You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Menurut sejarah perkembangan kehidupan manusia, pada mulanya manusia itu hidup secara berpindah-pindah tempat atau sebagai Nomad. Hal ini mereka lakukan dalam rangka mencari sebidang lahan yang baik dan subur untuk melaksanakan pertanian mereka yang masih primitif itu. Pada masa itu, mereka belum menemui kesulitan-kesulitan untuk menemukan sebidang lahan yang baik untuk lingkungan hidupnya. Bertambah majunya peradapan manusia yang sejalan dengan perkembangan pertanian dan disertai perkembangan penduduk yang begitu pesat, memaksa manusia untuk menghentikan kebiasaan mengembara itu. Pada saat itu sebenarnya mereka sudah mulai menghadapi masalah-masalah tanah. Masalah yang sering timbul adalah cara mempertahankan kelestarian kesuburan tanah. Oleh karena itu, munculah orang mempelajari dan mengadakan penyelidikan tentang hal ihwal tanah. Maka munculah ilmu tanah yang mungkin merupakan ilmu yang paling awal dipirkan orang. Ada yang berpendapat bahwa sebelum manusia menemui

permasalahan tentang dari mana mendapatkan makanan untuk hidupnya, manusia masih tergantung pada lingkungan alam, berburu atau mengambil makanan dari tanaman yang ada disekitarnya. Tetapi lama kelamaan dengan hadirnya manusia-manusia baru karena tingkat fertilitas yang tinggi, maka dirasa sulit untuk mendapatkan makanan hanya dengan menggantungkan pada lingkungan disekitarnya. Tentu saja ini karena persediaan lebih sedikit dibanding permintaan dan walaupun sebagai nomaden telah mereka jelajahi dari satu daerah ke daerah yang lain yang hasilnya tetap saja, yaitu kesulitan bahan makanan. Di tengah kesulitan itu, manusia itu ditantang untuk berbuat sesuatu yang baik dengan menggunakan daya nalarnya. Tantangan itulah yang membuat manusia berpikir akan upaya pembudidayaan tanaman yang ada disekitarnya dengan cara menanam dan menggemburkan tanah.

Merekapun mulai menetap sebagai manusia sedenter, menempati di daerah tanaman pangan yang telah mereka tanam dan mulai saat itulah manusia memperhatikan tentang tanah dan tanaman. Oleh sebab itu , tanah ditafsirkan sebagai lapisan padat terluar dari planet bumi. Lapisan tipis yang hidup ini memiliki ketebalan beberapa centi meter sampai lebih dari dua atau tiga meter, namun demikian sangat mempengaruhi aktivitas di permukaan Bumi. Tanah sangat vital untuk mendukung kehidupan. Tanah menjadi wahana jelajah akar, menyediakan air, udara dan unsur hara yang dibutuhkan tumbuhan. Tanah merupakan rumah bagi jutaan mikroorganisme yang melakukan berbagai aktivitas biokimia, seperti pengikatan nitrogen dari udara sampai pelapukan bahan organik, juga merupakan tempat bagi mikro dan mesofauna termasuk cacing tanah, semut dan rayap yang memakan akar tanaman, organisme lain dan bahan organik. Biodiversitas tanah yang lebih lengkap dijumpai di dalam tanah, bukan di atasnya. Berbeda tempat berbeda pula jenis tanahnya. Tanah beragam dari satu tempat ke tempat yang lain, tidak secara acak tetapi secara sistematis. Tanah di daerah tundra berbeda dengan tanah tropika, tanah di daerah yang terjal berbeda dengan tanah dataran, dan tanah bervariasi dalam jarak yang pendek. Jika kita berjalan dari puncak bukit menuju ke lembah, kita akan menjumpai tanah dengan bentuk dan sifat yang berbeda demikian juga kemampuannya untuk digunakan misalnya sebagai lahan budidaya tanaman atau untuk membangun jalan dan rumah. Keragaman ini mencerminkan posisi yang unik bagi tanah dibandingkan dengan komponen planet bumi lainnya. Tanah adalah penghubung antara atmosfer, litosfer, hidrosfer, dan biosfer 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari pemaparan diatas adalah untuk mengetahui bagmana karakteristik , ciri, masalah yang dihadapi pada tanaha latosol dan bagaiman cara penanggulangannya.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian litosol Tanah ini memiliki lapisan solum tanah yang sangat tipis sampai tidak ada, paling tebal solumnya adalah 50 cm saja. Oleh sebab itu langsung merupakan lapisan bahan induk dengan pecahanpecahan batuan yang lebih mengalami pelapukan, sedang di bagian bawahnya terdapat batuan induk pejal. Keadaan ini mengakibatkan kandungan bahan organik sangat rendah sampai tidak ada, sedang warna tanah dan konsistensinya bervariasi. Teksturnya umumnya kasar, yang berpasir atau berkerikil sedangkan strukturnya tidak ada atau butir lepas. Kandungan unsur hara tumbuhan, rekasi tanah (pH), juga permeabilitasnya bervariasi. Tanah ini sangat peka terhadap erosi. Secara umum tanah ini mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia yang jelek, sehingga produktivitasnya rendah. Penyebarannya dapat ditemukan diberbagai tipe hujan yang curah hujannya bervaiasi. Ketinggian tempat di atas muka laut, juga bentuk wilayah beraneka. Proses pembentukan tanah hampir tidak ada atau termasuk alterasi lemah. Bahan induk terdiri dari batuan beku dan batuan endapan pejal. Tanah semacam ini hampir dapat di temukan di seluruh Kepulauan Indonesia, dimana terdapat wilayah batuan beku dan batuan pejal. Sering terdapat pula lapisan bahan induk dari tanahtanah yang mengalami erosi lanjut. Tanaman penutup tanah sangat bervariasi sampai tidak ada tumbuhan, sebagian besar diberakan tau tidak ditanami. Sebagian masih dapat ditanami dengan rerumputan untuk ternak, tegalan palawija atau dengan tanaman keras.

