You are on page 1of 16

Bahan bakar etanol adalah etanol (etil alkohol) dengan jenis yang sama dengan yang ditemukan pada

minuman beralkohol dengan penggunaan sebagai bahan bakar. Etanol seringkali dijadikan bahan tambahan bensin sehingga menjadi biofuel. Etanol digunakan secara luas di Brasil dan Amerika Serikat. Kedua negara ini memproduksi 88% dari seluruh jumlah bahan bakar etanol yang diproduksi di dunia.

Bioetanol (bioethanol) merupakan salah satu bentuk energi terbaharukan berupa etanol (etil alkohol) yang proses produksinya menggunakan bahan baku alami dan proses biologis, berbeda dengan etanol sintetik yang diperoleh dari sintesis kimiawi senyawa hidrokarbon. Etanol yang digunakan sebagai bahan bakar kendaraan memiliki struktur kimia yang persis sama dengan etanol yang ditemukan pada minuman keras. Etanol yang digunakan untuk bahan bakar disebut dengan Fuel Grade Ethanol (FGE) dengan tingkat kemurnian 99.5%. DiIndonesia, minyak bioethanol sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal masyarakat. Biaya produksi bioetanol tergolong murah karena sumber bahan bakunya merupakan limbah pertanian atau produk pertanian yang nilai ekonomisnya rendah serta berasal dari hasil pertanian budidaya tanaman pekarangan (hortikultura) yang dapat diambil dengan mudah.

Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk produksi bioetanol terbagi menjadi : 1. Gula (glucose) Gula (glukosa) merupakan bentuk bahan baku yang paling sederhana dengan rumus kimia C6H12O6 berbeda dengan pengertian gula sehari-hari yang mengandung sukrosa, laktosa dan fruktosa. Gula dapat diperoleh dari tebu (sugarcane) melalui hasil sampingan produksinya berupa tetes (molases). Sebagai bahan baku bioetanol, glukosa dapat langsung digunakan dalam proses peragian. 2. Pati (starch) Pati banyak ditemukan pada jagung, singkong, sagu dan beragam makanan pokok manusia yang mengandung karbohidrat. Rumus kimia dari pati adalah (C6H10O5)n dengan jumlah n antara 40 3.000. Sebagai bahan baku bioetanol, pati membutuhkan proses untuk memecah ikatan kimianya menjadi glukosa. Proses yang umum dilakukan adalah dengan penambahan enzim amylase untuk menghidrolisis menjadi glukosa. Penggunaan bahan pati sebagai bahan baku bioetanol secara umum akan bersaing dengan cadangan pangan bagi manusia, yang pada akhirnya akan meningkatkan harga bahan pangan.
Kekhawatiran pun muncul mengenai produksi dan adanya kemungkinan naiknya harga makanan yang disebabkan karena dibutuhkan lahan yang sangat besar, ditambah lagi energi dan polusi yang

dihasilkan dari keseluruhan produksi etanol, terutama tanaman jagung. Pengembangan terbaru dengan munculnya komersialisasi dan produksi etanol selulosa mungkin dapat memecahkan sedikit masalah.

3. Selulosa (cellulose)
Etanol selulosa menawarkan prospek yang menjanjikan karena serat selulosa, komponen utama pada dinding sel di semua tumbuhan, dapat digunakan untuk memproduksi etanol. Menurut Badan Energi Internasional etanol selulosa dapat menyumbangkan perannya lebih besar pada masa mendatang.

