Professional Documents
Culture Documents
Sketsa Gua Ini Dibuat oleh Jabir a.k.a. Bayu Era Sandera
Pada tanggal 7 s.d. 10 Juli 2005 satu tim caving Palawa Unpad mendatangi kawasan karst Pangkalan, Karawang. Salah satu oleh-oleh yang dibawa ketika pulang adalah sketsa ini dan beberapa catatan ringkas mengenai kondisi alam dan kronik perjalanan.
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 01.48 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: Bayu Era Sandera, gunung kapur karawang, karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, kawasan karst, Latgab Caving Jabodetabeka, Renaldi Bangun Sugito, save our karst, Sejarah Ringkas Karawang Rabu, 11 Desember 2013
Peta ini dibuat oleh tim latgab caving Jabodetabeka. Terimakasih kepada seluruh tim dan pendukungnya. Semoga ini menjadi amal ibadah yang tiada akan pernah putus. Amin.
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 19.47 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Gua Cikeman
Peta ini dibuat oleh tim latgab caving Jabodetabeka. Terimakasih kepada seluruh tim dan pendukungnya.
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 19.16 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: gunung kapur karawang, karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, kawasan karst,Latgab Caving Jabodetabeka, save our karst, Sejarah Ringkas Karawang, T Bachtiar
suhu 900-1.000 derajat celsius. Dan kapur tersebut diambil dari pegunungan gamping yang membentang dari arah barat-timur sepanjang 20 kilometer di wilayah Karawang Selatan. Radar Karawang, dalam sebuah rilisnya, memberi banyak keterangan dasar untuk mengenal kawasan karst Pangkalan. Diketahui, secara geologis, Karst Pangkalan merupakan bentang alam yang terbentuk pada formasi batu gamping berumur Miosen Tengah-Akhir, kira-kira 10 15 juta tahun yang lalu yang dinamakan Formasi Parigi. Batuannya berupa batu gamping terumbu. Hal itu menunjukkan bahwa pada kala itu, daerah Pangkalan merupakan laut dangkal yang ditumbuhi terumbu karang yang tumbuh subur pada kondisi iklim hangat dengan air laut yang jernih. Saat terangkat sekarang ini, terumbu itu telah berubah menjadi wilayah perbukitan dengan ketinggian 50 120 m di atas permukaan laut sekarang. Karst Pangkalan, sebagaimana Kawasan Karst Kelas I lainnya, mempunyai nilai-nilai sos-ek-dik-bud yang tidak dapat dipisah sendiri-sendiri. Kawasan yang membentang dari barat ke timur ini besar kemungkinan menyimpan banyak gua. Setidaknya di Desa Tamansari diketahui terdapat banyak gua, penelitian yang komprehensif besar kemungkinan belum dilakukan. Gua vertikal dan berupa lubang di permukaan tanah umumnya merupakan ladang panen sarang walet yang juga potensi bagus untuk peningkatan ekonomi masyarakat setempat. Menyinggung sarang burung walet, ada sebuah buku berjudul Mayor Jantje - Cerita Tuan Tanah Batavia Abad ke-19 (Jakarta, 2008), yang merupakan terjemahan dari buku De Zwaluwen van Klapanoenggal (Den Haag, 1979), karangan Johan Fabricius, relevan untuk turut diketengahkan. Singkatnya buku tersebut menceritakan bukti-bukti pemanfaatan kawasan karst di Citeureup, Jawa Barat. Kisahnya realistis. Mayor Jantje adalah pemilik tanah terluas di Jawa Barat. Amat sangat kaya raya. Cerita dibangun untuk mengatakan bahwa kawasan karst dan sarang walet adalah pasangan ideal; pembaca diajak untuk mengetahui bahwa salah satu sektor yang paling banyak menyumbang penghasilan sang mayor sehingga pundi kekayaannya terus bertumpuk-tumpuk adalah sarang-sarang walet yang subur dan terawat di gua-gua miliknya. Meski gaya hidup bermewah-mewah dilakoninya, namun kekayaannya bagai takberkurang dan justru terus berlipat-lipat ganda. Tetamu yang datang ke Vila Citeureup milik sang mayor menjadi kerasan tinggal karena dijamu dengan sebaik-baiknya perjamuan. Makanan, minuman, dan perempuan terus disajikan bersama iringan kesenian tandak dan tanjidor. Bunga nilai ekonomis yang tumbuh dan mekar dari kawasan karst dan gua-guanya tergambar begitu jelas dan nyata sehinga sedikit-sedikit mendorong pembacanya untuk turut menyetujui betapa lanskap karst yang kaya dan masih terjaga jauh lebih bernilai dibandingkan dengan pertambangan dan usaha-usaha industri ekstraktif apa pun. Wartawan Radar Karawang (2012), Raka, mengutip Budi Brahmantyo (2008), mencatat sedikitnya terdapat 17 gua dengan potensi sarang walet, yaitu Luweng Pangambuh, Cibunut, Cimiring, Sempit, Keman, Cisumur, Sitela, Gede, Sipeleng, Cileuwi, Haji, Situmeja, Silonong, Cibenda, Ja`in, Cikandil, dan Cimandor. Ada empat gua sebagai sarang lalay, yaitu di Luweng Bahu, Sikondang, Gua Lumpang, dan Masigit. Ada empat gua tempat masukan air dan sungai bawah tanah, yaitu di Luweng Gede, Cibadak, Baucinyusup, dan Sitamyang. Sebuah gua dikeramatkan oleh penduduk setempat yaitu di gua berbentuk ceruk yang dikenal dengan Song Paseban. Tim Latgab Mapala Jabodetabeka (2010) juga pernah membuat peta beberapa gua di kawasan tersebut, di antaranya Gua-gua yang dipetakan tersebut adalah Gua Bahu, Cinyurup III, Cilele, Citamiang, Haji, Bagong, Gede, Terowong, NN, Keman, Bedawang, Cikondang, Khotib, Cikembar, Cipeuleung, Pengemboh, Miring, dan Angin. Selain hasil peta gua, hasil lain dari kegiatan ini juga berupa titik koordinat lokasi mulut gua pada peta topography skala 1 : 25.000 juga data sosial budaya masyarakat sekitar yang diperoleh dari hasil wawancara beberapa warga di sekitar lokasi kegiatan.