Tanah ini memiliki lapisan solum tanah yang sangat tipis sampai tidak ada, paling tebal solumnya adalah 50 cm saja. Oleh sebab itu langsung merupakan lapisan bahan induk dengan pecahan-pecahan batuan yang lebih mengalami pelapukan, sedang di bagian bawahnya terdapat batuan induk pejal. Keadaan ini mengakibatkan kandungan bahan organik sangat rendah sampai tidak ada, sedang warna tanah dan konsistensinya bervariasi. Teksturnya umumnya kasar, yang berpasir atau berkerikil sedangkan strukturnya tidak ada atau butir lepas. Kandungan unsur hara tumbuhan, rekasi tanah (pH), juga permeabilitasnya bervariasi. Tanah ini sangat peka terhadap erosi. Secara umum tanah ini mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia yang jelek, sehingga produktivitasnya rendah. Penyebarannya dapat ditemukan diberbagai tipe hujan yang curah hujannya bervaiasi. Ketinggian tempat di atas muka laut, juga bentuk wilayah beraneka. Proses pembentukan tanah hampir tidak ada atau termasuk alterasi lemah. Bahan induk terdiri dari batuan beku dan batuan endapan pejal. Tanah semacam ini hampir dapat di temukan di seluruh Kepulauan Indonesia, dimana terdapat wilayah batuan beku dan batuan pejal. Sering terdapat pula lapisan bahan induk dari tanahtanah yang mengalami erosi lanjut. Tanaman penutup tanah sangat bervariasi sampai tidak ada tumbuhan, sebagian besar diberakan tau tidak ditanami. Sebagian masih dapat ditanami dengan rerumputan untuk ternak, tegalan palawija atau dengan tanaman keras. Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak begitu tebal. Penampangnya besar dan berbentuk kerikil, pasir atau batu-batuan kecil, karena sedikit sekali mengalami perubahan struktur atau profil dari batuan asal. Tanah litosol miskin unsur hara. Tanah Litosol terbentuk dari batuan beku dari proses letusan gunung berapi dan sedimen keras yang proses pelapukan kimia (dengan bantuan organisme hidup) dan fisikanya (dengan bantuan sinar matahari dan hujan) belum sempurna. Sehingga struktur asal batuan induknya masih terlihat. Oleh sebab itu pula, tanah litosol sering juga disebut sebagai tanah yang paling

muda, sehingga bahan induknya dangkal (kurang dari 45 cm) dan seringkali tampak di permukaan tanah sebagai batuan padat yang padu. Jenis tanah ini belum lama mengalami pelapukan dan sama sekali belum mengalami perkembangan. Jenis tanah ini banyak ditemukan di lereng gunung dan pegunungan di seluruh Indonesia yang mengalami proses erosi parah. Tanah litosol banyak terdapat di Pulau Sumatra, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara, Maluku bagian selatan, dan Papua. Adapun di Sumatra, jenis tanah ini terdapat di wilayah yang tersusun dari batuan kuarsit, konglomerat, granit, dan batu lapis. Jenis tanah ini juga dapat dijumpai di daerah sekitar pantai. Unsur hara yang terkandung dalam jenis tanah ini tidak begitu banyak, kalau tidak bisa dibilang sangat sedikit. Sehingga jelas sekali, tanah litosol tidak cocok untuk digunakan sebagai media pertanian. Berbagai upaya yang dapat dilakukan sebagai cara untuk mempercepat proses pembentukan tanah litosol menjadi jenis tanah yang subur dan lebih bermanfat adalah dengan cara mempercepat proses pelapukannya. Biasanya adalah dengan cara memperlakukan daerah bertanah litosol dengan penanaman berbagai jenis tanaman keras, dan melakukan reboisasi, agar proses erosi tidak berlanjut. Di beberapa tempat, tanah litosol sering hanya dimanfaatkan sebagai tempat bertanam rumput pakan hewan ternak, atau beberapa jenis tanaman palawija yang tahan dengan jenis tanah ini seperti jagung, serta juga untuk ditanami tanaman keras. Tanah litosol merupakan tempat hidup ideal dari bunga edelweis. Tanah Latosol disebut juga sebagai tanah Inceptisol. Tanah ini mempunyailapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal, yaitu dari 130 cm sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna dari tanah latosol adalah merah, coklat sampai kekuningkuningan. Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 % tapi biasanya sekitar 5% saja. Reaksi tanah berkisar antara, pH 4,5-6,5 yaitu dari asam