Selulosa merupakan polisakarida dengan rumus kimia (C6H10O5)n ,dengan jumlah n ribuan hingga lebih dari puluhan ribu, yang membentuk dinding tanaman dan kayu. Selulosa merupakan senyawa organik yang paling banyak jumlahnya di muka bumi. Sekitar 1/3 komposisi tanaman adalah selulosa yang tidak tercerna oleh manusia. Karena tidak bersaing dengan bahan pangan, maka selulosa diperkirakan akan mendominasi bahan baku bioetanol di masa mendatang. Sebagai bahan baku bioetanol, selulosa membutuhkan pengolahan awal yang lebih intensif dibandingkan dengan bahan baku lain. Untuk melakukan proses hydrolysis (merubah struktur selulosa menjadi glukosa) dapat ditempuh menggunakan penambahan asam yang dilarutkan pada suhu dan tekanan tinggi. Proses tersebut membutuhkan energi yang cukup besar sehingga net energy gain yang dihasilkan menurun. Selain itu kondisi yang asam akan menggangu proses fermentasi lanjutan, sehingga dibutuhkan proses perantara untuk menetralkan keasaman.
Sebuah proses alternatif untuk memproduksi bioetanol dari algae (rumput laut) saat ini sedang dikembangkan. Daripada algae hanya ditanam dan lalu dipanen jika sudah matang, algae dapat memproduksi etanol secara langsung tanpa membunuh tanaman itu sendiri. Diklaim bahwa proses dari algae ini dapat menghasilkan 6000 galon per acre per tahun, daripada tanaman jagung yang hanya 400 galon per acre per tahun.

Proses Produksi

sumber: Panji Tri Atmojo, 2010

Proses produksi
Langkah dasar yang dibutuhkan untuk fermentasi jamur khamir, distilasi, dan dehidrasi. memproduksi etanol adalah Pre-treatment,

Pre-Treatment
Bahan baku harus melalui proses pre-treatment dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan glukosa bahan semaksimal mungkin sebelum memasuki tahap fermentasi. Kandungan glukosa ditingkatkan dengan merubah bentuk gula kompleks (polisakarida) menjadi gula sederhana. Proses pre-treatment sangat bergantung dari tipe bahan baku yang digunakan.
Sebelum dilakukan fermentasi, beberapa tanaman membutuhkan hidrolisis karbohidrat seperti selulosa dan amilum menjadi gula. Hidrolisis selulosa disebut sebagai selulosis. Enzim digunakan untuk mengubah amilum menjadi gula. Glukosa (gula sederhana) dibuat oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis. 6 CO2 + 6 H2O + cahaya matahari C6H12O6 + 6 O2

Fermentasi

Etanol diproduksi dengan cara fermentasi mikroba pada gula. Proses produksi bioetanol dilakukan

melalui proses fermentasi yang menghasilkan alkohol dengan kadar rendah. Proses fermentasi merubah bahan baku glukosa menjadi alkohol dan residu karbon dioksida. Pada proses tersebut dibutuhkan bantuan ragi saccharomyces cerevisae dengan persamaan kimia sebagai berikut:

C6H12O6 2 CH3CH2OH + 2 CO2 + panas Proses fermentasi menghasilkan alkohol dengan kadar maksimal hanya 7 9% (15% jika menggunakan strain ragi yang paling tahan alkohol).

Distilasi
Jika etanol ingin digunakan sebagai bahan bakar, maka sebagian besar kandungan airnya harus dihilangkan dengan cara distilasi. Tingkat kemurnian etanol setelah didistilasi masih sekitar 95-96%. (masih ada kandungan airnya 3-4%) dan tidak bisa ditingkatkan lagi karena sifat azeotrope larutan

etanol-air.
Campuran ini dinamakan etanol hidrat dan bisa digunakan sebagai bahan bakar, tapi tidak bisa dicampur sama sekali dengan bensin. Jadi, biasanya kandungan air dalam etanol hidrat dibuang habis terlebih dahulu dengan pengolahan lainnya sehingga baru bisa dicampurkan dengan bensin.

Dehidrasi
Untuk meningkatkan konsentrasi etanol hingga mencapai FGE dilakukan proses dehidrasi dengan beberapa metode antara lain: 1. Azeotropic Distillation
Proses yang pertama, yang sudah digunakan di banyak pabrik etanol sejak dulu, adalah proses yang disebut distilasi azeotropik. Distilasi azeotropik dilakukan dengan cara menambahkan benzena ke dalam campuran. Ketika zat ini ditambahkan, maka akan membentuk campuran azeotropik heterogen. Hasil akhirnya nanti adalah etanol anhidrat dan campuran uap dari air dan benzena. Ketika dikondensasi, uap ini akan menjadi cairan.