Selain itu, kawasan karst ini mempunyai sedikitnya dua mata air potensial. Pertama adalah Ciburial yang mempunyai debit air lebih dari 5 liter/detik. Mata air ini dikelola oleh PDAM untuk didistribusikan di Kecamatan Pangkalan yang meliputi tiga desa besar, yaitu Ciptasari, Tamansari, dan Jatilaksana. Mata air lain sekalipun tidak sebesar Ciburial, juga banyak dijumpai di kaki-kaki perbukitan karst, misalnya Citaman, yang menjadi pemasok air bersih utama bagi kampung-kampung di sekitarnya. Banyaknya mata air karst tidak lepas dari kondisi lingkungan yang masih cukup berhutan di wilayah perbukitan. Tentu saja keberlangsungan air bersih akan terjaga jika wilayah hutan dipertahankan. Maka jelaslah bagaimana fungsi antara hutan, lubang-lubang, dan gua-gua di permukaan tanah, serta gua-gua di dalam batuan menjadi satu sistem hidrologis yang kait-mengait. Antara eksokarst dan endokarst. Satu unsur di dalam sistem terganggu, seluruhnya akan ikut menerima dampak. Di dalam berita yang dirilis Kompas, kita juga menjadi tahu dan sedikit paham bahwa sudah selayaknya untuk diupayakan sebuah pengelolaan yg lestari dan berperspektif jangka panjang, pemerintah daerah juga harus berani menetapkan perlindungan terhadap situs utama (Batujaya) dan situs pendukung (Karst Pangkalan). Saat ini, Karst Pangkalan nasibnya berada di ujung tanduk akibat eksploitasi penambangan dan pembuatan kapur bakar. Apakah pantas kalau kita hanya duduk sambil berpangku tangan? Ayo susun rencana. Pada mulanya (mungkin) ekskursi.
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 09.51 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: Budi Brahmantyo, gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst Selasa, 10 Desember 2013
Peta ini dibuat oleh tim latgab caving Jabodetabeka. Terimakasih kepada seluruh tim dan pendukungnya. Semoga ini menjadi amal ibadah yang tiada akan pernah putus. Amin.
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 19.34 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: gunung kapur karawang, karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, kawasan karst,Latgab Caving Jabodetabeka, save our karst, Sejarah Ringkas Karawang, T Bachtiar
Gua Cilele
Peta ini dibuat oleh tim latgab caving Jabodetabeka. Terimakasih kepada seluruh tim dan pendukungnya.
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 19.22 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: gunung kapur karawang, karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, kawasan karst,Latgab Caving Jabodetabeka, save our karst, Sejarah Ringkas Karawang
Gua Lorong
Peta ini dibuat oleh tim latgab caving Jabodetabeka. Terimakasih kepada seluruh tim dan pendukungnya.
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 19.11 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: Budi Brahmantyo, gunung kapur karawang, karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, kawasan karst, Latgab Caving Jabodetabeka, save our karst, Sejarah Ringkas Karawang, T Bachtiar Senin, 09 Desember 2013
menarik dicermati
Dari Citarum melintas dekat Pangkalan ke Batujaya. Menarik dicermati. Sumber: Kompas.