sampai agak asam. Tekstur seluruh solum tanah ini umumnya adalah liat, sedangkan strukturnya remah dengan konsistensi adalah gembur. Dari warna

bisa dilihat unsur haranya, semakin merah biasanya semakin miskin. Pada umumnya kandungan unsur hara ini dari rendah sampai sedang. Mudah sampai agak sukar merembes air, oleh sebab itu infiltrasi dan perkolasinya dari agak cepat sampai agak lambat, daya menahan air cukup baik dan agak tahan terhadap erosi. Tanah Litosol terbentuk dari batuan beku dari proses letusan gunung berapi dan sedimen keras yang proses pelapukan kimia (dengan bantuan organisme hidup) dan fisikanya (dengan bantuan sinar matahari dan hujan) belum sempurna. Sehingga struktur asal batuan induknya masih terlihat. Oleh sebab itu pula, tanah litosol sering juga disebut sebagai tanah yang paling muda. Tanah jenis ini dapat dijumpai di lereng gunung atau perbukitan yang mengalami proses erosi parah. Penampangnya besar dan berbentuk kerikil, pasir atau batu-batuan kecil, karena sedikit sekali mengalami perubahan struktur atau profil dari batuan asal. Jenis tanah ini juga dapat dijumpai di daerah sekitar pantai. Daerah penyebaran dari tanah latosol atau inceptisol ini yaitu didaerah dengan tipe iklim Afa-Ama (menurut Koppen), sedangkan menurut SchmidtFergusson pada tipe hujan A, B, dan C dengan curah hujan sebesar 20007000 mm/tahun, tanpa atau mempunyai bulan-bulan kering yang kurang dari 3 bulan. Tanah ini terdapat didaerah abu, tuf dan fan vulkan, pada ketinggian 10-1000 metaer dari permukaan laut, dengan bentuk wilayah yang berombak, bergelombang, berbukit hingga bergunung. Daerah penyebarannya terutama di Sumatera dan sulawesi, tetapi dalam areal yang tidak begitu luas terdapat pula di kalimantan tengah dan selatan, kep. Maluku, minahasa, jawa barat, jawa tengah, jawa timur, dan bali. Kebanyakan berasosiasi dengan tanah laterit dan andosol. Secara kasar luasnya kira-kira 16 juta hektare. Pada umumnya tanah Latosol ini kadar unsur hara dan organiknya cukup rendah, sedangkan produktivitas tanahnya dari sedang sampai tinggi. Tnah in memerlukan input yang memadai. Tanaman yang bisa ditanam

didaerah ini adalah padi (persawahan), sayur-sayuran dan buah-buahan, palawija, kemudian kelapa sawit, karet, cengkeh, kopi dan lada. Secara keseluruhan tanah Latosol atau Inceptisol ini mempunyai sifatsifat fisik yang baik akan tetapi sifat-sifat kimianya kurang baik. Dalam USDA latosol masuk dalam golongan inseptisol. Inseptisol berkembang pada daerah yang lembab. Perkembangan horizon inseptisol berlangsung lambat samapi sedang. Perkembangan yang lambat terjadi karena tanah berada pada ligkungan yang lembab, dingin, dan mugkin genangangenangan air. Secara spesifik, latosol merupakan tanah yang berwarna merah hingga coklat sehingga banyak yang menamainya sebagai tanah merah, memiliki profil tanah yang dalam, mudah menyerap air, mudah mneyerap air, memiliki kandungan bahan organik yang sedang, dan pH netral hingga asam. Kadar humus latosol mudah menurun, dan memiliki fosfat yang mudah bersenyawa dengan besi dan almunium. Latosol banyak dijumpai di Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bali, Jawa, Minahasa, Papua, dan Sulawesi. Saat ini, jenis tanah latosol banyak digunakan untuk pertanaman palawija, padi, kelapa, karet, dan kopi. 2.2 Karakteristik Latosol Latosol adalah kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 5.5, kandungan bahan organiknya relatif rendah, konsistensinya gembur, stabilitas agregat tinggi, terjadi

