You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan).

Anatominya juga sangat rumit. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini dapat raemperoleh sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN= cerificate in otorhinolaringology-head and neck nursing).

B.

Rumusan Masalah 1. 2. Bagaimana Konsep dasar Penyakit Impaksi Serumen? Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Impaksi Serumen?

C.

Tujuan 1. 2. Memenuhi tugas mata kuliah Sistem Sensori Persepsi Menambah dan memperluas pengetahuan tentang konsep dasar penyakit Impaksi Serumen dan Memberikan informasi kepada pembaca tentang Asuhan Keperawatan Penyakit Impaksi Serumen.

D.

Metode Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan berbagai sumber dengan metode pustaka. Dengan metode ini, penulis dapat

melengkapi makalah sesuai dengan bahan- bahan Yang penulis ambil dari buku- buku referensi sebagai bahan pendukung dan pelengkap materi.

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu (Mansjoer, Arif .1999). Serumen istilah yang berasal dari bahasa Latin cera (lilin), merupakan produksi alamiah telinga yang dihasilkan dari produksi kelenjar sebasea dan kelenjar serumen yang terdapat di kulit luar liang telinga yang apabila tidak pernah dibersihkan dapat menimbulkan sumbatan liang telinga. Konsistensi serumen biasanya lunak, tetapi kadang-kadang padat, terutama dipengaruhi oleh faktor keturunan, iklim dan usia. Sepertiga bagian luar dari lubang telinga mengandung kelenjar yang berfungsi menghasilkan serumen. Serumen di lubang telinga akan menangkap debu, mikroorganisme, maupun partikel-partikel asing, dan mencegahnya masuk ke struktur telinga yang lebih dalam. Serumen pun memiliki efek bakterisidal (dapat membunuh bakteri). Efek tersebut diduga berasal dari komponen asam lemak, lisozim dan immunoglobulin yang dikandungnya. Selain itu, pH serumen yang relatif rendah merupakan suatu faktor tambahan yang dapat mencegah terjadinya infeksi telinga. Serumen juga berfungsi sebagai pelumas, yang akan menjaga telinga supaya tidak kekeringan. Dalam kondisi kekeringan, lubang telinga akan sangat mudah terluka, akibatnya telinga akan terasa nyeri dan rentan terhadap infeksi. Ini membuktikan bahwa serumen tidak hanya melindungi telinga dari ancaman yang datang dari luar, namun juga menjaga agar lingkungan di dalam telinga tetap berada dalam kondisi yang fisiologis.

2. Etiologi Adapun faktor penyebab dari impaksi serumen, antara lain: a. Dermatitis kronik pada telinga luar b. Liang telinga sempit c. Produksi serumen terlalu banyak dan kental d. Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek telinga).

3. Faktor Predisposisi Dermatitis kronik liang telinga luar, liang telinga sempit, produksi serumen banyak dan kental, adanya benda asing di linag telinga, eksostosis di liang telinga, terdoronganya serumen oleh jari tangan atau ujung handuk stelah mandi, atau kebiasaan mengorek telinga.

4. Gejala Klinis Gejala yang umumnya dirasakan oleh penderita penyakit impaksi serumen, antara lain : a. Pendengaran berkurang karena telinga tersumbat b. Rasa nyeri apabila serumen menekan keras membatu dan menekan dindinng liang telinga c. Vertigo dan tinutitis bila serumen menekan membran timpani

5. Patofisiologi Secara normal serumen dpat tertimbun dalam kanalis eksternus ddan dalam jumlah serta warna yang bervariasi. Meskipun biasanya tidak perlu dikeluarkan, kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran. Usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi.

Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam saluran telinganya, terutama manik-manik, penghapus karet atau kacangkacangan

6. Pathways Dermatitis kronik pada telinga luar Produksi serumen banyak dan kental Liang telinga sempit Kebiasaan membersihkan telinga yang salah

Impaksi Serumen (Penumpukan serumen)

Kurangnya paparan informasi

Menekan dinding liang telinga

Menekan membrane timpani

Telinga tersumbat

Kurang Pengetahuan

Agen cedera biologi

Vertigo dan tinitus

Pendengaran terganggu

Nyeri akut

Perubahan status kesehatan

Perubahan sensori dan persepsi

Ansietas Gangguan sensori persepsi (auditori)

