You are on page 1of 70

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat berharga yang harus dipelihara dan ditingkatkan melalui suatu upaya kesehatan. Menurut UndangUndang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Penyakit TB merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan kematian per tahunnya.1 Menurut data WHO, diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi di negara-negara berkembang. Demikian juga kematian wanita akibat TB lebih banyak dibandingkan kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). TB dewasa akan kehilangan kerjanya 3-4 bulan. Hal ini berakibat kehilangan pendapatan rumah tangganya 20-30%. Selain ekonomi TB juga memberikan dampak buruk secara sosial dikucilkan.2 Penanggulangan TB merupakan masuk salah satu program Millenium Development Goals yang disetujui 191 negara yang diharapkan tercapai pada 2015.2 Pada tahun 2009 diperkirakan 9,4 juta kasus baru TB di dunia dan 1,7 juta meninggal (termasuk 380.000 orang dengan HIV), membuat TB menjadi penyakit infeksi pembunuh nomor satu di dunia.2 Di Indonesia pada tahun 2009 telah terjadi 61.000 kematian akibat TB atau 27 per 100.000 penduduk. Sedangkan 61,000

kasus baru dengan BTA positif sebanyak 169.213 orang. Sedangkan kasus TB relaps sebanyak 3.710 orang.3 Kinerja puskesmas diukur tingkat keberhasilannya dengan

membandingkan hasil kegiatan yang ada di puskesmas dengan target yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM). Berdasarkan data yang didapatkan dari SPM pada bulan Januari Maret 2012 yaitu cakupan untuk wilayah kerja Puskesmas Tempuran tentang penemuan kasus TB BTA (+) adalah 11,90 % sedangkan target yang berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang adalah 70%. Dari data SPM ini sudah dapat diketahui bahwa penemuan kasus TB BTA (+) di wilayah Kecamatan Tempuran belum memenuhi target dari dinas kesehatan. Karena hal inilah maka dirasa masih perlu dibahas permasalahan tentang penemuan kasus TB BTA (+), karena cakupan wilayah kerja Puskesmas Tempuran sendiri masih belum memenuhi target. Di Desa Prajegsari penemuan kasus baru TB dengan BTA positif dari bulan Januari - Maret 2012 adalah 1 pasien, sedangkan seharusnya sasarannya adalah 2 pasien. Sehingga cakupan penemuan kasus TB dengan BTA positif di Desa Prajegsari adalah 50 % sedangkan target yang harus dicapai dari dinas kesehatan kabupaten magelang adalah 70%. Oleh karena itu masih rendahnya penemuan kasus TB dengan BTA positif di Desa Prajegsari harus ditindak lanjuti dan dicari penyebabnya.

I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan data yang dimiliki Puskesmas Tempuran dari bulan Januari sampai Maret 2012 hanya ditemukan satu pasien TB dengan BTA positif di Desa Prajegsari. Untuk itu dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Mencari penyebab dari penemuan kasus TB dengan BTA positif yang tidak sesuai target. 2. Mencari alternatif pemecahan dari penyebab masalah tersebut. 3. Menyusun rencana kegiatan untuk memecahkan permasalahan tersebut.

I.3. Tujuan Penulisan Tujuan Umum Mengetahui, mengidentifikasi, menganalisis faktor faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB paru, menentukan dan merumuskan alternative pemecahan masalah dan prioritas pemecahan masalah yang sesuai dengan penyebab masalah, serta kegiatan yang dapat dilakukan untuk pemecahan masalah tersebut di Puskesmas Tempuran.

Tujuan Khusus 1. Mendeskripsikan data umum (demografi, geografi, lingkungan, pendidikan, pekerjaan) di wilayah Desa Prajegsari. 2. Mengetahui hasil pencapaian penemuan kasus TB dengan BTA positif di Desa Prajegsari periode Januari Maret 2012. 3. Mengetahui proses penemuan kasus TB dengan BTA positif. 4. Mampu mencari penyebab kurangnya penemuan kasus TB dengan BTA positif di Desa Prajegsari periode Januari - Maret 2012. 5. Mampu menganalisa penyelesaian masalah dan upaya kegiatan Puskesmas Tempuran dengan menggunakan metode fish bone. 6. Mampu membuat rencana kegiatan untuk menyelesaikan penyebab masalah penemuan kasus TB dengan BTA positif. 7. Mampu membuat suatu kesimpulan dan saran dari hasil analisa yang didapat.

I.4. Manfaat 1. Bagi Penulis a. Menambah pengetahuan penulis tentang penyakit TBC. b. Menambah pengetahuan penulis tentang penyebab dan pemecahan masalah rendahnya cakupan penemuan kasus TB dengan BTA positif.

2. Bagi Puskesmas dan Petugas Kesehatan a. Sebagai evaluasi kinerja petugas Puskesmas maupun petugas kesehatan di Desa Prajegsari sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan meningkatkan cakupan penemuan kasus TB dengan BTA positif. b. Membantu puskesmas dalam mengidentifikasi penyebab dari kurang berhasilnya upaya puskesmas dalam hal cakupan penemuan kasus TB BTA positif. c. Membantu puskesmas dalam memberikan alternatif penyelesaian terhadap masalah cakupan penemuan kasus TB BTA positif. 3. Bagi Masyarakat Desa Prajegsari Menambah pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Penanggulangan Tuberkulosis Di Indonesia Penanggulangan Tuberkulosis (TB/TBC) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui Puskesmas.5 Pada tahun 1995, program penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh Unit Pelayanan Puskesmas terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.5 Visi penanggulangan TB di Indonesia adalah masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat dimana tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sedangkan misinya adalah menjamin bahwa setiap pasien TB mempunyai akses terhadap pelayanan yang bermutu, untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB, menurunkan resiko penularan TB dan mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB. Target program

penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan millenium development goals (MDGs) pada tahun 2015.5 Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) terdiri 5 kunci:1 1. Komponen politis. 2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan. 4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu. 5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. II.2. Diagnosis Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit, tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya. Adapun strategi penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat. Kemudian pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.6 Gejala klinis pasien TB adalah batuk berdahak selama 2 - 3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan, yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru lain seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kangker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut di atas dianggap sebagai

seorang tersangka pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.6 Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan salah satu cara yang paling efisien untuk mengidentifikasi penderita TBC. Penderita dengan sediaan positif sepuluh kali lebih infeksius dibandingkan dengan penderita sediaan negatif. Tujuan pemeriksaan mikroskopis dahak adalah menegakkan diagnosis TBC, menentukan tingkat penularan, memantau kemajuan pengobatan, menentukan terjadinya kegagalan pada akhir pengobatan.7 Pengumpulan dahak dilakukan tiga kali, yaitu sewaktu hari-1, pagi hari-2, dan sewaktu hari-2. Sewaktu hari-1 kumpulkan spesimen pertama pada saat penderita berkunjung ke klinik. Beri pot dahak pada saat penderita pulang untuk keperluan pengumpulan dahak pada pagi hari berikutnya. Pagi hari-2 penderita mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua segera setelah bangun tidur dan bawa ke klinik. Sewaktu hari-2 kumpulkan spesimen ke tiga di klinik pada saat penderita kembali ke klinik pada hari ke dua dengan membawa dahak pagi. Spesimen dikumpulkan di luar ruangan agar percikan droplet yang infeksius dapat mengalami pengenceran di tempat terbuka yang baik ventilasinya.7 Selain pengumpulan dahak dapat juga dilakukan pemeriksaan biakan untuk identifikasi M. Tuberculosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap obat anti tuberkulosis yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi, yaitu pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis, pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak, petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda. Adapun pemeriksaan tes resistensi yang hanya dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu oleh laboratorium supranasional TB.

Selain itu ada pemeriksaan foto thoraks dimana indikasinya adalah: 1. Hanya satu dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto thoraks dapat diperlukan untuk mendiagnosis TB paru BTA positif. 2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus seperti pneumothoraks dan pleuritis eksudativa.

Gambar 1. Alur diagnosis TB paru

Adapun klasifikasi tuberkulosis paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. TB paru dibagi atas: a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah: Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif. b. Tuberkulosis paru BTA (-) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. Tuberculosis positif. Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:6 1. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. 2. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan: Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis, dll) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi Infeksi jamur

TB paru kambuh

3. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut - turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. 4. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan). Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. 5. Kasus kronik / persisten Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik. 6. Kasus Bekas TB: Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada ) dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologik.

Klasifikasi berdasarkan organ yang terkena dibagi menjadi dua, yaitu tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus - kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.