akumulasi seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah-merahan atau kekuning-kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk, umur tanah, iklim dan elevasi. Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral yang berbahan induk tufa volkan, bahan volkan intermedier dan basa, mempunyai kedalaman solum setebal 1.5 10 m, menyebar pada ketinggian 10 1000 m diatas permukaan laut dengan topografi bergelombang, berbukit atau bergunung,

mempunyai horison terselubung, warna merah sampai kuning, bertekstur liat, struktur remah sampai gumpal dan berkonsistensi gembur (Dudal dan Soepraptohardjo, 1975). Dominsai mineral liat kelompok kaolinit pada Latosol memungkinan terbentuknya struktur remah, karena kaolinit memiliki sifat plastisitas dan kohesi sangat rendah. Plastisitas dan kohesi yang sangat rendah ini merangsang drainase dalam yang sangat baik, sehingga memungkinkan pengolahan tanah dilakukan setelah hujan lebat tanpa menyebabkan kerusakan sifat fisik yang berat. Kandungan silika yang rendah, seskuioksida tinggi dan kandungan Al dan Fe tinggi pada Latosol menyebabkan fosfat mudah terikat dan membentuk senyawa Al-P dan Fe-P sehingga ketersediaan P dalam tanah rendah atau kurang tersedia bagi tanaman. Sifat lain dari Latosol adalah kapasitas tukar kation rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar bahan organik yang rendah dan sebagian oleh sifat liat hidro-oksida (Soepardi, 1983). 2.3 Sifat dan Ciri Umum Latosol Latosol merupakan jenis tanah yang penyebarannya cukup luas dan menempati area sekitar 9% daratan di Indonesia (Soepardi, 1983). Tanah ini diantaranya dapat dijumpai di Darmaga, Kabupaten Bogor. Menurut sistem klasifikasi USDA, Latosol coklat kemerahan Dramaga Bogor termasuk dalam order Inceptisol dan terletak pada zona fisiografi Bogor bagian barat, dengan bahan induk vulkanik kuarter yang berasal dari Gunung Salak. Dudal dan Soepraptohardjo (1957) menyebutkan bahwa tanah Latosol terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi terjadi di bawah pengaruh curah hujan dan suhu yang tinggi di daerah tropik dimana gayagaya hancuran bekerja lebih cepat dan pengaruhnya lebih ekstrim daripada daerah dengan curah hujan dan suhu sedang. Pelapukan dan pencucian sangat intensif dan mineral silikat cepat hancur. Pada banyak tempat di daerah

tropik, musim basah dan kering terjadi silih berganti. Hal ini berakibat semakin meningkatnya kegiatan kimia dalam tanah. Latosol umumnya telah mengalami perkembangan lanjut, solum tebal, batas horizon baur, lapisan atas sedikit mengandung bahan organik, lapisan bawah yang berwarna merah, kadar fiksasi liat yang agak tinggi sampai tinggi dan hampir merata pada semua horizon. Horizon B kaya akan seskuioksida (Al2O3+Fe2O3) bertekstur halus, struktur lemah sampai gumpal, konsistensi gembur sampai agak teguh, porositas sedang sampai baik, permeabilitas dan drainase sedang sampai cepat dan cadangan mineral rendah sampai sedang (Dudal dan Supraptohardjo, 1957). Proses hidrolisis dan oksidasi berlangsung sangat intensif, sehingga basabasa seperti Ca, Mg, K, dan Na cepat dibebaskan oleh bahan organik. Oleh karena itu, tanah Latosol memiliki kejenuhan basa rendah (<35%) dan KTK yang sangat rendah (<24 me/100g) (Soepraptohardjo, 1961). Kalpage (1974) menyebutkan bahwa kesuburan tanah Latosol umumnya sedang sampai sangat rendah, kandungan akan mineral primer (kecuali kwarsa) dan unsur hara tanah rendah. Tanah bereaksi masam sampai sangat masam dan fiksasi ion fosfat tinggi. Masalah kemasaman ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tapi pengapuran kurang nyata pengaruhnya karena kapasitas pertukaran basa rendah sehingga penambahan bahan kapur akan meninggalkan efek residu yang sangat terbatas atau kecil. 2.4 Permasalahan Tanah Latosol 1. Miskin Unsur Hara Unsur hara yang terkandung dalam jenis tanah ini tidak begitu banyak, kalau tidak bisa dibilang sangat sedikit. Sehingga jelas sekali, tanah litosol tidak cocok untuk digunakan sebagai media pertanian. Di beberapa tempat, tanah litosol sering hanya dimanfaatkan sebagai tempat bertanam rumput pakan hewan ternak, atau beberapa jenis tanaman palawija yang tahan dengan jenis tanah ini seperti jagung, serta juga untuk ditanami tanaman keras.