2. Molecular Sieve
Saat ini penelitian juga sedang mengembangkan metode pemurnian etanol dengan menghemat energi. Metode yang saat ini berkembang dan mulai banyak digunakan oleh pabrik-pabrik pembuatan etanol adalah penggunaan saringan molekul untuk membuang air dari etanol. Material yang paling banyak digunakan adalah zeolite. Zeolit Molecular Sieve (ZMS) paling banyak digunakan karena memiliki ukuran diameter pori sebesar 3 Angstrom sehingga ideal untuk menangkap molekul air yang berukuran pori sebesar 2.8 Angstrom dan menolak molekul etanol karena berukuran pori sebesar 4.4 Angstrom. Dalam proses ini, uap etanol bertekanan melewati semacam tatakan yang terdiri dari butiran saringan molekul. Pori-pori dari dari saringan ini dirancang untuk menyerap air. Setelah beberapa waktu, saringan ini pun divakum untuk menghilangkan kandungan air di dalamnya. 2 tatakan biasanya digunakan sekaligus sehingga ketika satu sedang dikeringkan, yang satunya bisa dipakai untuk menyaring etanol. Teknologi dehidrasi ini diperkirakan dapat menghemat energi sebesar 3.000 btus/gallon (840 kJ/L) jika dibandingkan dengan distilasi azeotropik.

3. Membrane Pervaporation Proses pervaporation menggunakan membran porous atau non-porous untuk memfilter fase gas dari larutan azeotrope alkohol-air. Proses ini diklaim mengonsumsi energi relatif rendah karena memanfaatkan tekanan dan suhu rendah.

Limbah dari proses produksi pun dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan pupuk organik. Karena berasal dari biomasa, limbah bioetanol baik cair maupun padat mengandung bahan organik yang dibutuhkan tanaman, mengandung unsur makro dan mikro yang diperlukan tanaman.

Teknologi
Potensi Bioetanol di Dunia
Produksi etanol dunia untuk bahan bakar transportasi meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu 7 tahun, dari 17 miliar liter pada tahun 2000 menjadi 52 miliar liter pada tahun 2007. Dari tahun 2007 ke 2008, komposisi etanol pada bahan bakar bensin di dunia telah meningkat dari 3.7% menjadi 5.4%. Pada tahun 2010, produksi etanol dunia mencapai angka 22,95 miliar galon AS (86,9 miliar liter), dengan Amerika Serikat sendiri memproduksi 13,2 miliar galon AS, atau 57,5% dari total produksi dunia. Etanol mempunyai nilai "ekuivalensi galon bensin" sebesar 1.500 galon AS. Etanol digunakan secara luas di Brasil dan Amerika Serikat. Kedua negara ini memproduksi 88% dari seluruh jumlah bahan bakar etanol yang diproduksi di dunia. Kebanyakan mobil-mobil yang beredar di Amerika Serikat saat ini dapat menggunakan bahan bakar dengan kandungan etanol sampai 10%, dan penggunaan bensin etanol 10% malah diwajibkan di beberapa kota dan negara bagian AS. Sejak tahun 1976, pemerintah Brasil telah mewajibkan penggunaan bensin yang dicampur dengan etanol, dan sejak tahun 2007, campuran yang legal adalah berkisar 25% etanol dan 75% bensin (E25). Di bulan Desember 2010 Brasil sudah mempunyai 12 juta kendaraan dan truk ringan bahan bakar fleksibel dan lebih dari 500 ribu sepeda motor yang dapat menggunakan bahan bakar etanol murni (E100).

Insentif yang diberikan pemerintah, diikuti dengan pengembangan inisiatif dari industri, telah mendorong negara-negara seperti Jerman, Spanyol, Perancis, Swedia, China, Thailand, Kanada, Kolombia, India, Australia, dan beberapa negara Amerika Tengah untuk mengembangkan industri etanol. Produksi Bahan bakar (20072010) Top 10 negara/kawasan
(Satuan dalam juta galon AS)

etanol

Per

tahun

Per

negara

Per. Negara/wilayah Dunia

2010

2009

2008

2007

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Amerika Serikat Brasil Uni Eropa

