Professional Documents
Culture Documents
(Dimuat di Jurnal Kosmik Hukum Univ. Muhammadiyah Purwokerto Vol. 1 No. 2 Tahun
2001, hal. 41-46)
Abstraksi
Kebijakan pemerintah orde baru dalam bidang ekonomi telah berhasil menumbuhkan
korporasi raksasa dan konglomerasi yang menguasai dan memonopoli perekonomian
Indonesia. Dunia perekonomian dimonopoli oleh beberapa gelintir pengusaha yang
mempunyai ikatan romantis dengan penguasa. Monopoli pasar yang dilakukan oleh
pengusaha ternyata tidak diikuti dengan tanggung jawab sosial korporasi sehinga pelaku
usaha/pengusaha/konglomerat melakukan dua kejahatan sekaligus, yaitu memonopoli
pasar dan kejahatan korporasi berupa tidak adanya tanggung jawab korporasi.
Penghapusan monopoli perlu dilakukan dan tanggung jawab sosial korporasi terhadap
produk yang membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa perlu digalakkan.
A. Pendahuluan
Ironisnya dominasi negara yang besar itu justru dianggap banyak kalangan
sebagai kunci sukses keajaiban Asia. Mereka sering menyebutnya Asian model of
economic development. Dua bulan sebelum handover Hongkong, Juli 1997, di
Harvard Business School Alumni Conference di Hongkong, Michael Porter
memperingatkan bahwa negara Asia kini sedang dalam keadaan bahaya karena
adanya very strong government management. Apa yang dikatakannya ternyata benar,
beberapa negara Asia mengalami krisis yang menggoncang perekonomian dan
pemerintahannya.
Indonesia tidak luput dari kondisi yang demikian dan untuk mengatasinya,
pemerintah mencari sumber dana lain untuk menghidupi perekonomian dan
pemerintahannya. Hampir semua lembaga keuangan dunia dilobi agar bisa
mengucurkan dananya ke Indonesia. International Monetary Fund (IMF), mau
mengucurkan bantuannya dengan berbagai persyaratan yang salah satunya adalah
diadakan atau dibuatnya undang-undang anti monopoli.
Jika dilihat dari sejarah konstitusi, kata monopoli bukanlah barang baru
meskipun masih dalam taraf utopia. Praktek ketatanegaraan menunjukkan bahwa
larangan monopoli yang ada dalam UUD 1945 dikebiri, peran pemerintah begitu
dominan dalam menentukan kebijakan ekonomi dan pelaku usaha harus benar-benar
pandai menyiasatinya (dengan mengambil hati para penguasa untuk mendapatkan
proyek yang ditenderkan oleh pemerintah).
Krisis ekonomi yang berlangsung hingga hari ini merupakan buah dari
kebijakan pemerintah yang penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme yang
dilakukan pelaku bisnis, birokrasi serta elit penguasa. Akibat dari krisis ini masih
kita rasakan hingga kini khususnya bagi rakyat banyak terhadap perilaku atau
fenomena yang merugikan dan merusak kehidupan berbangsa dan bernegara. Perilaku
demikian dinamakan kejahatan dan lebih spesifik lagi adalah kejahatan korporasi (I.S.
Susanto 1999: 2).
Apa yang dilakukan oleh pemerintah orde baru dan pelaku usaha benar-benar
telah menggerogoti daya saing dan efisiensi ekonomi negara yang bersumber pada
berbagai perundangan-undangan. Hal ini membawa Indonesia ke dalam krisis yang
berkepanjangan sehingga memerlukan bantuan pihak lain untuk memulihkannya
dengan menggadaikan kedaulatan negara yang selama ini diagung-agungkan.
Motivasi lain adalah misi IMF dalam rangka globalisasi perdagangan yang
berusaha membuka pasar Indonesia agar produk-produk asing bisa masuk dan
menguasai pangsa pasar dengan harga yang lebih murah. Indonesia akan menjadi
international marketing area yang tidak menguntungkan bagi dunia usaha Indonesia.
Dengan kata lain IMF hendak mematikan potensi dunia usaha Indonesia dengan
pedang bantuan dana yang dikucurkan itu. Dengan keadaan krisis ekonomi yang
berlarut-larut, dalam jangka waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan, dunia usaha
Indonesia belum mampu untuk menyaingi usaha asing yang masing ke Indonesia.
Apa yang akan terjadi adalah kita hanya akan mengelus dada karena membanjirnya
produk asing di negeri ini.