2. Mempercepat Proses Pelapukan Berbagai upaya yang dapat dilakukan sebagai cara untuk mempercepat proses pembentukan tanah litosol menjadi jenis tanah yang subur dan lebih bermanfat adalah dengan cara mempercepat proses pelapukannya. Biasanya adalah dengan cara memperlakukan daerah bertanah litosol dengan penanaman berbagai jenis tanaman keras, dan melakukan reboisasi, agar proses erosi tidak berlanjut. 3. Habitat Edelweis Di sekitar pegunungan, sering kita jumpai tanah litosol yang terdapat di sana menjadi tempat hidup dan habitat bagi sebuah tanaman cantik perlambang keabadian cinta. Yah, si cantik Edelweis, tanaman yang menyerupai rumpun semak ini mempunyai bunga putih dan tidak cepat layu. Dapat disimpan berbulan-bulan tanpa kehilangan keindahannya. Jenis tanah litosol merupakan tempat hidup ideal dari bunga yang keberadaannya dilindungi ini. Contoh daerah pegunungan dimana terdapat jenis tanaman cantik ini adalah di sekitar pegunungan Semeru dan Bromo. 2.5 Pemecahan Masalah Tanah Latosol Bahan orgnik di samping berpengaruh terhadap pasokan hara tanah juga tidak kalah pentingnya terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah lainnya. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik. Peran bahan organik yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi: struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi.

1. Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Fisik Tanah Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan membentuk komplek lempung-logam-humus (Stevenson, 1982). Pada tanah pasiran bahan organik dapat diharapkan merubah struktur tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar (Scholes et al., 1994). Bahkan bahan organik dapat mengubah tanah yang semula tidak berstruktur (pejal) dapat membentuk struktur yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat. Mekanisme pembentukan egregat tanah oleh adanya peran bahan organik ini dapat digolongan dalam empat bentuk: (1) Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik jamur dan actinomycetes. Melalui pengikatan secara fisik butir-bitir primer oleh miselia jamur dan actinomycetes, maka akan terbentuk agregat walaupun tanpa adanya fraksi lempung; (2) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagianbagian positip dalam butir lempung dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik yang berantai panjang (polimer); (3) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagianbagian negatif dalam lempung dengan gugusan negatif (karboksil) senyawa organik berantai panjang dengan perantaraan basa-basa Ca, Mg, Fe dan ikatan hidrogen; (4)

Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian negatif dalam lempung dengan gugus positif (gugus amina, amida, dan amino) senyawa organik berantai panjang (polimer) (Seta, 1987). Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam humat lebih bertanggung jawab pada pembentukkan agregat di regosol, yang ditunjukkan oleh meningkatnya kemantapan agregat tanah (Pertoyo, 1999). 2. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Kimia Tanah Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain terhadap kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah, daya sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KPK). Bahan organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KPK tanah. Sekitar 20 70 % kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus (contoh: Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KPK tanah (Stevenson, 1982). Kapasitas pertukaran kation

(KPK) menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk kation hara tanaman. Kapasitas pertukaran kation penting untuk kesuburan tanah. Humus dalam tanah sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga humus dianggap mempunyai susunan koloid seperti lempung, namun humus tidak semantap koloid lempung, dia bersifat dinamik, mudah dihancurkan dan dibentuk. Sumber utama muatan negatif humus sebagian besar berasal dari gugus karboksil (COOH) dan fenolik (-OH)nya (Brady, 1990). Dilaporkan bahwa penambahan jerami 10 t ha 1 pada Ultisol mampu meningkatkan 15,18 % KPK tanah dari 17,44 menjadi 20,08 cmol (+) kg 1 (Cahyani, 1996). Muatan koloid humus bersifat berubah-ubah tergantung dari nilai pH larutan tanah. Dalam suasana sangat masam (pH rendah), hidrogen

akan terikat kuat pada gugus aktifnya yang menyebabkan gugus aktif berubah menjadi bermuatan positip (-COOH2+ dan -OH2+), sehingga koloid koloid yang bermuatan negatif menjadi rendah, akibatnya KPK turun. Sebaliknya dalam suasana alkali (pH tinggi) larutan tanah banyak OH-, akibatnya terjadi pelepasan H+ dari gugus organik dan terjadi peningkatan muatan negatif (-COO-, dan O-), sehingga KPK meningkat (Parfit, 1980). Dilaporkan bahwa penggunaan bahan organik (kompos) memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap karakteristik muatan tanah masam (Ultisol) dibanding dengan pengapuran (Sufardi et al., 1999). Fraksi organik dalam tanah berpotensi dapat berperan untuk menurunkan kandungan pestisida secara nonbiologis, yaitu dengan cara mengadsorbsi pestisida dalam tanah. Mekanisme ikatan pestisida dengan bahan organik tanah dapat melalui: pertukaran ion, protonisasi, ikatan hidrogen, gaya vander Waals dan ikatan koordinasi dengan ion logam (pertukaran ligan). Tiga faktor yang menentukan adsorbsi pestisida dengan bahan organik : (1) karakteristik fisika-kimia adsorbenya (koloid humus), (2) sifat pestisidanya, dan (3) Sifat tanahnya, yang meliputi kandungan bahan organik, kandungan dan jenis lempungnya, pH, kandungan kation tertukarnya, lengas, dan temperatur tanahnya (Stevenson, 1982). 2.6 Tanaman Yang Cocok Tanah Latosol
Jenis-jenis Kebun - Latosol Ilustrasi tanah kebun