13,230.00 10,600.00 9,000.00 6,498.60 6,921.54 6,577.89 1,176.88 1,039.52 541.55 435.20 356.63 290.59 91.67 83.21 66.04 56.80 247.27 22,946.87 19,534.993 17,335.20 13,101.7 6,472.2 733.60 501.90 89.80 237.70 66.00 79.30 26.40 5,019.2 570.30 486.00 79.20 211.30 52.80 74.90 26.40

Republik Rakyat Cina 541.55 Thailand Kanada India Kolombia Australia Lainnya Total dunia

Brazil 3 Juta kendaraan di Brazil 2003 menggunakan hidrous ethanol mengkonsumsi 4.9 billion liter/tahun. Harga pokok produksi ethanol di Brazil pertengahan tahun 2005 termasuk bahan baku, transport dan distribusi adalah US$ 0,23 0,29 per liter, produsen ethanol paling murah didunia dengan bahan tetes dan tebu.

Swedia

Sejak 1990 Stockholam Transport (Sweden) mengoperasikan 32 unit Bus Scania berbahan bakar ethanol, menempuh jarak 4 juta kilometer, emisi udara utamanya NO lebih rendah 50% dibanding dengan fosil oil. Saat ini dioperasikan 130 unit bus yang telah dimodifikasi dengan bahan baker ethanol. 95% bio based ethanol dari limbah hutan dan 2% Avocet Ignition Improver.

Australia Australia mengembangkan campuran hidrous ethanol dengan solar (diesohol).

Diesohol adalah campuran dari solar 84,5%, hydrated ethanol 15% dan 0,5 % emulsifier hasil riset APACE Australia. Anhydrous ethanol bisa langsung dicampur dengan bahan baker fosil, tetapi hydrated ethanol dengan kandungan air 2% sudah tidak bisa bercampur dengan bahan bakar fosil, tetapi dengan penambahan emulsifier yang sesuai dapat bercampur dengan baik. Apace telah menujukkan bahwa campuran diesohol sampai dengan 30% ethanol masih dapat digunakan sebagai bahan baker mesin diesel dengan baik, telah dicobakan pada 3 unit bus baru di Canberra dan juga beberapa bus di Sydney dari tahun 1993 1998.

Penggunaan bioethanol
Mesin Berbahan Bakar Etanol Etanol merupakan cairan yang sering digunakan pada mobil, meskipun juga mungkin digunakan pada kendaraan lainnya, seperti traktor, perahu, dan pesawat terbang. Konsumsi etanol dalam mesin lebih boros 51% dibandingkan bensin, karena energi per unit volume etanol 34% lebih rendah dibandingkan dengan bensin. Rasio kompresi pada mesin yang berbahan bakar etanol saja, dapat membuat mesin ini lebih bertenaga dan lebih irit bahan bakar. Pada umumnya, mesin yang hanya berbahan bakar etanol dikonfigurasi untuk menambahkan sedikit tambahan tenaga dan torsi yang lebih baik dibandingkan dengan mesin berbahan bakar bensin. Pada kendaraan bahan bakar fleksibel, rasio kompresi yang lebih rendah menyebabkan mesinnya perlu dikonfigurasi ulang, sehingga bisa mendapatkan keluaran tenaga yang sama saat memakai bahan bakar bensin atau etanol. Untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari etanol, maka rasio kompresi harus dinaikkan. Rasio kompresi pada mobil

bermesin berbahan bakar etanol murni saat ini didesain kira-kira lebih boros 20-30% dibandingkan dengan versi bahan bakar bensinnya. Etanol mengandung bahan-bahan yang mempunyai sifat korosif dan menyumbat sistem bahan bakar sedikit demi sedikit. Etanol bersifat higroskopis, yang artinya etanol akan menyerap uap air langsung dari atmosfer. Karena menyerap air akan mengencerkan nilai bahan bakar etanol (dan juga akan menimbulkan knocking pada mesin), maka dalam pengepakannya, bahan bakar etanol harus ditutup rapat. Etanol tidak dapat didistribusikan dengan pipa yang lebih efisien dan modern. Para teknisi sekarang juga melihat dampak yang ditimbulkan karena adanya kandungan air dalam etanol yang menyebabkan kerusakan pada mesinmesin kecil, terutama pada karburatornya. Nilai oktan etanol yang lebih tinggi meningkatkan rasio kompresi mesin dan juga meningkatkan efisiensi termal. Dalam sebuah studi, kontrol mesin yang kompleks ditambah sirkulasi ulang pipa gas buang yang ditingkatkan bisa meningkatkan rasio kompresi sampai 19,5 dengan bahan bakarnya etanol murni sampai E50. Hal ini nantinya akan menghasilkan ekonomi bahan bakar mobil etanol sama dengan ekonomi bahan bakar mobil bensin.

