You are on page 1of 22

BAB III TINJAUAN PUSTAKA A.

Definisi Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.1 Gambar. Perbedaan hepar normal dan sirosis hepatis

B. Anatomi dan Fisiologi Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Hepar menempati daerah hipokondrium dextra tetapi lobus sinistra dari hepar meluas sampai ke epigastrium. Hepar berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior hepar mengikuti bentuk dari batas costa dextra. Batas atas hepar berada sejajar dengan spatium intercostalis V dextra dan batas bawahnya menyerong ke atas dari costa IX dextra ke costa VIII sinistra. Hepar secara anatomis hepar terdiri dari lobus dextra yang berukuran lebih besar dan lobus sinistra yang berukuran lebih kecil. Lobus dextra dan sinistra dipisahkan oleh ligamentum

falciforme. Pada daerah antara ligamentum falciforme dengan kandung empedu di lobus kanan dapat ditemukan lobus quadratus dan lobus caudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hepar sendiri terbagi lagi dalam 8 segmen berdasarkan aliran cabang pembuluh darah dan saluran empedu yang dimiliki oleh masingmasing segmen.2 Gambar. Anatomi hepar

Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatica keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatica. Vena hepatica

mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan 20% darahnya ke hepar, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan memiliki fungsi yang kompleks.3 Fungsi Utama Hepar Pembentukan dan sekresi empedu Metabolisme nutrient dan vitamin Glukosa dan gula lain
12

Asam amino Lipid (asam lemak, kolesterol, lipoprotein) Vitamin yang larut dalam lemak Vitamin yang larut dalam air

Inaktivasi beberapa zat Toxin Steroid Hormon lainnya

Sintesis protein plasma Albumin Faktor pembekuan Protein steroid-binding dan hormone-binding lainnya

Imunitas Sel Kupffer

Hepar juga merupakan organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan darah yang bermakna di saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Selain itu, hepar juga merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan mensintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lainnya dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. Fungsi metabolisme yang dilakukan oleh hepar adalah :3 Metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme karbohidrat, hepar

melakukan fungsi sebagai berikut : o Menyimpan glikogen dalam jumlah besar o Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa o Glukoneogenesis o Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme karbohidrat

13

Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal. Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya dan kemudian mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar. Metabolisme lemak. Beberapa fungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara lain : o Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain o Sintesis kolesterol, fosfolipid dan sebagian besar lipoprotein o Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80% kolesterol yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu yang kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut dalam lipoprotein dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hepar dan ditranspor dalam lipoprotein. Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur intrasel dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fungsi sel. Metabolisme protein. Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolism protein adalah sebagai berikut : o Deaminasi asam amino o Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh, dikeluarkan lewat urin dan feses o Pembentukan protein plasma (protrombin, fibrinogen, factor

pembekuan V, VI, IX dan X) o Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino, termasuk mensintesis albumin dan globulin Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai kecenderungan tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama diketahui sebagai sumber vitamin tertentu yang baik pada pengobatan
14

pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hepar adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B12 juga disimpan secara normal. Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hepar sampai diperlukan. Metabolisme steroid, yaitu terkait inaktivasi dan sekresi aldosteron, glukokortikoid, estrogen, progesterone, dan testosteron. Detoksikasi sehingga toxin yang masuk ke tubuh dapat disekresi lewat ginjal. C. Etiologi4,5 1. Virus hepatitis Beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien hepatitis terinfeksi yang dengan virus pada hepatitis C

mengembangkan

kronis,

yang

gilirannya

menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan ada kalanya kanker-kanker hati. 2. Alkohol Alkohol adalah salah satu penyebab terjadinya sirosis hepatis karena sifat alkohol itu sendiri yang merupakan zat toksik bagi tubuh yang langsung terabsorpsi oleh hati yang dapat juga mengakibatkan perlemakan hati. 3. Kelainan genetik: - Hemokromatosis (kelebihan zat besi) Kelebihan zat besi akan memperberat kerja hati sehingga hati tidak dapat mengolah zat besi yang dapat diabsorbsi tubuh tetapi zat besi akan

15

tertimbun dalam jumlah banyak yang dapat menyebabkan sirosis hepatis. - Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan) Ada suatu kelainan yang diwariskan pada satu dari protein-protein yang mengontrol tembaga dalam tubuh. Melalui waktu yang lama, tembaga berakumulasi dalam hati, mata dan otak. 4. Primary biliary cirrhosis (PBC) Adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistem imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Kerusakkan pembuluh kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak

pembuluh-pembuluh empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut dan efek-efek keracunan dari akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis. 5. Kolestasis Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut atresia bilier. Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita atresia bilier kulit berwarna kuning setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu.

