

5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Riwayat : Tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat. Penampilan umum : pucat dan kelaparan Gejala Subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari

berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, dan sulit tidur.

Kepala: Sakit kepala, edem muka, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara

berubah, epsitaksis.

Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku

kuduk, kejang, paraplegia.


Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot bantu pernapasan, batuk

produktif atau non produktif.

GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,

inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.


Genital : lesi atau eksudat pada genital. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. 2.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas : spasme jalan

nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus 3. 4. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi, kelelahan, nyeri, kecemasan Hipertermia b.d proses penyakit, peningkatan metabolisme, dehidrasi

5. 6.

Nyeri b.d agen injury biologis Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan

pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis 7. 8. 9. 10. Kurang Pengetahuan b.d kurangnya paparan atau informasi Deficit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik Resiko infeksi dengan factor resiko prosedur Infasif, malnutrisi, imonusupresi

, ketidakadekuatan imun buatan , tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi), tidak adekuat pertahanan tubuh primer 11. 12. Kelelahan b.d anemia, status penyakit Tidak efektifnya mekanisme koping keluarga b.d kemampuan dalam

mengaktualisasi diri 13. Deficit perawatan diri b.d kelemahan fisik

You might also like