10

II.3. Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Setelah diagnosis tentunya dilakukan pengobatan dengan OAT. Macam macam obat OAT adalah:6 1. Isoniazid ( H ) Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB. 2. Rifampisin (R) Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi dormant (persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis 10mg/kg BB diberikan sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu. 3. Pirazinamid (Z) Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB. 4. Streptomisin (S) Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari. 5. Etambutol (E) Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg/BB. Pada prinsipnya obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan

11

dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT/Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO). Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.6 1. Tahap Intensif Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.4 Tahap intensif sekitar 2 3 bulan.5 2. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama yaitu 4 atau 7 bulan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.6 WHO dan IUATLD (Internatioal Union Against Tuberculosis and Lung Disease) merekomendasikan paduan OAT Standar yaitu:6 Kategori 1: 2HRZE / 4 H3R3 /5H3R3E3 2HRZE / 4 HR 5HRE 2HRZE / 6 HE -2HRZES / HRZE / Kategori 2: -2HRZES / HRZE

12

Kategori 3: 2HRZ / 4H3R3 -2 HRZ / 4 HR -2HRZ / 6 HE

Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT: Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3 Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniazid (H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4 H3R3). Obat ini diberikan untuk penderita baru TBC Paru BTA Positif, penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat dan penderita TBC Ekstra Paru berat.6 Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure), penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).6 Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3 Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan, penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.6 Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan (HRZE). Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif

13

dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. 5

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombinasi dosis tetap dengan tujuan agar dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping, mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan risiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep, jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Tabel 1. Dosis obat yang dipakai di Indonesia.5 Obat Dosis (mg/kgBB/hari) Rifampisin INH Pirazinamid Etambutol Streptomisin 8-12 4-6 20-30 15-20 15-18 BB<40 Kg 300 150 750 750 Sesuai BB BB 40-60 Kg 450 300 1000 1000 750 600 450 1500 1500 1000 BB>60 Kg Dosis Max (Mg) 600 300 1000

Tabel 2. Dosis paduan obat OAT kombinasi dosis tetap kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3. Berat badan Tahap intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) 30-37 kg 2 tablet 4 KDT Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH(150/150) 2 tablet 2KDT

14

38-54 kg 55-70 kg 71 kg

3 tablet 4 KDT 4 tablet 4 KDT 5 tablet 4 KDT

3 tablet 2KDT 4 tablet 2KDT 5 tablet 2KDT

II.4. Definisi Pengetahuan II.4 1. Definisi Pengetahuan II.4.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari Tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam

menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai (Drs. Sidi Gazalba) Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledgement is justified true beliefed). Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.

15

Dalam kamus filsafat, dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memilliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketehui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif. Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut menjadi proses berurutan : 1. Awarenes, dimana orang tersebut menyadari pengetahuan terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2. Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus. 3. Evaluation, merupakan suatu keadaan mempertimbangkan terhadap baik buruknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4. Trial, dimana orang telah mulai mecoba perilaku baru. 5. Adaptation, dimana orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikap. II.4.1.2. Tingkat Pengetahuan Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif yang mempunyai enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003) : 1. Tahu (Know) Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan.

16

2. Memahami (Comprehension) Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Aplication) Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan sebagainya. 4. Analisis (Analysis) Universitas Sumatera Utara kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu komponenkomponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan, memisahkan. 5. Sintesis (Sinthesis) Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada (Notoatmodjo, 2003). II.4.1.3. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalamam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoadmojo, 2003)

17

a. Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100% b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60%-75% c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60% II.4.2. Perilaku II.4.2.1. Defenisi Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Robert kwick (1974) perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang. II.5. Determinan Perilaku Green (1980), mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar

18

perilaku (non behavior causes) (Notoatmodjo, 1993: 102-103). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor, yakni : 1. Faktor-faktor Predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan kehamilan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Di samping itu, kadangkadang kepercayaan, tradisi, sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa hamil, misalnya orang hamil tidak boleh disuntik (periksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena suntik bisa menyebabkan anak cacat. Karena faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah. 2. Faktor-faktor sarana dan prasarana (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan Praktek Swasta, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan tersebut di atas, ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil; misalnya Puskesmas, Polindes, Bidan Praktek, ataupun Rumah Sakit. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung

19

3. Faktor-faktor sikap (reinforcing factors) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini Undang-Undang, peraturan-peraturan bayik dari Pusat maupun Pemerintah Daerah yang terkait dengan kesehatan.Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, malainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu UndangUndang, peraturan-peraturan, dan sebagainya diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti contoh perilaku periksa hamil tersebut di atas; di samping pengetahuan dan kesadaran pentingnya periksa hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan perilaku contoh dari tokoh masyarakat setempat. Demikian juga diperlukan peraturan atau perundanganundangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa hamil. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, dan sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

20

II.6 Urutan Dalam Siklus Pemecahan Masalah


Identifikasi Masalah Monitoring dan Evaluasi Prioritas Masalah

Penyusunan Rencana Penerapan

Penentuan Penyebab Masalah

Penetapan Pemecahan Masalah Terpilih Menentukan Alternatif Pemecahan Masalah

Memilih Penyebab yang Paling Mungkin

Gambar 2.Kerangka Pemecahan Masalah

a. Identifikasi masalah Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai, menetapkan indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja. Kemudian mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil pencapaian. Yang terakhir membandingkan antara keadaan nyata yang terjadi, dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indikator tertentu yang sudah ditetapkan. b. Penentuan penyebab masalah Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan dengan curah pendapat. Penentuan penyebab masalah dilakukan dengan menggunakan fishbone. Hal ini hendaknya jangan menyimpang dari masalah tersebut.

21

c. Memilih penyebab yang paling mungkin Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab-sebab yang didukung oleh data atau konfirmasi dan pengamatan. d. Menentukan alternatif pemecahan masalah Sering kali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab yang sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung pada alternatif pemecahan masalah. e. Penetapan pemecahan masalah terpilih Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan pemilihan pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif maka digunakan Hanlon Kualitatif untuk menentukan/ memilih pemecahan terbaik. f. Penyusunan rencana penerapan Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan Of Action atau Rencana Kegiatan). g. Monitoring dan evaluasi Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat dipecahkan. II.7. Analisis Masalah Dalam menganalisis masalah digunakan metode pendekatan sistem untuk mencari kemungkinan penyebab dan menyusun pendekatan -pendekatan masalah. Dari pendekatan sistem ini dapat ditelusuri hal-hal yang mungkin menyebabkan munculnya permasalahan di Desa Prajegsari, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang. Adapun sistem yang diutarakan disini adalah sistem terbuka pelayanan kesehatan yang dijabarkan sebagai berikut:

22

INPUT Man, Money, Method, Material, Machine

PROSES P1 P2 P3

OUT PUT Cakupan Program OUT COME

LINGKUNGAN Fisik Kependudukan Sosial Budaya Sosial Ekonomi Kebijakan

Gambar 3. Analisis Penyebab Masalah dengan Pendekatan Sistem Masalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan tidak sesuai standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah adalah kegiatan dalam rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan penyebab masalah tersebut, berdasarkan pendekatan sistem masalah dapat terjadi pada input maupun proses. II.8. Penentuan Pemecahan Masalah dengan Kriteria Matriks Menggunakan Rumus MxIxV/C Setelah menemukan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria matriks MxIxV/C. Berikut ini proses penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan kriteria matriks: 1. Magnitude (M) adalah besarnya penyebab masalah dari pemecahan masalah yang dapat diselesaikan. Makin besar (banyak) penyebab masalah yang dapat diselesaikan dengan pemecahan masalah, maka semakin efektif.