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 01.23 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Minggu, 08 Desember 2013
Makanya jika kebijakan saya salah, saya siap dipecat dari kepala BPMPT," tandas Okih. Bahkan ia berani mengingatkan siapapun, termasuk DPRD atas pernyataannya di koran ini, agar tidak menghambat kinerja BPMPT yang sedang serius mendorong tumbuhnya investasi di wilayah Kabupaten Karawang guna mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD). Dikatakannya, tanah di wilayah Kecamatan Pangkalan kondisinya semerawut. Sehingga untuk memberikan perizinan atas penggunaannya sesuai ketentuan Perda nomor 2 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karawang 2011-2031, menurutnya, bukan persoalan sederhana. "Sekali lagi saya tegaskan, mengenai izin pemanfaatan ruang merupakan hal yang sangat sakral. Saya tidak mungkin begitu saja berani mengeluarkan izin tanpa memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku, salah satunya pertimbangan teknis dari BPN. Saya mohon, tolong jangan ganggu BPMPT dengan pemberitaan-pemberitaan dari pernyataan yang bisa berpengaruh terhadap opini minor di tengah publik. Kita di sini lagi semangat-semangatnya bagaimana membangun pertumbuhan investasi di Karawang," ulang Okih masih bersuara tinggi. Seperti diberitakan kemarin, anggota Komisi A DPRD, Ace Sopian Mustari, mengaku terkejut ketika membaca Radar Karawang edisi Rabu (30/10) yang mengabarkan bahwa PT Jui Shin Indonesia kembali mengeruk batu kapur di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan untuk pabriknya yang berada di Bojongmangu, Bekasi. Ia curiga, apabila benar terjadi pembelian besar-besaran batu kapur dari para penambang tradisional tersebut bukan mustahil digunakan sebagai bahan baku produksi semen sebagaimana awal pengajuan ijin perusahaan ini yang pernah ditolak keberadaannya di Pangkalan. Selanjutnya Ace juga mempertanyakan, jangan-jangan upaya BPMPT bersama Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi (Disperindag Tamben) membantu mengajukan permohonan dispensasi ijin penambangan bagi pengusaha setempat ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ada keterkaitan dengan apa yang diinginkan Jui Shin. Apalagi pengusaha lokal yang sudah lama bergerak di penambangan batu kapur tradisional itu, diamininya, sudah banyak didengar publik punya kedekatan dengan orang penting di RDB (rumah dinas bupati). Termasuk dalam penguasaan lahan di wilayah Kecamatan Telukjambe Barat seluas 150 hektar peruntukan kawasan industri yang ijin penggunaan lahannya itu, Ace mendengar, sudah dikabulkan BPMPT kendati aspek pertimbangan teknisnya dari BPN Karawang belum turun. (vins)
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 04.00 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst
corannya sudah benar-benar kering. Hingga tidak terjadi rembesan yang terkadang lama-kelamaan menjadi besar dan berbahaya. Maka dengan diuji menggunakan metode direndam diharapkan tidak terjadi rembesan, hingga talangnya sendiri menjadi awet. Sehingga jika saja pemerintah untuk kembali membangun sarana air untuk pertanian, maka ketika talang ini kokoh, berarti tinggal memperbaiki bagian lainnya, dan jika semuanya awet sesuai dengan umur ekonominya, semuanya bisa diperbaiki. Ditambahkan Ano, hal tersebut merupakan salah satu bentuk program Pemerintah Karawang melalui Dinas Bina Marga dan Pengairan untuk memperbaiki talang Bendung Tonjong, yang jebol di tahun 2012 lalu. Kalaupun tetap berfungsi dengan upaya swadaya Petani yang ada diwilayah kerja GP3A Dewi Sri. Namun mengingat pentingnya sarana tersebut dalam mengalirkan air di Daerah Irigasi (DI) Tonjong yang mengairi areal sawah hingga ratusan hektar, hingga kembali dibangun. Hal inipun menjadikan motivasi bagi ketua GP3A Dewi Sri ini untuk terus mempertahankan budaya iuran yang sudah di lakukan sejak terbentuk lembaga tersebut beberapa tahun yang lalu. Menurutnya hal tersebut merupakan salah salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan perawatan daerah irigasi. Sebab jika saja selalu bergantung pada pemerintah, maka selama itulah petani tidak akan bisa mandiri. Dia juga mengaskan bahwa anggran pemerintah bukan hanya melayani satu program saja, akan tetapi melayani hingga ratusan program, maka jangan kaget ketika ada keterlambatan atau tidak sesuai keinginan. Untuk mengantisipasi keterlembatan tersebutlah patani ini harus sudah siap karena pada hakekatnya yang menggunakan air itu adalah petani, dan ketika tidak ada bantuan dari luarpun (baik pemerintah maupun pengusaha) petani tetap membutuhkan air. Dari kondisi tersebutlah harapan ketua GP3A Dewi Sri ini bukan hanya dapat mempertahankan iuran yang sudah berjalan saja, akan tetapi dapat menambah program-program yang sekiranya mendukung pada kesadaran petani (dari segi administrasi) dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani itu sendiri. Karena diyakini bahwa dari potensi daerah irigasi Tonjong mempunyai potensi yang cukup baik terutama dengan kondisi air yang sangat stabil, ditambah dengan daya dukung masyarakat yang masih mempunyai kekompakan. Hingga dengan menggulirkan program apapun yang bersifat untuk kemajuan masyarakatnya akan selalu merespon dengan baik. Aleh (43) petani penerima manfaat dari Bendung Tonjong yang sekaligus bagian dari pengurus GP3A Dewi Sri ketika dimintai konfirmasinya berharap baik gambar teknik atau kontruksi untuk pembuatan talang akan lebih baik, dan merupakan hasil dari ananlisa pembuatan talang sebelumnya yang hanya bertahan dalam satu tahun. Apakah disebakan oleh cara pengerjaanya, atau kontruksinya yang jelas untuk saat ini pengerjaan tersebut bertepatan dengan kebutuhan petani yang akan kembali menggarap lahan pertaniannya. Dia juga menyebutkan keterlibatannya baik yang bersifat swakelola, atau oleh kontraktor maupun dalam pengerjaan kerja bakti yang digelar secara swadaya oleh petani melalui Iuran Penggunaan Air (Ipair). (ark)