16

6. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica 7. Toksin dan obat-obatan (misalnya: metotrexat, amiodaron, INH, metildopa, kontrasepsi oral) 8. Kriptogenik Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebabpenyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk pencangkokan hati. Dipercaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2 dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama. D. Klasifikasi Klasifikasi berdasarkan etiologi sirosis hati adalah sebagai berikut:4 1. Sirosis pascahepatits yang dapat terjadi akibat infeksi virus hepatitis B, hepatitis C atau hepatitis kronis aktif tipe autoimun. 2. Sirosis alkoholik yang dapat terjadi akibat minum alkohol berlebihan. Penghentian minum alkohol dapat memulihkan penyakit ini. 3. Sirosis biliaris primer, ditandai oleh peradangan kronis dan obliterasi fibrosa saluran empedu intrahepatik yang diperkirakan bersifat autoimun. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu:4 1. Mikronodular Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular. 2. Makronodular Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
17

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular) Secara fungsional sirosis terbagi atas:5 1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. 2. Sirosis hati dekompensata dikenal dengan Active Sirosis hati. Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: ascites, edema dan ikterus. Lima dari tujuh diagnosis sirosis hepatis dekompensata (kriteria Suharyono Soebandini) yaitu: spider nevi, eritema Palmaris, kolateral vena, ascites, splenomegali, invers albumin (kadar albumin menurun) atau

hematemesis/melena. E. Patofisiologi Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat. Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utama lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu dan kelebihan zat besi. Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik:6 1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang menggantikan lobulus. 2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah <3mm, mikronodul) hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul). 3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan. Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian sel-sel hepatosit, regenerasi dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai macam faktor. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen,

18

glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth facto beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut.6 Dalam keadaan normal, sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan kondisi ketidakseimbangan produksi pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasinya. Sel-sel stelata yang berada dalam ruangan perisinusoidal merupakan sel penting untuk memproduksi matriks seluler. Sel-sel yang khas ini sebelumnya dalam keadaan tenang kemudian berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi. Mekanisme ini dapat timbul terus menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin lama semakin banyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit. Proses ini dapat menyebabkan kerusakan hati lanjut dan sirosis hati. Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang disse (ruang antara hepatosit dan sinusoid) dan pengurangan ukuran fenestra endotel akan menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Sel stelata yang aktif juga mempunyai sifat konstriksi. Kapilarisasi dan konstriksi sinusoid oleh sel-sel stelata dapat memicu terjadinya hipertensi portal.5

19

F. Gambaran Klinis Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi.4 Fase kompensasi Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak fit, merasa kurang kemampuan kerja, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, kadang mencret atau konstipasi, berat badan menurun, kelemahan otot dan perasaan cepat lelah akibat deplesi protein. Keluhan dan gejala tersebut tidak banyak bedanya dengan pasien hepatitis kronik aktif tanpa sirosis hati dan tergantung pada luasnya kerusakan parenkim hati. Fase dekompensasi. Pasien sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti eritema palmaris, spider naevi, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan air kemih berwarna teh pekat mungkin disebabkan proses penyakit yang berlanjut atau transformasi kearah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau terbentuknya thrombus saluran empedu intrahepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembekuan darah seperti epistaksis, perdarahan gusi, gangguan siklus haid, atau siklus haid berhenti. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis dan melena, atau melena saja akibat perdarahan varises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien syok. Pada kasus lain sirosis datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati hepatik sampai koma hepatik. Ensefalopati bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.7

20

Sesuai

dengan

konsensus

Braveno

IV,

sirosis

hati

dapat

diklasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises: Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites, Stadium 2: varises, tanpa ascites, Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites. Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, semetara stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata.8 Tabel. Gambaran klinis kegagalan fungsi hepar dan hipertensi portal Kegagalan fungsi hepar Ikterus Spider naevi Ginekomastia Hipoalbumin dan malnutrisi kalori protein Bulu ketiak rontok Asites Eritema Palmaris White nail G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium4,5 1. Darah Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer atau makrositer. Anemia bisa, akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Hemoroid Caput medusa Hipertensi portal Varises esophagus Splenomegali Pelebaran vena kolateral Asites

21

2. Kenaikan enzim transaminase / SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkhim hati. Kenaikan kadarnya didalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Alkali fosfatase meningkat 2-3 kali batas normal. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif. 3. Albumin dan globulin. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya hati dalam menghadapi stress. Sintesanya terjadi di jaringan hati, konsentrasi menurun sesuai perburukan sirosis. 4. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. 5. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit. K parenteral dapat memperbaiki masa protrombin. 6. Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen. 7. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HBS Ag/ HBS Ab, HbeAg/ HbeAb, HBV DNA, HCV RNA. Pemeriksaan AFP (alphafeto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi kearah keganasan. Nilai AFP >500-1000 mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer. 8. Pemeriksaan cairan asites, dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda infeksi, sel tumor, perdarahan dan eksudat. Dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amylase dan lipase.