23

2. Importancy (I) adalah pentingnya cara pemecahan masalah. Makin penting cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah, maka semakin efektif. 3. Vulnerability (V) adalah sensitifitas cara penyelesaian masalah. Makin sensitif bentuk penyelesaian masalah, maka semakin efektif. 4. Cost (C) adalah perkiraan besarnya biaya yang diperlukan untuk melakukan pemecahan masalah. Masing - masing cara pemecahan masalah diberi nilai 1 - 5. Kriteria M, I, dan V masing-masing diberi nilai 1 5. Bila makin magnitude maka nilainya makin besar, mendekati 5. Begitu juga dalam melakukan penilaian pada kriteria I dan V. Magnitude 1=Tidak magnitude 2=Kurang magnitude 3=Cukup magnitude 4= Magnitude 5=Sangat magnitude 4=Penting 5=Sangat penting 4 = Sensitif 5 = Sangat sensitif 4=kurang Murah 5=Tidak murah 3=Cukup penting 3 = Cukup sensitif 3=Cukup murah 2=Kurang penting 2 = Kurang sensitif 2=Murah Importancy 1=Tidak penting Vulnerability 1 = Tidak sensitif Cost 1=Sangat murah

II.9. Penilaian Skor Kuesioner Pengetahuan dan Perilaku Penilaian pada pengisian kuesioner mengenai pengetahuan tentang penyakit TB memakai pembagian kriteria nilai sebagai berikut, dimana dari total pertanyaan yang dicantumkan, bila responden dapat menjawab YA > 70%, maka dianggap baik pengetahuannya, apabila antara 50%-70% maka pengetahuannya

24

cukup baik, sedangkan apabila 50 % dianggap kurang baik pengetahuannya. Kemudian, dengan kuesioner perilaku, memakai pembagian kriteria sebagai berikut, dimana dari total pertanyaan yang dicantumkan bila responden menjawab YA > 70% maka dianggap perilakunya baik, apabila < 30% dianggap perilakunya buruk. Penilaian Nilai yang diharapkan Nilai yang tidak diharapkan :1 :0

Nilai pengetahuan di ukur dengan sistem scoring dimana: - < 50 % : kurang - 50 % - 70 % : cukup baik - > 70% : baik Nilai perilaku di ukur dengan sistem scoring dimana : - < 30 % : buruk - > 70 % : baik

25

BAB III KERANGKA PENELITIAN III.1. Kerangka Teori


INPUT Man : Koordinator TB, bidan desa, kader desa, dokter, analis laboratorium Money : Dana dari Dinas Kesehatan Method : SOP pemeriksaan TB dan BTA Material : Laboratorium Machine : Blanko kuesioner dan pot dahak serta alat alat laboratorium

LINGKUNGAN

Orang orang di sekitar penderita (keluarga /saudara /tetangga) yang kontak dengan penderita Pengawasa n Minum Obat

PROSES

pemeriksaan pasien dengan suspek TB Pemeriksaan dahak di laboratorium Penyuluhan Kunjungan rumah Pembuatan laporan bulanan

Pemeriksaan Laboratorium

Cakupan penemuan kasus TB BTA (+) Desa Prajegsari

Pengobatan TB

Penularan Penyakit TB

Pasien TB dengan BTA

Gambar 4 . Kerangka Teori

Pengetahuan masyarakat tentang gejala TB

26

III.2. Kerangka Konsep Pengetahuan masyarakat tentang gejala TB

Penularan penyakit TB

Pemeriksaan Laboratorium

Cakupan P2M (penemuan kasus TB BTA (+))

Prosedur penegakan diagnosis TB dan Pengobatan

Kunjungan aktif (ke rumah penderita)

Gambar 5. Kerangka Konsep

27

BAB IV METODE PENELITIAN Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 9 10 Mei 2012. Jenis data yang diambil adalah: 1. Data primer, diperoleh melalui daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disusun sebelumnya sesuai tujuan survei yang dilakukan. Kemudian pertanyaan tersebut ditujukan kepada 1 pasien yang dinyatakan menderita TB dengan BTA positif dan 3 orang yang tinggal satu rumah dengan pasien di Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang. Responden diambil jumlah 4 orang penduduk. Data primer juga diambil dari hasil wawancara terhadap Kepala Desa, Bidan Desa, dan Kader Desa. 2. Data sekunder diperoleh dari laporan yang ada di petugas koordinator program TBC Puskesmas Tempuran.

IV.1. Batasan Judul Pada wilayah Puskesmas Tempuran periode Januari Maret 2012 di dapatkan penemuan kasus baru TB BTA (+) di Desa Prajegsari sebanyak satu pasien. Dan, untuk Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang di dapatkan cakupan penemuan kasus baru TB BTA (+) sebesar 50 %. Oleh karena itu, penulis memilih judul Rencana Peningkatan Cakupan Penemuan Kasus TB Dengan BTA Positif Di Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang, Evaluasi Manajemen Pelayanan Kesehatan Puskesmas Tempuran Periode Januari Maret 2012 mempunyai batasan pengertian judul sebagai berikut: a. Rencana Kerangka sesuatu yang akan dikerjakan. b. Peningkatan Usaha memajukan suatu rencana. c. Cakupan

28

Cakupan adalah merupakan suatu total hasil kegiatan yang dilakukan perbulan yang kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan. d. Penemuan kasus TB BTA (+) Penemuan kasus TB BTA (+) adalah semua pasien TB paru dengan BTA positif yang sudah terdata oleh puskesmas. e. Pasien TB BTA (+) Pasien TB BTA (+) adalah pasien yang telah didiagnosa penyakit TB paru, berdasarkan sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif. f. Desa Prajegsari Desa Prajegsari adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tempuran. g. Kecamatan Tempuran Kecamatan Tempuran adalah salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Magelang. h. Kabupaten Magelang Kabupaten Magelang adalah salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. i. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis mencakup pemberian nilai, atribut, apresiasi, dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi solusi atas permasalahan yang ditemukan. j. Manajemen Manajemen adalah penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. k. Program Program adalah rancangan mengenai asas serta usaha yang akan dijalankan. l. Puskesmas Tempuran Puskesmas Tempuran adalah puskesmas di kecamatan Tempuran. m. Periode Januari Maret 2012

29

Periode Januari Maret 2012 adalah periode waktu yang digunakan untuk melakukan evaluasi mengenai cakupan penemuan kasus TB BTA (+).

IV.3. Metodologi Laporan ini disusun berdasarkan data primer dan data sekunder. Data primer berupa input, proses dan output penemuan kasus TB dengan BTA positif yang diperoleh dari wawancara dengan dokter, koordinator TBC Puskesmas Tempuran, petugas laboratorium Puskesmas Tempuran, bidan Desa Prajegsari, dan kader Desa Prajegsari. Data sekunder diperoleh dari data tertulis yang ada di koordinator TBC dan di laboratorium. Hasil data yang diperoleh dianalisa. Kemudian dilakukan identifikasi masalah. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah analisa penyebab masalah menggunakan metode fishbone. Serta menentukan alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan kriteria matriks yang untuk selanjutnya dibuat rencana kegiatan (Planning Of Action).

IV.3. Definisi Operasional 1) Sasaran adalah TB paru dengan BTA positif di wilayah Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang. 2) Cakupan adalah persentase hasil perbandingan antara jumlah pasien TB paru dengan BTA positif selama 3 Bulan di wilayah Desa Prajegsari dengan jumlah sasaran pasien TB paru dengan BTA positif yang sudah dikali dengan jumlah penduduk Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang.
3)

Pengetahuan adalah penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga).

4)

Kesadaran adalah suatu tingkat kesiagaan individu terhadap stimulus internal maupun eksternal. Yaitu terhadap peristiwa-peristiwa, lingkungan dan sensasi tubuh, memori dan pikiran.

30

5) Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan atau sikap, tidak saja badan atau ucapan.

IV.5. Batasan Operasional a. Periode kegiatan berlangsung selama 3 bulan dari bulan Januari Maret 2012. b. Sasaran adalah pasien TB paru dengan BTA positif di wilayah Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang. c. Cakupan adalah persentase hasil perbandingan antara jumlah pasien TB paru dengan BTA positif selama 3 Bulan di wilayah Desa Prajegsari dengan jumlah sasaran pasien TB paru dengan BTA positif yang sudah dikali dengan jumlah penduduk Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang. IV.5. Ruang Lingkup Ruang lingkup pengkajian yang dilakukan meliputi: a. Lingkup Lokasi : Wilayah Dusun Wonosari, desa Prajegsari Kecamatan Tempuran kabupaten Magelang b. Lingkup Waktu : Januari Maret 2012 c. Lingkup Sasaran : Jumlah pasien TB dengan BTA positif di Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang, Program

Puskesmas P2M d. Lingkup Metode : Wawancara, Kuesioner, Pencatatan dan Pengamatan e. Lingkup Materi : Evaluasi penemuan kasus TB BTA (+) di Wilayah Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang.

IV.6. Batasan Masalah Batasan masalah ditujukan untuk mempermudah pemahaman agar lebih terarah, jelas dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada. Maka dalam hal ini hanya dibatasi menegenai tinjauan belum tercapainya target cakupan

31

penemuan kasus TB BTA (+) di Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang periode Januari 2012 Maret 2012. IV.7. Faktor faktor Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi adalah 1 pasien TB paru dengan BTA positif di Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang dan 3 orang yang tinggal satu rumah dengan pasien. Kriteria ekslusinya adalah orang-orang disekitar rumah pasien/tetangga yang tidak tinggal satu rumah dengan pasien.