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 03.40 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst
pendapatan selama ini telah menjadikan rakyat kehilangan hak atas lingkungan hidup yang merupakan hak asasi rakyat. Ditegaskan, kecamatan Pangkalan merupakan salah satu kecamatan di selatan Karawang yang letaknya tidak jauh dengan sumber air pegunungan. Namun akhir-akhir ini sebagian daerahnya mengalami kekeringan. Hal ini ironis, sebab kini malah semakin marak pertambangan batu kapur di Pangkalan, dan batu andesit di Tegalwaru. Bahkan pola pertambangan tersebut bukan tradisional, melainkan menggunakan alat berat. Jika hal ini terus dibiarkan, maka sumber air akan semakin berkurang. "Penderitaan masyarakat ditambah dengan kemarau panjang. Masyarakat harus pintar-pintar menghemat pemakaian air. Beruntung mereka yang dekat dengan sungai Cigentis, dengan bermodalkan bensin dua liter saja bisa untuk menyedot air dari Cigentis itu untuk kebutuhan sehari-hari. Beda halnya dengan daerah yang jauh dari sumber air Cigentis, masyarakat hanya mengandalkan air sumur atau jika ada disuplai dari PDAM," kata aktivis lingkungan warga Kampung Jati, Desa Jatilaksana, Kecamatan Pangkalan, Marlina. Hal senada juga diungkapkan Lukman yang juga aktivis lingkungan. Kerusakan karts Pangkalan yang seolah dibiarkan, memperburuk kondisi alam di kecamatan tersebut. Alhasil, jangan aneh jika kemudian hari banyak terjadi bencana alam di Karawang selatan. (ark/rak)
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 03.37 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 03.34 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst
Bukit Di Kejauhan
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 03.14 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst
Karst adalah suatu wilayah geografis di permukaan bumi yang dicirikan oleh bentuk-bentuk yang khas, berupa bukit-bukit berbentuk kerucut atau kubah atau bahkan menara dengan lembah-lembah membulat atau lonjong di antaranya. Ciri morfologi yang paling spesifik adalah banyaknya gua, baik yang mempunyai bentuk mendatar ataupun vertikal. Morfologi unik tersebut adalah produk dari proses pelarutan batuan berpuluh ribu tahun. Proses itu terutama sangat signifikan pada jenis batuan yang mudah terlarut jika bereaksi dengan air, yaitu pada batu gamping atau batu kapur. Secara lebih khas proses pelarutan tersebut dikenal sebagai karstifikasi. Karstifikasi akan terjadi terutama pada batuan dengan kandungan karbonat CaCO3 tinggi, batuannya berlapis mendatar dengan banyak retakan, terjadi sirkulasi air tanah yang dinamis di dalam tubuh batuan, dan terletak pada wilayah dengan curah hujan tinggi. Hujan yang jatuh ke permukaan batuan karbonat akan meresap masuk ke tubuh batuan melalui retakan. Selama proses itu, air hujan, terutama yang kaya kandungan karbon dioksida CO2 akan bereaksi dengan karbonat menghasilkan unsur kalsium yang terlarut dan asam bikarbonat. Uniknya proses reaksi kimia tersebut berjalan dua arah. Jadi kalsium yang terlarut akan bereaksi balik membentuk kristal-kristal karbonat kembali, di antaranya membentuk stalaktit dan stalagmit. Prosesproses luar biasa tersebut tentu berlangsung tidak dalam waktu singkat. Misalnya, hasil penelitian ITBKyoto University di Gua Buniayu di Sukabumi menunjukkan bahwa satu batang stalagmit diketahui mempunyai kecepatan pertumbuhan hanya 1 cm dalam 25 tahun! Bahkan di Gua Petruk, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, sebuah stalaktit tumbuh dengan kecepatan 1 cm/60 tahun! Dengan cirinya yang dapat menyimpan dan mendistribusi air tanah dalam jumlah besar, kawasan karst adalah sumber air bersih yang sangat potensial. Gua-guanya selain berfungsi sebagai jalan bagi aliran sungai bawah tanah, hiasan guanya sangat indah dan unik, membuat banyak kolektor kesengsem untuk memotong dan membawanya pulang. Gua juga rumah bagi tumbuhan khas dan beribu-ribu walet dan lalay atau kelelawar pemakan serangga yang berfungsi sebagai penyeimbang ekologis. Belum lagi potensi gua sebagai kemungkinan situs-situs prasejarah atau sejarah, seperti di Gua Pawon di Padalarang Jabar, atau gua-gua di Gunung Sewu, Jateng-Jatim, serta gua-gua di seluruh dunia. Itulah beberapa alasan mengapa kita tidak boleh sembarangan mengeksploitasi kawasan karst. Uniknya Karst Pangkalan Secara geologis, Karst Pangkalan merupakan bentang alam yang terbentuk pada formasi batu gamping berumur Miosen Tengah-Akhir, kira-kira 10 