Menyalakan Mobil di Musim Dingin Campuran etanol yang tinggi akan memunculkan masalah yaitu kurangnya tekanan uap bahan bakar tersebut sehingga susah untuk menguap dan memicu pembakaran di musim dingin selagi musim dingin (hal ini terjadi karena etanol cenderung menaikkan kalor penguapan bahan bakar). Ketika tekanan uap kurang dari 45 kPa maka mesin akan susah untuk dinyalakan. Maka, untuk menghindari masalah ini, terutama ketika suhu kurang dari 11C (52F), maka pemerintah Amerika Serikat dan Uni Eropa sepakat untuk menggunakan E85 sebagai campuran etanol maksimum yang digunakan di kendaraan bahan bakar fleksibel di negara mereka. Di tempat-tempat yang suhunya sangat dingin, pemerintah Amerika Serikat mengurangi campuran etanol pada bahan bakar menjadi E70, meskipun namanya tetap dijual sebagai E85. Selain itu, di tempat yang suhunya turun sampai dibawah 12C (10F), maka disarankan untuk menambahkan sistem pemanas mesin, berlaku untuk bensin dan kendaraan E85. Kendaraan bahan bakar fleksibel di Brasil dapat dioperasikan menggunakan etanol sampai E100. Mesin kendaraan ini juga akan menimbulkan turunnya uap penguapan

seperti pada kendaraan E85. Untuk mengatasinya, kendaraan bahan bakar fleksibel di Brasil juga dibuatkan tangki bensin kecil cadangan yang diletakkan dekat mesin. Ketika mesin akan dinyalakan, maka bensin akan diinjeksikan ke ruang bakar sehingga tidak menimbulkan masalah di suhu rendah. Bensin ini biasanya dibutuhkan bagi penduduk yang tinggal di Brasil bagian tengah atau selatan, dimana saat musim dingin suhunya akan turun sampai dibawah 15C (59F). Pada tahun 2009, akhirnya diluncurkan mesin berbahan bakar fleksibel generasi terbaru yang tidak membutuhkan tangki bensin tambahan lagi. Di bulan Maret 2009, Volkswagen do Brasil meluncurkan Polo E-Flex, mobil berbahan bakar fleksibel pertama di Brasil yang tidak lagi menggunakan tangki bensin tambahan untuk menyalakan mesin. Campuran Bahan Bakar Etanol Banyak negara mewajibkan kendaraan-kendaraannya menggunakan bahan bakar bensin yang dicampur dengan etanol. Semua kendaraan ringan di Brasil bisa beroperasi dengan menggunakan etanol dengan campuran sampai 25% (E25). Sejak tahun 1993, pemerintahan federal sudah mewajibkan campuran etanol berkisar antara 22% sampai 25%, dan di bulan Juli 2011 adalah 25%. Di Amerika Serikat, semua kendaraan ringan bisa memakai campuran etanol dalam bahan bakar sampai 10% (E10). Di akhir tahun 2010, lebih dari 90 persen bensin yang dijual di AS dicampur dengan etanol. Di bulan Januari 2011, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat mengeluarkan surat pernyataan untuk mencampurkan etanol dalam bensin sampai 15% (E15). Bahan bakar dengan etanol 15% ini hanya dijual untuk mobil kecil dan truk ringan dengan keluaran tahun 2001 atau lebih baru. Negara lainnya juga telah menerapkan peraturan serupa, dengan kebijakan masing-masing. Ekonomi bahan bakar Nilai ekonomi bahan bakar ini biasanya berbanding lurus dengan energi yang terkandung dalam bahan bakar. Tapi pada faktanya ada banyak variabel yang dapat memengaruhi performa bahan bakar di dalam mesin. Etanol sendiri memiliki energi per unit volume 34% lebih rendah daripada bensin. Maka, teorinya adalah jika memakai bahan bakar etanol maka jumlah bahan bakar yang dikonsumsi akan lebih boros 34% daripada bensin biasa. Akan tetapi etanol memiliki kelebihan lain yaitu nilai oktan yang tinggi, maka mesin dapat dibuat lebih efisien dengan cara meningkatkan rasio kompresinya. Misalnya dengan penambahan turbocharger variabel maka rasio kompresi dapat menjadi optimum sehingga ekonomi bahan bakar nantinya bisa konstan dengan campuran etanol berapapun. Untuk campuran E10 (10%