32

BAB V HASIL PENELITIAN V.I DATA UMUM V. 1. 1 KONDISI GEOGRAFI

Desa Prajegsari merupakan pusat dari pemerintahan Kecamatan Tempuran karena Ibu Kota Kecamatan terletak di wilayah Desa Prajegsari dengan batas desa: - Sebelah Utara : Desa Sukosari

- Sebelah Selatan : Desa Kedungsari - Sebelah Barat - Sebelah Timur : Desa Tempurejo : Desa Tugurejo

Secara geografis terletak pada 70, 46, 39 LS sampai dengan 70, 47, 35 LS dan 1100, 39, 50 BT sampai dengan 1100, 41, 40 BTG.

V. 1. 2 LUAS WILAYAH 1. Luas Wilayah Luas wilayah Desa Prajagsari 135,425 Ha yang terbagi menjadi 5 dusun dengan 5 RW dan 10 RT meliputi: Tabel 3. Daftar Dusun Wilayah Desa Prajegsari DUSUN RW RT KETERANGAN Dusun Wonosari Dusun Prajegan Dusun Plabuhan Dusun Kwangsan Dusun Papohan JUMLAH 1 1 1 1 1 5 2 2 2 2 2 10

NO. 1. 2. 3. 4. 5.

33

2. Peruntukan Lahan Tabel 4. Daftar Peruntukan Lahan Wilayah Desa Prajegsari NO. PERUNTUKAN LUAS (Ha) KETERANGAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Pertanian Subur Pertanian sedang Pertanian tandus Irigasi Perumahan Olah raga Makam Tempat Ibadah Industri Pendidikan Kesehatan 15,992 ha 2,8 ha 0,0750 ha 0,275 ha 0,002 ha 86,404 ha 8 ha 0,0101 ha

Lahan sawah Lahan bukan sawah

: 94,505 ha : ... ha

3. Peta Wilayah

Gambar 6. Peta wilayah Desa Prajegsari

34

V. 1. 3 JUMLAH PENDUDUK 1. Jumlah Kepala Keluarga : 481 KK 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan : 852 orang : 896 orang

3.Jumlah Penduduk Menurut Dusun Tabel 5. Daftar Jumlah Penduduk Menurut Dusun di Desa Prajegsari NO. DUSUN JENIS KELAMIN Laki-laki 1. 2. 3. 4. 5. Wonosari Prejegan Plabuhan Kwangsan Papohan JUMLAH 243 117 152 183 157 852 Perempuan 224 223 133 184 132 896

4.Jumlah Penduduk Menurut Agama Agama Islam Agama Kristen Agama Katholik Agama Hindu Agama Budha Total : 1748 orang ::::: 1748 orang

5.Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tabel 6. Daftar Mata Pencaharian Penduduk di Desa Prajegsari NO. MATA JUMLAH KETERANGAN PENCAHARIAN 1. 2. PNS ABRI/POLRI 19 4

35

3. 4. 5. 6. 7. 8.

Pensiunan Petani Swasta Pedagang Buruh Tukang Kayu JUMLAH

15 250 47 18 602 13 968

6. Jumlah Penduduk Menurut Penderita Cacat NO. 1. 2. 3. Tabel 7. Daftar Penderita Cacat di Desa Prajegsari PENDERITA JUMLAH KETERANGAN Tubuh Netra Mental JUMLAH 4 4

V. 1. 4 KONDISI BANGUNAN DAN SARANA PRASARANA 1. Balai Desa 2. Kantor Desa 3. Pasar 4. Tempat Ibadah NO. 1. 2. 3. 4. Tabel 8. Tempat Ibadah di Desa Prajegsari TEMPAT IBADAH JUMLAH KETERANGAN Masjid Mushola Gereja Vihara JUMLAH 5 3 8 : 1 gedung, luas 70 m2 : 1 gedung, luas 44 m2 : - gedung, luas -

36

5.Kesehatan NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tabel 9. Sarana Kesehatan di Desa Prajegsari SARANA JUMLAH KETERANGAN Rumah Sakit Puskesmas Puskesmas Pembantu PKD Polindes Bidan Apotek Klinik Kesehatan JUMLAH 1 1 2

6. Pendidikan NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tabel 10. Sarana Pendidikan di Desa Prajegsari SARANA JUMLAH KETERANGAN Play group/PAUD TK SD/MI SMP SMA SMK PLS (KF, Paket A, 1 2 -

Paket B, Paket C) JUMLAH 3

7. Olah Raga NO. 1. 2. 3. Tabel 11. Sarana Olahraga di Desa Prajegsari SARANA JUMLAH KETERANGAN Kolam renang Gedung Olahraga Tenis meja 1

37

4. 5. 6.

Lapangan bola volley Lapangan bulu tangkis Lapangan sepak bola JUMLAH

8. Makam : 9 buah 9. Jalan, jembatan dan irigasi

NO. 1.

Tabel 12. Akses Jalan di Desa Prajegsari SARANA JUMLAH KETERANGAN Jalan poros desa 2 Wonosari Papohan Prajegan Tugurejo

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Jalan lingkungan Jembatan desa Gorong-gorong Irigasi desa Tetek pintu air Sumur pantek JUMLAH

11 3 6 2 1 4 29

V. 1. 6 PEREKONOMIAN 1. Industri dan Perdagangan Tabel 13. Industri dan perdagangan di Desa Prajegsari NO. 1. JENIS Handycraf/pengrajin genting 2. 3. 4. 5. Warung/warung makan Industri Kayu Lapis Toko Besi dan Bangunan Depo semen 216 2 3 1 JUMLAH 400 KETERANGAN Orang

38

6.

Industri perakitan elektronik

7. 8.

Industri kaca Pengrajin tempe JUMLAH

1 11 635

2. Koperasi Tabel 14. Daftar Koperasi gangan di Desa Prajegsari NO. 1. 2. NAMA Kapotren AL INAYAH Kapotren Hisan Membaul JUMLAH KETERANGAN

3. Jasa Tabel 15. Pelayanan Jasa di Desa Prajegsari

NO. 1. 2. 3. 4. Dokter

JENIS

JUMLAH 3 2

KETERANGAN

Bengkel mobil Bengkel sepeda motor Penggilingan keliling padi

5. 6.

Fotocopy Counter HP JUMLAH

V. 1. 7 ORGANISASI 1. Pertanian Tabel 16. Organisasi Pertanian di Desa Prajegsari NO. 1. NAMA GAPOKTAN ALAMAT Prajegsari KETERANGAN 15 orang

39

2. P 3 A (Perkumpulan Petani Pengguna Air) Tabel 17. Organisasi P3A di Desa Prajegsari NO. 1. NAMA Dharma Tirta Sidomaju ALAMAT Prajegsari KETERANGAN 42 orang

V. 1. 8 STAKE HOLDER 1. PKK 2. Tokoh Masyarakat 3. Kelompok Petani 4. P3A 5. PNS/ABRI/POLRI 6. Buruh 7. Perangkat Desa : terdiri dari buruh pertanian, buruh pabrik tekstil dll : : Isdiyanto : Nur Salim : A.Supriyadi : PKK Desa Prajegsari ( Sri Sunarmi S) :Drs. Cholid Istigfar :Gapoktan Sidomaju ( Kasiran ) : Dharma Tirta Sidomaju ( Suharto

a. Kadus Wonosari b. Kadus Prajegan c. Kadus Plabuhan 8. RW dan RT

: 5 RW dan 10 RT

9. LPMD ( Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa ) ( H.Rustam ) 10. Karang Taruna ( LPP ) ( Muhyidin ) 11. Kelompok campur sari ( Karawitan ) ( Sigit Kundarwanto )

V. 1.9 POTENSI STRATEGIS Desa Prajegsari adalah desa yang terletak di antara Sungai Progo dan Irigasi Loning dan merupkan desa pengrajin Sangkar Burung, Kerajinan Bambu, dan mayoritas petani penghasil padi dengan omset rata rata per bulan 800.000,00 per kepala keluarga sehingga Desan Prajegsari menjadi desawisata di Kabupaten Magelang. Potensi desa yang ada : 1. Merupakan jalur lintas antar desa antar kecamatan 2. Kawasan agrowisata ( Desan Bina Wisata ) 3. Kawasan perbatasan antar kecamatan 4. Potensi lahan pertanian persawahan