15 juta tahun yang lalu yang dinamakan Formasi Parigi. Batuannya berupa batu gamping terumbu. Hal itu menunjukkan bahwa pada kala itu, daerah pangkalan merupakan laut dangkal yang ditumbuhi terumbu karang yang tumbuh subur pada kondisi iklim hangat dengan air laut yang jernih. Saat terangkat sekarang ini, terumbu itu telah berubah menjadi wilayah perbukitan dengan ketinggian 50 120 m di atas permukaan laut sekarang. Karst Pangkalan, sebagaimana Kawasan Karst Kelas I lainnya, mempunyai nilai-nilai sos-ek-dik-bud yang tidak dapat dipisah sendiri-sendiri. Kawasan ini yang tersebar luas di Desa Tamansari diketahui mempunyai banyak gua yang belum banyak diteliti. Gua-gua yang merupakan gua vertikal dan berupa lubang di permukaan tanah umumnya merupakan ladang panen sarang walet yang potensial untuk peningkatan ekonomi masyarakat setempat. Sedikitnya terdapat 17 gua dengan potensi sarang walet, yaitu Luweng Pangambuh, Cibunut, Cimiring, Sempit, Keman, Cisumur, Sitela, Gede, Sipeleng, Cileuwi, Haji, Situmeja, Silonong, Cibenda, Ja`in, Cikandil, dan Cimandor. Ada empat gua sebagai sarang lalay, yaitu di Luweng Bahu, Sikondang, Gua Lumpang, dan Masigit. Ada empat gua tempat masukan air dan sungai bawah tanah, yaitu di Luweng Gede, Cibadak, Baucinyusup, dan Sitamyang. Sebuah gua dikeramatkan oleh penduduk setempat yaitu di gua berbentuk ceruk Song Paseban. Selain itu, kawasan karst ini mempunyai sedikitnya dua mata air potensial. Pertama adalah Ciburial yang mempunyai debit air lebih dari 5 liter/detik. Mata air ini dikelola oleh PDAM untuk didistribusikan di Kecamatan Pangkalan yang meliputi tiga desa besar, yaitu Ciptasari, Tamansari, dan Jatilaksana. Mata air
lain sekalipun tidak sebesar Ciburial, banyak dijumpai di kaki-kaki perbukitan karst, misalnya Citaman, yang menjadi pemasok air bersih utama bagi kampung-kampung di sekitarnya. Banyaknya mata air karst tidak lepas dari kondisi lingkungan yang masih cukup berhutan di wilayah perbukitan. Tentu saja keberlangsungan air bersih akan terjaga jika wilayah hutan dipertahankan. Maka jelaslah bagaimana fungsi antara hutan, lubang-lubang, dan gua-gua di permukaan tanah, serta gua-gua di dalam batuan menjadi satu sistem hidrologis yang kait-mengait. Satu unsur terganggu, seluruhnya akan binasa. Perlu alternatif Dengan kondisi tersebut, sudah pasti Karst Pangkalan diklasifikasi sebagai kelas I sehingga menjadi kawasan lindung yang tidak boleh dieksploitasi, termasuk untuk industri semen yang memerlukan 75% bahan bakunya dari batu gamping. Maka usulan PT Semen Bosowa Karawang pada 2006 yang akan mendirikan industri semen dipastikan akan mengganggu fungsi-fungsi ekologis Karst Pangkalan sehingga kemudian direkomendasi untuk mencari lokasi lain di luar Karst Pangkalan. Akan tetapi tiba-tiba muncul iklan kecil di harian ini 25 Juni 2008 yang mengumumkan keinginan PT Jui Shin Indonesia untuk melakukan studi Amdal Proyek Tambang dan Pabrik Semen di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang. Lokasi yang sama yang pernah diusulkan oleh PT Semen Bosowa Karawang. Iklan itu memang meminta masukan dari masyarakat tentang rencana eksploitasi Karst Pangkalan. Ada beberapa butir yang menarik untuk menanggapi iklan itu. Pertama, kawasan Karst Pangkalan sebagai Kawasan Karst Kelas I yang tidak boleh diapa-apakan, entah bagaimana prosesnya, telah menjadi Kawasan Karst Kelas II yang boleh dieksploitasi setelah melalui kajian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Tentu saja ini aneh, karena Pergub Jabar 2006 belum pernah mengubah peta klasifikasi kawasan karstnya yang menjadikan Karst Pangkalan berubah kelas. Kedua, iklan itu menunjukkan kemungkinan PT Jui Shin telah mengantongi izin penguasaan wilayah untuk rencana pabrik semen. PT Jui Shin, seperti di tulis di iklan itu, akan membangun pabrik semen dengan kapasitas 2 x 2 juta ton dan diharapkan selesai dalam dua tahun. Rencananya akan mulai beroperasi pada pertengahan atau akhir 2010. Terkait butir pertama di atas, pengantongan izin ini tentunya telah menyalahi Pergub Jabar dan lebih luas Kepmen ESDM di atas. Ketiga, iklan itu meminta partisipasi masyarakat berupa saran dan tanggapan tentang rencana PT Jui Shin untuk mendirikan pabrik semen, sesuai SK Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 tentang Peran Serta Masyarakat di Dalam Proses Penyusunan Amdal. Di luar dari kesalahan hukum pada butir pertama, dan saya meragukan proses kajian Amdal yang akan dilakukan, maka tanpa kajian amdal pun sudah pasti bahwa amdal tidak diperlukan, karena Karst Pangkalan adalah Karst Kelas I yang tidak bisa dieksploitasi! Maka ketika iklan itu meminta masukan masyarakat, melalui tulisan terbuka di harian ini, saya memberikan saran dan tanggapannya seperti buah pikiran saya yang tersebut di atas. Pada prinsipnya, carilah lokasi di luar kawasan Karst Pangkalan, karena kawasan itu adalah Kawasan Karst Kelas I. Lebih jauh dari itu, buatlah riset alternatif memproduksi semen dengan kandungan batu gamping yang secara bertahap mengurangi dari kebutuhan 75% ke arah yang lebih hemat. *** Penulis, staf pengajar di Kelompok Keilmuan Geologi Terapan, FITB, ITB, serta anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB).