Stigma berkenaan dengan kondisi

harga a. Gangguan Gejala Klinis diri

7. Pemeriksaan Penunjang Ketajaman Auditorius a. Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan b. Bisikan kata atau detakan jam tangan Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar, Penggunaan uji Weber dan Rinne memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan kehilangan sensorineura. 1) Uji Weber Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilangan pendengaran konduktif

(otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pendengaran unilateral. 2) Uji Rinne Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis

auditorius eksternus (konduksi udara). Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengarkan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural

memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah. c. Prosedur Diagnostik Auditorius dan Vestibuler Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah satu-satunya instrumen diagnostik yang paling penting. Uji audiometri ada dua macam: 1) Audiometri nada-murni Dimana stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin keras nada sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan pendengarannya). 2) Audiometri wicara Dimana kata yang diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan mendengar dan membedakan suara. Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone dan sinyal mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara langsung pada meatus kanalis auditorius eksiernus, kita mengukur konduksi udara. Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi (osikulus), langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri dilakukan di ruangan yang kedap

suara. Respons yang dihasil-kan diplot pada grafik yang dinamakan audiogram.

8. Penatalaksanaan Serumen dapat dilunakkan dengan meneteskan beberapa tetes gliserin hangat, minyak mineral, atau hidrogen peroksida perbandingan setengah selama 30 menit sebelum pengangkatan. Bahan seruminolitik, seperti peroksida dalam gliseril (Debrox) atau Cerumenex juga tersedia; namun, senyawa ini dapat menyebabkan reaksi alergi dalam bentuk dermatitis. Pemakaian larutan ini dua sampai tiga kali sehari selama beberapa hari biasanya sudah mencukupi untuk memudahkan

pengangkatan impaksi. Bila impaksi serumen tak dapat dilepaskan dengan cara ini, dapat diangkat oleh petugas perawatan kesehatan dengan instrumen khusus seperti kuret serumen dan pengisap aural yang menggunakan mikroskop binokuler untuk pembesaran. Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat. Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga ( Mansjoer, Arif.1999 ), antara lain: a. Serumen yang lembek/ cair dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator (pelilit). Membersihkannya pun jangan terlampau dalam. Cukup 1/3 luar liang telinga saja.

b. Jangan terlalu sering membersihkan telinga. Cukup seminggu sekali. c. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret. d. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 5 hari, setelah itu dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh. e. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37 oC agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler. f. Jika terdapat perforasi atau riwayat perforasi tidak boleh diirigasi g. Saat membersihkan, gunakan gerakan mengorek keluar, bukan gerakan mendorong ke dalam. h. Bila kotoran terasa penuh dan banyak, sebaiknya minta bantuan dokter spesialis. Usahakan tidak membersihkan secara mandiri. Selain kita tidak tahu seberapa dalam mengorek liang telinga, mungkin kotoran justru akan semakin terdorong ke dalam. i. Disarankan mengunjungi dokter setidaknya enam bulan sekali untuk memeriksakan kesehatan telinga

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN 1. Biodata pasien dan penanggung jawab 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama saat MRS

10

Penderita

biasanya

mengeluhkan

pendengarannya

mulai

menurun, nyeri, telinga berdengung, dan pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo). b. Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat kesehtan masa lalu yang berhubungan dengan penyakit impaksi serumen adalah kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar, penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan dermatitis pada kulit, seperti herpes zooster 3. Pola kebutuhan dasar manusia Pola kebutuhan dasar manusia meliputi : 1. Pola napas 2. Pola makan dan minum 3. Pola eliminasi (BAB dan BAK) 4. Pola istirahat dan tidur 5. Pola berpakaian 6. Pola rasa nyaman 7. Pola kebersihan diri 8. Pola rasa aman 9. Pola komunikasi 10. Pola beribadah 11. Pola produktivitas 12. Pola rekreasi 13. Pola kebutuhan belajar 4. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Telinga .Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi langsung sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic Pengkajian Fisik. Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya: a. Deformitas

11

b. Lesi c. Cairan begitu pula ukuran d. Simetris dan sudut penempelan ke kepala. Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah. Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.

II. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan persepsi dan sensori (auditori) b/d perubahan sensori persepsi b. Nyeri akut b/d agen cedera biologi c. Gangguan harga diri b/d stigma berkenaan dengan kondisi d. Ansietas b/d perubahan status kesehatan e. Kurang pengetahuan b/d kurangnya terpapar informasi

III. Rencana Asuhan Keperawatan a. Dx 1 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan ketajaman pendengaran pasien meningkat, dengan kriteria hasil : 1. Pasien dapat mendengar dengan baik 2. Pasien tidak meminta mengulang setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya Intervensi : 1. Kaji ketajaman pendengaran, catat apakah kedua telinga terlibat

12

R/ : Untuk mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien dan untuk menentukan intervensi selanjutnya. b. Ciptakan komunikasi alternatif non-verbal pasien dan orangorang terdekat, seperti menganjurkan pembicara menulis atau menggunakan bahasa tubuh untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikan kepada pasien R/ : Untuk mempertahankan komunikasi dan hubungan yang baik antara pasien dengan orang-orang terdekat c. Anjurkan keluarga untuk tinggal dengan pasien R/ : Untuk menghindari perasaan terisolasi dari pasien d. Anjurkan pasien dan keluarganya untuk mematuhi program terapi yang diberikan R/ : Mematuhi program terapi akan mempercepat proses penyembuhan

b. Dx. 2 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri pasien hilang atau terkontrol, dengan kriteria hasil : 1. Skala nyeri 0-3 2. Wajah pasien tidak meringis 3. Pasien tidak memegang daerah yang nyeri Intervensi : 1. Kaji skala nyeri pasien menggunakan PQRST R/ : Untuk mengetahui skala nyeri pasien dan untuk mempermudah dalam menentukan intervensi yang akan dilakukan selanjutnya 2. Ajarkan pasien teknik relaksasi dan distraksi R/ : Teknik relaksasi dan distrakasi yang diajarkan kepada pasien, dapat membantu mengurangi persepsi pasien terhadap nyeri yang dideritanya 3. Delegatif dalam pemberian obat analgetik

13

R/ : Obat analgetik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien

c. Dx. 3 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan harga diri rendah pasien dapat diminimalisir, dengan kriteria hasil: 1) Pasien tidak menarik diri dari pergaulan 2) Mengikuti program terapi yang diberikan 3) Pasien bisa mulai bersosialisasi dengan orang lain Intervensi : 1. Kontrak waktu dengan pasien untuk mendengar keluhankeluhan pasien dan mengungkapkan perasaannya R/ : Untuk mengetahui apakah pasien menerima dirinya saat situasi tersebut 2. Anjurkan pasien untuk tidak merahasiakan masalahnya R/ : Merahasiakan sesuatu bersifat destruktif (merusak) terhadap harga diri. 3. Anjurkan keluarga pasien untuk memperlakukan pasien senormal mungkin R/ : Melibatkan pasien dalam keluarga dapat mengurangi perasaan terisolasi dari lingkungan sosial dan dapat pula memberikan kesempatan pada orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan pasien 4. Anjurkan pasien untuk ikut serta dalam setaip tindakan keperawatan atau tindakan pengobatan dan sesuaikan dengan kemampuan pasien. R/ :Partisipasi sebanyak mungkin dalam pengalaman dapat mengurang depresi tentang keterbatasan 5. Berikan respon positif terhadap segala tindakan yang dapat dilakukan oleh pasien secara mandiri dan kemajuan

perkembangan kesehatannya

14

R/ :Respon yang positif dapat membantu pasien untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan dan membentuk pasien muai menerima penanganan terhadap penyakitnya.

d. Dx. 4 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan rasa cemas pasien dan keluarganya berkurang atau hilang, dengan kriteria hasil : 1. Mengakui dan mendiskusikan rasa takut 2. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang atau hilang sampai pada tingkat dapat diatasi Intervensi : 1. Observasi status mental dan tingkat ansietas dari

pasien/keluarga R/ : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu 2. Berikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya R / : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan 3. Libatkan pasien/keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari, membuat keputusan sebanyak mungkin R/ : Meningkatkan perasaan kontrol diri dan meningkatkan kemandirian 4. Berikan lingkungan yang tenang dan istirahat. R/ : Lingkungan yang tenang dan stimulasi yang lebih rendah memungkinkn untuk menurunkan rasa takut 5. Tinggal bersama pasien, mempertahankan sikap yang tenang. Mengakui atau menjawab kekhawatiran dan mengizinkan perilaku pasien yang umum R/ : Menegaskan pada pasien atau orang terdekat bahwa walaupun perasaan pasien di luar kontrol,

15

lingkungannya

tetap

aman.

