You are on page 1of 150

SKRIPSI

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DENGAN STATUS GIZI SISWA SD INPRES 2 PANNAMPU KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR TAHUN 2012

MUHAMMAD FAISAL K 211 08 306

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Gizi

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama NIM Program Studi : Muhammad Faisal : K211 08 306 : Ilmu Gizi

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya susun ini benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sangsi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Agustus 2012 Yang Menyatakan,

MUHAMMAD FAISAL

RINGKASAN Universitas Hasanuddin Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Ilmu Gizi MUHAMMAD FAISAL HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DENGAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH KELAS IV DAN V SD INPRES 2 PANNAMPU KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR TAHUN2012 (xv + 94 Halaman + 10 Tabel + 2 Gambar + 7 Lampiran) Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak usia tersebut adalah generasi penerus bangsa. Pertumbuhan anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang benar. Dalam masa pertumbuhan tersebut pemberian nutrisi pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Banyak sekali masalah yang ditimbulkan dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan sistem tubuh anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara asupan gizi mikro dengan status gizi pada anak kelas IV & V di SD Inpres 2 Pannampu Makassar. Jenis Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain Cross Sectional. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik Proporsional Random Sampling dengan jumlah sampel 82 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data sekunder dan data primer. Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan beberapa program komputer yaitu SPSS versi 16, Nutrisurvey, dan WHO Antro plus 2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan vitamin A (p=0,013) dan Zink (p=0,015) dengan status gizi menurut indikator IMT/U serta tidak ada hubungan antara asupan vitamin C (0,820), vitamin D (0,340), Fe (0,382), yodium (0,511) dan Ca (p=0,306) dengan status gizi menurut indikator IMT/U. Ada hubungan antara vitamin D (p=0,047), yodium (p=0.019) dan Ca (p=0,047) dengan status gizi menurut indikator TB/U serta tidak ada hubungan antara asupan vitaminA (p=0,622), vitamin C (p=0,412), Fe (p=0,388) dan Zink (p=0,416) dengan status gizi menurut indikator TB/U. Dari hasil penelitian disarankan kepada anak sekolah dasar agar mengkonsumsi makanan yang bervariasi, kepada pihak sekolah agar memantau status gizi siswa melalui pengukuran antropometri secara rutin dan kepada petugas kesehatan, disarankan agar lebih meningkatkan program penyuluhan tentang gizi seimbang kepada anak sekolah dasar. Daftar Pustaka Kata Kunci : 59 (1985-2012) : Zat Gizi Mikro, Status Gizi anak Sekolah

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Illahi Rabbi atas izin-Nya hingga penulis dapat merampungkan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menanamkan kesabaran dan semangat perjuangan bagi semua umatnya. Selesainya penulisan ini tidak terlepas dari aral dan hambatan, tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat mengatasi semua itu. Oleh karenanya, dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Saifuddin Sirajuddin, MS dan ibu Ulfah Najamuddin, S.Si, M.Kes selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan petunjuk dan arahan kepada penulis. Perkenankan pula penulis dengan segala rasa hormat menghaturkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada 1. Bapak Dr. Djunaedi M Dachlan, MS selaku penasehat akademik yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, arahan dan nasehat selama penulis menempuh pendidikan di FKM Unhas. 2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Prof.Dr. HM. Alimin Maidin, MPH dan Pembantu Dekan, Staf Pengajar serta seluruh karyawan atas bantuan dan kerjasamanya. 3. Ibu Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt., M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu Gizi, dan selaku penguji atas saran, bimbingan dan masukan serta

motivasinya dalam penyusunan skripsi maupun kegiatan pendidikan yang selama ini dijalani penulis. 4. Bapak Abdul Salam, SKM, M.Kes selaku penguji atas saran, bimbingan dan masukan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Dr. Suriah, SKM, M.Kes selaku penguji atas saran, bimbingan dan masukan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Gubernur Sulawesi Selatan, bapak Walikota Makassar, dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar beserta stafnya atas bantuan memberikan izin dan rekomendasi penelitiannya. 7. Ibu Kepala Sekolah SD Inpres 2 Pannampu besrta stafnya atas segala bantuan dan kerjasamanya selama melakukan penelitian. 8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin atas segala jerih payah dan pengorbanan dalam memberikan pengetahuan ilmu gizi dan kesehatan selama ini. 9. Para staf dan pegawai di Program Studi Ilmu gizi dan Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yang telah membantu segala proses hingga selesainya skripsi ini. 10. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2008, terkhusus sahabat-sahabat rantau Aldhy Gilar Permana, Putra Perdana K, Muhammad Fadli, Muhammad Ikhsan A, La Ode Ahmad Mardin, Irfan, dan La Ode Abd Malik yang telah memberikan pelajaran kepada peneliti tentang arti sebuah pertemanan, persahabatan, dan kebersamaan, Thanks for this beautiful friendship,terima

kasih atas perhatian dan dukunganta selama ini kawan. Hidup MAHASISWA, Hidup MAHAGIPALA. 11. Kanda-kanda senior dan adik-adik Angk. 2009, 2010, dan 2011 yang selama ini menjadi teman berbagi pemikiran dan pendapat di saat berlangsungnya proses-proses kemahasiswaan di kampus ungu tercinta ini. 12. Kepada Om Rajab, Om Said dan Alm. Tante Oci yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hinggan kejenjang S1. 13. Dan juga kepada seluruh pihak yang tidak sempat disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan bantuan moril dan materil, sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Akhirnya, sembah sujud penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Alm. H. Marsuki dan Ibunda Hj. Sitti Rohani yang telah memberikan doa restu, cinta dan pengorbanan yang tulus sedari kecil hingga penulis bisa menjadi seperti sekarang ini. Untuk Kakakku yang tersayang, Masriadi, SKM terima kasih atas dukungan moral dan materilnya selama penulis menjalani proses perkuliahan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu sangat diharapkan tegur sapa yang sehat dan kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga amal dan bantuan dari semua pihak mendapat pahala dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Amin

Makassar,

Juli 2012

Penulis

DAFTAR ISI

HAL HALAMAN JUDUL ..................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................ RINGKASAN ............................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... B. Rumusan Masalah..................................................................... C. Tujuan Penelitian ...................................................................... D. Manfaat Penelitian .................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Anak Sekolah Dasar ......................... B. Tinjauan Umum tenang Status Gizi .......................................... C. Tinjauan Umum tentang Gizi Mikro ........................................ D. Kerangka Teori ......................................................................... E. Kerangka Konsep ...................................................................... 12 15 30 43 44 1 10 10 11 i ii iii iv v vi x xii xiv xv

F. Definisi Operasional ................................................................. G. Hipotesis Penelitian .................................................................. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ......................................................................... B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... C. Populasi dan Sampel ................................................................. D. Metode Pengumpulan Data ...................................................... E. Pengolahan Data ....................................................................... F. Analisis Data............................................................................. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ......................................................................... B. Pembahasan .............................................................................. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................... B. Saran ........................................................................................ DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN

45 47

48 48 48 50 51 53

54 72

88 89 90

DAFTAR TABEL

Tabel

Hal

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi 2005 ...................................................... Tabel 2.2 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .................................. Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 .................................................................. Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Keluarga responden SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 ................................................ Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit Yang Pernah Diderita Selama Sebulan Terakhir SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 .................................................................. Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (TB/U) SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 .................................. Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (IMT/U) SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 .................................. Tabel 4.6 Distribusi Asupan Gizi Mikro Responden Siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 .............................................

42 45

55

56

57

58

58

59

Tabel 4.7 Hubungan Antara Asupan Gizi Mikro dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 .................................................................................. Tabel 4.8 Hubungan Antara Asupan Gizi Mikro dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 .............................................................................................. 67 60

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Hal 43 44

1. Kerangka Teori................................................................................... 2. Kerangka Konsep ...............................................................................

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Formulir Kuesioner Penelitian Food Models Surat Ijin Penelitian Surat Telah Melakukan Penelitian Master Tabel Penelitian HasilAnalisis Data Foto-foto kegiatan Daftar Riwayat Hidup

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat terkait hubungannya dengan status gizi yang dalam hal ini adalah status gizi baik. Status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung keadaan ini dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. Apabila kasus gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi salah satu faktor pengambat dalam pembangunan nasional (Djaroh, 2010). Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak usia tersebut adalah generasi penerus bangsa. Pertumbuhan anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang benar. Dalam masa pertumbuhan tersebut pemberian nutrisi pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Banyak sekali masalah yang ditimbulkan dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan sistem tubuh anak (Judarwanto, 2006). Anak sehat menunjukkan gejala dan tanda pertumbuhan dan perkembangan yang memuaskan, yaitu dapat mencapai potensi genetik secara

optimal. Salah satu faktor lingkungan fisik yang amat penting agar tumbuh kembang anak berlangsung secara optimal adalah zat gizi harus dicukupi oleh makanan sehari-hari (Sayogo, 2006). Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu. (Soetjiningsih, 1998). Indonesia pada saat ini mengalami permasalahan beban ganda masalah gizi, di mana ketika permasalahan gizi kurang belum terselesaikan, muncul permasalahan gizi lebih. Gizi kurang banyak dihubungkan dengan penyakit infeksi, maka gizi lebih atau obesitas dianggap sebagai sinyal awal, dan munculnya kelompok penyakit-penyakit degeneratif/non infeksi yang sekarang ini banyak terjadi di seluruh pelosok Indonesia. Fenomena ini sering dikenal dengan sebutan New World Syndrom atau Sindrom Dunia Baru. Tingginya prevalensi obesitas, gizi lebih, hipertensi, dislipidemi dan beberapa penyakit degeneratife lainnya, menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas di Indonesia (Hamam, 2005). Berdasarkan data SUSENAS yang diolah oleh Jahari (2000) menunjukkan bahwa upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki pertumbuhan anak-anak Indonesia belum dapat dikatakan optimal. Angka gizi buruk ternyata masih fluktuatif dan keadaan terbaik, yakni prevalensinya paling rendah justru dicapai pada tahun 1989 yaitu 6,04%. Pada tahun 1999 jumlah anak dengan status gizi buruk adalah 7,76% (Khomsan Ali, 2004). Lebih dari sepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek ketika memasuki sekolah, hal ini mengindikasikan adanya kurang gizi

kronis. Prevalensi anak pendek dari tahun ke tahun menunjukkan tidak adanya perubahan yang berarti. Perubahan yang terjadi hanya sedikit sekali yaitu 39,8% pada tahun 1994 menjadi 36,1% pada tahun 1999. Data secara nasional tentang tinggi badan anak di 5 propinsi ditemukan prevalensi anak pendek di kota besar 43,9% dan di desa 51,3% dan secara total ditemukan prevalensi anak pendek 49,3% (Jamaluddin, 2008) Penelitian yang dilakukan terhadap 600.000 anak sekolah dasar di 27 Provinsi menunjukkan bahwa pada umumnya anak sekolah dasar hanya mengkonsumsi 70% dari kebutuhan energy setiap harinya, oleh karena itu sangat diperlukan penambahan dalam bentuk makanan jajanan (Agresta, 2005). Masalah kekurangan zat gizi khususnya KEP menjadi perhatian karena berbagai penelitian menunjukkan adanya efek jangka panjang yaitu terhadap pertumbuhan manusia. Kenaikan akan jumlah zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan kegiatan fisik tambahan, lagi pula anak umur ini sangat peka terhadap penyakit infeksi dan penyakit menular yang dapat menghabiskan simpanan zat gizi tubuh. Jadi apabila penyediaan makanan keluarga tersebut kurang atau hanya makan 2 kali sehari, maka seringkali anak dari kelompok usia sekolah ini akan peka terhadap gizi kurang. Terpenuhinya pangan yang berkualitas dan berkuantitas pada usia sekolah akan meningkatkan kesehatan dan kualitas sumber daya manusia (Nursiah, 2003).

Whatever was the father of a disease, an ill diet was the mother (George Herbert pada tahun 1660 seperti dikutip Jellife et al) dua hal yang dianggap paling umum menjadi penyebab masalah gizi di masyarakat, penyakit infeksi dan asupan gizi rendah hingga menyebabkan defisiensi secara nisbi (Suryani,2007). Beberapa penelitian menggambarkan masalah gizi anak sekolah yaitu penelitian yang menemukan 54% anak sekolah mengalami obesitas, 26,8% gizi kurang, dan 24,9% stunting. Hasil penelitian di Makassar ( 2000 ) menggambarkan, status gizi normal 45,28%, gizi kurang 36,79%, gizi buruk 17,92%. Perkembangan anak yang normal 75,5% dan meragukan 5,6%, abnormal 18,9%. Di Jepang melaporkan peningkatan prevalensi obesitas dari 5% ke 11% pada anak Jepang pada umur 6 14 tahun (Hamam, 2005). Dari hasil Survei Kesehatan Daerah Kabupaten Samosir Tahun 2006, menurut indeks BB/U diperoleh status gizi usia anak sekolah di Kecamatan Pangururan terdapat gizi buruk sebanyak 12,5%, gizi kurang sebanyak 31%, gizi baik sebanyak 55,4% dan gizi lebih sebanyak 1,1 %. Menurut indeks TB/U diperoleh status gizi anak usia sekolah sangat pendek sebanyak 27,2%, pendek sebanyak 28,3% dan normal sebanyak 44,6%. Menurut indeks BB/TB diperoleh status gizi anak usia sekolah dasar sangat kurus sebanyak 8,7%, kurus sebanyak7,6%, normal sebanyak 76,1% dan gemuk sebanyak 7,6 %. Berdasarkan hasil penelitian Hidayati, dkk (2007) di sekolah dasar di wilayah Kartasura, terdapat 28,17 % siswa yang berstatus gizi kurang, 64,79% siswa berstatus gizi normal, dan 7,04% siswa berstatus gizi lebih.

Menurut data riskesdas 2007 prevalensi kurus pada anak umur 6-14 tahun menurut jenis kelamin dan provinsi di Indonesia yaitu pada laki-laki sebesar 13,3% dan perempuan 10,9%. Sedangkan prevalensi BB lebih pada laki-laki 9,5% dan perempuan 6,4%. Sedangkan di Sulawesi Selatan prevalensi kurus pada laki-laki sebesar 15,5% dan perempuan 13,4%. Sedangkan prevalensi BB lebih pada laki-laki 7,4% dan perempuan 4,8%. Menurut data riskesdas 2010, status gizi umur 6-12 tahun (IMT/U) di Indonesia, yaitu prevalensi sangat kurus sebesar 4,6 %, kurus sebesar 7,6%, gemuk sebesar 9,2% dan normal sebesar 78,6%. Sedangkan di Sulawesi Selatan, prevalensi sangat kurus sebesar 4,2%, kurus sebesar 8,4%, gemuk sebesar 3,9% dan normal sebesar 83,5%. Sedangkan prevalensi (TB/U) di Indonesia yaitu, sangat pendek sebesar 15,1 %, pendek sebesar 20,5% dan normal sebesar 64,5%. Di Sulawesi Selatan, prevalensi sangat pendek sebesar 13,2 %, pendek sebesar 26,9% dan normal sebesar 59,9%. Sulawesi Selatan termasuk 20 provinsi dengan prevalensi kependekan di atas prevalensi kependekan nasional. Salah satu kelompok umur yang berisiko terjadinya gizi lebih adalah kelompok umur usia sekolah. Hasil penelitian Husaini yang dikutip oleh Hamam (2005), mengemukakan bahwa, dari 50 anak laki-laki yang mengalami gizi lebih, 86% akan tetap obesitas hingga dewasa dan dari 50 anak perempuan yang obesitas akan tetap obesitas sebanyak 80% hingga dewasa. Obesitas permanen, cenderung akan terjadi bila kemunculannya pada saat anak berusia 5 7 tahun dan anak berusia 4 11 tahun, maka perlu

upaya pencegahan terhadap gizi lebih dan obesitas sejak dini (usia sekolah) (Aritonang, 2003). Secara umum dampak yang ditimbulkan akibat gizi lebih, adalah gangguan psiko-sosial, yang berakibat pada rasa rendah diri, depresi dan menarik diri dari lingkungan, dan gangguan pertumbuhan fisik, gangguan pernafasan, gangguan endokrin, obesitas yang menetap hingga dewasa dan penyakit degeneratif, yang berakibat pada timbulnya hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan lain sebagainya (Imam, 2005). Selain itu, anak usia SD juga cenderung kurus. Jika pada usia SD sudah kurus, maka cenderung tidak ada perubahan sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Tubuh yang lebih kurus mengindikasikan asupan gizi yang kurang. Akibatnya, anak menjadi tidak aktif bergerak. Asupan gizi yang kurang mengakibatkan penyerapan ilmu selama sekolah tidak maksimal. Anak menjadi susah konsentrasi, cenderung malas, sering menguap, dan tidak kreatif mencari pemecahan masalah. "Kondisi ini tentu harus segera diperbaiki. Jika tidak, masa depan cerah yang ingin dicapai Indonesia masih harus dipertanyakan (Saptawati, 2011). Meskipun hubungan antara stunting (tinggi terhadap umur) dan kurus (berat terhadap tinggi) berbeda secara demografi untuk setiap Negara, namun WHO menginterpretasikan tingginya prevalensi stunting di negara-negara berkembang menunjukkan kekurangan asupan makanan bergizi, tingginya angka kesakitan akibat penyakit infeksi, atau kombinasi dari dua keadaan tersebut (Faharuddin, 2012).