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 02.22 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: Budi Brahmantyo, gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst
PINDAHKAN PASIR: Tisna (35) penggali pasir Sungai Cibeet, warga Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, memindahkan pasir dari perahu ke darat, Kamis (13/8) siang. KARAWANG, RAKA - Puluhan penjarang pasir di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, terpaksa alih profesi menjadi kuli angkut kapur. Pasalnya, selama musim kemarau ini terjadi pendangkalan sungai sehingga perahu mereka tidak bisa beroperasi. Tisna (35) adalah satu dari puluhan penjarang pasir yang mencoba tetap bertahan. Dia mengakui sebelum kemarau jumlah penjarang pasir di desa mencapai lima puluhan penjarang. Tetapi sejak musim kemarau jumlah itu menyusut hingga dua puluh lima penjarang. "Musim kemarau sekarang, sangat menyulitkan semua penggali. Pasalnya perahu yang mengangkut para penggali pasir banyak yang karam, akibat menyusutnya air sungai cibeet. Karena hanya beberapa perahu saja yang bisa berlayar, membuat setengah dari penggali pasir yang jumlahnya lima puluh orang tidak bisa ikut menggali pasir ke tengah sungai cibeet," ucap Tisna, kemarin. Sementara untuk menutupi kebutuhan, lanjut dia, banyak dari mereka akhirnya menjadi kuli angkut kapur dan kayu, pokoknya kegiatan yang bisa menghasilkan uang. Sebab kalau hanya mengandalkan pasir di bantaran sungai, penghasilan kami turun drastis. Hanya penggali yang sudah mencintai profesi yang bertahan. Akibat pendangkalan sungai, pasir yang berhasil diangkut kedarat berkurang lima puluh persen, dari dua puluh kibik menjadi sepuluh kibik perhari. "Kalau sungai ini banjir, kami bisa menjelajahi sepanjang sungai cibeet dari hulu ke hilir untuk mencari pasir dengan menggunakan alat yang namanya penggaet. Biasanya per satu perahu bisa mendapatkan dua puluh kibik dari pagi sampai sore hari. Penghasilan yang kami peroleh bisa mencapai Rp. 200.000,00 perhari. Untuk ukuran penjualan pasir, tidak dihitung perkibik, tapi ditakar oleh pembeli per satu bak truk," katanya. Pasir yang diambil didasar sungai Cibeet, biasanya mereka jual ke Bekasi, Jakarta dan Banten. Menurut Tisna, pembeli datang sendiri ke penjarangan pasir di desanya. "Semenjak kualitas pasir menurun, mempengaruhi harga pasir. Kalau dulu harga pasir per satu bak bisa mencapai Rp. 300.000,00," lanjutnya. Ketika disinggung apakah jumlah pasir di sungai tersebut menyusut, ia menhttp://www.blogger.com/img/blank.gifgaku, selama tiga puluh tahun ia menggeluti profesi sebagai penggali, jumlah pasir di sungai cibeet tidak pernah mengalami pengurangan. "Sifat pasir disini tidak menetap, atau bisa dikatakan mengalir dari hulu ke hilir. Hulu sungai ini ada di Cariu Bogor sampai ke bendungan cibeet, jadi sepanjang cariu sampai bendungan cibeet jumlah pasir sangat melimpah. Bayangkan saja, selama tiga puluh tahun saya disini, selalu mendapatkan pasir yang melimpah," akunya. Aman (40) penyalur pasir di Desa Tamansari, mengaku selama puluhan tahun, jumlah pasir tidak pernah berkurang. Namun penurunan jumlah pasir, lebih dikarenakan dangkalnya sungai Cibeet. Akibatnya penggali pasir tidak bisa menyusuri aliran sungai untuk mencari pasir.
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 02.06 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst
Kades Taman Sari Serahkan Surat Pernyataan Dukungan 5000 Warga kepada Bupati Karawang
KARAWANG, ReALITA Online Kepala Desa (Kades) Taman Sari, Kec.Pangkalan, Kab. Karawang, Jawa Barat, H Udin Syarifudin, menyerahkan surat pernyataan dukungan 5.000 warga empat desa, yakni Taman Mekar, Taman Sari, Cipta Sari, dan Mulangsari kepada Bupati Karawang, Drs H Ade Swara,Msi, Selasa, (24/5//2011), perihal PT Jui Shin Indonesia (PT.JSI) di ruang kerja bupati Gedung Singa Perbangsa. Seperti diberitakan sebelumnya bahwa 5.000 warga Desa Taman Mekar, Taman Sari, Cipta Sari dan Mulang Sari menyatakan dukungan mereka. Surat pernyataan dukungan tersebut Kades H Udin langsung menemui Bupati H Ade Swara tanpa melalui protokoler. Usai penyerahan berkas, Kades Taman Sari menjelaskan dengan rinci,adanya surat pernyataan dukungan tersebut yang sebenarnya tidak ada masalah bagi warga empat desa tersebut terutama menyangkut pembangunan jembatan yang menghubungkan Desa Taman Sari dan Desa Bojong Mangu Kabupaten Bekasi. Dalam perbincangan, kata Kades H Udin, kepada Bupati H Ade menjelaskan pihaknya tidak lebih mengamankan kebijakan Bupati Karawang menyangkut kehadiran PT JSI yang melakukan investasi di Kabupaten Karawang. Bola sudah di kaki kita, masa kita biar kan begitu saja orang menendangnya yang akhirnya merugikan kita sendiri. Karena itu saya minta perlindungan bapak bupati terhadap saya selaku Kades agar PT JSI sukses berinvestasi di Desa Taman Sari, Kabupaten Karawang. Kalau pak bupati tidak melindungi saya, lantas kepada siapa lagi saya minta perlindungan yang akhirnya membuat saya terpaksa lari untuk menghindar, ujar H Udin membuat Bupati H Ade terbahak-bahak. Kades yang bertubuh gemuk dan bicaranya ceplas-ceplos