40

5. Merupakan daerah pengrajin bambu ( sangkar burung )

V. 1. 11 KONDISI PEREKONOMIAN Keuangan Desa Prajegsari diambil dari : 1. APB Desa rata-rata per tahun Rp. 166.000.000,2. Pendapatan asli desa rata-rata per tahun : Rp. 7.000.000,- dari Tanah Bengkok 3. ADD per tahun rata-rata Rp. 54.000.000,4. Swadaya masyarakat rata-rata Rp. 20.000.000,- per tahun 5. Sumber lain rata-rata Rp.15.000.000,- per tahun 6. Bantuan dari Kabupaten Rp. 20.000.000,- per tahun 7. Bantuan dari Propinsi Rp. 5.000.000,- per tahun

V. 2 HASIL SURVEI DAN PENGAMATAN V.2. 1 Hasil wawancara dengan bidan dan kader desa Orang yang berperan adalah bidan desa, dan kader desa. Pasien tidak dikenakan biaya sedikitpun karena bisa memakai JAMKESMAS atau

JAMKESDA. Jika ada tersangka TB maka bidan atau kader akan membawakan pot dahak untuk pasien dan nanti dikembalikan ke puskesmas induk untuk diperiksa. Pot dahak dapat dikembalikan oleh pasien sendiri atau oleh bidan. Jika hasil pemeriksaan dahak ternyata didapatkan BTA positif maka dilakukan pengobatan TB. Ditemukannya tersangka TB dapat ketika pasien datang berobat ke praktek swasta bidan atau PKD atau laporan dari kader. Jika pada lansia dapat juga pada saat posyandu lansia di Balai Desa Prajegsari. PKD sendiri dilaksanakan 2-3x/ minggu. V.2.2 Hasil wawancara dengan koordinator TBC Orang yang berperan dalam penemuan kasus TB dengan BTA positif adalah semua tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan), petugas laboratorium dan kader TBC yang sudah mengikuti pelatihan. Jika di puskesmas induk dokter dibantu perawat sedangkan jika di PKD atau posyandu lansia, bidan dibantu

41

kader. Dan, yang tidak boleh dilupakan juga adalah petugas laboratorium yang sudah mengikuti pelatihan menjadi penting dalam menemukan BTA positif. Koordinator sendiri seorang perawat yang sudah terampil. Dana yang dibutuhkan untuk penemuan kasus TB dengan BTA positif, semuanya gratis ditanggung Dinas Kesehatan. Dana untuk pemeriksaan BTA dan peralatan laboratorium lainnya dan pengobatan TB sudah disediakan dari Dinkes Kabupaten Magelang. Tidak ada dana untuk melakukan promosi kesehatan mengenai TBC, dana hanya didapat dari BOK dan itupun terbatas karena dibagibagi dengan program kesehatan yang lain. Cakupan TB dengan BTA positif rendah di Desa Prajegsari disebabkan karena petugas Laboratorium yang terkadang tidak segera memfiksasi dahak di pot yang telah diletakkan oleh pasien di laboratorium sehingga kadang dahak hilang atau rusak. Cara mendiagnosis TB dengan BTA positif mengikuti cara yang dibuat pemerintah. Jika perlu melakukan foto rontgen dapat dirujuk ke Puskesmas Salaman 1. Untuk perencanaan, tidak ada jadwal untuk menemukan kasus TB

dengan BTA positif. Yang dapat dilakukan hanya kunjungan ke rumah pasien dengan BTA positif, itupun tidak rutin. Kunjungan biasanya hanya dilakukan saat awal pengobatan, kasus baru, dan jika ada masalah mengenai pengobatan TB. Program yang paling efektif menemukan kasus TB dengan BTA positif adalah balai pengobatan umum. Pencatatan yang dilakukan adalah pasien suspek, konversi dan tidak konversi, penderita yang diobati (dengan BTA positif, BTA negatif, anak, ekstraparu, kambuh), penderita sembuh, dan penderita dengan pengobatan lengkap. Pencatatan dilaporkan sebulan sekali dan tiga bulan sekali ke dinas kesehatan. V.2.3 Hasil wawancara dengan petugas laboratorium Petugas laboratorium adalah lulusan D3 yang sudah pernah mengikuti pelatihan mengenai TB. Suatu sampel dikatakan BTA positif jika ditemukan 10 99 BTA dalam 100 lapang pandang. Jika ditemukan lebih dari 10 BTA dalam satu lapang pandang berarti 3+. Sebelum dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu ada pencatatan di TB 05, yaitu formulir permohonan laboratorium TB untuk

42

pemeriksaan dahak. Semua pasien suspek TB dicatat di TB 06. Sedangkan pasien TB dicatat di TB 04. Cara memeriksa BTA adalah dengan membuat hapusan terlebih dahulu dengan menggunakan tangkai aplikator, setelah itu dilakukan pengecatan di rak dengan carbol fuchsin, ditunggu 5-6 menit kemudian dibersihkan dengan air, lalu digenang dengan methylene blue selama 30 detik lalu dibersihkan dengan air mengalir, kemudian dikeringkan di atas rak. Setelah kering, diperiksa di bawah mikroskop. Sampel dahak seharusnya diperiksa sesegera mungkin setelah menerima sampel. Sampel dahak yang dipakai yaitu yang tidak terkena cahaya matahari. Kebutuhan untuk pemeriksaan BTA selama ini terpenuhi dengan baik. Tabel 18. Standar Pengambilan Dahak Tersangka TB Paru Ya Man Analis Material Pot mulut lebar penampang 6 cm atau lebih dengan tutup Buku, alat tulis Meja kursi Label Masker Jas lab Proses Pengambilan spesimen dahak harus 3 kali yaitu sewaktu, pagi dan sewaktu Dahak yang baik harus 3-5 cc, kental purulen bukan ludah Prosedur pengambilan dahak Petugas menjelaskan kepada penderita mengenai pentingnya pemeriksaan dahak dan pemeriksaan dahak ulang Petugas menjelaskan cara batuk yang benar untuk mendapatkan dahak yang baik Tidak

43

Petugas menyiapkan alat-alat dan bahan Petugas memberi label yang memuat identitas penderita pada dinding pot Petugas membuka pot dahak, membukakan tutupnya dan

memberikan pot pada penderita Petugas memakai masker Petugas berdiri di belakang penderita serta meminta penderita memegang pot ke dekat bibirnya dan dibatukkan ke dalam pot Petugas menutup pot dengan erat Petugas mencuci tangan dengan sabun dan air

Dalam pengambilan sampel dahak petugas laboratorium lebih sering membebaskan pasien sendiri untuk membuang dahaknya ke pot dahak. Walaupun petugas laboratorium mengerti standar pengambilan dahak tersangka TB paru. Yang kurang dari standar tersebut adalah prosedur pengambilan dahak. Pada prosedur pengambilan dahak petugas laboratorium terkadang lupa menjelaskan ke pasien pentingnya pemeriksaan dahak dan pemeriksaan dahak ulang sehingga kadang pasien tidak balik lagi. Untuk keamanan diri sendiri, terkadang petugas tidak memakai masker. Petugas laboratorium dalam pemeriksaan BTA dari sampel yang baru dikirim terkadang tidak langsung diperiksa atau difiksasi sehingga dapat mempengaruhi hasil. V.2.4 Hasil wawancara dengan dokter Yang berperan dalam penemuan kasus TB dengan BTA positif, tergantung tempatnya. Jika di puskesmas dokter dibantu perawat dan petugas laboratorium. Sedangkan di desa yang berperan bidan desa dibantu kader. Namun bidan desa tidak mempunyai wewenang untuk mendiagnosis TBC sehingga peran bidan hanya melaporkan dan membawa pasien ke puskesmas untuk berobat. Kader di desa berperan melaporkan jika menemukan warga yang mempunyai gejala gejala TBC. Dokter juga berperan dalam promosi kesehatan dan penyuluhan mengenai TBC kepada masyarakat desa.