Sebagai akibat lebih lanjut dari tingginya angka stunting pada masa balita dan tidak adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan (catch-up growth) yang sempurna pada masa berikutnya, maka banyak ditemukan anak-anak bertumbuh pendek pada usia sekolah. Diperkirakan setengah dari jumlah anak sekolah di wilayah Asia menderita stunting, yang terutama diakibatkan oleh kurangnya asupan energi protein dan defisiensi mikronutrien pada masa pertumbuhannya (Faharuddin, 2012). Kondisi stunting menunjukkan pertumbuhan linear buruk yang terakumulasi akibat gizi dan kesehatan yang buruk. Stunting usia dini berhubungan dengan kejadian kemunduran mental pada tingkat intelegensi anak, perkembangan psikomotorik, kemampuan motorik yang baik, dan integrasi saraf-saraf neuron. Stunting juga berhubungan dengan kapasitas mental dan kondisi pembelajaran anak yang akan berpengaruh terhadap kapasitas kerjanya pada saat dewasa (Faharuddin, 2012). Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa anak yang kekurangan gizi memiliki tingkat kecerdasan (IQ) lebih rendah. Pada tahap awal, konsekuensi defisiensi mikronutrien akibat kekurangan gizi selama masa anak-anak hanya mengakibatkan anoreksia, namun hal ini akan berbahaya jika berlangsung kronis. Anak yang mengalami kurang energi protein (KEP) mempunyai mempunyai IQ lebih rendah 10-13 poin dibandingkan anak yang tidak KEP. Anak yang mengalami anemia mempunyai IQ lebih rendah 5-10 poin dibandingkan yang tidak anemia. Anak yang mengalami gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) mempunyai IQ

lebih rendah 50 poin dibandingkan anak yang tidak mengalami GAKI. Anak yang menderita kurang gizi (stunted) berat mempunyai rata-rata IQ lebih rendah 11 poin dibandingkan rata-rata anak-anak yang tidak stunted (Faharuddin, 2012). Anak sekolah adalah anak yang berusia 7-12 tahun, dengan kebutuhan gizi sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan (Moehji, 2003). Kelompok anak sekolah ini umumnya mempunyai kondisi gizi yang kurang memuaskan karena asupan zat gizi yang dikonsumsi seringkali hanya memperhatikan kuantitas, sedangkan kebutuhan

mikronutriennya belum mencukupi. Oleh karena itu, pemberian makanan tambahan yang mengandung makro- dan mikronutrien yang penting bagi pertumbuhan diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan tinggi badan anak usia sekolah, terutama anak-anak yang menderita kurang gizi pada daerah yang tergolong rawan gizi (Faharuddin, 2012). Berdasarkan penelitian Selly Wijayanti di SD kartasura pada tahun 2009 menunjukkan rata-rata sumbangan zat zat gizi mikro yaitu vitamin C 2,4 mg (4,8%), Yodium 10mg (68,9%), Calcium 55,8mg (3,5%), Fosfor 135,2mg (11,6%), Besi 1,29mg (6,09%), dan Zinc 1,29mg (9,5%). Pada penelitian yang dilakukan oleh Pramesti Inggrid di SD di kelurahan trangsan pada tahun 2011 bahwa rata-rata kontribusi gizi mikro pada sarapan pagi yaitu vitamin A (34,50%), zat besi (14,85%), dan zinc (13,54%).

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Widya dkk menunjukkan asupan gizi mikro yaitu nilai kalsium dalam asupan harian anak secara keseluruhan berada di bawah nilai RDA. Nilai asupan harian Kalsium tertinggi adalah 592,58 mg/hr dan terendah adalah 80,86 mg/hr. Pada asupan harian tembaga sebanyak 71,43% dari responden sudah memenuhi nilai RDA. Sedangkan 28,57% dari responden berada di bawah nilai EAR dan berarti bahwa setengah dari populasi ini yaitu 14,29% atau sekitar 3 orang mengalami gejala defisiensi. Pada asupan harian magnesium pada anak nilainya sangat rendah dan secara keseluruhan berada di bawah EAR. Nilai asupan harian magnesium yang tertinggi adalah 175,81 mg/hari dan terendah 44,09 mg/hari. Pada asupan harian besi pada anak sebesar 56,25% berada di batas aman RDA. 43,75% responden berada di bawah nilai EAR berarti separuh dari populasi ini yaitu sekitar 3 orang akan mengalami gejala defisiensi. Sedangkan pada asupan harian seng pada anak cukup rendah. Sebesar
85,71% data berada di bawah nilai EAR dan menunjukkan bahwa setengah dari populasi ini yaitu 42,85% atau 9 orang mengalami gejala defisiensi. Nilai asupan harian seng yang tertinggi adalah 8,74 mg/hari dan terendah adalah 2,04 mg/hari (Widya, Dkk. 2010).

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Makassar

tahun

2010, ditemukan gizi buruk 3,07% balita. Sementara balita yang gizi kurang sebanyak 14,54% balita. Kasus gizi buruk tertinggi di kota Makassar terdapat di Puskesmas Kalukubodoa Kecamatan Tallo dimana gizi buruk mencapai 8,5% dan gizi kurang 19,17%. Sedangkan kasus gizi buruk terendah di Kota

Makassar terdapat di Puskesmas Tarakan Kecamatan Wajo dimana gizi buruk mencapai 1,71% dan gizi kurang 7,91%. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik melakukan penelitian tentang hubungan asupan gizi mikro dengan status gizi anak sekolah kelas IV dan V SD Inpres 2 Pannampu Kec. Tallo Kota Makassar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka disusun rumusan masalah pada penelitian ini yakni Apakah ada hubungan antara asupan gizi mikro dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Kec. Tallo Makassar ?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara asupan zat gizi mikro dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan asupan vitamin A dengan status gizi siwa SD Inpres 2 Pannampu Makassar b. Untuk mengetahui hubungan asupan vitamin C dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar c. Untuk mengetahui hubungan asupan vitamin D dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar d. Untuk mengetahui hubungan asupan Ca dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar

e. Untuk mengetahui hubungan asupan Zn dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar f. Untuk mengetahui hubungan asupan Fe dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar g. Untuk mengetahui hubungan asupan yodium dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar D. Manfaat Penelitian 1. Diharapkan mampu untuk memberi masukan bagi institusi pendidikan yang bersangkutan, serta institusi-institusi pemerintah yang terkait dalam rangka penentuan kebijakan gizi bagi anak sekolah. 2. Penelitian ini diharapkan dapat member motivasi bagi orang tua dan keluarga untuk lebih memperhatikan keadaan kesehatan anaknya terutama gizinya. 3. Sebagai peneliti, dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan, dan pengalaman ilmiah di lapangan. 4. Dapat menjadi acuan dan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Anak Sekolah Dasar 1. Karakteristik Anak Sekolah Yang dimaksud dengan anak sekolah menurut definisi WHO yaitu golongan yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya anak berusia antara 7-12 tahun. Golongan ini mempunyai karakteristik mulai mencoba

mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan atau norma. Disinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali seperti pada pertumbuhan dan perkembangan, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Judiono, 2003). 2. Pola tumbuh kembang anak usia sekolah dasar Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan dan gizi yang cukup peka untuk menilai kesehatan anak. Para ahli membedakan antara pertumbuhan dengan perkembangan dimana pertumbuhan adalah

bartambahnya ukuran organ tubuh. Parameter yang digunakan untuk mengukur kemajuan pertumbuhan yang paling sering digunakan adalah berat badan dan tinggi badan. Sedang perkembangan adalah suatu proses pematangan (maturity) yang ditandai dengan penambahan fungsi. Pertumbuhan tidak bisa lepas dari perkembangan, demikian pula sebaliknya. Pertumbuhan dan

perkembangan dipengaruhi oleh keturunan (gen), system hormone, zat gizi dan lingkungan (Soediatama, 1991). Usia sekolah dasar (7-12 tahun) merupakan puncak pertumbuhan tertinggi kedua setelah usia 0-3 tahun atau disebut dengan adolescent growth spourt. Hal ini merupakan masa terpenting dalam pembentukan kualitas fisik orang dewasa. Seiring dengan itu jika dilihat dari kebutuhan zat-zat gizi akan meningkat dengan pesat sehingga suatu kondisi deficiency/kekurangan gizi pada usia ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak tersebut. Pada dasarnya tidak ada suatu bahan makanan yang lengkap mengadung semua zat makanan dalam jumlah yang mencukupi untuk tubuh, oleh Karena itu perlu berbagai bahan makanan untuk menjamin agar semua zat gizi yang diperlukan tubuh dapat dipenuhi dalam jumlah yang mencukupi (Sayogo Savitri, 1995). 3. Kebiasaan makan anak sekolah dasar Anak sekolah mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik (Maryati Sri, 2000), seperti: a. Suka jajan di sekolah sedangkan di rumah tidak mau makan. Kebiasaan banyak jajan adalah tidak baik, karena selain diragukan kebersihannya belum tentu makanan yang dibeli itu bergizi baik. Disamping kurang bergizi baik yang menyebabkan badan tidak sehat dan lemah, jajanan itu mungkin pula mengandung kuman penyakit. b. Hanya menyukai makanan tertentu tanpa menghiraukan apakah makanan yang disenaginya itu bergizi atau tidak. hal ini sangat

merugikan, bila kebetulan makanan yang disenanginya itu kurang atau tidak bergizi. c. Makan tidak teratur, misalnya karena asyik sibuk bermain, sehingga waktu makan dilewatkan begitu saja, hal ini dapat menyebabkan penyakit pada alat-alat pencernaan terutama pada lambung. d. Makan yang berlebihan. Kebiasaan ini menyebabkan badan menjadi gemuk dan bila terlalu gemuk, kesehatanpun akan terganggu. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi intake makanan pada anak sekolah a. Peran keluarga Peran keluarga amat penting bagi anak sekolah, bukan dalam pemilihan makanan sekalipun. Makan bersama keluarga dengan suasana yang akrab akan dapat meningkatkan nafsu mereka. b. Teman Sebaya Tidak heran jika asupan makan akan banyak dipengaruhi oleh kebiasaan makan teman-teman atau sekelompoknya. Apa yang diterima oleh kelompok (berupa figure idola, makan, minuman) juga dengan mudah akan diterimanya. Demikian pula halnya dengan pemilihan bahan makanan. Untuk itu perlu diciptakan dalam kelompok ini suatu kondisi dimana mereka mendapatkan informasi yang baik dan benar mengenai kebutuhan dan kecukupan gizinya. Sehingga mereka tidak perlu membenci makanan bergizi.

c. Media Massa Media massa lebih banyak berperan di sini adalah media televisi, Koran dan majalah. Disatu sisi banyak sekali iklan makanan yang kurang memperhatikan perilaku yang baik terhadap pola makan. Oleh sebab itu informasi tersebut harus pula ditunjang dengan informasi ilmiah yang benar mengenai kesehatan dan gizi (Judiono, 2003). d. Sosial ekonomi dan Uang jajan anak Kemampuan keluarga untuk membeli makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan (Agresta, 2005). Kegemaran jajan pada anak-anak sekolah tidak terlepas dari

kehidupan ekonomi dan kebiasaan makan keluarga karena pada hakekatnya kebiasaan makan juga tidak lepas kaitannya dengan kehidupan ekonomi keluarga pada umumnya. Walaupun tidak berlaku secara umum, kebiasaan jajan anak salah satunya dikarenakan anak mendapat uang saku dari orang tua (Agresta, 2005). B. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Sebelum membahas status gizi, pertama sekali kita perlu mengetahui pengertian dari gizi itu sendiri. Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak

digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energy (Supariasa, 2002). Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologi akibat dari tersedianya zat gizi dalam sel tubuh (Supariasa, 2002). Jadi, status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Dibedakan atas status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih (Almatsier, 2006 yang dikutip oleh Simarmata, 2009). Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level individu (level yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah asupan makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan (Riyadi, 2001). Hal yang sama diutarakan oleh Daly, et al. (1979) bahwa konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai faktor dimensi yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan makanan (Supariasa, 2002). Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional

imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap (Arisman, 2009). 2. Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai. Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada periode kehidupan lain. Komponen penilaian status gizi meliputi (1) survei asupan makanan, (2) pemeriksaan biokimia, (3) pemeriksaan klinis, serta (4) pemeriksaan antropometris (Arisman, 2009). Survei asupan makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi (supariasa, 2002). Anamnesis tentang asupan pangan harus mencantumkan pula (selain wawancara asupan pangan) pertanyaan yang terkait dengan baik status gizi maupun kesehatan gigi. Anamnesis juga wajib mencantumkan pola konsumsi obat karena kemungkinan interaksi antara makanan dan obat.

Anamnesis tentang asupan pangan merupakan satu tahap penilaian status gizi yang paling sulit dan tidak jarang membuat penilai frustasi karena berbagai sebab. Pertama, manusia memiliki sifat lupa sehingga orang sering tidak mampu mengingat dengan pasti jenis (apalagi jumlah) makanan yang telah disantap. Kedua, manusia sering mengedepankan gengsi jika diberi tahu bahwa makanan mereka akan dinilai, pola pangan pun dipaksakan berubah. Ketiga, sejauh ini, belumlah mungkin penghitungan komposisi makanan secara akurat, kecuali kegiatan pangan dapat terawasi dengan ketat. Di samping itu, masih banyak kendala lain yang berpotensi menyendatkan langkah penilaian ini. Pada prinsipnya, kedekatan antara keduanya perlu ditumbuhkan agar responden menaruh kepercayaan pada pewawancara. Bahasa yang digunakan oleh pewawancara harus dimengerti secara benar oleh responden. Selain itu, wawasan pangan pewawancara harus luas, ia harus mengetahui jenis makanan yang beredar, baik legal maupun ilegal, di daerah tempat ia ditugaskan (Arisman, 2009). Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (supariasa, 2002). Uji biokimiawi yang penting ialah pemeriksaan kadar hemoglobin, pemeriksaan apusan darah untuk malaria, pemeriksaan protein. Ada dua jenis protein, viseral dan somatik, yang layak dijadikan parameter penentu status

gizi. Pemeriksaan tinja cukup hanya pemeriksaan occult blood dan telur cacing saja (Arisman, 2009). Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan zat gizi yang spesifik. Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tandatanda dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) (supariasa, 2002). Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan adalah kemampuan mengunyah dan menelan, keadaan nafsu makan, makanan yang digemari dan yang dihindari, serta masalah saluran pencernaan (Arisman, 2009).

Pemeriksaan antropometris secara umum artinya penilaian ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (supariasa, 2002). Penilaian antropometris yang penting dilakukan ialah penimbangan berat dan pengukuran tinggi badan, lingkar lengan, dan lipatan kulit triseps. Pemeriksaan ini penting, terutama pada anak yang berkelas ekonomi dan sosial rendah. Pengamatan anak dipusatkan terutama pada percepatan tumbuh (Arisman, 2009). 3. Pemeriksaan Antropometri Pertumbuhan dipengaruhi oleh determinan biologis yang meliputi jenis kelamin, lingkungan dalam rahim, jumlah kelahiran, berat lahir pada kehamilan tunggal atau majemuk, ukuran orang tua dan konstitusi genetis, serta faktor lingkungan (termasuk iklim, musim, dan keadaan sosial-ekonomi). Pengaruh lingkungan, terutama gizi, lebih penting daripada latar belakang genetis atau faktor biologis lain, terutama pada masa pertumbuhan. Ukuran tubuh tertentu dapat memberikan keterangan mengenai jenis malnutrisi (Arisman, 2009).

Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis pengukuran paling sederhana dan praktis karena lebih mudah dilakukan, murah, cepat, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar, serta hasil pengukurannya lebih akurat. Secara umum antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap berat badan, tinggi badan, dan lingkaran-lingkaran bagian tubuh serta tebal lemak di bawah kulit (supariasa, 2002). Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaan, ketepatan, kepekaan, serta ketersediaan alat ukur; di samping keberadaan nilai baku acuan yang akan digunakan sebagai pembanding. Jika nilai baku suatu negara (Indonesia) belum tersedia, boleh digunakan baku Internasional. Pembolehan ini didasarkan atas asumsi bahwa potensi tumbuh-kembang anak pada umumnya serupa. Hubungan berbagai ukuran antropometris (terutama berat dan tinggi badan) pada anak normal yang sehat secara relatif mantap. Baku acuan ditujukan sebagai perbandingan semata, bukan menggambarkan keidealan. Interpretasi perbandingan ini digunakan sebagai bahan

pertimbangan saat seseorang dipaksa untuk memutuskan apakah nilai yang diharapkan itu harus 100% atau 90%, atau dengan proporsi lain lagi. Sekedar pembakuan, WHO menganjurkan penggunaan data dari NCHS sebagai acuan (Arisman, 2009).

Menurut Supariasa (2006), indeks antropometri dibagi 3 yaitu: a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek, pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.

c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independent terhadap umur. Pertambahan berat badan merupakan parameter yang paling sesuai karena cukup sensitif, erat hubungannya dengan konsumsi energi dan protein yang merupakan dua jenis zat gizi yang paling sering menimbulkan masalah kesehatan gizi pada skala nasional atau daerah luas regional di Indonesia. Parameter ini juga cukup sensitif terhadap perubahan-perubahan akut mengenai konsumsi bahan makanan pokok dan mudah pelaksanaannya. Pemantauannya dapat dilakukan berkesinambungan oleh masyarakat itu sendiri dengan biaya murah tanpa memerlukan peralatan rumit dan keahlian khusus (Sediaoetama, 2006). Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Di samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Pada anak, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat

menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi. Berat badan merupakan pilhan utama karena berbagai pertimbangan, antara lain: 1) Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan. 2) Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan. 3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan secara meluas. 4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan pengukur. 5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk didikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar pengisiannya. 6) Karena masalah usia merupakan faktor penting untuk penilaian status gizi, berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai indeks yang tidak tergantung pada umur. 7) Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh masyarakat.

Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan: a) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain. b) Mudah diperoleh dan relatif mudah harganya. c) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg. d) Skalanya mudah dibaca. e) Cukup aman untuk menimbang anak balita. Jenis timbangan yang digunakan adalah digital yang terdapat di Puskesmas. Timbangan kamar mandi (bath room scale) tidak dapat dipakai menimbang anak, karena menggunakan per, sehingga hasilnya dapat berubahubah menurut kepekaan per-nya. Menimbang anak harus selalu diingat bahwa sebelum anak ditimbang, jarum menunjukkan skala 0 (nol). Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: usia, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Faktor usia sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan usia akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan usia yang tepat.

Untuk melengkapi data usia dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1) Meminta surat kelahiran, kartu keluarga, atau catatan lain yang dibuat oleh orang tuanya. Apabila tidak ada, jika memungkinkan cobalah minta catatan kelahiran pada pamong desa. 2) Jika diketahui kalender lokal seperti bulan Arab atau bulan lokal (Jawa, Sunda, dll), cocokan dengan kalender nasional. 3) Jika tetap tidak diketahui, catatan kelahiran anak berdasarkan daya ingat orang tua atau berdasarkan kejadian-kejadian penting, seperti lebaran, tahun baru, puasa, pemilihan kepala desa atau peristiwa nasional, seperti Pemilu, banjir, gunung meletus, dll. Sebelum pengumpulan data, buatlah daftar tentang tanggal, bulan dan tahun kejadian dari peristiwa peristiwa penting di daerah dimana kita ingin mengumpulkan data. 4) Cara lain jika memungkinkan dapat dilakukan dengan membandingkan anak yang diketahui usianya dengan anak kerabat/tetangga yang diketahui pasti tanggal lahirnya, misalnya: beberapa bulan lebih tua atau lebih muda. 5) Jika tanggal lahirnya tidak diketahui dengan tepat, sedangkan bulan dan tahunnya diketahui, maka tanggal lahir anak tersebut ditentukan tanggal 15 bulan yang bersangkutan. Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lain dari keadaan sekarang, jika umur diketahui dengan tepat. Di samping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan.

Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Cara mengukur: a) Tempelkan dengan paku mikrotoice tersebut pada dinding yang lurus dasar setinggi tepat 2 meter. Angka 0 (nol) pada lantai yang datar rata. b) Lepaskan sepatu atau sandal. c) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris, kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus menempel pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan ke depan. d) Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus lurus menempel pada dinding. e) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa. Angka tersebut menunjukkan tinggi anak yang diukur. Untuk mendapatkan data antropometri yang baik harus dilakukan sesuai dengan standar prosedur pengumpulan data antropometri. Tujuan dari prosedur standarisasi adalah memberikan informasi yang cepat dan menunjukkan kesalahan secara tepat sehingga perubahan dapat dilakukan sebelum sumber kesalahan dapat dipastikan. Penyelia mempelajari hal-hal apa yang perlu diperhatikan untuk menjamin presisi dan akurasi pengukuran dan ketrampilan apa yang perlu diberikan.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Hal yang paling utama dalam pemberian makanan anak adalah makanan apa yang seharusnya diberikan, kapan waktu pemberian dan dalam bentuk yang bagaimana makanan tersebut diberikan (Helvetia, 2007). Status gizi adalah ekspresi tentang keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau dapat dikatakan, bahwa status gizi merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari. Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan serta membantu anak (Irianto, 2007). Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang hubungan konsumsi makanan dengan kesehatan tubuh dengan pengetahuan gizi yang baik maka diharapkan dapat memilih asupan makanan yang bernilai gizi baik dan seimbang bagi dirinya sendiri janin dan keluarga. Pengetahuan gizi yang baik dapat membantu seseorang belajar bagaiman menyimpan, mengelolah serta menggunakan bahan makanan yang berkualitas untuk dikonsumsi (Wahyuni, 2008). Menurut Unicef, faktor yang mempengaruhi status gizi digolongkan atas penyebab langsung, penyebab tidak langsung, penyebab pokok dan akar masalah (Thaha, 1995). Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. Timbulnya KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit.

Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam, akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah dan mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk. Banyak pendapat mengenai faktor determinan yang dapat menyebabkan timbulnya masalah gizi pada bayi di antaranya menurut Schroeder (2001), menyatakan bahwa kekurangan gizi dipengaruhi oleh konsumsi makan makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab mendasar adalah makanan, perawatan (pola asuh) dan pelayanan kesehatan (Ayu, 2008). Interaksi dari berbagai faktor sosial ekonomi dapat menyebabkan jatuhnya seorang anak pada keadaan kekurangan gizi perlu dipertimbangkan. Menurut Martorell dan Habicht (1986), status ekonomi mempengaruhi pertumbuhan bayi, melalui konsumsi makan dan kejadian infeksi. Status sosial ekonomi terhadap konsumsi makan mempengaruhi kemampuan rumah tangga untuk memproduksi dan/atau membeli pangan, menentukan praktek pemberian makanan bayi, kesehatan serta sanitasi lingkungan. Model mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak antara lain: karakteristik keluarga, karakteristik anak, status kesehatan dan ketersediaan bahan makanan (Ayu, 2008).

C. Tinjauan Umum Tentang Gizi Mikro a. Vitamin Vitamin adalah sekelompok senyawa organik amina yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena vitamin berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh (vitamin mempunyai peran sangat penting dalam metabolisme tubuh), karena vitamin tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Jika manusia, hewan dan ataupun makhluk hidup lain tanpa asupan vitamin tidak akan dapat melakukan aktivitas hidup dengan baik, kekurangan vitamin menyebabkan tubuh kita mudah terkena penyakit (Anonim, 2010). Nama Vitamin sendiri berasal dari gabungan kata bahasa Latin yaitu vita yang artinya hidup dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin dianggap demikian. Kelak diketahui bahwa banyak vitamin yang sama sekali tidak memiliki atom N. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Pada dasarnya, senyawa vitamin ini digunakan tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara normal (Anonim, 2010). Jenis vitamin berdasarkan kelarutannya ada dua macam, yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin yang larut dalam air hanya ada dua yaitu Vitamin B dan C. Sedangkan vitamin A, D, E, dan K, mereka larut dalam lemak (Anonim, 2010).

1. Vitamin A Vitamin A berperan penting dalam sintesa protein. Sedangkan protein berperan penting dalam pertumbuhan, sehingga vitamin A dapat berakibat lebih lanjut terhadap pertumbuhan. Vitamin A berperan juga dalam sintesa glikoprotein khusus yang mengontrol deferensiasi sel. Di samping itu vitamin A juga terikat pada protein pengikat retinol seluler (PPRS) yang secara langsung ikut serta dalam mengontrol ekspresi gen (Minarno dkk, 2008). Sumber vitamin A adalah hati, susu dan produk susu, wortel, ubi, rambat, brokoli dan bayam (wilkes, 2000). Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, dengan demikian terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Bila hewan percobaan diberi makanan yang tidak mengandung vitamin A, maka pertumbuhan akan terganggu setelah simpanan vitamin A dalam tubuh habis. Pada anak kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhan. Vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat (Linder MC, 2006). Kekurangan vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita. Tanda-tanda kekurangan terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai. Kekurangan vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi atau kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan

penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. kekurangan vitamin a sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi Protein (KEP), penyakit hati, alfa, beta lipoproteinemia, atau gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu (Almatsier, 2004). Kelebihan vitamin A hanya bisa terjadi bila memakan vitamin A sebagai suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan. Gejalanya antara lain sakit kepala, pusing, rasa nek, rambut rontok, kulit mongering, tidak ada nafsu makan atau anoreksia, dan sakit pada tulang. Pada wanita menstruasi berhenti (Almatsier, 2004). 2. Vitamin C Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa vitamin C berkhasiat untuk penyembuhan maupun pencegahan influenza, walaupun hasil penelitian menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi sebagian besar hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian vitamin C ternyata dapat meringankan dan memperpendek lamanya penyakit, dan juga memperkecil infeksi sampingan yang biasanya menyertai penyakit yang menunjukkan resistensi. Peran vitamin C pada infeksi diantaranya memperkuat sel-sel imun dalam melawan dan menetralkan radikal bebas. Sel-sel imun mengeluarkan bahan toksik untuk membunuh jamur, kuman atau virus yang masuk ke dalam tubuh (Nursalam, 2008). Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat. Beberapa sel dalam system imun mengandung sampai lima puluh kali vitamin C

dibandingkan di dalam darah. Hal ini mungkin untuk melindungi sel-sel tersebut dari kerusakan yang ditimbulkan akibat senyawa yang dihsilkan saat melawan infeksi (Nursalam, 2008). Vitamin C dalam tubuh berfungsi sebagai koenzim dan kofaktor. Fungsi vitamin C banyak berkaitan dengan pembentukan kolagen. Vitamin C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisn menjadi hidroksiprolin, bahan penting dalam pembentuk kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, dentin gigi, membrane kapiler, kulit dan tendon (urat otot). Dengan demikian vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, pendarahan bawah kulit, dan pendarahan gusi (Winarno, 1985). Kekurangan vitamin C ditandai antara lain lelah, lemah, napas pendek, kejang otot tulang, otot dan persendian sakit serta kurang nafsu makan, kulit menjadi kering, kasar dan gatal, warna merah kebiruan di bawah kulit, perdarahan gusi, kedudukan gigi menjadi longgar, mulut dan mata kering, rambut rontok,luka sukar sembuh, terjadi anemia, depresi dan timbul gangguan saraf (Almatsier, 2004). Kelebihan vitamin C berasal dari makanan tidak menimbulkan gejala. Tetapi konsumsi vitamin C berupa suplemen secara berlebihan tiap hari dapat menimbulkan hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap batu ginjal (Almatsier, 2004).

Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati yaitu sayur dan buah terutama asam, seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Selain itu vitamin C juga terdapat dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol (Almatsier, 2004). 3. Vitamin D Vitamin D mencegah dan menyembuhkan riketsia, yaitu penyakit di mana tulang tidak mampu melakukan klasifikasi. Vitamin D dapat dibentuk tubuh dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat cakupan sinar matahari konsumsi vitamin D melalui makanan tidak dibutuhkan. Karena dapat disintesis di dalam tubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin, tapi suatu prohormon. Bila tubuh tidak mendapat cukup sinar matahari, vitamin D perlu dipenuhi melalui makanan (Almatsier, 2004). Fungsi vitamin D adalah membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang bersama vitamin A dan vitamin C, hormone-hormon paratiroid dan kalsitonin, protein kolagen, serta mineral-mineral kalsium, fosfor, magnesium dan fluor. Fungsi khusus vitamin D dalam hal ini adalah membantu pergeseran tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfor tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada pergeseran tulang. Hal ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut (Linder MC, 2006) : a. Di dalam saluran cerna, kalsitoril, meningkatkan absorpsi aktif vitamin D dengan cara merangsang sintesis protein pengikat kalsium dan protein pengikat fosfor pada mukosa usus halus.

b. Di dalam tulang, kalsitriol bersama hormone paratiroid merangsang pelepasan kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah. c. Di dalam ginjal, kalsitirol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfor. Vitamin D diperoleh tubuh melalui sinar matahari dan makanan. Penduduk daerah tropic tidak perlu menghiraukan kemungkinan vitamin D. bayi dan anak-anak dianjurkan berada di bawah sinar matahari beberapa waktu tiap hari. Sumber utama vitamin D di daerah nontropik adalah dari makanan. Makanan hewani merupakan sumber utama vitamin D dalam bentuk kolakelsiferol yaitu kuning telur, hati, krim mentega dan minyak hati ikan. Susu sapi dan ASI bukan merupakan sumber vitamin D yang baik (Almatsier, 2004). Kekurangan vitamin D menyebabkan kelainan pada tulang yang dinamakan riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa. Kekurangan pada orang dewasa juga dapat menyebabkan osteoporosis. Riketsia terjadi bila pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga menjadi lembek. Kaki membengkok, ujung-ujung tulang panjang membesar (lutut dan pergelangan), tulang rusuk membengkok,

pembesaran kepala karena penutupan fontanel terhambat, gigi terlambat keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak. Kelebihan vitamin D akan menyebabkan keracunan. Gejalanya adalah kelebihan absorpsi vitamin D yang pada akhirnya menyebabkan klaisfikasi berlebihan pada tulang dan jaringan tubuh seperti ginjal, paru-paru, dan organ tubuh lain (Almatsier, 2004).

b. Mineral Mineral merupakan unsure anorganik dan mempunyai peranan penting dalam pengaturan banyak proses tubuh (yaitu transmisi sel saraf, pembentukan darah, kontraaksi otot, keseimbangan asam basa) dan dalam pembentukan struktur seperti tulang, gigi, kulit, serta jaringan lunak. Tubuh memiliki umpan balik yang sangat rumit untuk mengatur keseimbangan mineral, seperti dalam metabolisme kalsium, pembentukan dan perombakan tulang (Wilkes, 2000) Menurut Bender (1990) dalam Mutiara (2006), mineral diperlukan tubuh dalam jumlah bervariasi, mulai dari satuan gram per hari untuk unsure-unsur mineral makro (besi, zinc, tembaga) microgram (selenium, kromium) per hari untuk unsure-unsur mineral mikro yang disebut juga trace elements. 1. Ca (Kalsium) Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. dari jumlah ini 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Densitas tulang berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara berangsur setelah dewasa. Selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh. Di dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga

permeabilitas membrane sel. Kalsium mengatur pekerjaan hormonehormon dan faktor pertumbuhan. Fungsi kalsium yaitu pembentukan tulang dan gigi (Almatsier, 2004). Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumberkalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat yag menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier, 2004). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dan tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress sehari-hari.kadar kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang. Kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap rangsangan meningkat, sehingga terjadi kejang otot misalnya pada kaki (Almatsier, 2004). Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah BAB). Kelebihan kalsium bisa terjadi bila menggunakan suplemen kalsium berupa tablet atau bentuk lain (Almatsier, 2004).

2. Fe (Zat Besi) Zat besi adalah suatu zat dalam tubuh manusia yang berkaitan dengan ketersediaan jumlah darah yang diperlukan. Dalam tubuh manusia zat besi memiliki fungsi yang sangat penting yaitu untuk mengankut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan mengankut electron di dalam proses pembentukan enerhi di dalam sel. Untuk mengakut oksigen, zat besi harus bergabung dengan protein membentuk hemoglobin di dalam sel darah merah dan myoglobin di dalam serabut otot. Bila bergabung dengan protein di dalam sel zat besi membentuk enzim yang berperan dalam pembentukan energy di dalam sel (Garrow, 1993). Menurut Parakkasi, besi dibutuhkan untuk produksi hemoghlobin sehingga anemia gizi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan kandungan hemoglobin yang rendah (Zarianis, 2006). Defisiensi besi yang terjadi pada masa kritis dalam perkembangan otak akan mengakibatkan kerusakan yang menetap dan mengakibatkan gejala sisa seperti perkembangan yang terlambat. Anemia defisiensi besi sampai saat ini merupakan masalah nutrisi di seluruh dunia terutama di Negara berkembang dan diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia defisiensi besi (Ramakrishnan U, 2001). Lozoff dkk, (1991) dalam penelitian kohortnya, menyatakan bahwa defisiensi besi yang berat dan lama pada masa bayi dapat menyebabkan perkembangan kognitif dan motorik yang lambat pada usia 5 tahun.

Selanjutnya mendapatkan bahwa defisiensi besi yang berat dan kronis pada masa bayi yang merupakan masa kritis, masa pertumbuhan, dan diferensiasi otak biasanya akan menetap. Dalam pemantauan selanjutnya pada masa anak ditemukan fungsi kognitif yang buruk dan rendahnya prestasi sekolah, anak cenderung merasa cemas, memiliki gangguan perhatian. Studi jangka panjang efek anemia kekurangan zat besi di Costa Rica dan Chile menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami anemia memiliki skor tes yang lebih rendah dari anak-anak yang tidak anemia (Walter, 1993); Lozof B, et. Al., 2006). Hal yang sama ditemukan pada penelitian di Amerika Serikat, dimana nilai rata-rata matematika pada anak yang menderita anemia defisiensi lebih rendah disbanding anak tanpa anemia defisiensi besi. Penelitian di daerah perkebunan Aek Nabara bekerjasama dengan fakultas Psikologi USU, pada anak usia 7-14 tahun yang menderita anemia defisiensi besi diperoleh hasil bahwa full IQ tidak melebihi rata-rata dengan gangguan pemusatan perhatian dan fungsi kognitif terurama dalam bidang aritmatika (Bidasari, 2008). Agar terhindar dari situasi kekuranga zat besi, perbanyaklah konsumsi makanan yang kaya kandungan besi seperti daging tanpa lemak, kerang, hati, telur, tiram, unggas, dan ikan-ikanan. Sementara sumber nabati bisa diperoleh dari kacang-kacangan, kentang, nasi, gandum, dan sayur-sayuran, khususnya bayam. Untuk mempermudah penyerapan zat

besi dalam tubuh, konsumsilah protein hewani dengan makanan yang mengandung vitamin C dalam suatu hidangan (Garrow, 1993). 3. Zn (Zink) Zink merupakan mikronutrien yang erat kaitannya dengan system endokrin. Zink dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan reproduksi. Kekurangan zink menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan keterlambatan perkembangan seksual terutama pada anak (Fraker PJ dan King LE, 2004; marjoilene. Et.al., 2008). Bukti-bukti penelitian juga menunjukkan bahwa kekurangan zink akan menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh, meningkatnya angka morbiditas akibat penyakit infeksi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan motorik maupun kognitif semakin banyak (Caufield dkk, 1998). Kekurangan zink dapat

mnyebabkan terjadinya keterlambatan perkembangan, pertumbuhan tersendat-sendat dan meningkatkan resiko penyakit menular pada bayi dan anak-anak. Beberapa bukti juga mempengaruhi perkembangan kognitif, motorik dan perilaku anak. Kelebihan seng hingga dua sampai tiga kali AKG menurunkan absorpsi tembaga. Kelebihan sampai sepuluh kali AKG mempengaruhi metabolisme kolesterol. Megubah nilai lipoprotein dan tampaknya dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis sebanyak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan muntah atau diare, anemia dan gangguan reproduksi (Almatsier, 2006).

Sumber paling baik adalah sumber protein hewani terutama daging, hati, kerang, dan telur. Serealia tumbuk dan kacang-kacangan juga merupakan sumber yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologic yang rendah (Almatsier, 2004). 4. Yodium Iodium ada dalam tubuh dalam jumlah sangat sedikit, yaitu sebanyak kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg. sekitar 75% dari iodium ini ada di dalam kelenjar tiroid, yang digunakan untuk mensintesis hormone tiroksin, tetraiodotironin (T4), dan triiodotironin (T3). Hormonehormon ini diperlukan unutk pertumbuhan normal, perkembangan fisik dan mental hewan dan manusia. Sisa iodium ada di dalam jaringan lain, terutama di dalam kelenjar ludah, payudara dan lambung serta di dalam ginjal. Di dalam darah yodium terdapat dalam bentuk iodium bebas atau terikat dengan protein (Almatsier, 2004). Laut merupakan sumber utama iodium. Oleh karena itu, makanan laut berupa ikan, udang dan kerang serta ganggang laut merupakan sumber iodium terbaik. Di daerah pantai, air dan tanah mengandung banyak iodium sehingga tanaman yang tumbu di daerah pantai mengandung cukup banyak iodium. Semakin jauh tanah itu dari pantai semakin sedikit pula kandungan iodiumnya, sehingga tanaman yang tumbuh di daerah tersebut termasuk rumput yang dimakan hewan sedikit sekali atau tidak mengadung iodium (Almatsier, 2004).