Menghindari

respon

pribadi pada ucapan yang tidak tepat atau tindakan tindakan mencegah konflik atau reaksi yang berlebihan terhadap situasi yang penuh dengan stres. 6. Berikan obat sesuai indikasi, mis: sedatif, deazepam. R/ : Meningkatkan relaksasi / istirahat dan menurunkan rasa cemas

e. Dx 5 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan akan informasi akan terpenuhi dengan kriteria hasil: 1. Pasien dan keluarganya tidak terus menerus menanyakan tentang penyakit yang diderita oleh pasien 2. Pasien dan keluarganya memahami tentang penyakit dan proses penyakit yang diderita oleh pasien Intervensi : 1) Observasi latar belakang pendidikan pasien dan keluarga R/ : Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tungkat pendidikan, agar tidak terjadi kesalahpahaman , dan informasi dapat diterima dengan jelas dan tepat 2) Berikan informasi dalam bentuk2 dan segmen yang singkat dan sederhana R/ : Menurunya rentan perhatian pasien dapat menuirunkan kemapuan untuk menerima atau memproses dan mengingat atau menyimpan informasi yang diberikan 3) Diskusikan kemungkinan mengenai proses penyembuhan yang lama R/ : Proses pemulihan dapat berlangsung dalam beberapa minggu/bulan dan informasi yang tepat mengenai harapan dapat menolong pasien untuk mengatasi

16

ketidak mampuaanya dan juga menerima perasaan tidak nyaman yang lama 4) Berikan penjelasan ulang mengenai tanda atau gejala yang membutuhkan penanganan medis segera R/ : Evaluasi dan intrervensi awal dapat mencegah kambuhnya penyakit atau berkembangnya komplikasi 5) Evaluasi pasien dan kelurga setelah diberikan pendidikan kesehatan R/ : Mengetahui tingkat pemahaman pasien setelah diberikan pendidikan kesehatan.

IV. Implementasi Implementasi sesuai dengan rencana keperawatan yang sudah dibuat.

V.

Evaluasi 1. Dx. 1 a. Pasien dapat mendengar dengan baik b. Pasien tidak meminta pertanyaan untuk diulang 2. Dx. 2 a. Nyeri pasien hilang atau terkontrol ( 0-3 ) b. Pasien tidak nampak meringis c. Pasien tidak memegang daerah yang nyeri 3. Dx. 3 a. Harga diri rendah pasien dapat diminimalisir b. Pasien mengikuti terapi dengan baik c. Pasien dapat bersosialisasi dengan orang lain 4. Dx. 4 a. Mengakui dan mendiskusikan rasa takut b. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang atau hilang sampai pada tingkat dapat diatasi 5. DX 5

17

a. Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi atau proses penyakit dan pengobatan. b. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan

18

BAB III PENUTUP

A.

Kesimpulan Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu (Mansjoer, Arif :1999). Serumen yaitu istilah yang berasal dari bahasa Latin cera (lilin), merupakan produksi alamiah telinga.dihasilkan dari produksi kelenjar sebasea dan kelenjar serumen yang terdapat di kulit luar liang telinga yang apabila tidak pernah dibersihakan dapat menimbulkan sumbatan liang telinga.

B.

Saran Pada dekade selanjutnya, diharapkan terdapat penelitian penelitian yang meneliti tentang penatalaksaan Impaksi Serumen secara holistik sehingga dapat menolong memperbaiki kualitas hidup para penderita Impaksi Serumen.

19

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol: 3, Edisi 8. Jakarta : EGC Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC George L. Adams, Lawrence R. 1997. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC http:// iranichi.multiply.com, diakses tanggal 29 April 2012 http:// blogdokter.net/2008/impaksi serumen, diakses tanggal 29 April 2012 Mansjoer, Arief,dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3. Jilid 1.Jakarta : Mediaacs culapius NANDA. 2005. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2005-2006. NANDA : International, Philadelphia

20

You might also like