itu juga mempertanyakan, mengapa ketika ijin prinsip dan lokasi dikeluarkan oleh Bupati Drs H Dadang S Muchtar tidak ada reaksi ormas, lantas kemudian pada saat H Ade menjadi Bupati Karawang justru mempermasalahkan. Sebelum saya menjadi Kades Taman Sari PT Jui Shin sudah mulai mengincar desa ini. Saya tidak habis pikir ada kepentingan apa di balik aksi-aksi demo ke kantor bupati masyarakat empat desa--terutama Taman Sari sendiri saya jamin tidak ada yang terusik kehadiran PT JSI termasuk pembangunan jembatan, tegas dia. Terlepas dari kepentingan PT JSI dalam membangun jembatan, yang pasti keberadaan jembatan itu untuk kedepan sangat mendukung kelancaran ekonomi masyarakat empat desa tersebut. Surat pernyataan dukungan tersebut juga melibatkan Ketua LSM Lini Bumi, Dedy Mulyadi, Barisan Muda PAN, Abdul Muchni, dan Pemuda Marhaen ,Yaki. Senada menyatakan dukungan terhadap PT JSI membangun jembatan. H Adi salah satu tokoh masyarakat Desa Taman Sari dan Kades H Udin menyatakan salut dan bangga atas kesadaran masyarakat, para tokoh pemuda dan ulama, sehingga tercipta kenyamanan bagi perusahaan yang berinvest di empat desa itu. Aksi-aksi yang terjadi adalah bagian dari pembelajaran berdemokrasi di negeri ini. Aksi-aksi tersebut tidak perlu dikuatirkan apalagi dibesar-besarkan, tapi pemerintah daerah harus menyikapi dengan arif bijaksana melalui penjelasan agar mereka paham dan mengerti bahwa kehadiran PT JSI membuka lapangan kerja bagi warga Kabupaten Karawang, khususnya di empat desa tersebut, kata H Adi. Dia pun penuh harap kepada semua pihak ke depan tidak lagi ada aksi yang sampai membuat pihak PT JSI membatalkan niatnya berinvestasi di Kabupaten Karawang. Apalagi soal pencemaran dan mengakibatkan Kecamatan Pangkalan dan Tegalwaru sebagai daerah resapan air akan terancam. Pemerintah pusat melalui Kementerian BKPM sudah terlebih dahulu mengkaji dampak -dampak lingkungan yang akan terjadi sebelum meloloskan perijinan yang diajukan oleh PT JSI. Kekuatiran itu memang perlu, tapi jangan berlebihan dan mengada-ada seolah kiamat mengancam desa yang ada di Kecamatan Pangkalan dan Tegal Waru, ujar dia.
Sementara itu, Kades H Udin juga berharap kepada pihak-pihak tertentu berkenan untuk mengurungkan niatnya membuat suasana kurang kondusif, sehingga menghambat kelancaran pihak perusahaan berinvestasi di Kabupaten Karawang. Mengeluarkan pendapat sah-sah saja. Tapi kalau terus diganggu, saya kuatir perusahan yang mau berinvestasi akan memilih hengkang dari Karawang, lantas siapa yang rugi. Masih banyak negara tetangga membuka lebar-lebar bagi perusahaan yang hendak berinvestasi. Maka itu, berdasarkan pernyataan dukungan 5000 warga terhadap keberadaan PT JSI yang telah saya serahkan kepada bapak Bupati Karawang tidak ada masalah lagi , tandas dia. Esi
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 02.02 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst
Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang. Kepada pilarrepublik.com Suroto menyampaikan tidak benar DPRD telah memberikan rekomendasi penambangan untuk PT.Juishin Indonesia, DPRD hanya memberikan rekomendasi terkait kawasan industri bukan izin pertambangan Sementara itu Kepala BPMPT Kabupaten Karawang H.Okih Hermawan mengatakan BPMPT tidak akan menindaklanjuti perizinan tambang PT.Juishin jika tidak ada rekomendasi dari DPRD, kita bisa buktikan itu Okih juga menambahkan rekomendasi itu dari pimpinan DPRD, BPMPT menunggu pertimbangan teknis dari Dinas Perindustrian dan pertambangan. Nah kalau semua persyaratan sudah lengkap, maka BPMPT hanya diberikan waktu dua minggu untuk mengeluarkan izin. Entah siapa yang benar dan bisa membuktikan pernyataannya, tetapi kenyataannya PT.Juishin Indonesia telah melakukan penambangan di area Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang, yang diketahui adalah kawasan batuan karst. sumber: http://pilarrepublik.com/pilar/news/1030/Soal-Izin-Pertambangan-PT.Juishin,-DPRDberbeda-dengan-BPMPT.pilar
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 08.10 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: Budi Brahmantyo, gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst
pabriknya di Kp. Madupati Desa Bojongmangu Kecamatan Bojongmangu Kabupaten Bekasi Jawa Barat, yang memiliki akses langsung ke Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang melalui jembatan yang telah dibangun dengan kokoh. Pantauan pilarrepublik.com , bahan baku mulai digali, sampai ratusan truk perhari, dari wilayah karst tersebut. Produksi semen akan segera dimulai. Kemana aparat penegak hukum ? pelanggaran yang dilakukaan oleh perusahaan itu jelas terlihat, sangat terbuka. Mustahil penegak hukum tidak mengetahuinya. Investasi trilyunan rupiah PT.Juishin Indonesia menjadi daya tarik tersendiri bagi oknum untuk terus memanfaatkannya demi kepentingan pribadi. nyatanya PT.Juishin Indonesia melanggar, Pemerintah seperti tak berkutik. (Cepyan) sumber: http://pilarrepublik.com/pilar/news/1029/PT.Juishin-Melanggar,-Pemerintah-TakBerkutik.pilar
