You are on page 1of 4

Kebunnya Koruptor Oleh Reno Fernandes (Ketua Umum Badko HMI Sumatera Barat) Hampir setiap hari ada

saja pemberitaan media massa yang memekakkan telinga kita, membuat mata kita pun penat membaca berita-berita tentang korupsi. Mulai dari century, hambalang, wisma atlet, korupsi Jufri dan sampai kepada Marlon Matua yang telah melarikan diri. Sangat miris melihat fenomena korupsi di Indonesia. Data Kementerian Dalam Negeri mencatat sebanyak 173 kepala daerah dari tahun 2004 hingga tahun 2012 yang tersebar di suluruh penjuru Indonesia terbelit kasus hukum, khususnya korupsi. Dari jumlah tersebut 70 persen di antaranya sudah diputus pengadilan. Data lain menunjukkan dalam laporan Tren Penegakan Hukum Kasus Korupsi 2011, Indonesia Corruption Watch mencatat 246 kasus korupsi yang melibatkan pemerintah kabupaten. Peringkat kedua ditempati pemerintah kota dengan 56 kasus, dan peringkat ketiga diduduki pemerintah provinsi dengan 23 kasus. Persoalan korupsi memang semakin menggila di Negeri ini. Jika dahulu korupsi kebanyakan di tingkat pusat, seiring otonomi daerah yang memberikan kekuasaan lebih besar kepada daerah, maka korupsi pun bergeser ke daerah. Bukan hanya eksekutif di daerah, kalangan legislatifnya pun semakin banyak yang melakukan tindakan korupsi. Banyak diberitakan anggota DPRD yang ditangkap dan dijadikan tersangka secara beramai-ramai karena mereka berkomplot mengatur pencurian uang negara, atau menerima suap. Walaupun, akhir-akhir ini KPK terlihat begitu gencar membongkar kasus-kasus korupsi yang seharusnya dapat membuat kapok koruptor sehingga korupsi hilang. Disayangkan, fakta yang terjadi sebaliknya, di Indonesia semakin banyak kasus-kasus korupsi baru yang terungkap, seperti kasus korupsi Alquran, kasus suap Bupati Buol, hingga kasus terbaru yang menggegerkan publik yaitu kasus korupsi alat simulator SIM dengan tersangka jenderal bintang dua Polri. Semakin meningkatnya jumlah koruptor juga disebabkan oleh berkurangnya rasa malu di Negeri ini. Lihat saja banyak pejabat yang sudah terlibat korupsi tetapi dengan percaya diri kembali

dapat mencalonkan diri dan tidak menutup kemungkinan akan terpilih kembali atau menduduki jabatan-jabatan penting direpublik ini. Saat ini korupsi telah menjadi penyakit Nasional bangsa kita. Realita dalam kehidupan social dapat kita jumpai perbuatan korupsi dalam segala lapisan masyarakat. Terdapat bermacam fenomena sosial yang muncul, yakni melakukan korupsi seperti melakukan perbuatan biasa yang tidak melanggar hukum dan nilai-nilai yang telah lama tertanam pada masyarakat kita. Kondisi sosial dan budaya yang kritis menjadi salah satu aspek yang membuat tindakan korupsi ini menjadi tumbuh subur. Kondisi lingkungan social serta faktor lingkungan pergaulan masyarakat yang memandang bahwa korupsi menjadi hal yang lazim tersebut secara tidak langsung mengubah cara pandang seseorang terhadap tindakan korupsi. Dan apabila kita pandang dari ilmu sosiologi, lingkungan social dan pergaulan dalam masyarakat terebut menjadi faktor utama yang merubahan cara pandang atau perilaku seseorang terhadap sebuah masalah. Kebiasaan masyarakat yang melazimkan korupsi ini akhirnya dapat menjadi sebuah "budaya pragmatis", contohnya adalah budaya memberikan uang pelicin kepada petugas kenagarian, kecematan agar proses pengurusan surat-surat berjalan dengan lancar. Hal ini akhirnya berimbas besar pada sistem sosial budaya Indonesia, membuat sebuah sistem baru, yakni yang beruanglah yang berkuasa. Sistem ini berlaku karena saat ini segala sesuatunya membutuhkan uang pelicin. sistem sosial budaya prakmatis yang seperti ini akhirnya membuat perilaku korupsi tumbuh subur di Indonesia. Antisipasi semua ini dapat dilakukan dengan memberi sanksi sosial terhadap koruptor yang tentunya membuat efek jera bahkan juga bisa meredam tingkat korupsi karena para pelakunya perlu bepikir panjang akan akibat yang mereka rasakan jika perbuatan mereka diketahui luas oleh masyarakat Belum teratasinya korupsi di negeri ini membuat kita harus memutar kepala untuk mencari solusi bersama. Sekarang lembaga-lembaga Negara hampir tidak dapat dipercaya lagi karena pemerintah dan lembaga penegak hukum justru merupakan pelaku korupsi. Sudah seharusnya, perang melawan korupsi menjadi program Nasional dan diberantas dengan oleh seluruh element masyarakat.