etanol dan 90% bensin), maka efeknya akan kecil jika dibandingkan dengan bensin biasa. Untuk bahan bakar etanol E85 (85% etanol), maka efeknya akan menjadi signifikan. E85 memang lebih boros daripada bensin sehingga pemilik mobil akan lebih sering mengisi bahan bakar. Performa kendaraan sendiri tergantung dari mobilnya apa. Sebuah tes yang dilakukan pada tahun 2006 oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) pada mobil-mobil E85 menyebutkan bahwa ekonomi bahan bakar mobil E85 lebih boros sekitar 25,56% daripada bensin. Rating ekonomi bahan bakar yang dikeluarkan oleh EPA ini berpengaruh ketika orang akan membeli mobil, tetapi karena E85 ini adalah bahan bakar dengan performa tinggi (nilai oktannya 9496), maka semestinya juga dibandingkan dengan bensin yang mahal. Harga ritel etanol E85 di Amerika Serikat adalah 2,62 dolar AS per galon AS, sedangkan harga bensin biasa adalah 3,03 dolar AS per galon AS. Harga etanol murni di Brasil (E100) adalah 3,88 dolar, sedangkan harga bensin campuran E25 adalah 4,91 dolar (pada bulan Juli 2007)

Kelebihan kekurangan bioethanol


Beberapa keunggulan yang dapat diperoleh dari bioethanol adalah sebagai berikut: Nilai oktan yang tinggi menyebabkan campuran bahan bakar terbakar tepat pada waktunya sehingga tidak menyebabkan fenomena knocking. Emisi gas buang tidak begitu berbahaya bagi lingkungan salah satunya gas CO2 yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk proses fotosintesa serta emisi NO yang rendah. mengurangi emisi gas rumah kaca Efisiensi tinggi dibanding bensin. Bahan bakar etanol merupakan sumber energi terbarukan, yang berarti bahwa bahan
bakar etanol tidak terbatas seperti bahan bakar fosil.

Negara yang menggunakan etanol akan mengurangi ketergantungannya pada impor


minyak asing, dan juga mengurangi efek harga minyak yang tak stabil.

Tentu saja peningkatan produksi etanol dalam negeri juga akan menciptakan lebih
banyak pekerjaan.

Sangat mungkin akan menurunkan harga bahan bakar.

Selain memiliki keunggulan yang begitu banyak bioethanol ini pun terdapat kelemahan, diantaranya: Memerlukan modifikasi mesin jika ingin menggunakan bioethanol murni pada kendaraan Bisa terjadi kemungkinan ethanol mengeluarkan emisi polutan beracun. Kelebihan bioetanol dibanding minyak tanah adalah api berwarna biru sehingga tidak menghanguskan alat masak. Bahan bakar dari bioetanol juga tidak berbau dan mudah dipadamkan dengan air. Meningkatkan harga pangan dan bahkan menyebabkan kekurangan pangan. Isu bahan
bakar vs makanan adalah bahan perdebatan utama, karena dengan adanya peningkatan penggunaan etanol maka banyak lahan yang akan dipergunakan untuk memproduksi etanol, bukan untuk menghasilkan makanan, dan ini akan menyebabkan kekurangan jumlah pangan yang diikuti dengan peningkatan harga pangan, dan kemungkinan akan menghasilkan lebih banyak masalah kelaparan di dunia.