Pada kekurangan iodium, konsentrasi hormone tiroid menurun dan hormone perangsang tiroid/ TSH meningkat agar kelenjar tiroid mampu menyerap lebih banyak iodium. Bila kekurangan berlanjut, sel kelenjar tiroid membesar dalam usaha meningkatkan pengambilan iodium oleh kelenjar tersebut. Bila pembesaran ini menampak dinamakan gondok sederhana. Bila terdapat secara meluas di suatu daerah dinamakan gondok endemic. Gondok dapat menampakkan diri dalam bentuk gejala yang luas, yaitu dalam bentuk kretinisme (cebol) di satu sisi dan pembesaran kelenjar tiroid pada sisi lain. Gejala kekurangan iodium adalah malas dan lamban. Sorang anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh abnormal dan IQ sekitar 20. Kekurangan iodium pada anak menyebabkan kemampuan belajar yang rendah (Almatsier, 2004). Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi 2005 Kelompok Vitamin Vitamin Vitamin Fe Zn Ca Yodium Umur A C D Pria 1 600 50 5 13 14 1000 120 10-12 tahun Wanita 2 600 50 5 20 12,6 1000 120 10-12 tahun Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1593/MENKES/SK/XI/2005. N o

D. Kerangka Teori
STATUS GIZI DAMPAK

ASUPAN

Penyakit Infeksi

PENYEBAB LANGSUNG

Ketersediaan Pangan di Tingkat Rumah Tangga

Pola Asuh

Sanitasi dan Pelayanan Kesehatan

PENYEBAB TIDAK LANGSUNG

Kurang Pendidikan, Pengetahuan, dan Keterampilan

Kurang Pemberdayaan Wanita dan keluarga/ Kurang Pemanfaatan Sumberdaya Masyarakat

POKOK MASALAH DI MASYARAKAT

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

KRISIS EKONOMI, POLITIK, SOSIAL

AKAR MASALAH

Gambar 1. Modifikasi UNICEF 1998 dalam Supariasa 2001

E. Kerangka Konsep

Gizi Makro

Gizi Mikro Vitamin A Vitamin C Vitamin D Ca Fe Zn Yodium

Asupan Zat Gizi

Status Gizi

Penyakit Infeksi

Pengetahuan

Sikap

Tindakan Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Variable independent

: Variabel dependent

F. Definisi Operasional Dan Kriteria Obejektif 1. Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan knsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh yang diukur dengan IMT/U dan TB/U. Status gizi diukur dengan metode antropometri dengan menggunakan alat ukur seperti timbangan digital dan microtoice. Kriteria Objektif Indikator IMT/U a. Sangat Kurus : < -3 SD b. Kurus : -3SD s/d <-2SD c. Normal : -2 SD s/d 1 SD d. Gemuk : > 1SD s/d 2 SD e. Sangat Gemuk :> 2 SD Kriteria Objektif Indikator TB/U a. Sangat Pendek : < -3 SD b. Pendek : -3SD s/d <-2SD c. Normal : -2 s/d 2 SD d. Tinggi : > 2 SD (SK MENKES, 2010) 2. Asupan zat gizi adalah jumlah zat gizi mikro (Vitamin A, C, D, Ca, Zn, Fe, dan Yodium) yang dikonsumsi anak SD dalam satu hari recall 24 jam. Kriteria Objektif Vitamin A a. Lebih : >110% AKG

b. Cukup : 90-110% AKG c. Kurang : <90% AKG Kriteria Objektif Vitamin C a. Lebih : >110% AKG b. Cukup : 90-110% AKG c. Kurang : <90% AKG Kriteria Objektif Vitamin D a. Lebih : >110% AKG b. Cukup : 90-110% AKG c. Kurang : <90% AKG Kriteria Objektif Fe a. Lebih : >110% AKG b. Cukup : 90-110% AKG c. Kurang : <90% AKG Kriteria Objektif Zink a. Lebih : >110% AKG b. Cukup : 90-110% AKG c. Kurang : <90% AKG Kriteria Objektif Yodium a. Lebih : >110% AKG b. Cukup : 90-110% AKG c. Kurang : <90% AKG

Kriteria Objektif Kalsium a. Lebih : >110% AKG b. Cukup : 90-110% AKG c. Kurang : <90% AKG G. Hipotesis Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka peneliti memiliki hipotesis awal yaitu : a. Ada hubungan antara asupan vitamin A dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar b. Ada hubungan antara asupan vitamin C dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar c. Ada hubungan antara asupan vitamin D dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar d. Ada hubungan antara asupan Ca dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar e. Ada hubungan antara asupan Zn dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar f. Ada hubungan antara asupan Fe dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar g. Ada hubungan antara asupan yodium dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar

BAB III METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain Cross Sectional.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di SD Inpres 2 Pannampu Kecamatan Tallo Kota Makassar. Alasannya karena sekolah ini berada di daerah dengan kasus gizi buruk terbanyak di Kota Makassar. 2. aktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2012.

C. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas 4 dan 5 SD Inpres 2 Pannampu Kecamatan Tallo yang berjumlah 104 siswa. Alasan pemilihan kelas 4 dan 5 karena siswa di kelas ini sudah mampu mengingat dan berkomunikasi dengan baik, sedangkan untuk kelas 6 tidak dapat diganggu karena akan melaksanakan ujian nasional.

2. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah siswa SD Inpres 2 Pannampu kelas 4 dan 5. Pengambilan sampel dilakukan dengan proporsional random sampling. 3. Besar Sampel Data yang diperoleh dari SD Inpres 2 Pannampu tahun 2012 , jumlah siswa kelas 4 dan 5 yaitu sebanyak 104 siswa. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel minimal size (untuk menentukan batas minimal dari besarnya sampel) sampel dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Lemeshow, 1997):
2 1 2 = 2 1 + 2 1 2

= = / (95%) = (0.05) Perhitungan :


= 2 1 2 2 1 + 2 1 2

1.962 0.5 0.5 104 0.052 104 1 + 1.962 0.5 0.5 = 99.88 1.2179

= 82.01 = 82

Jadi, sampel penelitian ini berjumlah 82 responden yang harus memenuhi syarat yang telah disebutkan dalam unit analisis. Proporsi sampel tiap kelas adalah : a. Kelas 4 1 = 1 = 4 49 82 104

1 = 39 b. Kelas 5 2 = 2 = 5 55 82 104

2 = 43 Cara pengambilan sampel dalam kelas yaitu dengan cara sistematik. Sistematik ini dilakukan dengan melihat absen dan menentukan interval siswa yang akan dijadikan sampel. Interval ini didapat dari jumlah siswa per jumlah sampel dalam satu kelas. Setelah dihitung, hasil yang didapat dari kedua kelas yaitu dengan interval 1.

D. METODE PENGUMPULAN DATA 1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas dua yaiu data primer dan data sekunder:

a. Data Primer 1. Data identitas dan karakteristik responden diperoleh dengan melakukan wawancara. 2. Data pola konsumsi dan asupan zat gizi diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuisioner food re-call 24 jam 3. Data pengukuran status gizi diperoleh dengan melakukan pengukuran antropometri. b. Data Sekunder Sedangkan data sekunder diambil dari SD Inpres 2 Pannampu Kec. Tallo Kota Makassar yang dapat mendukung jalannya penelitian ini. 2. Instument Penelitian Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah: a. Form Food Recall 24 jam b. Food Models untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi c. Komputer dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS), sebagai alat bantu dalam mengumpul data serta mengolah data hasil penelitian dan menu Analisis program dan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) untuk menganalisis asupan (jumlah vitamin A, C, D, Kalsium, Zinc, Fe, dan Yodium) yang dikonsumsi dalam 1 hari (24 jam) d. Microtoice untuk mengukur tinggi badan anak, timbangan digital untuk mengukur berat badan anak, WHO Anthro untuk menganalisis status gizi.

E. PENGOLAHAN DATA Pengolahan data menggunakan komputer dengan menggunakan program Menu A, WHO Anthro 2007 dan SPSS yang meliputi editing, koding, tabulasi data, cleaning dan analisis data. Pengolahan dan penyajian data dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Editing Proses editing dilakukan setelah kuesioner terkumpul. Editing data dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan, kesinambungan dan

keseragaman data. 2. Koding Proses koding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data, semua jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu dengan simbolsimbol tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean). 3. Tabulasi Data Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data dalam suatu tabel. Pengolahan dilakukan secara elektronik dengan menggunakan software SPSS. 4. Cleaning Memeriksa kembali data yang telah dientri kelengkapan dan kebenarannya.

F. ANALISIS DATA Data diolah dengan menggunakan perangkat lunak (software) pada Computer yaitu SPSS 16. Analisis data menggunakan analisis bivariat. Data hasil analisis akan disajikan dalam bentuk tabel disertai narasi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi SD inpres 2 pannampu terletak di Kec. Tallo kelurahan Pannampu. SD ini memiliki 4 ruang kelas, 1 ruang guru dan 1 kantin sekolah. Jumlah siswa di SD ini berjumlah 326 siswa dan jumlah guru sebanyak 11 guru. Adapun batasbatas sekolah ini yaitu : Sebelah utara Sebelah timur Sebelah selatan Sebelah barat : Pemukiman warga : Jalan tol : Pemukiman warga : Pasar Pannampu

Pengumpulan data baik primer maupun sekunder dilaksanakan selama 4 pekan terhitung mulai tanggal 1 Juni 2012 terhadap siswa SD Inpres 2 Pannampu Kecamatan Tallo, dimana penelitian dilakukan di 2 kelas yaitu kelas 4 dan kelas 5. Proses yang dilakukan selama penelitian berlangsung yakni wawancara langsung kepada siswa SD dan melakukan pengukuran antropometri untuk memperoleh tujuan dari penelitian ini dan pengambilan data sekunder di SD Inpres 2 Pannampu. Pada penelitian ini jumlah sampel yaitu 82 siswa SD dari kelas 4 dan kelas 5. Penarikan sampel dilakukan proporsional random sampling. Hasil penelitian berupa data telah diolah menjadi informasi sesuai dengan tujuan

penelitian yang akan dideskripsikan dalam bentuk tabel dan penjelasan. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan SPSS for windows versi 16,0 yang dibedakan atas analisis univariat dan bivariat. Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut : 2. Hasil Penelitian a. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 82 siswa. Distribusinya menurut variabel yang diteliti disajikan dalam tabel seperti di bawah ini: Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden SD Inpres 2 Pannampu MakassarTahun 2012 Karakteristik Responden n (82) % (100) Jenis Kelamin Laki-laki 36 43,9 Perempuan 46 56,1 Umur 8 tahun 1 1,2 9 tahun 21 25,6 10 tahun 27 32,9 11 tahun 26 31,7 12 tahun 7 8,5 Sumber : Data Primer, 2012 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 82 responden proporsi jenis kelamin terbesar adalah perempuan (56,1%). Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 82 responden proporsi umur terbesar adalah pada kelompok umur 10 tahun (32,9%)

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Keluarga RespondenSD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 Karakteristik Keluarga n (82) % (100) Pendidikan Ayah Tidak pernah sekolah 1 1,2 Tidak tamat SD/MI 3 3,7 Tamat SD/MI 15 18,3 SMP/MTs/Sederajat 34 41,5 SMA/MA/Sederajat 27 32,9 Universitas 2 2,4 Pendidikan Ibu Tidak pernah sekolah 3 3,7 Tidak tamat SD/MI 2 2,4 Tamat SD/MI 24 29,3 SMP/MTs/Sederajat 25 30,5 SMA/MA/Sederajat 27 32,9 Universitas 1 1,2 Pekerjaan Ayah Petani 1 1,2 Buruh harian 20 24,4 PNS 2 2,4 Pegawai Swasta 4 4,9 Tukang becak/gerobak 6 7,3 Supir 9 11,0 Tukang Kayu 3 3,7 Nelayan 7 8,5 Pengrajin 6 7,3 Wiraswasta 24 29,3 Pekerjaan Ibu Buruh harian 5 6,1 Pegawai Swasta 1 1,2 Pengrajin 4 4,9 Wiraswasta 28 34,2 Ibu Rumah Tangga 44 53,7 Sumber : Data Primer, 2012 Dilihat dari Tabel 4.2 tingkat pendidikan ayah siswa yang terbanyak adalah SMP (41,5%) sedangkan proporsi terendah adalah yang tidak pernah sekolah (1,2%). Sedangkan untuk tingkat pendidikan ibu proporsi tertinggi adalah SMA (32,9%) sedangkan proporsi terendah adalah Universitas (1,2%). Pekerjaan ayah responden yang terbanyak

adalah buruh harian sebanyak 20 orang (24,4%). Sedangkan yang terkecil adalah petani sebanyak 1 orang (1,2%). Dan dari Tabel 2 ini juga dapat diketahui bahwa pekerjaan ibu yang terbanyak adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 44 responden (53,7%) sedangkan yang terendah adalah pegawai swasta (1,2%). Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit yang Pernah Diderita Selama sebulan terakhir SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 Penyakit yang Pernah Ya Tidak Total Diderita n % n % N % Batuk 52 63,4 30 36,6 82 100.0 Demam 49 59,8 33 40,2 82 100.0 Flu 29 35,4 53 64,6 82 100.0 Dingin 18 22,0 64 78,0 82 100.0 Masuk Angin 20 24,4 62 75,6 82 100.0 Demam Menggigil 18 22,0 64 78,0 82 100.0 Sakit Kepala 46 56,1 36 43,9 82 100.0 Sakit Perut 38 46,3 44 53,7 82 100.0 Sembelit 10 12,2 72 87,8 82 100.0 Diare 15 18,3 67 81,7 82 100.0 Sumber : Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 4.3, dapat diketahui bahwa penyakit batuk yang paling sering diderita oleh para siswa yaitu sebanyak 52 responden (63,4%) sedangkan yang penyakit yang paling tidak sering diderita adalah sembelit yaitu sebanya 10 responden (12,2%).

b. Status Gizi Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (TB/U) SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 Status Gizi Berdasarkan Indikator n % TB/U Sangat Pendek 7 8,5 Pendek 26 31,7 Normal 49 59,8 Tinggi 0 0,0 Jumlah 82 100.0 Sumber : Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa status gizi siswa berdasarkan indikator TB/U yang paling banyak adalah tinggi badan normal yaiu sebanyak 49 siswa (59,8%). Sedangkan proporsi rendah adalah yang sangat pendek yaitu sebanyak 7 responden (8,5%) dan tidak ditemukannya anak yang tinggi. Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (IMT/U) SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 Status Gizi Berdasarkan Indikator n % IMT/U Sangat Kurus 12 14,6 Kurus 12 14,6 Normal 54 65,9 Gemuk 0 0,0 Sangat Gemuk 4 4,9 Jumlah 82 100.0 Sumber : Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa status gizi siswa berdasarkan indikator IMT/U yang paling banyak adalah status gizi normal yaitu sebanyak 54 siswa (65,9%). Sedangkan proporsi rendah adalah yang sangat gemuk yaitu sebanyak 4 responden (4,9%).

c. Asupan Tabel 4.6 Distribusi asupan gizi mikro responden siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 Asupan Zat Kecukupan Asupan Total Gizi Mikro Kurang Cukup Lebih n % n % n % n % Vitamin A 42 51,2 19 23,2 21 25,6 82 100 Vitamin C 71 86,6 5 6,1 6 7,3 82 100 Vitamin D 38 46,3 7 8,5 37 45,2 82 100 Zat Besi 55 67,1 15 18,3 12 14,6 82 100 Zink 36 43,9 18 22,0 28 34,1 82 100 Yodium 34 41,5 29 35,4 19 23,2 82 100 Kalsium 55 67,1 7 8,5 20 24,4 82 100 Sumber : Data Primer, 2012 Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden asupannya kurang terutama pada vitamin A, vitamin C, kalsium dan Zat besi di mana persentase kekurangannya di atas 50%. d. Analisis Bivariat Setelah dilakukan pengumpulan data, diedit dan diolah dengan menggunakan peranti lunak komputer diperoleh gambaran responden. Untuk melihat kemaknaan hubungan antara gizi mikro dengan status gizi dilakukan analisis uji Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95%. Apabila hasil perhitungan statistic dengan p < 0.05 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent. Responden dalam penelitian ini berjumlah 82 yang terdiri dari siswa kelas 4 dan 5 SD Inpres 2 Pannampu, disajikan dalam Tabel 6 seperti di bawah ini.