Bagi siswa pertanian, pengetahuan jenis tanah kebun sudah dipelajari sejak awal. Namun, bagi para siswa

nonkejuruan,

berminat

menekuni dunia perkebunan,

pengetahuan mengenai tanah kebun menjadi modal dasar yang harus dipahami sebelum mulai bercocok tanam. Seiring berkembang pesatnya argobisnis, pengetahuan cara bercocok tanam yang baik bisa jadi modal untuk membuka usaha. Prospek argobisnis dari tahun ke tahun memang terbuka luas dan cukup menggiurkan. Pengetahuan tentang kondisi fisik lahan tanah kebun mencakup topografi, lansekap, kontur tanah, struktur tanah, dan tipe tanah. Keadaan ini nantinya berkaitan dengan jenis tanaman apa saja yang baik dibudidayakan di tanah tersebut, bagaimana cara pengairan agar efektif dan efisien, bagaimana pengaturan drainase dan lain sebagainya. Jenis Tanah Tanah merupakan alat vital yang menjadi habitat berbagai macam organisme. Tak hanya segelintir makhluk hidup, tetapi puluhan bahkan ratusan makhluk hidup bergantung padanya. Tanah membantu berbagai

tumbuhan bernapas, makan, menghisap air, dan berbagai unsur hara yang membuatnya bertahan dari serangan penyakit. Intinya, tanah adalah media yang digunakan tumbuhan dan berbagai jenis mikroorganisme untuh hidup yang terbentuk dari pelapukan batuan. Secara umum, susunan tanah (dengan bahan induk mineral) terdiri atas 50% bahan padatan (45% berupa bahan mineral dan 5% berupa bahan organik), 25% air, dan 25% berupa udara. Sementara itu, pada tanah organik, seperti gambut, bahan padatan pada tanah tersebut terdiri atas 5% bahan organik dan 45% bahan mineral. Bahan organik dalam tanah ini terdiri atas 10% mikroorganisme, 10% akar, dan sisanya humat. Walaupun jumlah tidak banyak, fungsinya sangat penting. Susunan tanah dan juga struktur tanah yang berongga-rongga menjadi tempat bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Selain itu, tanah pun menjadi habitat bermacam-macam mikroorganisme. Tanah juga dijadikan sebagai tempat hidup bagi sebagian hewan darat. Tekstur susunan tanah bermacammacam dan bisa dikelompokkan menjadi berikut ini.
Tekstur kasar, misalnya pasir, pasir berlempung.

Tekstur agak kasar, misalnya lempung berpasir dan lempung berpasir halus. Sedang, antara lain lempung berpasir sangat halus, lempung berdebu, dan debu. Tekstur halus, misalnya tanah liat berpasir, tanah liat berdebu.

Tekstur tanah ini juga dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat dalam tanah. Jika diuraikan proses pembentukan susunan tanah dimulai dari bebatuan yang mengalami pelapukan, baik pelapukan secara fisika maupun pelapukan secara kimiawi. Pada saat pelapukan, bebatuan tersebut akan menjadi lunak dan berubah bentuknya sehingga dapat dikatakan sebagai bahan tanah. Bahan tanah ini akan mengalami proses pelapukan terus menerus dan berlangsung dalam waktu bertahun-tahun sampai akhirnya bahan tanah tersebut menjadi tanah. Kalian tahu batu bara dan bagaimana terbentuknya? Ya. Batubara terbentuk dari tanah, tapi tidak semua tanah dapat membentuk batubara. Batubara hanya dapat terbentuk dari tanah organik yang berwarna hitam, dan memiliki kandungan mineral yang sangat sedikit. Meskipun begitu, tanah jenis ini tetap dapat ditanami karena bentuk fisiknya yang gembur. Namun sayang, jangan berharap hasil tanaman yang kalian tanam di atas tanah organik akan optimal, hasil tanaman di lahan ini justru jauh di bawah optimal. Berbeda dengan tanah organik, tanah non-organik memiliki banyak sekali kandungan mineralnya. Mineral ini membentuk partikel penyusun tanah, yaitu pasir, lanau (debu), dan lempung. Komposisi ketiga partikel penyusun tanah ini yang kemudian memengaruhi warna tanah. Berikut ini ukuran pembentuk mineral di dalam tanah.
Partikel pasir memiliki ukuran sekitar 200 mikrometer hingga 2.000 mikrometer. Partikel debu memiliki ukuran sekitar 2 mikrometer sampai kurang dari 200 mikrometer. Partikel lempung memiliki ukuran kurang dari 2 mikrometer.

