A Film Review : Avatar

All sci-fi serials require a square jawed hero and here, that role if filed by Jake Sully (Sam Worthington), a crippled ex Marine who is dispatched to a mining colony on Pandora to participated in the Avatar Program, where his consciousness is downloaded into a lab grown Navi body. The scientists who run the program, including Dr. Grace Augustine (Sigourney Weaver), intend for him to be an agent of peace, but the outposts military commander, Colonel Miles Quaritch (Stephen lang), has other plans. Apparently, a Navi tribe is residing on top bf one of Pandora's largest deposits of Unobtanium and the corporation that oversees the mining efforts wants them gone. Sully is tasked with infiltrating the tribe in the guise of his alien avatar and gaining their trust, all the while assessing their strengths and weaknesses for a possible invasion. And because every square-jawed hero needs an exotic love interest, enter the Na'vi warrior princess Neytiri (Zod Saldana), who at first finds herself at odds with this strange interloper, but gradually succumbs to his charms. Like George Lucas, Cameron is one of those writer-directors who would benefit from passing the writing chores off to another party and yet stubbornly continues to pen his screenplays himself. On the whole, the dialog in Avatar is far less turgid than what moviegoers endured in the star Wars prequels, but the script still contains its fair share of clunkers. Of course, the case could be made that cheesy dialog is another important part of the sci-fi pulp tradition. Besides, subtlety and nuance have never been among Cameron's strengths; whether it's action, romance or comedy, he can't help but go big and broad. The thing that distinguishes him from other directors of spectacle-driven blockbusters like Michael Bay and Roland Emmerich is that he anchors his epic visions around basic, relatable emotions, which he handles with the utmost sincerity. Avatar, like Titanic before it, may inspire occasional fits of giggling and eyerolling. It doesn't hurt that Cameron remains one of the best action shooters in the business; the film climaxes with a sustained battle sequence that lasts almost 40 minutes and is truly a wonder to behold. Scenes like this one are guaranteed to hook general audiences, but in the end perhaps only sci-fi fans will be able to fully appreciate what Cameron has achieved with Avatar. He's produced a film that straddles eras, pointing the genre to a new future while also celebrating its past.

Review Film: Avatar

Semua sci-fi serials memerlukan pahlawan rahang persegi dan di sini perannya dilakukan oleh Jake Sully (Sam Worthington), seorang mantan Marinir lumpuh yang dikirim ke koloni pertambangan Pandora untuk berpartisipasi dalam Program Avatar, di mana kesadarannya di unduh ke laboratorium ke dalam tubuh Na'vi. Para ilmuwan yang menjalankan program tersebut, termasuk Dr Grace Augustine (Sigourney Weaver), berniat baginya untuk menjadi agen perdamaian, tetapi komandan militer pos itu, Kolonel Miles Quaritch (Stephen lang), memiliki rencana lain. Ternyata, suku Na'vi yang berada di atas salah satu deposito Pandora terbesar Unobtanium dan perusahaan yang mengawasi pertambangan berupaya ingin mereka pergi. Sully bertugas untuk menginfiltrasi suku dalam kedok avatar alien dan mendapatkan kepercayaan mereka, sambil menilai kekuatan dan kelemahan untuk kemungkinan invasi. Dan karena setiap pahlawan rahang persegi membutuhkan cinta bunga eksotis, masukkan Na'vi warrior princess Neytiri (Zod Saldana), yang pada awalnya menemukan dirinya bertentangan dengan penyelundup yang aneh, namun secara bertahap menyerah terhadap pesona nya. Seperti George Lucas, Cameron adalah salah satu penulis-sutradara yang akan mendapat manfaat dari melewati tugas menulis ke pihak lain dan keras kepala terus untuk menulis skenario nya sendiri. Secara keseluruhan, dialog dalam Avatar jauh lebih bombastis dari apa yang dialami penonton di prequels Star Wars, tapi script masih mengandung adil dari clunkers. Tentu saja, kasus ini bisa dibuat bahwa dialog murahan merupakan bagian penting dari tradisi bubur sci-fi. Selain itu, kehalusan dan nuansa tidak pernah di antara kekuatan Cameron, apakah tindakan itu, asmara atau komedi, dia tidak bisa membantu tetapi pergi besar dan luas. Hal yang membedakan dia dari direktur lain tontonan-driven blockbuster seperti Michael Bay dan Roland Emmerich adalah bahwa ia jangkar visi epik sekitar dasar, emosi relatable, yang ia menangani dengan ketulusan. Avatar, seperti Titanic sebelum itu, dapat menginspirasi cocok sesekali cekikikan dan mata-rolling. Tidak ada salahnya bahwa Cameron tetap menjadi salah satu penembak tindakan terbaik dalam bisnis ini, film klimaks dengan urutan pertempuran berkelanjutan yang berlangsung hampir 40 menit dan benar-benar sebuah keajaiban untuk dilihat. Adegan seperti ini dijamin untuk menghubungkan khalayak umum, tetapi pada akhirnya mungkin hanya sci-fi penggemar akan dapat sepenuhnya menghargai apa yang telah dicapai dengan Cameron Avatar. Dia memproduksi sebuah film yang mengangkangi era, menunjuk genre untuk masa depan yang baru sementara juga merayakan masa lalu.