Tabel 4.7 Hubungan antara Asupan Gizi Mikro dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 Status Gizi Berdasarkan Indikator IMT/U Sangat Sangat Kurus Normal Gemuk Kurus Gemuk n % n % n % N % n % 29 69,0 12 63,2 13 61,9 45 63,4 4 80,0 5 83,3 28 73,7 5 71,4 21 56,8 36 65,5 10 66,7 8 66,7 23 63,9 12 66,7 19 67,9 19 55,9 20 69,0 15 78,9 35 6 13 54 63,6 85,7 65,0 65,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0 4 0 4 0 0 2 0 2 3 1 0 0 0 4 3 1 0 3 1 0 4 p r 0,013 0,313 0,820 0,340 0,382 0,015 0,311 0,511 0,306 -

Gizi Mikro

Total n %

Vitamin A Kurang 7 16,7 6 14,3 Cukup 2 10,5 1 5,3 Lebih 3 14,3 5 23,8 Vitamin C Kurang 11 15,5 11 15,5 Cukup 1 20,0 0 0,0 Lebih 0 0,0 1 16,7 Vitamin D Kurang 2 5,3 6 15,8 Cukup 2 28,6 0 0,0 Lebih 8 21,6 6 16,2 Zat Besi Kurang 10 18,2 6 10,9 Cukup 2 13,3 2 13,3 Lebih 0 0,0 4 33,3 Zink Kurang 7 19,4 6 16,7 Cukup 5 27,8 1 5,6 Lebih 0 0 5 17,9 Yodium Kurang 6 17,6 6 17,6 Cukup 5 17,2 3 10,3 Lebih 1 5,3 3 15,8 Kalsium Kurang 10 18,2 7 12,7 Cukup 0 0,0 0 0,0 Lebih 2 10,0 5 25,0 Total 12 14,6 12 14,6 Sumber : Data Primer, 2012

0,0 42 100 21,1 19 100 0,0 21 100 5,6 0,0 0,0 5,3 0,0 5,4 5,5 6,7 0,0 71 100 5 100 6 100 38 100 7 100 37 100 55 100 15 100 12 100

0,0 36 100 0,0 18 100 14,3 28 100 8,8 3,4 0,0 34 100 29 100 19 100

5,5 55 100 14,3 7 100 0,0 20 100 4,9 82 100

1)

Vitamin A dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan vitamin A yang kurang

sebanyak 42 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 7 siswa (16,7%), kurus sebanyak 6 siswa (14,3%), normal sebanyak 29 siswa (69,0%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat gemuk. Asupan vitamin A yang cukup sebanyak 19 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 2 siswa (10,5%), kurus sebanyak 1 siswa (5,3%), normal sebanyak 12 siswa (63,2%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 4 siswa (21,1%). Asupan vitamin A yang lebih sebanyak 21 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 3 siswa (14,3%), kurus sebanyak 5 siswa (23,8%), normal sebanyak 13 siswa (61,9%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat gemuk. Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,013 pada = 0,05. Karena nilai p (0,013) < 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara vitamin A dengan status gizi berdasarkan indikator IMT/U dengan nilai korelasi sebesar 0,313 yang berarti bahwa kekuatan hubungannya sedang dan arahnya positif yang berarti bahwa semakin tinggi asupan vitamin A maka semakin baik pula status gizinya. 2) Vitamin C dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan vitamin C yang kurang sebanyak 71 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 11 siswa (15,5%), kurus sebanyak 11 siswa (15,5%), normal sebanyak 45 siswa

(63,4%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 4 siswa (5,6%). Asupan vitamin C yang cukup sebanyak 5 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 1 siswa (20,0%), normal sebanyak 4 siswa (20,0%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat gemuk. Asupan vitamin C yang lebih sebanyak 6 siswa dengan status gizi kurus sebanyak 1 siswa (16,7%), normal sebanyak 5 siswa (83,3%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat gemuk. Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,820 pada = 0,05. Karena nilai p (0,820) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara vitamin C dengan status gizi berdasarkan indikator IMT/U. 3) Vitamin D dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan vitamin D yang kurang sebanyak 38 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 2 siswa (5,3%), kurus sebanyak 6 siswa (15,8%), normal sebanyak 28 siswa (73,7%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 2 siswa (5,3%). Asupan vitamin D yang cukup sebanyak 7 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 2 siswa (28,6%), normal sebanyak 5 siswa (71,4%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat gemuk. Asupan vitamin D yang lebih sebanyak 37 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 8 siswa (21,6%), kurus sebanyak 6 siswa (16,2%), normal sebanyak 21 siswa

(56,8%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 2 siswa (5,4%). Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,340 pada = 0,05. Karena nilai p (0,340) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara vitamin D dengan status gizi berdasarkan indikator IMT/U. 4) Zat Besi dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Zat besi yang kurang sebanyak 55 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 10 siswa (18,2%), kurus sebanyak 6 siswa (10,9%), normal sebanyak 36 siswa (65,5%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 3 siswa (5,5%). Asupan Zat besi yang cukup sebanyak 15 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 2 siswa (13,3%), kurus sebanyak 2 siswa (13,3%), normal sebanyak 10 siswa (66,7%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 1 siswa (6,7%). Asupan Zat besi yang lebih sebanyak 12 siswa dengan status gizi kurus sebanyak 4 siswa (33,3%), normal sebanyak 8 siswa (66,7%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk, sangat gemuk, dan sangat kurus. Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,382 pada = 0,05. Karena nilai p (0,382) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Zat besi dengan status gizi berdasarkan indikator IMT/U.

5)

Zink dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Zink yang kurang

sebanyak 36 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 7 siswa (19,4%), kurus sebanyak 6 siswa (10,9%), normal sebanyak 36 siswa (65,5%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat gemuk. Asupan Zink yang cukup sebanyak 18 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 5 siswa (27,8%), kurus sebanyak 1 siswa (5,6%), normal sebanyak 12 siswa (66,7%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat gemuk. Asupan Zink yang lebih sebanyak 28 siswa dengan status gizi kurus sebanyak 5 siswa (17,9%), normal sebanyak 19 siswa (67,9%) dan tidak ada siswa yang status gizinya, sangat kurus, gemuk dan sangat gemuk. Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,015 pada = 0,05. Karena nilai p (0,015) < 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Zink dengan status gizi berdasarkan indikator IMT/U dengan nilai korelasi sebesar 0,311 yang berarti bahwa kekuatan hubungannya sedang dan arahnya positif yang berarti bahwa semakin tinggi asupan Zink maka semakin baik pula status gizinya. 6) Yodium dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Yodium yang kurang sebanyak 34 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 6 siswa (17,6%), kurus sebanyak 6 siswa (17,6%), normal sebanyak 19 siswa

(55,9%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 3 siswa (8,8%). Asupan Yodium yang cukup sebanyak 29 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 5 siswa (17,2%), kurus sebanyak 3 siswa (10,3%), normal sebanyak 20 siswa (69,0%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 1 siswa (3,4%). Asupan Yodium yang lebih sebanyak 19 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 1 siswa (5,3%), kurus sebanyak 3 siswa (15,8%), normal sebanyak 15 siswa (78,9%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat gemuk. Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,511 pada = 0,05. Karena nilai p (0,511) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Yodium dengan status gizi berdasarkan indikator IMT/U. 7) Kalsium dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Kalsium yang kurang sebanyak 55 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 10 siswa (18,2%), kurus sebanyak 7 siswa (12,7%), normal sebanyak 35 siswa (63,6%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 3 siswa (5,5%). Asupan Kalsium yang cukup sebanyak 7 siswa dengan status gizi normal sebanyak 6 siswa (85,7%) dan tidak ada siswa yang status gizinya sangat kurus, kurus, dan gemuk sedangkan yang sangat gemuk sebanyak 1 siswa (14,3%). Asupan

Kalsium yang lebih sebanyak 20 siswa dengan status gizi sangat kurus sebanyak 2 siswa (10,0%), kurus sebanyak 5 siswa (25,0%), normal sebanyak 13 siswa (65,0%) dan tidak ada siswa yang status gizinya gemuk dan sangat gemuk. Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p = 0,306 pada = 0,05. Karena nilai p (0,306) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Kalsium dengan status gizi berdasarkan indikator IMT/U.

Tabel 4.8 Hubungan antara Asupan Gizi Mikro dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 Status Gizi Berdasarkan Indikator TB/U Sangat Pendek Normal Tinggi Pendek n % n % n % n % 24 12 13 42 4 3 24 1 24 30 11 8 22 9 18 27 12 10 29 5 15 49 57,1 63,2 61,9 59,2 80,0 50,0 63,2 14,3 64,9 54,5 73,3 66,7 61,1 50,0 64,3 79,4 41,4 52,6 52,7 71,4 75,0 59,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 p r 0,622 0,412 0,047 0,242 0,388 0,416 0,019 0,268 0,047 0,242

Gizi Mikro

Total n 42 19 21 71 5 6 38 7 37 55 15 12 36 18 28 34 29 19 55 7 20 82 % 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Vitamin A Kurang 3 7,1 15 35,7 Cukup 3 15,8 4 21,1 Lebih 1 4,8 7 33,3 Vitamin C Kurang 6 8,5 23 32,4 Cukup 1 20,0 0 0,0 Lebih 0 0,0 3 50,0 Vitamin D Kurang 5 13,2 9 23,7 Cukup 1 14,3 5 71,4 Lebih 1 2,7 12 32,4 Zat Besi Kurang 4 7,3 21 38,2 Cukup 1 6,7 3 20,0 Lebih 2 16,7 2 16,7 Zink Kurang 2 5,6 12 33,3 Cukup 1 5,6 8 44,4 Lebih 4 14,3 6 21,4 Yodium Kurang 3 8,8 4 11,8 Cukup 3 10,3 14 48,3 Lebih 1 5,3 8 42,1 Kalsium Kurang 5 9,1 21 38,2 Cukup 2 28,6 0 0,0 Lebih 0 0,0 5 25,0 Jumlah 7 8,5 26 31,7 Sumber : Data Primer, 2012

1) Vitamin A dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan vitamin A yang kurang sebanyak 42 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 3 siswa (7,1%), pendek sebanyak 15 siswa (35,7%), normal sebanyak 24 siswa (57,1%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan vitamin A yang cukup sebanyak 19 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 3 siswa (15,8%), pendek sebanyak 4 siswa (21,1%), normal sebanyak 12 siswa (63,2%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan vitamin A yang lebih sebanyak 21 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa (4,8%), pendek sebanyak 7 siswa (33,3%), normal sebanyak 13 siswa (61,9%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,622 pada = 0,05. Karena nilai p (0,622) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara vitamin A dengan status gizi berdasarkan indikator TB/U. 2) Vitamin C dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Vitamin C yang kurang sebanyak 71 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 6 siswa (8,5%), pendek sebanyak 23 siswa (32,4%), normal sebanyak 42 siswa (59,2%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Vitamin C yang cukup sebanyak 5 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa (20,0%), normal sebanyak 4 siswa (80,0%) dan tidak ada siswa yang pendek dan tinggi. Asupan Vitamin C yang lebih sebanyak 6 siswa

dengan tinggi badan pendek sebanyak 3 siswa (50,0%), normal sebanyak 3 siswa (50,0%) dan tidak ada siswa yang sangat pendek dan tinggi. Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,412 pada = 0,05. Karena nilai p (0,412) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Vitamin C dengan status gizi berdasarkan indikator TB/U. 3) Vitamin D dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Vitamin D yang kurang sebanyak 38 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 5 siswa (13,2%), pendek sebanyak 9 siswa (23,7%), normal sebanyak 24 siswa (63,2%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Vitamin D yang cukup sebanyak 7 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa (14,3%), pendek sebanyak 5 siswa (71,4%), normal sebanyak 1 siswa (14,3%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Vitamin D yang lebih sebanyak 37 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa (2,7%), pendek sebanyak 12 siswa (32,4%), normal sebanyak 24 siswa (64,9%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,047 pada = 0,05. Karena nilai p (0,047) < 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Vitamin D dengan status gizi berdasarkan indikator TB/U dengan nilai korelasi sebesar 0,242 yang berarti bahwa kekuatan hubungannya lemah dan arahnya positif yang berarti bahwa

semakin tinggi asupan Vitamin D maka semakin baik pula status gizinya. 4) Zat Besi dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Zat Besi yang kurang sebanyak 55 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 4 siswa (7,3%), pendek sebanyak 21 siswa (38,2%), normal sebanyak 30 siswa (54,5%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Zat Besi yang cukup sebanyak 15 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa (6,7%), pendek sebanyak 3 siswa (20,0%), normal sebanyak 11 siswa (73,3%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Zat Besi yang lebih sebanyak 12 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 2 siswa (16,7%), pendek sebanyak 2 siswa (16,7%), normal sebanyak 8 siswa (66,7%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,388 pada = 0,05. Karena nilai p (0,388) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Zat Besi dengan status gizi berdasarkan indikator TB/U. 5) Zink dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Zink yang kurang sebanyak 36 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 2 siswa (5,6%), pendek sebanyak 12 siswa (33,3%), normal sebanyak 22 siswa (61,1%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Zink yang cukup sebanyak 18 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa

(5,6%), pendek sebanyak 8 (44,4%), normal sebanyak 9 siswa (50,0%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Zink yang lebih sebanyak 28 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 4 siswa (14,3%), pendek sebanyak 6 siswa (21,4%), normal sebanyak 18 siswa (64,3%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,416 pada = 0,05. Karena nilai p (0,416) > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Zink dengan status gizi berdasarkan indikator TB/U. 6) Yodium dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Yodium yang kurang sebanyak 34 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 3 siswa (8,8%), pendek sebanyak 4 siswa (11,8%), normal sebanyak 27 siswa (79,4%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Yodium yang cukup sebanyak 29 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 3 siswa (10,3%), pendek sebanyak 14 siswa (48,3%), normal sebanyak 12 siswa (41,4%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Yodium yang lebih sebanyak 19 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 1 siswa (5,3%), pendek sebanyak 8 siswa (42,1%), normal sebanyak 10 siswa (52,6%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,019 pada = 0,05. Karena nilai p (0,019) < 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Yodium dengan status gizi berdasarkan indikator

TB/U dengan nilai korelasi sebesar 0,268 yang berarti bahwa kekuatan hubungannya sedang dan arahnya positif yang berarti bahwa semakin tinggi asupan Yodium maka semakin baik pula status gizinya. 7) Kalsium dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U Dari hasil tabulasi silang diperoleh asupan Kalsium yang kurang sebanyak 55 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 5 siswa (9,1%), pendek sebanyak 21 siswa (38,2%), normal sebanyak 29 siswa (52,7%) dan tidak ada siswa yang tinggi. Asupan Kalsium yang cukup sebanyak 7 siswa dengan tinggi badan sangat pendek sebanyak 2 siswa (28,6%), normal sebanyak 5 siswa (71,4%) dan tidak ada siswa yang pendek dan tinggi. Asupan Kalsium yang lebih sebanyak 20 siswa dengan tinggi badan pendek sebanyak 5 siswa (25,0%), normal sebanyak 15 siswa (75,0%) dan tidak ada siswa yang sangat pendek dan tinggi. Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai p = 0,047 pada = 0,05. Karena nilai p (0,047) < 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Kalsium dengan status gizi berdasarkan indikator TB/U dengan nilai korelasi sebesar 0,242 yang berarti bahwa kekuatan hubungannya lemah dan arahnya positif yang berarti bahwa semakin tinggi asupan Kalsium maka semakin baik pula status gizinya. B. Pembahasan 1. Karakteristik Dalam penelitian ini ditemukan bahwa tingkat pendidikan ibu responden lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan ayah

responden. Hal ini dapat dilihat pada tabel di atas yang menunjukkan kebanyakan pendidikan ayah responden yaitu SMP (41,5%) sedangkan pendidikan ibu responden kebanyakan SMA (32,9%). Pekerjaan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar ayah responden bekerja sebagai buruh harian. Hal ini sangat tidak mengherankan karena sebagian besar tingkat pendidikan ayah responden hanya tamat SMP. Sedangkan ibu responden bekerja sebagai penjual

(22,0%)sedangkan sebagian besar lainnya adalah ibu rumah tangga/ tidak bekerja (53,7$%). 2. Status Gizi Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien,

sehingga memungkinkan seseorang mengalami pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial dan sebaliknya status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah berlebihan sehingga dapat menimbulkan efek toksik atau membahayakan. Dari hasil penelitian ini, didapatkan status gizi berdasarkan indikator TB/U yaitu sangat pendek (8,5%), pendek (31,7%) dan

normal (59,8%). Hasil ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2010 yang menunjukkan anak usia sekolah di Indonesia secara berturut-turut adalah tinggi badan normal (64,5%), pendek (20,5%) dan sangat pendek (15,1%). Sedangkan status gizi berdasarkan IMT/U yaitu sangat kurus (14,6%), kurus (14,6%), normal (65,9) dan sangat gemuk (4,9%). Hal ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2010 yang menunjukkan rata-rata status gizi anak usia sekolah di Indonesia masih normal (78,6%) sedangkan sangat kurus (4,6%), kurus (7,6%) dan gemuk (9,2%). Pada dasarnya status gizi ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berperan dalam penilaian status gizi adalah asupan zat-zat makanan kedalam tubuh yaitu gizi makro dan gizi mikro (vitamin A, vitamin C, vitamin D, Ca, Fe, Zn, dan Yodium), penyerapan dan penggunaan zat gizi, aktivitas yang dilakukan sehari-hari dan pola konsumsi sehari-hari. Faktor eksternal yang mempengaruhi penilaian status gizi adalah faktor sosial budaya seperti kebiasaan makan dan larangan mengkonsumsi bahan

makanan tertentu, faktor ekonomi seperti pendapatan

keluarga,

pengetahuan tentang gizi, ketersediaan bahan makanan, pelayanan kesehatan setempat, pemeliharaan kesehatan dan besar keluarga.

3. Asupan dan Status Gizi a. Vitamin A Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan vitamin A pada siswa SD inpres 2 Pannampu untuk kategori kurang 51,2% (42 responden). Ini akan menyebabkan pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Bila hewan percobaan diberi makanan yang tidak mengandung vitamin A, maka pertumbuhan akan terganggu setelah simpanan vitamin A dalam tubuh habis. Pada anak kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhan. Vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat (Linder MC, 2006). Bukan hanya kekurangan pada asupan vitamin A yang harus kita perhatikan, tetapi kelebihan asupan vitamin A pun kita perlu berhati-hati karena dapat menimbulkan sakit kepala, pusing, rasa nek, rambut rontok, kulit mongering, tidak ada nafsu makan atau anoreksia, dan sakit pada tulang. Pada wanita menstruasi berhenti (Almatsier, 2006). Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa ada hubungan antara vitamin A dengan status gizi menurut indikator IMT/U. Salah satu peran Vitamin A adalah berperan dalam pertumbuhan. Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, demikian pula terhadap pertumbuhan sel. Dengan melihat fungsi vitamin A maka adanya hubungan antara vitamin A dan status gizi

menurut IMT/U disebabkan oleh fungsi vitamin A dalam sintesis protein. Dimana kita ketahui bahwa protein sendiri berfungsi dalam menjaga sel-sel tubuh. Berbeda dengan status gizi menurut indikator TB/U, dalam penelitian ini tidak ditemukannya hubungan yang signifikan dengan vitamin A. hal ini dikarenakan karena vitamin A berkaitan dengan metabolisme zat gizi makro. Secara teori, fungsi vitamin A ini tidak secara langsung berkaitan dengan pertumbuhan tulang. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh purwanti, 2005 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara asupan vitamin A dengan status gizi (BB/TB). Ini mungkin dikarenakan kebanyakan orang tua responden bekerja sebagai buruh harian. Ini akan berdampak pada daya beli keluarga yang rendah. b. Vitamin C Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan Vitamin C pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori kurang 86,6% (71 responden). Hal ini sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan lelah, lemah, napas pendek, kejang otot tulang, otot dan persendian sakit serta kurang nafsu makan, kulit menjadi kering, kasar dan gatal, warna merah kebiruan di bawah kulit, perdarahan gusi, kedudukan gigi menjadi longgar, mulut dan

mata kering, rambut rontok,luka sukar sembuh, terjadi anemia, depresi dan timbul gangguan saraf (Almatsier, 2006). Bukan hanya kekurangan pada asupan vitamin C yang harus kita perhatikan, tetapi kelebihan asupan vitamin C pun kita perlu berhati-hati karena dapat menimbulkan hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap batu ginjal (Almatsier, 2006). Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa vitamin C berkhasiat untuk penyembuhan maupun pencegahan influenza, walaupun hasil penelitian menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi sebagian besar hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian vitamin C ternyata dapat meringankan dan

memperpendek lamanya penyakit, dan juga memperkecil infeksi sampingan yang biasanya menyertai penyakit yang menunjukkan resistensi. Peran vitamin C pada infeksi diantaranya memperkuat sel-sel imun dalam melawan dan menetralkan radikal bebas. Sel-sel imun mengeluarkan bahan toksik untuk membunuh jamur, kuman atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah penyakit infeksi dan untuk mengatasinya, konsumsi vitamin C yang cukup dapat mengurangi resiko penyakit infeksi. Vitamin C dalam tubuh berfungsi sebagai koenzim dan kofaktor. Fungsi vitamin C banyak berkaitan dengan pembentukan kolagen. Vitamin C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisn menjadi

hidroksiprolin, bahan penting dalam pembentuk kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, dentin gigi, membrane kapiler, kulit dan tendon (urat otot). Dengan demikian vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, pendarahan bawah kulit, dan pendarahan gusi. Dengan demikian menyebabkan tidak adanya hubungan asupan vitamin C terhadap status gizi IMT/U dan TB/U. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh widyaningrum, 2005 menyatakan bahwa tidak ada hubungan konsumsi vitamin C dengan status gizi (p=0,916). c. Vitamin D Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan Vitamin D pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori kurang 46,3% (38 responden). Hal ini sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kelainan pada tulang yang dinamakan riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa. Kekurangan pada orang dewasa juga dapat menyebabkan osteoporosis. Riketsia terjadi bila pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga menjadi lembek. Kaki membengkok, ujung-ujung tulang panjang membesar (lutut dan pergelangan), tulang rusuk membengkok, pembesaran kepala karena penutupan fontanel terhambat, gigi terlambat keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak.