Semakin halus ukuran partikel tanah tersebut, maka luas permukaan partikel per satuan bobot semakin besar. Partikel tanah dengan permukaan

yang lebih luas memberi peluang lebih banyak terjadinya reaksi kimia. Partikel lempung per satuan bobot mempunyai luas permukaan lebih luas dari pada partikel tanah lainnya (debu dan pasir). Reaksi-reaksi kimia yang berlangsung di permukaan tanah berupa lempung lebih banyak dibandingkan yang berlangsung di permukaan tanah berupa partikel debu dan pasir per satuan bobot yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa partikel lempung merupokan komponen susunan tanah paling aktif terhadap reaksi kimia sehingga berkontribusi menentukan sifat kimia tanah dan juga mempengaruhi kesuburan tanah. Berikut ini adalah beberapa jenis tanah.
Tanah humus. Seperti namanya, tanah humus merupakan jenis tanah yang tidak diragukan kesuburannya. Tanah ini merupakan hasil pembusukan sisa-sisa pepohonan. Tanah pasir. Tanah berpasir identik dengan kegersangan sehingga tidak cocok dijadikan tempat bercocok tanam. Tekstur tanahnya berkerikil karena merupakan bentukan dari batuan beku dan batuan sedimen. Tanah alluvial. Tanah jenis ini disebut juga tanah endapan. Lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah akan membentuk tanah endapan. Umumnya, tanah ini memiliki tingkat kesuburan yang baik, sehingga dapat digunakan untuk bercocok tanam. Tanah podzolit. Sama seperti tanah endapan, tanah podzolit pun merupakan jenis tanah subur. Tanah di daerah pegunungan biasanya masuk dalam jenis tanah ini. Tanah vulkanik. Tanah ini memiliki kandungan unsur hara yang tinggi sehingga sangat subur. Tanah vulkanik dapat dikatakan hadiah dari letusan gunung berapi. Tanah vulkanik terdapat di daerah dekat lereng gunung berapi. Tanah laterit. Sebenarnya, tanah laterit merupakan jenis tanah yang subur. Curah hujan tinggi telah membuat unsur hara dari tanah ini larut sehingga kesuburannya hilang. Tanah mediteran. Tanah mediteran merupakan hasil pelapukan batu kapur sehingga tanahnya tidak subur. Karena asal pembentukannya dari batu kapur, tanah mediteran disebut juga tanah kapur.

Tanah gambut. Sesuai namanya, tanah gambut berada di sekitar rawa sehingga bahan dasarnya pun sudah pasti hasil pembusukan tanaman yang tumbuh di rawa. Tanah yang disebut sebagai tanah organosol ini tidak cocok dipakai sebagai lahan pertanian.

Tanah atau lapisan kerak bumi ini bisa dibedakan menjadi, lapisan tanah atas, lapisan tanah bawah, dan lapisan batuan induk. Ketiga lapisan ini membentuk susunan tanah yang jika diuraikan akan sebagai berikut.
Lapisan atas adalah lapisan yang berasal dari batu-batuan dan sisa makhluk hidup yang telah mati dan mengalami pelapukan. Tanah yang paling subur dan bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian oleh manusia adalah di bagian lapisan atas ini. Lapisan tengah berasal dari bebatuan yang pada proses pelapukannya mengalami pengikisan oleh air, sehingga bahan lapisan itu mengendap. Karena kandungan airnya banyak, maka tanah di lapisan tengah ini sangat liat, sehingga lebih dikenal sebagai tanah liat. Tanah liat bisa berwarna merah atau bisa pula berwarna putih. Lapisan bawah adalah lapisan tanah yang terdiri dari bongkahan-bongkahan batu dan bebatuan yang telah melapuk disela-selanya. Sehingga pada lapisan bawah ini ada dua jenis bahan pembentuk, yaitu bebatuan yang belum melapuk dan bebatuan yang sudah mengalami pelapukan. Lapisan batuan induk tersusun dari bebatuan padat dan berada dalam lapisan terdalam bumi.