44

Cara mendiagnosis TBC sesuai dengan algoritma yang ditetapkan pemerintah. Jika melakukan penyuluhan yang paling penting disuluh adalah gejala TBC karena dengan mengetahui gejalanya dapat mendeteksi lebih dini kasus TB. Pasien TB sebaiknya ditemukan di puskesmas atau minimal sarana kesehatan yang didukung pemeriksaan laboratorium untuk BTA. Untuk dokter, tidak ada sanksi jika penemuan kasus TB tidak memenuhi target. Jika tidak memenuhi target yang dilakukan adalah memperketat penjaringan di Balai Pengobatan. Dokter sudah pernah mengikuti pelatihan mengenai TB bersama tenaga kesehatan lainnya. Tabel 19. Standar Deteksi Penderita TB Paru. Ya Man Dokter Material Stetoskop Tensimeter Termometer Senter Timbangan badan Ruang pemeriksaan Meja Kursi Tempat tidur Prosedur pemeriksaan Petugas menanyakan identitas penderita (nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan) Petugas menanyakan apakah ada riwayat batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih Petugas menanyakan apakah dahak bercampur darah Petugas menanyakan apakah ada sesak napas Tidak

45

Petugas menanyakan apakah ada nyeri dada Petugas menanyakan apakah badan terasa lemas Petugas menanyakan apakah nafsu makan menurun Petugas menanyakan apakah berat badan menurun Petugas menanyakan apakah ada berkeringat di malam hari Petugas menanyakan apakah ada demam meriang lebih dari 1 bulan Petugas menanyakan apakah ada riwayat kontak dengan penderita kontak TB Petugas menimbang berat badan Petugas melakukan pemeriksaan tanda vital (keadaan umum, TD, Nadi, suhu, pernapasan) Petugas melakukan pemeriksaan fisik pada paru-paru (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi) Petugas merujuk ke laboratorium untuk pemeriksaan dahak jika penderita termasuk tersangka TB paru

V.2.5. HASIL PENGISIAN KUESIONER

Berikut di bawah ini merupakan kuisioner yang dibagikan kepada 1 pasien TB dengan BTA positif dan 3 orang yang tinggal satu rumah dengan pasien Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang.

Nilai yang diharapkan Nilai yang tidak diharapkan

:1 :0

Nilai pengetahuan di ukur dengan sistem scoring dimana: - < 50 % : kurang - 50 % - 70 % : cukup baik - > 70% : baik Nilai perilaku di ukur dengan sistem scoring dimana : - < 30 % : buruk - > 70 % : baik

46

a) Pengetahuan Tabel 20. Hasil Pengisian Kuesioner Pengetahuan Pertanyaan 1 1. Apakah anda tahu tentang penyakit TBC? 2. Apakah anda mengetahui gejala gejala TBC? 3. Apakah TBC itu berbahaya? 4. Apakah TBC menular? 5. Apakah anda tahu cara penularannya? 6. Apakah anda tahu cara pencegahan TB? 7. Jika sakit, apakah anda langsung berobat ke puskesmas/dokter? 8. Apakah anda pernah / sedang mengalami gejala seperti batuk berdahak, berdarah, badan lemah, berat badan menurun, nafsu makan menurun, berkeringat di malam hari? 9. Apakah di lingkungan sekitar rumah (tetangga) anda ada yang mempunyai gejala seperti batuk berdahak, berdarah, badan lemah, berat badan turun, nafsu makan turun, berkeringat di malam hari? 10. Apakah petugas kesehatan (bidan desa, mantri, dokter) pernah memberikan penyuluhan tentang penyakit flek paru? Jumlah Persentase Kriteria 7 70% Cukup Baik 3 30% Kurang 4 40% Kurang 4 40% Kurang 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 RESPONDEN 2 0 0 3 0 0 4 0 0

47

b) Perilaku Tabel 21. Hasil Pengisian Kuesioner Perilaku

Pertanyaan 1 1. Jika anda batuk > 2 minggu, apakah langsung berobat ke puskesmas/ dokter ? 2. Apakah anda sering mengikuti kegiatan di Balai Desa ? 3. Apakah setiap hari anda selalu makanmakanan yang bergizi ? 4. Apakah saat anda batuk, anda menutup mulut ? 5. Apakah saat anda batuk anda membuang reak di tempat yang benar (tidak disembarang tempat) ? Jumlah Persentase Kriteria 4 80% Baik 1 1 0 1 1

RESPONDEN 2 1 3 1 4 1

4 80% Baik

4 80% Baik

4 80% Baik

Tujuan ditanyakannya pengetahuan mengenai penyakit TB adalah mengetahui sejauh mana pasien dan keluarga dapat lebih mewaspadai gejalagejala TB sehingga cakupan jumlah pasien dengan suspek TB juga lebih meningkat yang nantinya juga akan meningkatkan jumlah penemuan TB. Namun jika dilihat dari pengetahuan mengenai penyakit TB < 50% responden yang pengetahuan mengenai penyakit TB nya baik ( > 70%), sedangkan sisanya pengetahuannya masih kurang (< 50%). Tujuan ditanyakannya perilaku adalah untuk mengetahui apakah perilaku penderita TB dan orang-orang disekitarnya sudah benar dalam menyikapi penyakit yang diderita serta mengetahui cara mencegah penularan kepada orang lain. Didapatkan hasilnya dari 4 responden adalah 100% berperilaku baik ( > 80%

48

BAB VI ANALISIS MASALAH VI.1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah ini dilakukan menggunakan SPM Puskesmas Tempuran cakupan penemuan kasus TB dengan BTA positif bulan Januari Maret 2012 adalah 7,69% sedangkan target yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang adalah 70%. Sementara itu, di Desa Prajegsari penemuan kasus baru TB dengan BTA positif dari bulan Januari - Maret 2012 adalah 1, padahal seharusnya target yang dicapai adalah 2. Kemudian cakupan penemuan kasus TB dengan BTA positif di Desa Prajegsari adalah 50 % sedangkan target yang seharusnya dicapai 70%. Oleh karena itu, penemuan kasus TB dengan BTA positif di Desa Prajegsari masih jauh dari target. VI.2. Hasil Cakupan Penemuan Kasus TB BTA (+) di Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang

Besar cakupan

1,07 x Jumlah penduduk Desa Prajegsari

(penemuan kasus TB BTA (+)) 1000 = 1,07 x 1748 1000 = = 1,8 2

VI.3. Analisis Hasil Survei Penemuan Kasus TB dengan BTA Positif di Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang Hasil survei yang dilakukan pada tanggal 9 10 Maret 2012 kepada 4 responden, berisikan pertanyaan tentang pengetahuan penyakit TBC dan perilaku di masyarakat. Dan, dari hasil survei kepada 4 responden yang tinggal satu rumah

49

dan berdekatan dengan pasien TB BTA (+) dapat disimpulkan disimpulkan bahwa 3
dari 4 responden kurang memiliki pengetahuan tentang penyakit TBC.

VI.4. Analisis Penyebab Masalah dengan Pendekatan Sistem Dari pendekatan sistem di atas dapat ditelusuri hal - hal yang mungkin menyebabkan munculnya permasalahan kurangnya cakupan dan pencapaian dari penemuan kasus TB dengan BTA positif pada wilayah Puskesmas Tempuran, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang. Tabel 22. Analisis Kemungkinan Penyebab Masalah Rendahnya Penemuan Kasus TB Dengan BTA Positif di Desa Prajegsari Ditinjau dari Faktor Input INPUT MAN KELEBIHAN Satu bidan desa dengan keterampilan dan pengetahuan yang cukup mengenai TBC Ada 2 kader desa Satu Koordinator TBC Jumlah dokter yang memberikan pelayanan kesehatan di balai pengobatan umum puskesmas ada dua orang Analis di laboratorium satu orang KEKURANGAN Analis di laboratorium terkadang tidak langsung melakukan fiksasi terhadap sputum BTA, sehingga sampel yang seharusnya segera diperiksa dapat menjadi rusak.

50

MONEY

Tersedianya dana yang cukup dari Dinas Kesehatan untuk laboratorium, pelatihan petugas kesehatan dan pengobatan TBC Tersedianya dana dari BOK untuk promotif dan preventif. Terdapat SOP pemeriksaan dahak Sudah ada SOP pemeriksaan TB di balai pengobatan umum Di puskesmas Di PKD Di Posyandu lansia Laboratorium Tersedia alat untuk pewarnaan sputum dan bahan lainnya untuk pemeriksaan BTA seperti reagen, dan pot dahak Tersedianya stetoskop, tensimeter, termometer, senter, timbangan badan Formulir untuk pencatatan TB dengan BTA positif

Pemanfaatan dana BOK yang belumoptimal.

METHOD

Kualitas dahak yang diperiksa terkadang kurang baik sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan.

MATERIAL

MACHINE

Pemeriksaan BTA di Puskesmas Tempuran hanya sampai fiksasi preparat dan pewarnaan sedangkan pembacaan harus dirujuk ke puskesmas rujukan mikroskopis.