22

Pemeriksaan jasmani7 a. Hati Perkiraan besar hati, biasanya hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangan sendiri (7-10cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati. b. Pankreas Pembesaran limpa diukur dengan 2 cara: 1. Schuffner: hati membesar ke medial dan ke bawah umbilicus dan dari umbilicus ke SIAS kanan 2. Hacket: bila limpa membesar ke arah bawah saja 3. Perut dan ekstra abdomen: pada perut diperhatikan vena kolateral dan asites. Spider navi pada bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema Palmaris, ginekomastia dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid. Pemeriksaan radiologis5 Pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi

porta
b. Esofagogastroduodenoskopi,

untuk

menegakaan

diagnosa

varises

esophagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Tanda yang mengarah kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale marking. Kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda difus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.
c. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk

melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran

23

vena porta dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
d. Tomografi komputerisasi, untuk mendiagnosa kelainan fokal seperti

tumor atau kista. Juga dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.
e. ERCP (Endoscopie Cholangio Pancreatography), untuk menyingkirkan

adanya obstruksi ekstrahepatik.


f.

Angiografi, angiografi selektif atau splenotofografi terutama pengukuran tekanan vena porta. Serta untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumor atau kista.

H. Diagnosa4 Satu-satunya tes diagnosis sirosis hati yang paling akurat adalah biopsy hati. Bila diagnosis sirosis dapat ditegakkan, pemeriksaan lain dikerjakan untuk menentukan beratnya sirosis serta ada tidaknya komplikasi. Penilaian atau klasifikasi tingkat keparahan sirosis diukur dengan

menggunakan skor Child-Pugh. I. Penatalaksanaan Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:5,9 1. Simtomatis 2. Supportif, yaitu : a. Istirahat yang cukup b. Pengaturan diet makanan Diet TKTP untuk membantu metabolisme protein dalam hati sehingga membentuk asam amino yang dibutuhkan untuk pembentukan energi, selain itu kalori gunanya untuk energi dan protein untuk proses penyembuhan. Diet Garam Rendah I, diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak

menambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar

24

natriumnya. Kadar natrium pada Diet garam rendah I ini adalah 200400mg. Bila tidak ada tanda-tanda koma hepatikum diberikan diet 15002000 kal dengan protein sekurang-kurangnya 1 gr/kgBB/hr. Perlu juga diberikan roboransia. Menurut Gabuzzda (1970) pada penderita asites dan edema sedikit dapat hilang dengan diet kaya protein (1-2 gr/ kgBB/hr), rendah Na (200-500 mg Na/hr), istirahat saja dan pembatasan cairan 1-1,5 l/hr. c. Diuretik Bila selama 4 hari dengan pengobatan dietetik ternyata tidak ada respons, atau penurunan berat badan kurang dari 1 kg, maka perlu diberikan diuretik. Diuretik tidak diberikan jika kadar bilirubin serum dan kreatinin serum meninggi, sebab akan memperburuk fungsi hati dan ginjal. Langkah pertama diuretik yang diberikan ialah spironolacton (aldacton), karena merupakan antagonis dan aldosteron, dan bekerja menghambat reabsorbsi natrium dan klorida, serta juga menambah ekskresi kalsium. Kerjanya di tubuli distal ginjal. Sebagai pengganti spironolacton dapat dipakai triamterene atau amiloride yang mempunyai fungsi sama, yaitu bekerja ditubuli distal dan tidak mengeluarkan K. Pemberian spironolacton dimulai dengan dosis rendah 25mg/hr, bila selama 3 hari tidak ada respons, dosis ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai memperoleh respon yang cukup. Spironolacton biasa dipakai bersama-sama diuretik lain misalnya dengan furosemid dengan maksud untuk menambah efek dieresis dengan resiko pengeluaran K kurang. Cara ini baru dilakukan jika spironolacton dengan dosis tinggi tidak efektif merespon diuresis. Pengawasan yang ketat terhadap kadar bikarbonat dan K. Kontraindikasi dari pemberian diuretik ialah: perdarahan

gastrointestinal, penderita dengan muntah-muntah atau diare, prekoma atau koma hepatikum. Sebagai akibat pemberian diuretik akan timbul:

25

Hipokalemi; maka pemberian diuretik dihentikan dan diberikan penambahan KCl. Hiponatremi; diatasi dengan pemberian cairan yang dibatasi 500 cc/hr atau pemberian 2 L manitol 20% intravena bekerja sebagai diuretic osmotik. Alkalosis hipokloremik; karena kehilangan Na dan Cl, dan dapat dibatasi dengan pemberian klorida. Koma hepatikum sekunder; karena hipokalemi, kehilangan cairan. Bila terlihat tanda-tanda prekoma atau koma sebaiknya pemberian diuretic dihentikan. d. Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari. Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg/hari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB. Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati. 3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti:

26

Asites Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas: - istirahat - diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat. - Diuretik: Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.

Spontaneous bacterial peritonitis Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosoporin Generasi III

(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Quinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk profilaksis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu. Hepatorenal Sindrome Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elektrolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa: Restriksi cairan, garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Diuretik dengan dosis yang tinggi tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
27

Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan:10 Pasien diistirahatkan dan dipuasakan Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi Pemasangan Naso Gastric Tube, berfungsi untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah Pemberian obat-obatan berupa antasida, Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin Disamping itu diperlukan tindakan lain untuk menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection. Gambar. Algoritma perdarahan varises esofagus

Ensefalopati Hepatik Prinsip penggunaan ada 3 sasaran : 1. mengenali dan mengobati factor pencetus

28

2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxintoxin yang berasal dari usus dengan jalan : - Diet rendah protein - Pemberian antibiotik (neomisin) - Pemberian lactulose 3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter - Secara langsung (Bromocriptin, Flumazemil) - Tak langsung (Pemberian AARS) J. Komplikasi 1. Edema dan ascites Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.6 2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan

29

terjadi. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejalagejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare dan memburuknya ascites.6 3. Perdarahan dari Varises Esofagus Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah venavena yang melapisi bagian bawah dari esophagus dan bagian atas dari lambung. Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang.8 4. Hepatic encephalopathy Beberapa protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal di dalam usus. Bakteri tersebut mengeluarkan ammonia, yang mempunyai efek beracun pada otak. Diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi. Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi otak terganggu, kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari adalah gejala paling dini. Gejala lain yaitu lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi, kehilangan memori dan kebingungan. Hepatic encephalopathy yang berat menyebabkan koma dan kematian.5 Tabel. Pembagian stadium ensefalopati hepatikum Stadium 0 Manifestasi klinis Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya ingat, konsentrasi, fungsi intelektual dan koordinasi

30

1 2 3 4

Gangguan pola tidur Letargi Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri

5. Hepatorenal syndrome Pasien-pasien dengan sirosis berat dapat mengembangkan hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal berkurang. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal untuk membersihkan zat-zat dari darah dan menghasilkan jumlah urin yang memadai.5 6. Hyperspleenism Limpa secara normal bertindak sebagai penyaring untuk mengeluarkan eritrosit, leukosit dan trombosit matur. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal. Ketika tekanan dalam vena portal meningkat, bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa akan membengkak.

Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini dan behubungan dengan suatu jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit yang rendah.6 7. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma) Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati primer (hepatocellular carcinoma). Kanker hati sekunder berasal dari mana saja didalam tubuh dan metastase ke hati.6 K. Prognosis Prognosis tidak baik bila:9 Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg% Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%)

31

Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus Hati mengecil Perdarahan akibat varises esofagus Komplikasi neurologis Kadar protrombin rendah Kadar natrium darah rendah (< 120 meq/i), tekanan systole < 100 mmHg Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah

faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati dan status nutrisi. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B dan C berturut-turut 100%, 80%, dan 45%.5 Tabel. Klasifikasi Child Pugh Skor/parameter Bilirubin (mg%) Albumin (mg%) Protrombin time (%) Asites < 2,0 > 3,5 >70 0 1 2-<3 2,8 - < 3,5 40 - < 70 Minimal sampai sedang (+) (++) Hepatic encephalopathy Klasifikasi A Jumlah keseluruhan 5-6 B 7-9 C 10-15 Tidak ada Stadium 1 & 2 Stadium 3 & 4 2 > 3,0 < 2,8 < 40 Banyak (+++) 3

Klasifikasi Child A : sirosis hati ringan, harapan hidup 15-20 tahun Klasifikasi Child B : sirosis hati sedang, harapan hidup 4-14 tahun Klasifikasi Child C : sirosis hati berat, harapan hidup 1-3 tahun

32

You might also like