Latosol Tipe Tanah Kebun Latosol adalah salah satu tipe tanah kebun. Tanah kebun seperti ini kondisi fisiknya kering dan mengandung struktur segregat prismatik yang didominasi dengan solum sampai kedalaman 40 cm. Kondisi fisik tanah latosol dalam keadaan lembab atau di musim hujan yang curahnya tinggi, keadaan tanah akan likat dan licin. Dengan demikian, cukup sulit ketika akan mengolahnya, terutama karena mudah lengket pada alat pengolah tanah, seperti cangkul, tugal, dan cukil. Jenis tanah latosol bisa didapat sampai pada areal 600-800 meter di atas permukaan laut. Pada kondisi tanah seperti ini, tanaman yang cocok

dibudidayakan adalah tembakau, jagung, lada, kecipir, lamtoro, kacang tanah, kapas, jeruk, bahkan juga padi gogo. Apabila kontur tanah miring, pada saat penanaman harus dibuat terasering dengan slope mikro 2-5 %. Untuk menahan erosi sehubungan tanah latosol ini lembab dan likat pada musim hujan, pada bagian-bagian tertentu harus diperkuat dengan penanaman perdu berakar semacam teh atau ki hujan di sepanjang kontur yang sama untuk menahan erosi. Pada tanah yang miring seperti ini, saluran drainase dibuat sejajar dengan kontur dan bertangga ke arah bawah atau yang dikenal dengan istilah goler kampak. Alasan pemilihan drainase model goler kampak ini untuk menjaga agar arus air di permukaan pada saat terjadi hujan bisa diperlambat. Dengan demikian, memungkinkan akan lebih banyak waktu air untuk meresap ke dalam tanah sekaligus bisa menghindari erosi. Dengan berbagai kelebihan dan kekurangan tanah latosol apalagi kalau pada kontur tanah yang miring, manakala akan diproduktifkan, sebaiknya pemilik lahan mengombinasikan penanaman jenis tanaman yang berakar tunggang, tanaman berakar lebat yang dangkal, dan tanaman yang dibudidayakan. Beberapa tanaman yang berakar tunggang dan dinilai baik ditanam di tanah jenis latosol dengan kontur tanah miring ini, misalnya lamtoro, pohon turi, dan kecipir. Sementara ki hujan, teh, sebagai contoh untuk jenis tanaman berakar lebat, tapi dangkal. Demikian uraian mengenai tanah kebun yang berjenis tanah latosol. Semoga pengetahuan tersebut bermanfaat dan menambah wawasan kita mengenai jenis tanah. Berbagai upaya yang dapat dilakukan sebagai cara untuk mempercepat proses pembentukan tanah litosol menjadi jenis tanah yang subur dan lebih bermanfat adalah dengan cara mempercepat proses pelapukannya.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari pembahasan diatas mengenai permasalaha tanah latoso maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Tanah Latosol disebut juga sebagai tanah Inceptisol. Tanah ini

mempunyailapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal, yaitu dari 130 cm sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna dari tanah latosol adalah merah, coklat sampai kekuning-kuningan. Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 % tapi biasanya sekitar 5% saja. Reaksi tanah berkisar antara, yaitu dari asam sampai agak asam. Unsur hara yang terkandung dalam jenis tanah ini tidak begitu banyak, kalau tidak bisa dibilang sangat sedikit. Sehingga jelas sekali, tanah litosol tidak cocok untuk digunakan sebagai media pertanian. Penambahan pupuk organik harus dilakukan padah tanah latosol supaya unsur hara bias kembali secara perlahan 3.2 Saran Adapun saran dalam pembuatan makalah kali ini adalah sebaiknya untuk menentukan masalah yang terjadi pada suatu lahan hendaklah kita lakukan tinjau lokasi, serta harus memperbanyak referensi dalam pembuatan makalah pH 4,5-6,5

DAFTAR PUSTAKA Anne 2012, tanah latosol diakses pada hari rabu tanggal `11 desembar 2013 pukul 03.00 Wita pada websaite : http://www.anneahira.com/tanah-litosol.htm Anonim 1 2012, tanah latosol diakses pada hari rabu tanggal `11 desembar 2013 pukul 03.00 Wita pada websaite : http://x3100.wordpress.com/itinformation/info/macam-tanah/. Anonym2 2012, tanah latosol diakses pada hari rabu tanggal `11 desembar 2013 pukul 03.00 Wita pada websaite : http://repository.ipb. ac.id /bitstream /handle/123456789/57619/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf? sequence=4 Efan 2013, tanah latosol diakses pada hari rabu tanggal `11 desembar 2013 pukul 03.00 Wita pada websaite : http://pendiks.blogspot.com/2013/05/makalahsifat-tanah-podsol-litosol.html

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Tetapi dengan adanya kerja sama tim yang baik sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan makalah ini.

Tugas Kelompok Kimia dan Kesuburan Tanah

Tanah Latosol

Disusun Oleh:

Anggerah Ruslan Efritdzal hardin b Rezki ayu soraya Nurhadi r parewasi

JURUSAN AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

You might also like