Tapi bukan hanya kekurangan yang perlu kita perhatikan akan tetapi kelebihan asupanpun dapat sangat berbahaya karena dapat menyebabkan keracunan. Gejalanya adalah kelebihan

absorpsi vitamin D yang pada akhirnya menyebabkan klaisfikasi berlebihan pada tulang dan jaringan tubuh seperti ginjal, paru-paru, dan organ tubuh lain (Almatsier, 2006). Vitamin D sendiri lebih banyak berperan dalam pembentukan tulang. Status gizi menurut IMT/U tidak hanya melibatkan tinggi badan tetapi juga berat badan sehingga ada kemungkinan tidak adanya hubungan yang signifikan berdasarkan statistik antara asupan vitamin D dan status gizi menurut IMT/U. Telah diuraikan sebelumnya bahwa vitamin D dan kalsium berkaitan erat dengan pertumbuhan tulang dan gigi. Status gizi berdasarkan TB/U menggunakan tinggi badan sebagai indikator yang berkaitan dengan pertumbuhan tulang. Dengan kata lain secara teori, kedua zat gizi mikro ini akan berhubungan dengan status gizi berdasakan TB/U. hal ini sejalan dengan hasil yang peneliti peroleh dari uji statistiknya.

d. Fe Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan Fe pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori kurang 67,1%

(55 responden). Defisiensi besi yang terjadi pada masa kritis dalam perkembangan otak akan mengakibatkan kerusakan yang menetap dan mengakibatkan gejala sisa seperti perkembangan yang terlambat. Anemia defisiensi besi sampai saat ini merupakan masalah nutrisi di seluruh dunia terutama di Negara berkembang dan diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia defisiensi besi (Ramakrishnan U, 2001). Lozoff dkk, (1991) dalam penelitian kohortnya,

menyatakan bahwa defisiensi besi yang berat dan lama pada masa bayi dapat menyebabkan perkembangan kognitif dan motorik yang lambat pada usia 5 tahun. Selanjutnya mendapatkan bahwa defisiensi besi yang berat dan kronis pada masa bayi yang merupakan masa kritis, masa pertumbuhan, dan diferensiasi otak biasanya akan menetap. Dalam pemantauan selanjutnya pada masa anak ditemukan fungsi kognitif yang buruk dan rendahnya prestasi sekolah, anak cenderung merasa cemas, memiliki gangguan perhatian. Studi jangka panjang efek anemia kekurangan zat besi di Costa Rica dan Chile menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami anemia memiliki skor tes yang lebih rendah dari anakanak yang tidak anemia (Walter, 1993); Lozof B, et. Al., 2006). Hal yang sama ditemukan pada penelitian di Amerika Serikat, dimana nilai rata-rata matematika pada anak yang menderita

anemia defisiensi lebih rendah disbanding anak tanpa anemia defisiensi besi. Penelitian di daerah perkebunan Aek Nabara bekerjasama dengan fakultas Psikologi USU, pada anak usia 7-14 tahun yang menderita anemia defisiensi besi diperoleh hasil bahwa full IQ tidak melebihi rata-rata dengan gangguan pemusatan perhatian dan fungsi kognitif terurama dalam bidang aritmatika (Bidasari, 2008). Telah berpengaruh dibahas pada sebelumnya perkembangan bahwa, zat besi lebih dengan

dibandingkan

pertumbuhan. Dengan adanya penelitian ini maka menjelaskan bahwa zat besi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap status gizi berdasarkan IMT/U dan TB/U. Penelitian tentang pengaruh suplementasi mikronutrien Zn+Fe terhadap pertumbuhan antropometri pemain sepakbola usia 12 tahun menunjukkan hasil yang sama dengan peneliti. Pada penelitian ini tidak diperoleh hubungan atau pengaruh langsung suplementasi terhadap pertumbuhan TB (p= 0.068) (Taiyeb,dkk, 2008). Beberapa penelitian tentang pengaruh zat besi terhadap panjang badan anak berbeda dengan dengan hasil yang diperoleh oleh peneliti. Adapun penelitiaan tersebut yaitu: Suplementasi Zn (20 mg) dan Fe (20 mg) satu kali seminggu pada anak stunted usia 6-24 bulan. Penelitian ini dapat

meningkatkan panjang badan anak (Height

for Age Z- Score)

sebesar 0,14, pada anak stunted yang diberi Fe (20 mg) saja, 0,57 Facta anak stunted yang diberi Zn (20 mg) + Fe (20 mg), dan 0,30 untuk anak stunted yang diberi Zn (20 mg) saja (Nasution, 2000). Perbedaan ini bisa saja disebabkan karena perbedaan usia sampel dan kebutuhan sesuai sampel. e. Zink Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan Zink pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori kurang 43,9% (36 responden). Hal ini sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan

keterlambatan perkembangan seksual terutama pada anak (Fraker PJ dan King LE, 2004; marjoilene. Et.al., 2008). Bukti-bukti penelitian juga menunjukkan bahwa kekurangan zink akan menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh, meningkatnya angka morbiditas akibat penyakit infeksi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan motorik maupun kognitif semakin banyak (Caufield dkk, 1998). Kekurangan zink dapat mnyebabkan terjadinya keterlambatan perkembangan, pertumbuhan tersendat-sendat dan meningkatkan resiko penyakit menular pada bayi dan anak-anak. Beberapa bukti juga mempengaruhi perkembangan kognitif, motorik dan perilaku anak.

Selain kekurangan, Kelebihan seng hingga dua sampai tiga kali AKG perlu kita perhatikan karena dapat menurunkan absorpsi tembaga. Kelebihan sampai sepuluh kali AKG mempengaruhi metabolisme kolesterol. Megubah nilai lipoprotein dan tampaknya dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis sebanyak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan muntah atau diare, anemia dan gangguan reproduksi (Almatsier, 2006). Zinc terlibat dalam sejumlah besar metabolisme dalam tubuh. Sebagai contoh, Zn terlibat dalam keseimbangan asam basa, metabolisme asam amino, sintesa protein, sintesa asam nukleat, ketersediaan folat, penglihatan, system kekebalan tubuh,

reproduksi, perkembangan dan berfungsinya system saraf. Lebih dari 200 enzim bergantung pada Zn, termasuk didalamnya carbonic anhydrase, alcohol dehidrogenase, alkaline phosphatase, RNA polymerase, DNA polymerase, nukleosida phosphorilase, protein kinase, seperoksida dismutase dan peroylpoly glutamat hydrolase. Dengan mengetahui fungsi zink ini maka sangat jelas pengaruh zink terhadap status gizi menurut IMT/U. Dengan melihat penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Zink sendiri berkaitan dengan metabolisme zat gizi makro. Secara teori, fungsi zink tidak secara langsung berkaitan dengan pertumbuhan tulang. Dengan demikian penelitian ini membuktikan

bahwa zink tidak berhubungan secara signifikan terhadap status gizi berdasarkan TB/U. Penelitian tentang pengaruh suplementasi mikronutrien Zn+Fe terhadap pertumbuhan antropometri pemain sepakbola usia 12 tahun menunjukkan hasil yang sama dengan peneliti. Pada penelitian ini tidak diperoleh hubungan atau pengaruh langsung suplementasi terhadap pertumbuhan TB (p= 0.068) (Taiyeb,dkk, 2008). Beberapa penelitian tentang pengaruh zink dan zat besi terhadap panjang badan anak berbeda dengan dengan hasil yang diperoleh oleh peneliti. Adapun penelitiaan tersebut yaitu: Penelitian yang dilakukan di Vietnam. Dimana Suplementasi Zn 10 mg setiap hari pada anak usia 4-36 bulan di Vietnam yang mengalami gagal tumbuh. Penelitian ini dapat meningkatkan pertumbuhan dan circulating insuline -like growth factor I (LGF-I) (Ninh, et al. 1996). Suplementasi Zn (20 mg) dan Fe (20 mg) satu kali seminggu pada anak stunted usia 6-24 bulan. Penelitian ini dapat meningkatkan panjang badan anak (Height for Age Z- Score)

sebesar 0,14, pada anak stunted yang diberi Fe (20 mg) saja, 0,57 Facta anak stunted yang diberi Zn (20 mg) + Fe (20 mg), dan 0,30 untuk anak stunted yang diberi Zn (20 mg) saja (Nasution, 2000).

Perbedaan ini bisa saja disebabkan karena perbedaan usia sampel dan kebutuhan sesuai sampel. f. Ca Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan Ca pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori kurang 67,1% (55 responden). Hal ini sangat berbahaya pada masa pertumbuhan karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dan tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress sehari-hari.kadar kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang. Kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap rangsangan meningkat, sehingga terjadi kejang otot misalnya pada kaki (Almatsier, 2006). Selain kekurangan, kita juga harus memperhatikan asupan yang lebih karena kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah BAB). Kelebihan kalsium bisa terjadi bila menggunakan suplemen kalsium berupa tablet atau bentuk lain (Almatsier, 2006). Kalsium hampir sama halnya dengan vitamin D. Mineral ini kebanyakan berperan dalam pertumbuhan tulang dan gigi. Status

gizi berdasarkan IMT/U sendiri tidak hanya menggunkan tinggi badan yang dipengaruhi oleh pertumbuhan tulang tetapi melibatkan berat badan yang berkaitan dengan massa otot, tulang, dan lemak secara keseluruhan. Sedangkan status gizi berdasarkan TB/U menggunakan tinggi badan sebagai indikator yang berkaitan dengan pertumbuhan tulang. Dengan kata lain secara teori, zat gizi mikro ini akan berhubungan dengan status gizi berdasakan TB/U. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh hidayati, 2004 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan konsumsi kalsium dengan status gizi menurut indikator BB/U (p>0,05). g. Yodium Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa asupan Yodium pada siswa SD Inpres 2 Pannampu untuk kategori kurang 41,5% (34 responden). Hal ini sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan anak malas dan lamban. Sorang anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh abnormal dan IQ sekitar 20. Kekurangan iodium pada anak menyebabkan

kemampuan belajar yang rendah (Almatsier, 2006). Iodium ada dalam tubuh dalam jumlah sangat sedikit, yaitu sebanyak kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg. sekitar 75% dari iodium ini ada di dalam kelenjar tiroid, yang digunakan untuk mensintesis hormone tiroksin, tetraiodotironin

(T4), dan triiodotironin (T3). Hormone-hormon ini diperlukan unutk pertumbuhan normal, perkembangan fisik dan mental hewan dan manusia. Gejala kekurangan iodium adalah malas dan lamban. Sorang anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh abnormal dan IQ sekitar 20. Kretinisme dalam hal ini ditandai dengan bentuk tubuh yang abnormal seperti kerdil dan bermuka tua. Dengan secara teori, iodium berhubungan erat dengan kekerdilan yang ditandai denga tinggi badan yang pendek. Hal ini dapat memperkuat bahwa status gizi berdasarkan TB/U memiliki hubungan yang signifikan dengan yodium. Status gizi berdasarkan IMT/U sendiri merupakan

perpaduan antara status gizi sekarang dan lampau, sedangkan kekurangan iodium akan Nampak dalam jangka waktu yang panjang. Ada kemungkinan bahwa penilaian asupan gizi makro ini tidak seratus persen menggambarkan asupan anak pada masa lampau sehingga asupan iodium yang dampaknya akan terlihat dalam waktu yang lama menjadi tidak berhubungan dengan status gizi berdasarkan IMT/U. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti, 2005 menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan iodium dengan status gizi (BB/TB).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN 1. Ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin A dengan status gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,013) dan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin A dengan status gizi menurut indikator TB/U (p = 0,622). 2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C dengan status gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,820) dan tidak ada hubungan yang signifikan aupan vitamin C dengan status gizi menurut indikator TB/U (p = 0,412). 3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin D dengan status gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,340) dan ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin D dengan status gizi menurut indikator TB/U (p = 0,047). 4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan Fe dengan status gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,382) dan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan Fe dengan status gizi menurut indikator TB/U (p = 0,388). 5. Ada hubungan yang signifikan antara asupan Zink dengan status gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,015) dan tidak ada hubungan yang
88

signifikan antara asupan Zink dengan status gizi menurut indikator TB/U (p = 0,416). 6. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan Yodium dengan status gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,511) dan ada hubungan yang signifikan antara asupan Yodium dengan status gizi menurut indikator TB/U (p = 0,019). 7. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan Ca dengan status gizi menurut indikator IMT/U (p = 0,306) dan ada hubungan yang signifikan antara asupan Ca dengan status gizi menurut indikator TB/U (p = 0,047).

B. SARAN 1. Kepada anak Sekolah dasar, disarankan agar mengkonsumsi makanan yang bervariasi sehingga tidak mengalami defisiensi zat gizi mikro dan diharapkan kepada para guru dan orang tua siswa agar lebih memperhatikan pola makan anak-anak di sekolah. 2. Kepada pihak sekolah diharapkan agar memantau status gizi siswa melalui pengukuran antropometri secara rutin dan

mengkonsultasikannya kepada petugas kesehatan terdekat. 3. Kepada para petugas kesehatan, disarankan agar lebih meningkatkan program penyuluhan tentang gizi seimbang, khususnya kepada anak Sekolah Dasar.

DAFTAR PUSTAKA Agresta, 2005. Pemenuhan Kebutuhan Energi dan Protein yang Bersumber Dari Makanan Jajan. (online). Repository.usu.ac.id. (diakses 14 April 2012). Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Anonim. 2010. http://ridwanaz.com/kesehatan/pengertian-vitamin-jenis-jenisvitamin-sumber-sumber-vitamin. (Diakses pada tanggal 29 April 2012). Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Encourage Creativity (EGC). Aritonang, E. Siagian Albiner., 2003. Hubungan Konsumsi Pangan dengan Gizi Lebih pada Anak TK di Kotamadya Medan Tahun 2003. Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara. Ayu, S.D., 2008. Pengaruh Program Pendampingan Gizi Terhadap Pola Asuh, Kejadian Infeksi dan Status Gizi Balita KEP. Thesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang Bidasari. 2008. Dampak Suplementasi Besi dan Seng dalam Meningkatkan Eritropoiesis pada Malaria Anak yang Diberi Obat Anti Malaria di Daerah Endemis Caufield, LE., Zavaleta N., Shankar, AH., and marialdi, M., 1998. Potencial Contribution to Maternal and Child Survival. Am. J. Clin Nutr. 68:2(S): 499S-508S Dinas Kesehatan Kota Makassar. Profil Status Gizi. Makassar: 2011. Djaroh, Siti. 2010. Studi Kasus Perilaku Keluarga dalam Penanganan Kejadian Gizi Buruk pada Balita Kota Palu. Pascasarjana Universitas Hasanuddin: Makassar Faharuddin, 2012. http://taharuddin.com/efek-gizi-terhadap-status-gizi-anak.html. (Diakses pada tanggal 27 April 2012). Fraker PJ, King LE. Reprogramming of the immune system during zinc deficiency. Annu Rev Nutr 2004;24:277-98 Garrow, JS dan James, 1993, Human Nutrition and Dietetics, Ninth Edition. Edinburgh: Churchill Livingstone, (online).Wikipedia.org. (diakses 14 April 2012)

Hamam Hadi, 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional.

Hidayati, 2007. Hubungan Konsumsi Suplemen Makanan Dengan Tingkat Kecukupan Gizi Dan Status Gizi (Bb/U). Diponegoro University (diakses pada tanggal 23 JUli 2012). Imam, Sukiman, 2005. Obesitas Konsekuensi Pencegahan dan Pengobatan. Makalah Penetapan Guru Besar Fakultas Kedokteran Bidang Bidang Ilmu Patologi Klinik Universitas Sumatera Utara, Medan. Irianto, Djoko Pekik. 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta : Andi Offset Jamaluddin. 2008. Efek Pemberian Makanan Tambahan dan Zink Pada Ibu Hamil Kurang Energi Terhadap Status Pertumbuhan Tinggi Badan Anak Usia 6 Tahun Di Kabupaten Takalar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin: Makassar. Judarwanto. 2006. Hubungan Pola Konsumsi Makanan Jajanan dengan Status Gizi dan Fungsi Kongnitif Anak Sekolah Dasar. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah: Surakarta. Judiono, dkk, 2003. Gizi Anak Sekolah, Bina Diknakes, Edisi nomor 44 April Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1593/MENKES/SK/XI/2005. AKG 2005. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1995/MENKES/SK/XII/2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Khomsan, A., 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup, PT. Gramedia : Jakarta. Linder MC, 2006. Nutrisi dan Metabolisme Mikromineral. Dalam Biokimia Nutrisi dan Metabolisme Terjemahan Nutritional Biochemistry and Metabolism. Jakarta : UI-Press. Lozoff, B., Jimenez. E., Wolf, AW. Long-term developmental outcome of infants with iron deficiency. N Engl J Med. 1991 Sep 5;325(10) : v 687-94 Maryati Sri. 2000. Tata Laksana Makanan. Rineka Cipta. Jakarta. Nasution, E., 2000. Efek Suplementasi Zn dan Fe pada Status Gizi Anak Usia -24 Bulan Di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah (Thesis).