51

Tabel 23. Analisis Kemungkinan Penyebab Masalah Rendahnya Penemuan Kasus TB Dengan BTA Positif di Desa Prajegsari Ditinjau dari Faktor Proses dan Lingkungan PROSES P1 (Perencanaan) KELEBIHAN Balai pengobatan umum khusus TB di puskesmas buka setiap selasa dan jumat pukul 08:00 13:00 Di PKD (Poliklinik Kesehatan Desa) dilaksanakan oleh bidan desa. Diadakan 2-3x/ minggu. Pengobatan di posyandu lansia Pemeriksaan BTA di laboratorium puskesmas Tempuran selama jam kerja dari hari Senin - Sabtu dari jam 08.00 - 13.00 Penyuluhan mengenai TBC. Kunjungan rumah ke pasien TB dengan BTA positif. KEKURANGAN Tidak ada jadwal khusus untuk penyuluhan TBC.

52

P2 (Pelaksanaan)

Pemeriksaan untuk mendeteksi TB paru sudah ada s tandar Balai untuk

Kualitas kurang baik BTA tidak

dahak

dapat

langsung di periksa karena harus dikirim ke puskesmas rujukan mikroskopik, dan di puskesmas terkadang tersebut tidak

penderita TB paru. pengobatan

umum, PKD dan posyandu selalu jadwal. Laboratorium melakukan pemeriksaan BTA. P3 (Penilaian, Pengawasan, Pengendalian) Adanya laporan bulanan rekapitulasi pasien TB dengan BTA positif ke dinas kesehatan. Adanya laporan per tiga bulan pasien TB dengan BTA positif ke dinas kesehatan. Adanya evaluasi dari Dinas Kesehatan yang dilakukan minimal 1 tahun sekali. Lingkungan Antar tetangga saling mengenal dan tahu segala siap ada lansia sesuai

langsung diperiksa , sehingga sampel yang seharusnya diperiksa menjadi rusak. segera dapat

Pengetahuan penduduk mengenai penyakit TBC masih sangat kurang.

53

yang terjadi pada tetangga tersebut.

VI.5. Daftar Penyebab Masalah Setelah dilakukan analisis penyebab masalah, didapatkan daftar penyebab masalah sebagai berikut : Pengetahuan penduduk mengenai penyakit TBC masih sangat kurang. Tidak ada jadwal rutin untuk penyuluhan TBC. BTA tidak dapat langsung di periksa karena harus dikirim ke puskesmas rujukan mikroskopik, dan di puskesmas tersebut terkadang tidak langsung diperiksa , sehingga sampel yang seharusnya segera diperiksa dapat menjadi rusak. Analis di laboratorium terkadang tidak langsung melakukan fiksasi terhadap sputum BTA, sehingga sampel yang seharusnya segera diperiksa dapat menjadi rusak. Pemanfaatan dana BOK yang belum optimal. Kualitas dahak yang diperiksa terkadang kurang baik sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pemeriksaan di Puskesmas Tempuran hanya sampai fiksasi preparat dan pewarnaan sedangkan pembacaan harus dirujuk ke puskesmas rujukan mikroskopis. Ketrampilan Petugas Laboratorium masih kurang Kualitas regen tidak baik Suspek penderita TBC yang kurang dari target

VI.6. Penyebab Masalah Yang Paling Mungkin Setelah dilakukan konfirmasi kepada bagian koordinator TBC, bidan Desa Prajegsari, dokter, serta survei responden (pasien TB dengan BTA positif dan orang-orang yang tinggal satu rumah dengan pasien maka didapatkan penyebab masalah yang paling mungkin yaitu:

54

1. Pengetahuan penduduk mengenai penyakit TBC masih sangat rendah 2. Analis di laboratorium terkadang tidak langsung melakukan fiksasi terhadap sputum BTA, sehingga sampel yang seharusnya segera diperiksa dapat

menjadi rusak. 3. Tidak ada jadwal rutin untuk penyuluhan TBC. 4. Pemanfaatan dana BOK yang belumoptimal. 5. Ketrampilan petugas laboratorium masih kurang.

55

LINGKUNGAN
Pengetahuan penduduk mengenai penyakit TBC masih sangat kurang

Tidak ada jadwal rutin untuk penyuluhan TBC.


P2: Kualitas dahak kurang bagus BTA tidak dapat langsung di periksa karena harus dikirim ke puskesmas rujukan mikroskopik, dan di puskesmas tersebut terkadang tidak langsung diperiksa , sehingga sampel yang seharusnya segera diperiksa dapat menjadi rusak.

P1

MAN Analis di laboratorium terkadang tidak langsung melakukan fiksasi terhadap sputum BTA, sehingga sampel yang seharusnya segera diperiksa dapat menjadi rusak.

Cakupan penemuan kasus TB dengan BTA positif di wilayah kerja Desa Prajegsari adalah 50 % padahal target yang harus dicapai adalah 70%.

METHOD: Kualitas dahak yang diperiksa terkadang kurang baik sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan.
P3:

MONEY: Pemanfaatan dana BOK untuk TB belum optimal

MATERIAL

PROSES Gambar 7. Diagram Fish Bone

INPUT

MACHINE : Pemeriksaan BTA di Puskesmas Tempuran hanya sampai fiksasi preparat dan pewarnaan sedangkan pembacaan harus dirujuk ke puskesmas rujukan mikroskopis.

56

BAB VII ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH VII.1. Analisis Alternatif Pemecahan Masalah Setelah diperoleh daftar penyebab masalah, dilakukan langkah selanjutnya yaitu dibuat alternatif pemecahan masalah. Berikut ini alternatif pemecahan masalah: Tabel 24. Alternatif Pemecahan Masalah No 1. Penyebab Masalah Pengetahuan penduduk mengenai penyakit TBC masih sangat rendah. Alternatif Pemecahan Masalah Diadakan penyuluhan yang dapat diadakan mengikuti jadwal posyandu lansia, kelas ibu, posyandu balita, dan promosi kesehatan lain atau dapat juga mengikuti jadwal arisan dimana penduduk desa berkumpul. 2. Analis di laboratorium tidak segera Mengingatkan atau memberikan

langsung memeriksa BTA, sehingga sampel yang seharusnya

motivasi untuk petugas lab agar segera memfiksasi preparat sudah diletakkan dilaboratorium. yang

diperiksa dapat menjadi rusak. untuk

3.

Tidak

ada

jadwal

rutin

Jadwal penyuluhan dapat mengikuti jadwal posyandu lansia, kelas ibu, posyandu balita, dan promosi kesehatan lain atau dapat juga mengikuti jadwal arisan dimana penduduk desa berkumpul.

penyuluhan TBC.

4.

Pemanfaatan dana BOK yang belum optimal.

penyuluhan dapat mengikuti jadwal posyandu lansia, kelas ibu, posyandu balita, dan promosi kesehatan lain atau dapat juga mengikuti jadwal

57

arisan dimana penduduk desa berkumpul. 5. Ketrampilan petugas laboratorium masih kurang. Mengadakan pelatihan untuk petugas laboratorium memgenai TB

VII.2. Penggabungan Pemecahan Masalah

Pengetahuan penduduk mengenai penyakit TBC masih sangat rendah. Analis di laboratorium tidak langsung sehingga memeriksa sampel BTA, yang

Penyuluhan dapat diadakan dengan mengikuti jadwal posyandu lansia, kelas ibu, posyandu balita, dan promosi kesehatan lain atau dapat juga mengikuti jadwal arisan dimana penduduk desa berkumpul. Mengingatkan atau memberikan motivasi untuk petugas lab agar segera memfiksasi preparat yang sudah diletakkan dilaboratorium

seharusnya

segera

diperiksa

dapat menjadi rusak. Tidak ada jadwal rutin untuk penyuluhan TBC. Pemanfaatan dana BOK yang belum optimal.