Korupsi harus segera diatasi karena korupsi merupakan kejahatan yang sangat merugikan perkembangan pemerintahan. Bahkan mampu untuk menghancurkan tataran pemerintahan yang sudah terbangun puluhan tahun lalu. Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. Dengan demikian sudah seharusnya korupsi diberantas dari negara ini. Baik korupsi yang berada di jabatan maupun korupsi non-jabatan. Baik yang dipusat maupun di daerah, baik yang besar atau yang kecil. Walaupun sulit memberantas korupsi yang sudah menggurita. Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan sebuah ide yang menurut penulis cukup efektif memberantas korupsi di Republik ini. Pemberantasan dan pencegahan dengan cara mempermalukan dan memberi sangsi sosial para koruptor merupakan solusi alternatif untuk membuat para koruptor jera. Cara mempermalukan yang lebih efektif adalah koruptor tidak lagi ditempatkan di Rumah tahanan yang tidak dapat diakses oleh masyarakat banyak karena cara lama ini menurut penulis kurang mampu membuat efek jera para koruptor. Betapa tidak di penjara para koruptor masih bisa mengakses dan mendapat fasilitas seperti dirumah atau bahkan seperti di hotel. Cara baru yang harus diterapkan dalam rangka memberantas korupsi dinegeri ini bisa dilakukan dengan cara menempatkat koruptor di tempat yang bisa diakses masyrakat banyak. Misalnya koruptor ditempatkan di kebun binatang. Maksudnya tahanan koruptor ditempatkan dikebunkebun binatang yang bisa dikunjungi orang banyak dan menjadi tempat wisata. Lebih lanjut contohnya koruptor Sumatera Barat ditahan di kebun binatang Bukittinggi atau Sijunjung. Untuk koruptor pada level Nasional bisa diletakkan di Ragunan.

Lebih menarik lagi kebun binatang ini bisa selalu dikunjungi oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat bisa melihat setiap saat orang-orang yang memakan haknya, semua orang boleh kasihan dan memakinya didalam kandangnya. Banyak keuntungan lain meletakkan para koruptor dikebun. Pertama, dapat membuat koruptor dan keluarganya malu sehingga menimbulkan efek jera. Kedua, masyarakat dapat melihat dan mengunjungi koruptor setiap saat sehingga masyrakat selalu ingat siapa yang memakan haknya. Ketiga, potensi pemasukan baru untuk daerah karena akan meningkatkan jumlah kunjungan kekebun binatang karena ada spesies baru. Penangulangan korupsi yang sederhana ini menurut penulis sangat cocok diterapkan pada masyarakat Indonesia dengan budaya timurnya. Ayo buat para koruptor malu, cara seperti ini lebih baik dari pada Hukuman mati, seumur hidup, pemiskinan dan sebagainya. Basmi Korupsi, Jayalah Indonesia Yakin Usaha Sampai

You might also like