Ninh, N.X., Thissen J.P., Collen L. 1996. Zinc Supplementation Increases Growth and Circulating Insulin-Like Growth Factor I (LGF-I) in Growth Retarded Vietnamese Children. Am J Clin Nutr. ;63 : 514 -9. Nursalam. 2008. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta Nursiah MA. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama dengan Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI. Pramesti. 2011. Kontribusi Energi, Zat Gizi Makro Dan Zat Gizi Mikro Dari Sarapan Pagi Terhadap Angka Kecukupan Gizi Anak Pada Siswa SD Negeri Di Kelurahan Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo. Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Purwanti, 2005. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Vitamin A Dan Iodium Makanan Jajanan Dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar. Diponegoro Univesity (diakses pada tanggal 23 Juli 2012). Riskesdas 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan, RI 2008. Riskesdas 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan, RI 2010. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Said. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemdiknas Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat kurikulum Saptawati, 2011. http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/infosehat/11/09/18/lrpl3l-anak-sekolah-di-indonesia-kurang-gizi. (Diakses pada tanggal 27 April 2012). Sastroasmoro S & Ismael S. 2011. Dasar-dasar metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto. Jakarta. Sayogo, S., 1995. Gizi dan Pertumbuhan Remaja, Info Gizi Vol. VI No.2, Jakarta Sayogo. 2006. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan Kota. Gajah Mada Universitas Press: Yogyakarta. Selly, 2009. Sumbangan Gizi Makro Dan Gizi Mikro Dari Jajanan Sekolah Terhadap Angka Kecukupan Gizi Anak Sekolah Di Sd Kartasura I. Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Simarmata, Marice. 2009. Hubugan Pola Konsumsi, Ketersediaan Pangan, Pengetahuan Gizi dan Status Kesehatan dengan kejadian KEK pada ibu hamil di Kabupaten Simalungun Tahun 2009. Medan. Sekolah Pascasarjana USU Medan. Soediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi untuk profesi dan Mahasiswa. Dian Rakyat : Jakarta. Soediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta : PT Dian Rakyat. Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Supariasa IDN, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC : Jakarta Supariasa IDN, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC : Jakarta S u r ya n i . 2 0 0 7 . Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehata. Fitramaya: Yogyakarta Taiyeb,dkk. 2008. pengaruh suplementasi mikronutrien Zn+Fe terhadap pertumbuhan antropometri pemain sepakbola usia 12. J.sains & teknologi. Vol.8 no.3:167-173. Desember 2008. Thaha, A.R, 1995. Pengaruh musim terhadap pertumbuhan anak keluarga nelayan. Disertasi Doktor pada Universitas Indonesia Jakarta: 228-229 Thaha, A.R, 1995. Pengaruh musim terhadap pertumbuhan anak keluarga nelayan. Disertasi Doktor pada Universitas Indonesia Jakarta: 228-229 Wahyuni. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi Untuk Mencapai Millenium Development Goals. Lembaga Ilmu Pengetahuan. Jakarta. Widya, Dkk. 2010. http://www.ftsl.itb.ac.id. (diakses pada tanggal 5 juni 2012). Widyaningrum, 2005. Hubungan tingkatan konsumsi energi protein, vitamin c,fe dengan status gizi besi pada remaja putri di kecamatan ngrambe kabupaten ngawi. Diponegoro University (diakses pada tanggal 23 Juli 2012). Wilkes, GM. Buku Saku : Gizi pada Kanker dan Infeksi HIV. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran, EGC; 2000

Winarno. 1985. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Zarianis, 2006. Hemoglobin. (online). Repository.usu.ac.id. (diakses 14 April 2012).

No 1

Nama peneliti/Tah un Selly wijayanti/20 09

Lokasi/ Populasi/ sampel sumbangan SD gizi makro Kartasura 1/ dan gizi mikro semua siswa dari jajanan SD sekolah kartasura / terhadap siswa kelas angka V SD kecukupan kartasura 1 gizi anak sekolah di SD Kartasura I Judul Penelitian

Masalah Menindak lanjuti statregi program gizi peneliti inginmengetahu i gambaran tentang sumbangan gizi makro dan gizi mikro dari jajanan sekolah terhadap angka kecukupan gizi anak sekolah di SD Kartasura I Defisiensi zat besi pada anak dapat menyebabkan anemia dan menghambat pertumbuhan. Defisiensi vitamin A dan

Variabel Status gizi makro, status gizi mikro, angka kecukupa n gizi.

Hasil rata-rata sumbangan zat gizi makro yang terdiri dari karbohidrat adalah 37,6 mg (18,5%), protein 10,9 mg (77,4%), lemak 15,5 (33,8%). Rata-rata sumbangan zat gizi mikro yang terdiri dari VitaminC 2,4 mg (4,8%), Yodium 10 mg (68,9%), Calsium 55,8 mg (3,5%), Fosfor 135,2 mg (11,6%), Besi 1,29 mg (6,09%), Zinc 1,29 mg (9,5%) Data asupan sarapan pagi energi, zat gizi makro, zat gizi mikro menggunakan metode recall 24 jam. Identitas responden diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden. Hasil: Rata-

Saran Sebaiknya siswa membeli makanan jajanan yang mengandung zat gizi lengkap,baik makro maupun mikro dan dari pihak sekolah memperhatikan kandungan zat gizi maupun kebersihan makanan jajanan yang dijual di sekitar sekolah. Pihak sekolah sebaiknya berkoordinasi dengan orang tua murid untuk memberikan pengetahuan kepada murid tentang

Ket (sumber) Publikasi Tgas akhir thesis universitas Muhammadi yah surakarta

Pramesti Inggrid/201 1

Kontribusi Energi, Zat Gizi Makro Dan Zat Gizi Mikro Dari Sarapan Pagi Terhadap Angka Kecukupan

SDN di Kelurahan Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo/ siswa SDN di

Energi, zat gizi makro, zat gizi mikro, Angka kecukupa n status gizi anak

Publikasi Skripsi thesis, Universitas Muhammadi yah Surakarta.

Gizi Anak Pada Siswa SD Negeri Di Kelurahan Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo

Kelurahan Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo/ Siswa kelas v SDN di Kelurahan Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.

Santi Rahayu/200 4

hubungan asupan zat gizi dan fitat dengan kadar seng serum anak sekolah yang pendek di karangawen demak

zinc pada anak dapat mengganggu pertumbuhan. Sarapan pagi dapat memberikan kontribusi 25% dari total kebutuhan gizi dalam sehari yang diperlukan oleh tubuh, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral Karangawen Defisiensi seng demak/ menyebabkan sampel 113 beberapa orang kelas gangguan pada 1 dan 2 tubuh yang diantaranya memiliki memperlambat status gizi pertumbuhan pendek dan perkembangan

rata kontribusi energi dari sarapan pagi (24,42%), karbohidrat (21,51%), protein (27,53%), lemak (27,92%), vitamin A (34,50%), zat besi (14,85%) dan zinc (13,54%)

pentingnya manfaat sarapan pagi sebagai sumber energi, zat gizi makro dan zat gizi mikro.

Asupan zat gizi dan fitrat, kadar seng serum anak sekolah

Diperoleh hubungan yang bermakna secara statistik pada semua variabel asupan zat gizi,antara lain; asupan protein, asupan vitamin A, asupan serat, asupan kalsium, asupan besi, asupan tembaga dan

melakukan survei pendahuluan untuk kelengkapan tabel frekuensi pangan khususnya untuk makanan jajanan anak sekolah,

Publikasi skripsi undip

anak. Banyak faktor yang mempengaruhi absorpsi dan ekskresi seng dalam tubuh yang dapat meningkatkan resiko defisiensi seng,antara lain penyakit infeksi,kondisi fisiologis dan faktor diet.Kandungan zat gizi dan fitat dalam bahan makanan dapat mempengaruhi absorpsi seng 4 Nurjannah/2 003 Hubungan Konsumsi Zat Besi (Fe) dengan Prestasi SD Ai Washliyah/ sampel kelas 4 dan 5 berjumlah Anemia Gizi Besi merupakan masalah kesehatan masyarakat Konsums i Zat Besi, Prestasi belajar

asupan fitat dengan kadar seng serum (p<0,05)

mengevaluasi status seng dengan metode pengukuran lain, menganalisis kandungan fitat dalam pangan lokal, menggunakan teknik pemupukan yang menghasilkan serealia dengan kandungan seng tinggi, mengupayakan fortifikasi bahan pangan dengan zat gizi mikro

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar 5,63% baik, 76,06% cukup dan 18,31% kurang,

Dari hasil penelitian, disarankan kepada pihak sekolah agar

Publikasi Skripsi Universitas Sumatera Utara

Belajar Anak 71 orang Sekolah Dasar Ai Washliyah Kelurahan Tegal Sari UI Kecamatan Medan Area Tahun 2003

yang paling umum dijumpai terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Rendahnya kadar zat besi dalam makanan dan rendahnya tingkat konsumsi zat besi merupakan penyebab terjadinya anemia gizi besi, disamping akibat pendarahan yang banyak. Anemia gizi besi sering ditemukan pada anak sekolah dan remaja. Lebih kurang 2535% diantaranya

konsumsi kalori sarapan pagi 50,71% > 25%AKG dan 49,29% < 25% AKG, konsumsi zat besi 25,35% > 100% AKG dan 74,65% < 100% AKG, fasilitas belajar 12,68% adalah.baik, 80,28% cukup dan 7,04% kurang. Hasil statistik menggunakan uji Chi Square dengan a 0,05 disimpulkan bahwa ada hubungan konsumsi zat besi dengan prestasi belajar anak SD, dimana riilai p= 0,025 (p<0,05)

mempunyai kantin yang menjual jenis makanan yang bergizi, sehingga dapat meningkatkan kesehatan anak SD, bekerjasama dengan puskesmas memberikan penyuluhan gizi kepada anak dan orang tua agar diupayakan penganekaragam an konsumsi makanan dan agar anak dapat membiasakan sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah atau membawakan bekal sehingga anak dapat

menderita defisiensi zat besi

mengurangi kebiasaan jajan, dan orang tua juga lebih memperhatikan fasilitas belajar anak dirumah agar anak dapat belajar dengan teratur dan tenang Total asupan harian unsur Gizi Mikro Ca : nilai kalsium dalam asupan harian anak secara keseluruhan berada di bawah nilai RDA. Nilai asupan harian Kalsium tertinggi adalah 592,58 mg/hr dan terendah adalah 80,86 mg/hr. Cu : asupan harian tembaga sebanyak 71,43% dari responden sudah memenuhi nilai RDA. Sedangkan 28,57% dari responden berada di bawah nilai EAR dan berarti bahwa setengah http://www.ft sl.itb.ac.id/kk /teknologi_pe ngelolaan_li ngkungan/wp content/uplo ads/2010/10/ PI-WIDYADWIARYANI15305006.pd f. diakses pada tanggal 6 juni 2012

Widya Dwi Aryani, Katharina Oginawati dan Muhayatun Santoso/ 2010

Penentuan total asupan harian unsur Gizi mikro dalam makanan anak-anak Sekolah dasar di bandung dengan Menggunakan metode Spektrofotom etri serapan atom (ssa)

Beberapa SD di kota Bandung/ sampel 21 orang

Defisiensi unsur gizi mikro dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakitpenyakit kronik, sebaliknya dalam konsentrasi yang berlebih, unsur bersifat toksik dan dapat membahayakan kesehatan manusia. Nilai

asupan harian makanan dapat menimbulkan risiko yang lebih tinggi untuk anakanak daripada orang dewasa. Anak-anak pada umumnya lebih rentan dibandingkan dengan orang dewasa karena memiliki asupan makanan per kg berat badan yang lebih tinggi daripada orang dewasa dan sangat mempengaruhi pertumbuhan tubuh

dari populasi ini yaitu 14,29% atau sekitar 3 orang mengalami gejala defisiensi. Nilai asupan harian tembaga tertinggi adalah 0,91 mg/hari dan terendah adalah 0,23 mg/hari Mg : asupan harian magnesium pada anak nilainya sangat rendah dan secara keseluruhan berada di bawah EAR. Nilai asupan harian magnesium yang tertinggi adalah 175,81 mg/hari dan terendah 44,09 mg/hari Fe : asupan harian besi pada anak sebesar 56,25% berada di batas aman RDA. 43,75% responden berada di bawah nilai EAR berarti separuh dari populasi ini yaitu sekitar 3 orang akan mengalami gejala defisiensi. Asupan harian tertinggi adalah 23,98 mg/hari dan nilai terendah 2,45 mg/hari

Anju Halobo/200 9

Gambaran Konsumsi Energi, Protein Dan Fe, Serta Status Gizi, Anak SD Plus Tiga Balata Kecamatan Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun Tahun 2006

SD Plus Tiga Balata/ seluruh murid 4 dan 5 yg berjumlah 80 orang

Anak 3D adalah salah satu kelompok rawan gizi yang pada umumnya berhubungan dengan proses pertumbuhan yang relatif cepat yang memerlukan zat gizi dalam jumlah yang relatif besar

Zn : asupan harian seng pada anak cukup rendah. Sebesar 85,71% data berada di bawah nilai EAR dan menunjukkan bahwa setengah dari populasi ini yaitu 42,85% atau 9 orang mengalami gejala defisiensi. Nilai asupan harian seng yang tertinggi adalah 8,74 mg/hari dan\ terendah adalah 2,04 mg/hari Konsums Hasil penelitian diketahui i Energi, rata-rata konsumsi energi protein, protein dan Fe masih Fe, Status belum, sesuai dengan Gizi kecukupan gizi yang dianjurkan untuk anak usia sekolah, dimana masih ada ditemui konsumsi energi, protein dan Fe, dalam kategori tidak cukup. Untuk status gizi dengan indeks BB/TB masih ditenui status gizi kurus sebanyak 5 orang (6,5 %), sedangkan dengan

Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar anak SD Negeri Plus Tiga Balata lebih meningkatkan pengetahuan gizi terutama pada makanan jajanan melalui pengadaan bukubuku dan poster di sekolah. Dalam meningkatkan

Publikasi Skripsi Universitas Sumatera Utara

indeks TB/U masih ditemui status gizi pendek sebanyak 23 orang (28,75%)

konsumsi zat gizi pada anak sekolah perlunya pihak sekolah memberikan makanan tambahan dari swadaya sekolah secara berkesinambung an khususnya makanan yang mengandung zat gizi energi, protein, dan Fe
Berdasarkan

Evawany aritonang dan Evinaria/ 2004

Pola Konsumsi Pangan, Hubungannya Dengan Status Gizi Dan Prestasi Belajar Pada Pelajar Sd Di Daerah Endemik Gaki Desa Kuta Dame

Desa Kuta Dame/ sampel : semua siswa kelas 6 di salah satu SD di desa Kuta Dame

Pada usia sekolah kekurangan gizi akan mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah dan sakitsakitan, karenanya anakanak seringkali absen serta mengalami

Pola konsumsi pangan, status gizi, prestasi belajar

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelajar sering (>1 3) kali/hari) mengkonsumsi nasi dan ubi kayu sebagai makanan pokok. Ikan asi merupakan konsumsi sumber protein hewani yang sering, sedangkan ikan laut segar sangat jarang dikonsumsi. Konsumsi makanan yang mengandung goitrogenik

Publikasi Skripsi rendahnya Universitas Sumatera konsumsi pangan Utara


sumber prestasi dan konsumsi protein belajar tingginya

Kecamatan Kerajaan Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara

kesulitan untuk mengikuti dan memahami pelajaran(Syarie f, 1997). Banyakknya murid yang terpaksa mengulang kelas atau meninggalkan sekolah (drop out) sebagai akibat kuranf gizi dan merupakan hambatan yang serius bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan

sangat sering yaitu ubi kayu, daun singkong, kol dan asam. Makanan dengan kandungan iodium tinggi jarang dikonsumsi. Pelajar yang mempunyai status gizi sedang 17 orang (68%), status gizi baik 2 orang (8%) , dan pelajar status gizi buruk 6 orang (24%) . Prestasi beljar pelajar SD adalah kategori cukup dengan rata-rata nilaio 6,5 cawu I sampai cawu III. Pelajar SD kebanyakan mempunyai prestasi belajar cukup dengan rata- rata nilai 6,0 6,5. Analisa statistik antara konsumsi pangan dengan status gizi menunjukan adanya hubungan nyata (p<0,05) dengan taraf 0,05. Analisa statistik antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar

goitrogenik, maka saran diberikan lain: 1. Pelajar dapat SD yang antara

menjadi

sasaran program pendistribusian kapsul minyak

beriodium. 2. Mengurangi kebiasaan mengkonsumsi makanan yang

mengandung

menunjukan adanya hubungan nyata (p<0,05) dengan taraf 0,05.

goitrogenik dan meningkatkan konsumsi makanan tinggi iodium. 3. Pendidikan gizi atau penyuluhan tentang GAKI

dan dampaknya kepada guru, pelajar, dan

orang,tua murid. 4. Penyampaian informasi tentang makanan

yang memenuhi Pedoman Umum Gizi Seimbang

terhadap pelajar dan murid memperoleh status gizi yang baik. 5. kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk Masukan orangtua agar

meningkatkan

kualitas metode

dan

pengajaran agar menghasilkan prestasi belajar

yang lebih baik pada pelajar SD di desa Kuta

Dame. 6. Bagi endemis seperti Kuta sebaiknya kandungan daerah berat desa Dame

iodium garam

dalam lebih

ditingkatkan lagi ( > 40 ppm di tingkat konsumen ) agar tidak defisiensi masyarakat. terjadi pada

No. Responden : HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DENGAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH KELAS IV DAN V SD INPRES 2 PANNAMPU KEC. TALLO KOTA MAKASSAR TAHUN 2012 KUESIONER PENELITIAN
I. KARAKTERISTIK KELUARGA 1

Nama :

1. Bapak 2. Ibu

___________________ ___________________
01. 02. 03. 04. 01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. Tidak pernah sekolah 05. SMA/MA/sederajat Tidak tamat SD/MI 06. Diploma Tamat SD/MI 07. Universitas SMP/MTs/sederajat Petani 09. Supir Petani penggarap 10. Tukang kayu Pedagang/penjual 11. Nelayan Buruh harian 12. Pengrajin Peg. Negeri 13. Wiraswasta Peg. Swasta 14. Ibu rumah tangga Tukang becak/gerobak 15. Lainnya, sebutkan! Tukang Perahu 88. Tidak bekerja

Pendidikan orang tua: 1. Ibu 2. Bapak

1. 2.

Jenis pekerjaan utama orang tua: 1. Ibu 2. Bapak

1.

2.