Ketrampilan petugas laboratorium masih kurang

Mengadakan pelatihan untuk petugas laboratorium memgenai TB

58

VII.3 Rekapitulasi Alternatif Pemecahan Masalah Rekapitulasi (penggabungan) alternatif pemecahan masalah ini adalah : 1. Jadwal penyuluhan dapat mengikuti jadwal posyandu lansia, kelas ibu, posyandu balita, dan promosi kesehatan lain atau dapat juga mengikuti jadwal arisan dimana penduduk desa berkumpul. 2. Mengingatkan atau memberikan motivasi untuk petugas lab agar segera memfiksasi preparat yang sudah diletakkan dilaboratorium 3. Mengadakan pelatihan untuk petugas laboratorium memgenai TB

VII.4. Penentuan Pemecahan Masalah Tabel 25. Hasil Akhir Penentuan Pemecahan Masalah

Penyelesaian Masalah M 1. Penyuluhan dapat dilaksanakan dengan mengikuti jadwal posyandu lansia, kelas ibu, posyandu balita, dan promosi kesehatan lain atau dapat juga mengikuti jadwal arisan dimana penduduk desa berkumpul. 2. Mengingatkan atau memberikan motivasi untuk petugas lab agar selalu segera memfiksasi preparat yang sudah diletakkan dilaboratorium 5 5

Nilai Kriteria

Hasil akhir (M .I .V) C

Urutan

31,25

26,6

59

3. Mengadakan pelatihan untuk petugas laboratorium memgenai TB 5 5 4 4 25

VII.5. Plan of Action Dalam Plan of Action akan disajikan perencanaan kegiatan pemecahan masalah penemuan kasus TB dengan BTA positif.

60

Tabel 26. Plan of Action (POA) Pemecahan Masalah Penemuan Kasus TB dengan BTA positif di Desa Prajegsari

No 1

Kegiatan Penyuluhan dapat dilaksanakan mengikuti jadwal posyandu lansia,

Tujuan Memberi pengetahuan kepada masyarakat

Sasaran Penduduk Desa Prajegsari

Waktu 6 bulan sekali

Dana BOK

Lokasi Balai Desa Prajegsari, atau Posyandu

Pelaksana Koordinator TBC,Bidan desa, koordinator Prom Kes, dan dokter muda jika ada

Metode Jika bidan desa yang memimpin acara posyandu dapat diminta untuk melakukan penyuluhan TBC tetapi tidak harus lengkap cukup mengenai gejala, cara penularan dan

Tolok Ukur Pengetahuan masyarakat meningkat

kelas ibu, posyandu mengenai balita, dan promosi kesehatan lain atau dapat juga mengikuti jadwal arisan dimana penduduk desa berkumpul. penyakit TB sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan akan adanya penyakit TB di lingkungan sekitar yang nantinya akan meningkatkan pula cakupan penemuan TB BTA Positif di

61

masyarakat

pengobatan nya Jika dokter muda yang yang mengisi acara pnyuluhan secara lengkap mengenai TBC.

Mengingatkan atau Petugas memberikan motivasi laboratorium untuk dapat bekerja

Petugas laboratorium

Satu bulan sekali melalui minilok akarya

Puskesmas dan laboratorium

Dokter

Kepala puskesmas dan dokter lain mengingatk an dan memotivasi

Semua prosedur telah dijalankan dengan baik Semua pasien

petugas lab agar sesuai prosedur segera memfiksasi preparat sudah yang diletakkan Pasien TB dapat terdeteksi semua

62

dilaboratorium

petugas laboratoriu m.

TB terdeteksi

Mengadakan pelatihan petugas laboratorium memgenai TB

Meningkatkan untuk ketrampilan petugas laboroatorium

Petugas laboratorium

Setahun sekali

Dana operasional Puskesmas

Puskesmas

Kepala program P2M TB

Pelatihan ketrampilan petugas laboratoriu m

Meningkatny a ketrampilan petugas laboratorium

63

VII.6. Gann Chart Tabel 27. Gann Chart


Kegiatan Mei 1 2 3 4 1 2 Juni 3 4 1 2 Juli 3 4 1 Agustus 2 3 4 1 September 2 3 4 1 Oktober 2 3 4 1 November 2 3 4 1 Desember 2 3 4

1. Penyuluhan dapat dilaksanakan dengan mengikuti jadwal posyandu lansia, kelas ibu, posyandu balita, dan promosi kesehatan lain atau dapat juga mengikuti jadwal arisan dimana penduduk desa berkumpul

64

2. Mengingatkan atau memberikan motivasi untuk petugas lab agar segera memfiksasi preparat yang sudah diletakkan dilaboratorium 3. Mengadakan pelatihan untuk petugas laboratorium memgenai TB

65

BAB VIII PENUTUP VIII.1. Kesimpulan Kurangnya cakupan penemuan kasus TB dengan BTA positif di Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran dipengaruhi banyak faktor. Salah satu yang terpenting adalah kurangnya pengetahuan masyarakat Desa Prajegsari mengenai penyakit TBC. Maka dari itu penyuluhan menjadi sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai TBC. VIII.2. Saran 1. Terhadap Puskesmas Tempuran : a. Penambahan Jadwal penyuluhan di balai desa, sekolah atau tempat umum lainnya untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit TB paru. b. Mengusahakan dan meningkatkan kerjasama antara P2M TB paru dan bagian Promkes serta Kesling, antara lain dengan bersama - sama melakukan inspeksi sanitasi lingkungan, kunjungan rumah pada keluarga dengan kontak TB (+) c. Peran aktif dari tenaga kesehatan serta kader untuk memberikan penyuluhan kepada warga tentang cara pengeluaran dahak yang baik, sehingga sampel yang diperiksa pun dapat akurat. d. Mengusahakan kembali tenaga kesehatan yang bekerja pada pelayanan kesehatan swasta mengisi blanko pasien suspek TB yang telah disediakan oleh puskesmasdan mengadakan rapat koordinasi dengan pihak swasta. 2. Untuk masyarakat: a. Masyarakat diharapkan untuk lebih memahami dan mawas diri terhadap gejala gejala TB paru dan faktor risikonya b. Pasien dengan TB paru diharapkan untuk kontrol rutin dan berobat secara teratur ke puskesmas

66

DAFTAR PUSTAKA

1. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010 2014. Available at http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/STRANAS_TB.pdf Accessed on 9th Mei 2012. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tuberkulosis Secara Global. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi kedua. 2008. hal. 3-7. 3. WHO. Tuberculosis. Dapat ditemukan di

http://www.who.int/topics/millennium_development_goals/diseases/en/index. html. diakses tanggal 9 Mei 2012. 4. WHO. Indonesia. Tuberculosis Profile. Dapat ditemukan di

www.WHO.int/tb/data. diakses tanggal 9 Mei 2012. 5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penanggulangan Tuberkulosis Di Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi kedua. 2008. hal. 8-12. 6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tatalaksana Pasien Tuberkulosis. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi kedua. 2008. hal. 1337. 7. Lumb R, Yamin G dan Bastian I. Pengumpulan Dahak. Editor: Elly T. Diagnosis Tuberkulosis Secara Laboratorium Dengan Pemeriksaan

Mikroskopis Dahak. Australia: Institute of Medical and Veterinary Science. 2004. hal. 8-11.

67

68

KUESIONER TB Identitas Responden Nama : Usia : Alamat : Pendidikan terakhir : 1. Apakah anda tahu tentang penyakit TBC? a. Ya b. Tidak 2. Apakah anda mengetahui gejala gejala TBC? a. Ya b. Tidak 3. Apakah TBC itu berbahaya? a. Ya b. Tidak 4. Apakah TBC menular? a. Ya b. Tidak 5. Apakah anda tahu cara penularannya? a. Ya b. Tidak 6. Apakah anda tahu cara pencegahan TB? a. Ya b. Tidak 7. Jika sakit, apakah anda langsung berobat ke puskesmas/dokter? a. Ya b. Tidak 8. Apakah anda pernah / sedang mengalami gejala seperti batuk berdahak, berdarah, badan lemah, berat badan menurun, nafsu makan menurun, berkeringat di malam hari? a. Ya b. Tidak
69

9. Apakah di lingkungan sekitar rumah (tetangga) anda ada yang mempunyai gejala seperti batuk berdahak, berdarah, badan lemah, berat badan turun, nafsu makan turun, berkeringat di malam hari? a. Ya b. Tidak 10. Apakah petugas kesehatan (bidan desa, mantri, dokter) pernah memberikan penyuluhan tentang penyakit flek paru? a. Ya b. Tidak 11. Jika anda batuk > 2 minggu, apakah langsung berobat ke puskesmas/ dokter ? a. Ya b. Tidak 12. Apakah anda sering mengikuti kegiatan di Balai Desa ? a. Ya b. Tidak 13. Apakah setiap hari anda selalu makan-makanan yang bergizi ? a. Ya b. Tidak 14. Apakah saat anda batuk, anda menutup mulut ? a. Ya b. Tidak 15. Apakah saat anda batuk anda membuang reak di tempat yang benar (tidak disembarang tempat) ? a. Ya b. Tidak

70

You might also like