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 08.06 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: Budi Brahmantyo, gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst
Gua Lalay
The ride then passing through traditional lime kilns. Along the way we can found more than twenty limestone kiln. These kiln been using reject products and used tires for burning, resulted in dramatic black smoke come out intermittently. Its kind of dramatic when you ride inside a (supposed to be) teak forest with a lot of black smoke around the track. The double-track out of the main provincial road gives more pleasure to the ride. The track start to give uphill part. Strange. The track was not really a steep uphill, but it felt
hard and long. The heat of the environment around the track start to give more additional taste to the track. This track located in the Karst area, a geological therm of an area formed for thousand years. The karst area will be lack of surface water. Water will directly goes into the earth, flowing and gather in underwater rivers. Basically we will found a lot of stones on the ground, a lot of caves, and a hot and really dry environment. What we found in this track was an uphill part through bamboo forest up and up the hill. Until we found the opening of the cave. [http://antoix.wordpress.com/2012/09/]
Diposkan oleh Dok Palawa Unpad di 04.39 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: gunung kapur karawang, karst jabar, karst karawang, karst pangkalan, save our karst
Legalisasi Penambangan Batu Kapur Dalam Raperda RTRW Memicu Rusaknya Sumber Air
KARAWANG, (PRLM).- Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kab. Karawang yang akan melegalkan penambangan batu kapur di Kecamatan Pangkalan dan Tegalwaru ditentang banyak pihak. Pasalnya, penambangan batu kapur yang tidak terkendali akan memicu rusaknya sumber air di dua kecamatan tersebut. "Saat ini saja belum dilegalkan sudah marak penambangan kapur. Akibatnya, beberapa mata air yang menjadi sumber air bagi warga dua kecamatan sudah mulai terancam. Dua mata air tersebut adalah mata air Ciburial dan Citaman yang menjadi tumpuan bagi warga untuk memenuhi kebutuhan air," kata salah seorang warga Pangkalan Ucang (32), Kamis (27/10). Ucang mengatakan mata air Ciburial yang mempunyai debit air lebih dari 5 liter/detik kini juga mulai menurun. Bahkan, mata air yang dikelola oleh PDAM (Perusahaan Air Minum Daerah) untuk didistribusikan di Kecamatan Pangkalan yang meliputi tiga desa besar, yaitu Ciptasari, Tamansari, dan Jatilaksana, kini mulai mengering saat musim kemarau. "Mata air Citaman yang menjadi pemasok air bersih utama bagi kampung-kampung di sekitarnya pun kini sudah tidak bersih lagi karena penyumbatan air dari pegunungan kapur sampai ke bawah hingga air yang kotor dan tergenang pun masih dimanfaatkan warga karena memang tidak ada sumber air lain lagi," ucapnya. Salah seorang pemerhati lingkungan Karawang Selatan, Asep Toha menuturkan aturan penambangan kapur dalam Raperda RTRW Karawang sebenarnya melanggar aturan. Pasalnya, Raperda tersebut sudah bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada di atasnya, yaitu UU No. 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang menyebutkan karst merupakan kawasan lindung yang wilayahnya ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup. "Jika Pemkab Karawang ingin melegalkan penambangan karst maka tidak boleh membuka celah seluasluasnya bagi pengusaha besar untuk melakukan penambangan tanpa adanya reklamasi lahan. Sejauh ini seharusnya dievaluasi dulu adanya penambangan kapur berdampak seperti apa," tuturnya. Asep mengatakan ada dua perusahaan besar yang melakukan penambangan kapur yang selama dia menambang tidak pernah mereklamasi lahannya, akibatnya sumber air warga terganggu. Hal tersebut, kata Asep, yang harus menjadi perhatian Pemkab Karawang. "Jangankan perhatian agar mendorong perusahaan untuk mereklamasi lahan. Penggendalian dan pengawasan juga sepertinya tidak dilakukan Pemkab Karawang. Padahal, dampaknya masyarakat yang merasakan," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Karawang, Agus Sundawiana mengatakan Raperda yang dirancang belum diputuskan dan masih dalam tahap pembahasan. "Pertimbangan melegalkan penambangan karena ada pergeseran RTRW nasional yang berdampak pada RTRW Karawang," katanya. Selain itu, kata Agus, penambangan karst saat ini belum ada payung hukumnya sementara di lapangan sudah banyak yang menambang. Artinya, tanpa dilegalkan justru pemkab tidak akan mendapatkan apapun dari adanya penambangan kapur. "Jika sudah ada payung hukum dimulai dari RTRW tentu saja ada sejumlah kewajiban yang akan kami kenakan kepada perusahaan yang melalakukan penambangan. Termasuk mungkin akan dikenakannya kompensasi reklamasi lahan," katanya. Lebih lanjut Agus mengatakan meskipun penambangan kapur nanti dilegalkan, tidak semua pengajuan ijin penambangan akan disetujui. Semua harus ada analisis lingkungan, geologi, dan sosial budaya masyarakat setempat. "Misalnya saja lokasi penambang diperkirakan akan mengganggu sumber air warga ya tidak akan kami izinkan," ucapnya. (A-186/A-89)***
Diposkan oleh Dok Palawa Un