Secara garis besar kerugian yang diderita akibat kejahatan korporasi dapar
terjadi dalam bidang ekonomi atau materi, kesehatan dan keselamatan jiwa serta
kerugian di bidang sosial dan moral. Akibat yang lain adalah rusaknya nilai-nilai
demokrasi dan menghambat proses demokrasi. Kolusi antara pejabat pemerintahan
dengan korporasi seperti yang terjadi di Indonesia merupakan halangan bagi
demokratisasi. Mengingat besarnya kerugian yang diderita oleh masyarakat akibat
tindakan korporasi, maka tanggung jawab sosial terhadap korporasi perlu dilakukan.
Dalam makalah ini hanya akan diambil salah satu contoh saja.
PT. Indofood Sukses Makmur yang memproduksi mie instant menguasi 90%
pangsa pasar berkat kejelian dalam membidik pasar dan keahliannya berkolaborasi
dengan penguasa (terutama dalam penyediaan tepung terigu). Hampir tiap pulau di
Indonesia bahak sampai di luar negeri berdiri pabrik yang memproduksi mie instant
sehingga hampir seluruh wilayah Indonesia dari pucuk gunung sampai tepi pantai
dapat dijumpai produk mie instant PT. Indofood.
Salah satu bumbu yang dipakai dalam mie instant adalah Monosodium
Glutamate atau lebih dikenal dengan MSG. Produk serupa juga diproduksi oleh PT.
Ajinmoto untuk penyedap rasa yang menimbulkan kehebohan karena mengandung
lemak babi. Berdasarkan kamus kedokteran Dorland, Monosodium Glutamate adalah
garam monosodium asam laktat glutamat, COOH.CHNH2.CH2.COONa berupa
bubuk kristal putih yang digunakan dalam pengobatan ensefalopati yang
dihubungkan dengan penyakit hati, juga digunakan untuk mempertinggi cita rasa
makanan dan tembakau.
MSG ini juga dipakai dalam masakan cina sehingga terkenal dengan istilah
Chinese Restaurant Syndrom, yaitu sindrom yang bersifat sementara yang
dihubungkan dengan latasi aterial. Akibat yang timbul dari makanan yang
menggunakan MSG yang digunakan secara bebas dalam bumbu masakan cina adalah
berdenyutnya kepala, lupa daratan, rasa kencang di leher dan bahu serta nyeri
pinggang. Bayangkan jika setiap pagi, siang atau sore bahkan malam orang Indonesia
mengkonsumsi mie instant khususnya, penderitaan tentunya yang akan dialaminya.
Tentu saja hal ini akan menganggu irama kerja dan daya pikir terutama anak-
anak yang menyebabkan kemunduran berfikir. Generasi mendatang akan mengalami
degradasi dalam kualitas berfikir akibat salah makan. Apa yang dilakukan Indofood
(dan PT. Ajinomoto sebagai produsen utama MSG) dapat digolongkan sebagai
kejahatan korporasi di samping kegiatan lain yang menjadi bagian tak terpisahkan
dari dunia usaha. Bagaimana tanggung jawab sosial Indofood terhadap hal ini, nyaris
tidak ada, dan jikapun ada itu tidak lepas dari bagian kegiatan promosi produk yang
dilakukan. Tidak ada tanggung jawab sosial berupa perbaikan bagi generasi penerus
yang sudah terkena dampak MSG. Tentunya ini memerlukan penelitian yang lebih
mendalam agar apa yang dilakukan korporasi dapat dibawa ke pengadilan.
F. Penutup
Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tumbuh karena adanya
kolaborasi antara penguasa/birokrasi dengan pelaku usaha atau korporasi. Pemerintah
tidak bisa mengawasi tindakan korporasi dan mengontrol tindakannya sendiri
sehingga muncul kebijakan pendirian kartel-kartel, pemberian lisensi secara ekslusif,
peraturan-peraturan ad hoc, rintangan perdagangan antar daerah, pengaturan
pemasaran hasil pertanian, pemberian subsidi dan keringanan pajak serta diijinkannya
merger di antara usaha yang sejenis.
Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini ternyata diikuti dengan
tindakan kejahatan yang kejahatan korporasi berupa tidak adanya tanggung jawab
sosial korporasi terhadap produk yang dipasarkan. Akibatnya timbul penderitaan
yang dirasakan oleh bangsa Indonesia terutama generasi mudanya berupa
kemunduran kualitas berfikir sehingga bangsa ini mudah dibohongi.
G. Daftar Pusataka