II. KARAKTERISTIK SAMPEL 4 5 6 7 8 9

Nama Anak : Jenis Kelamin Anak :


Tanggal Lahir Anak : Berat Badan : Tinggi Badan : Penyakit yang diderita sebulan terakhir :

________________________
1. Laki-Laki 2. Perempuan Tgl/bln/thn _______,______ kg _______,______ cm 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Batuk Demam Flu Dingin Masuk Angin Demam menggigil Sakit Kepala Sakit Perut Sembelit Diare Lainnya, sebutkan_______________ (0=TIDAK, 1=YA) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. (hari) ____ ____ ____ ____ ____ ____ ____ ____ ____ ____

FORMULIR RECALL MAKANAN 24 JAM Waktu Pagi (Jam) Jenis Makanan Bahan Makanan Pengolahan / Cara Masak URT Gram

Snack (pagi)

Waktu Siang (jam)

Jenis Makanan

Bahan Makanan

Pengolahan / Cara Masak

URT

Gram

Snack (siang)

Malam (Jam)

Pend_Bapak Cumulative Frequency Valid tidak pernah sekolah tidak tamat SD/MI tamat SD/MI SMP/MTs/sederajat SMA/MA/sederajat Universitas Total 1 3 15 34 27 2 82 Percent 1.2 3.7 18.3 41.5 32.9 2.4 100.0 Valid Percent 1.2 3.7 18.3 41.5 32.9 2.4 100.0 Percent 1.2 4.9 23.2 64.6 97.6 100.0

Pend_Ibu Cumulative Frequency Valid tidak pernah sekolah tidak tamat SD/MI tamat SD/MI SMP/MTs/sederajat SMA/MA/sederajat Universitas Total 3 2 24 25 27 1 82 Percent 3.7 2.4 29.3 30.5 32.9 1.2 100.0 Valid Percent 3.7 2.4 29.3 30.5 32.9 1.2 100.0 Percent 3.7 6.1 35.4 65.9 98.8 100.0

Pek_Bapak Cumulative Frequency Valid petani pedagang/penjual buruh harian PNS 1 13 20 2 Percent 1.2 15.9 24.4 2.4 Valid Percent 1.2 15.9 24.4 2.4 Percent 1.2 17.1 41.5 43.9

peg.swasta tukang becak/gerobak supir tukang kayu nelayan pengrajin wiraswasta Total

4 6 9 3 7 6 11 82

4.9 7.3 11.0 3.7 8.5 7.3 13.4 100.0

4.9 7.3 11.0 3.7 8.5 7.3 13.4 100.0

48.8 56.1 67.1 70.7 79.3 86.6 100.0

Pek_Ibu Cumulative Frequency Valid pedagang/penjual buruh harian peg.swasta pengrajin wiraswasta ibu rumah tangga Total 18 5 1 4 10 44 82 Percent 22.0 6.1 1.2 4.9 12.2 53.7 100.0 Valid Percent 22.0 6.1 1.2 4.9 12.2 53.7 100.0 Percent 22.0 28.0 29.3 34.1 46.3 100.0

JK Cumulative Frequency Valid Laki-laki Perempuan Total 36 46 82 Percent 43.9 56.1 100.0 Valid Percent 43.9 56.1 100.0 Percent 43.9 100.0

Demam Cumulative Frequency Valid Ya Tidak Total 49 33 82 Percent 59.8 40.2 100.0 Valid Percent 59.8 40.2 100.0 Percent 59.8 100.0

Batuk Cumulative Frequency Valid Ya Tidak Total 52 30 82 Percent 63.4 36.6 100.0 Valid Percent 63.4 36.6 100.0 Percent 63.4 100.0

Flu Cumulative Frequency Valid Ya Tidak Total 29 53 82 Percent 35.4 64.6 100.0 Valid Percent 35.4 64.6 100.0 Percent 35.4 100.0

Dingin Cumulative Frequency Valid Ya Tidak Total 18 64 82 Percent 22.0 78.0 100.0 Valid Percent 22.0 78.0 100.0 Percent 22.0 100.0

Masuk_Angin Cumulative Frequency Valid Ya Tidak Total 20 62 82 Percent 24.4 75.6 100.0 Valid Percent 24.4 75.6 100.0 Percent 24.4 100.0

Demam_Gigil Cumulative Frequency Valid ya Tidak Total 18 64 82 Percent 22.0 78.0 100.0 Valid Percent 22.0 78.0 100.0 Percent 22.0 100.0

Kepala Cumulative Frequency Valid Ya Tidak Total 46 36 82 Percent 56.1 43.9 100.0 Valid Percent 56.1 43.9 100.0 Percent 56.1 100.0

Perut Cumulative Frequency Valid Ya Tidak Total 38 44 82 Percent 46.3 53.7 100.0 Valid Percent 46.3 53.7 100.0 Percent 46.3 100.0

Sembelit Cumulative Frequency Valid Ya Tidak Total 10 72 82 Percent 12.2 87.8 100.0 Valid Percent 12.2 87.8 100.0 Percent 12.2 100.0

Diare Cumulative Frequency Valid Ya Tidak Total 15 67 82 Percent 18.3 81.7 100.0 Valid Percent 18.3 81.7 100.0 Percent 18.3 100.0

Ket_Z_TBU Cumulative Frequency Valid pendek normal Total 32 50 82 Percent 39.0 61.0 100.0 Valid Percent 39.0 61.0 100.0 Percent 39.0 100.0

Ket_Z_IMTU Cumulative Frequency Valid sangat kurus kurus normal 12 12 54 Percent 14.6 14.6 65.9 Valid Percent 14.6 14.6 65.9 Percent 14.6 29.3 95.1

gemuk Total

4 82

4.9 100.0

4.9 100.0

100.0

ket_vit_A Cumulative Frequency Valid kurang cukup lebih Total 42 19 21 82 Percent 51.2 23.2 25.6 100.0 Valid Percent 51.2 23.2 25.6 100.0 Percent 51.2 74.4 100.0

ket_vit_C Cumulative Frequency Valid kurang cukup lebih Total 60 14 8 82 Percent 73.2 17.1 9.8 100.0 Valid Percent 73.2 17.1 9.8 100.0 Percent 73.2 90.2 100.0

ket_vit_D Cumulative Frequency Valid kurang cukup lebih Total 47 3 32 82 Percent 57.3 3.7 39.0 100.0 Valid Percent 57.3 3.7 39.0 100.0 Percent 57.3 61.0 100.0

ket_Fe Cumulative Frequency Valid kurang cukup lebih Total 53 17 12 82 Percent 64.6 20.7 14.6 100.0 Valid Percent 64.6 20.7 14.6 100.0 Percent 64.6 85.4 100.0

ket_Zink Cumulative Frequency Valid kurang cukup lebih Total 36 18 28 82 Percent 43.9 22.0 34.1 100.0 Valid Percent 43.9 22.0 34.1 100.0 Percent 43.9 65.9 100.0

ket_yodium Cumulative Frequency Valid kurang cukup lebih Total 27 36 19 82 Percent 32.9 43.9 23.2 100.0 Valid Percent 32.9 43.9 23.2 100.0 Percent 32.9 76.8 100.0

ket_Ca Cumulative Frequency Valid kurang 56 Percent 68.3 Valid Percent 68.3 Percent 68.3

cukup lebih Total

8 18 82

9.8 22.0 100.0

9.8 22.0 100.0

78.0 100.0

ket_vit_A * Ket_Z_IMTU
Crosstab Ket_Z_IMTU sangat kurus ket_vit_A kurang Count % within ket_vit_A cukup Count % within ket_vit_A lebih Count % within ket_vit_A Total Count % within ket_vit_A 7 16.7% 2 10.5% 3 14.3% 12 14.6% kurus 6 14.3% 1 5.3% 5 23.8% 12 14.6% normal 29 69.0% 12 63.2% 13 61.9% 54 65.9% sangat gemuk 0 .0% 4 21.1% 0 .0% 4 4.9% Total 42 100.0% 19 100.0% 21 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 16.090
a

df 6 6 1

sided) .013 .023 .790

14.725 .071 82

a. 7 cells (58.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .93.

Symmetric Measures

Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .443 .313 82

Approx. Sig. .013 .013

ket_vit_A * Ket_Z_TBU
Crosstab Ket_Z_TBU sangat pendek ket_vit_A kurang Count % within ket_vit_A cukup Count % within ket_vit_A lebih Count % within ket_vit_A Total Count % within ket_vit_A 3 7.1% 3 15.8% 1 4.8% 7 8.5% pendek 15 35.7% 4 21.1% 7 33.3% 26 31.7% normal 24 57.1% 12 63.2% 13 61.9% 49 59.8% Total 42 100.0% 19 100.0% 21 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 2.628
a

df 4 4 1

sided) .622 .636 .723

2.548 .126 82

a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.62.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .179 .127 82 Approx. Sig. .622 .622

ket_vit_C * Ket_Z_IMTU
Crosstab Ket_Z_IMTU sangat kurus ket_vit_C kurang Count % within ket_vit_C cukup Count % within ket_vit_C lebih Count % within ket_vit_C Total Count % within ket_vit_C 11 15.5% 1 20.0% 0 .0% 12 14.6% kurus 11 15.5% 0 .0% 1 16.7% 12 14.6% normal 45 63.4% 4 80.0% 5 83.3% 54 65.9% sangat gemuk 4 5.6% 0 .0% 0 .0% 4 4.9% Total 71 100.0% 5 100.0% 6 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 2.913
a

df 6 6 1

sided) .820 .542 .693

5.012 .156 82

a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .24.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .188 .133 82 Approx. Sig. .820 .820

ket_vit_C * Ket_Z_TBU
Crosstab Ket_Z_TBU sangat pendek ket_vit_C kurang Count % within ket_vit_C cukup Count % within ket_vit_C lebih Count % within ket_vit_C Total Count % within ket_vit_C 6 8.5% 1 20.0% 0 .0% 7 8.5% pendek 23 32.4% 0 .0% 3 50.0% 26 31.7% normal 42 59.2% 4 80.0% 3 50.0% 49 59.8% Total 71 100.0% 5 100.0% 6 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 3.954
a

df 4 4 1

sided) .412 .221 .929

5.716 .008 82

a. 6 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .43.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .220 .155 82 Approx. Sig. .412 .412

ket_vit_D * Ket_Z_IMTU
Crosstab Ket_Z_IMTU sangat kurus ket_vit_D kurang Count % within ket_vit_D cukup Count % within ket_vit_D lebih Count % within ket_vit_D Total Count % within ket_vit_D 2 5.3% 2 28.6% 8 21.6% 12 14.6% kurus 6 15.8% 0 .0% 6 16.2% 12 14.6% normal 28 73.7% 5 71.4% 21 56.8% 54 65.9% sangat gemuk 2 5.3% 0 .0% 2 5.4% 4 4.9% Total 38 100.0% 7 100.0% 37 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 6.792
a

df 6 6 1

sided) .340 .201 .116

8.550 2.476 82

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association 6.792
a

df 6 6 1

sided) .340 .201 .116

8.550 2.476

a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .34.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .288 .204 82 Approx. Sig. .340 .340

ket_vit_D * Ket_Z_TBU
Crosstab Ket_Z_TBU sangat pendek ket_vit_D kurang Count % within ket_vit_D cukup Count % within ket_vit_D lebih Count % within ket_vit_D Total Count % within ket_vit_D 5 13.2% 1 14.3% 1 2.7% 7 8.5% pendek 9 23.7% 5 71.4% 12 32.4% 26 31.7% normal 24 63.2% 1 14.3% 24 64.9% 49 59.8% Total 38 100.0% 7 100.0% 37 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 9.615
a

df 4 4 1

sided) .047 .037 .425

10.202 .638 82

a. 5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .60.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .342 .242 82 Approx. Sig. .047 .047

ket_Fe * Ket_Z_IMTU
Crosstab Ket_Z_IMTU sangat kurus ket_Fe kurang Count % within ket_Fe cukup Count % within ket_Fe lebih Count % within ket_Fe Total Count % within ket_Fe 10 18.2% 2 13.3% 0 .0% 12 14.6% kurus 6 10.9% 2 13.3% 4 33.3% 12 14.6% normal 36 65.5% 10 66.7% 8 66.7% 54 65.9% sangat gemuk 3 5.5% 1 6.7% 0 .0% 4 4.9% Total 55 100.0% 15 100.0% 12 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 6.378
a

df 6 6 1

sided) .382 .241 .827

7.956 .048 82

a. 7 cells (58.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .59.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .279 .197 82 Approx. Sig. .382 .382

ket_Fe * Ket_Z_TBU
Crosstab Ket_Z_TBU sangat pendek ket_Fe kurang Count % within ket_Fe cukup Count % within ket_Fe lebih Count % within ket_Fe Total Count % within ket_Fe 4 7.3% 1 6.7% 2 16.7% 7 8.5% pendek 21 38.2% 3 20.0% 2 16.7% 26 31.7% normal 30 54.5% 11 73.3% 8 66.7% 49 59.8% Total 55 100.0% 15 100.0% 12 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 4.134
a

df 4 4 1

sided) .388 .386 .642

4.148 .217 82

a. 5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.02.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .225 .159 82 Approx. Sig. .388 .388

ket_Zink * Ket_Z_IMTU
Crosstab Ket_Z_IMTU sangat kurus ket_Zink kurang Count % within ket_Zink cukup Count % within ket_Zink lebih Count % within ket_Zink Total Count 7 19.4% 5 27.8% 0 .0% 12 kurus 6 16.7% 1 5.6% 5 17.9% 12 normal 23 63.9% 12 66.7% 19 67.9% 54 sangat gemuk 0 .0% 0 .0% 4 14.3% 4 Total 36 100.0% 18 100.0% 28 100.0% 82

Crosstab Ket_Z_IMTU sangat kurus ket_Zink kurang Count % within ket_Zink cukup Count % within ket_Zink lebih Count % within ket_Zink Total Count % within ket_Zink 7 19.4% 5 27.8% 0 .0% 12 14.6% kurus 6 16.7% 1 5.6% 5 17.9% 12 14.6% normal 23 63.9% 12 66.7% 19 67.9% 54 65.9% sangat gemuk 0 .0% 0 .0% 4 14.3% 4 4.9% Total 36 100.0% 18 100.0% 28 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 15.860
a

df 6 6 1

sided) .015 .002 .005

20.638 7.922 82

a. 7 cells (58.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .88.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .440 .311 82 Approx. Sig. .015 .015

ket_Zink * Ket_Z_TBU

Crosstab Ket_Z_TBU sangat pendek ket_Zink kurang Count % within ket_Zink cukup Count % within ket_Zink lebih Count % within ket_Zink Total Count % within ket_Zink 2 5.6% 1 5.6% 4 14.3% 7 8.5% pendek 12 33.3% 8 44.4% 6 21.4% 26 31.7% normal 22 61.1% 9 50.0% 18 64.3% 49 59.8% Total 36 100.0% 18 100.0% 28 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 3.924
a

df 4 4 1

sided) .416 .426 .714

3.852 .134 82

a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.54.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .219 .155 82 Approx. Sig. .416 .416

ket_yodium * Ket_Z_IMTU
Crosstab Ket_Z_IMTU sangat kurus ket_yodium kurang Count % within ket_yodium cukup Count % within ket_yodium lebih Count % within ket_yodium Total Count % within ket_yodium 6 17.6% 5 17.2% 1 5.3% 12 14.6% kurus 6 17.6% 3 10.3% 3 15.8% 12 14.6% normal 19 55.9% 20 69.0% 15 78.9% 54 65.9% sangat gemuk 3 8.8% 1 3.4% 0 .0% 4 4.9%

Tota

100

100

100

100

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 5.263
a

df 6 6 1

sided) .511 .383 .770

6.373 .086 82

a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .93.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .253 .179 82 Approx. Sig. .511 .511

ket_yodium * Ket_Z_TBU
Crosstab Ket_Z_TBU sangat pendek ket_yodium kurang Count % within ket_yodium cukup Count % within ket_yodium lebih Count % within ket_yodium Total Count % within ket_yodium 3 8.8% 3 10.3% 1 5.3% 7 8.5% pendek 4 11.8% 14 48.3% 8 42.1% 26 31.7% normal 27 79.4% 12 41.4% 10 52.6% 49 59.8% Total 34 100.0% 29 100.0% 19 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 11.775
a

df 4 4 1

sided) .019 .013 .114

12.758 2.502 82

a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.62.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .379 .268 82 Approx. Sig. .019 .019

ket_Ca * Ket_Z_IMTU
Crosstab Ket_Z_IMTU sangat kurus ket_Ca kurang Count % within ket_Ca cukup Count % within ket_Ca lebih Count % within ket_Ca Total Count % within ket_Ca 10 18.2% 0 .0% 2 10.0% 12 14.6% kurus 7 12.7% 0 .0% 5 25.0% 12 14.6% normal 35 63.6% 6 85.7% 13 65.0% 54 65.9% sangat gemuk 3 5.5% 1 14.3% 0 .0% 4 4.9% Total 55 100.0% 7 100.0% 20 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 7.166
a

df 6 6 1

sided) .306 .149 .994

9.464 .000 82

a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .34.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V .296 .209 Approx. Sig. .306 .306

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .296 .209 82 Approx. Sig. .306 .306

ket_Ca * Ket_Z_TBU
Crosstab Ket_Z_TBU sangat pendek ket_Ca kurang Count % within ket_Ca cukup Count % within ket_Ca lebih Count % within ket_Ca Total Count % within ket_Ca 5 9.1% 2 28.6% 0 .0% 7 8.5% pendek 21 38.2% 0 .0% 5 25.0% 26 31.7% normal 29 52.7% 5 71.4% 15 75.0% 49 59.8% Total 55 100.0% 7 100.0% 20 100.0% 82 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 9.641
a

df 4 4 1

sided) .047 .016 .078

12.231 3.116 82

a. 5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .60.

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Phi Cramer's V N of Valid Cases .343 .242 82 Approx. Sig. .047 .047

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Tempat/Tanggal Lahir Suku Agama Alamat E-mail Riwayat Pendidikan

: Muhammad Faisal : Sengkang / 8 Oktober 1989 : Bugis : Islam : JL. Perintis Kemerdekaan VII No.55B : ichalbiccu@yahoo.co.id :

1. SDN 5 Sengkang, tamat tahun 2001 2. SMPN 3 Sengkang, tamat tahun 2004 3. SMAN 3 Sengkang, tamat tahun 2007 4. Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (2008-2012). Riwayat Organisasi :

1. Wakil Ketua Formazi FKM UH periode 2010-2011 2. Pengurus HMI Komisariat FKM UH tahun 2010

You might also like