Etanol menghasilkan energi per satuan volume lebih rendah dibandingkan dengan
bensin.

Etanol juga cenderung sangat korosif karena dapat dengan mudah menyerap air dan
kotoran. Tanpa sistem penyaringan yang tepat, etanol dapat menyebabkan korosi di dalam blok mesin terjadi dengan cepat.

Saat kompresi, mesin yang didesain untuk etanol murni memiliki efisiensi bahan
bakar 20-30% lebih rendah dibandingkan mesin yang didesain untuk bensin murni.

Mesin yang menggunakan campuran etanol tinggi akan menjadi masalah saat musim
dingin.

Dampak ke lingkungan
Keseimbangan energi
Keseimbangan energi Negara Tipe Keseimbangan energi

Amerika Serikat Etanol dari jagung 1.3

Brasil Jerman

Etanol dari tebu Biodiesel

8 2.5 236

Amerika Serikat Etanol selulosa

hanya eksperimen, belum diproduksi secara komersial tergantung dari metode produksi Semua biomassa paling tidak pasti mempunyai tahap-tahap ditanam, dipanen, dikeringkan, difermentasi, dan kemudian dibakar. Semua tahap-tahap ini membutuhkan sumber daya dan infrastruktur. Total energi yang digunakan untuk menghasilkan etanol jika dibandingkan dengan total energi yang dihasilkan etanol maka akan menghasilkan "keseimbangan energi" atau "hasil energi bersih". Sebuah penelitian yang dilakukan oleh majalah National Geographic pada tahun 2007 menjelaskan tentang etanol dari jagung yang dihasilkan oleh Amerika Serikat: satu unit energi bahan bakar fosil dibutuhkan untuk memproduksi 1,3 unit energi bahan bakar etanol. Keseimbangan energi dari etanol yang diproduksi di Brasil lebih baik, yaitu 1:8. Estimasi untuk keseimbangan energi ini sebenarnya juga tidak pasti, karena beberapa laporan menyatakan yang sebaliknya. Contohnya adalah sebuah survei yang terpisah menyatakan bahwa etanol yang diproduksi dari tebu dapat mengembalikan 8 sampai 9 kali energi yang dibutuhkan untuk membuatnya, jika dibandingkan dengan jagung yang hanya mengembalikan 1,34 kali energi yang dibutuhkan untuk membuatnya. Studi yang dilakukan oleh Universitas California, Berkeley pada tahun 2006 menyatakan bahwa memproduksi etanol dari jagung menggunakan minyak mentah yang lebih sedikit daripada memproduksi bensin. Karbon dioksida, yang termasuk dalam gas rumah kaca, akan dihasilkan selama proses fermentasi dan pembakaran. Karbon dioksida ini nantinya bisa digunakan oleh tanaman untuk memproduksi biomassa lagi. Ketika dibandingkan dengan bensin, tergantung dari metode produksinya juga, etanol akan menghasilkan gas rumah kaca yang lebih sedikit.

Polusi udara
Etanol adalah bahan bakar yang jika dibakar dengan oksigen maka akan menghasilkan karbon dioksida, air, dan aldehida. Bensin sendiri menghasilkan 2,44 kg CO2 per liter dan etanol 1,94 kg/liter. Karena energi yang dihasilkan oleh etanol hanya 2/3 energi yang dihasilkan bensin, maka etanol menghasilkan CO2 19% lebih banyak daripada bensin dengan

energi yang sama. Undang-undang Kebersihan Udara AS mengharuskan penambahan oksigenat untuk mengurangi emisi karbon dioksida di Amerika Serikat. Zat adiktif yang biasa digunakan pada bensin, MTBE, saat ini mulai dikurangi penggunaannya karena ternyata mencemari air tanah, sehingga etanol dianggap sebagai aditif alternatif yang menjanjikan.

Karbon dioksida
Pada bulan Januari 2006, sebuah artikel sains dari ERG UC Berkeley mengestimasi pengurangan gas rumah kaca dari etanol jagung adalah 13% setelah mempelajari berbagai macam studi. Tak lama kemudian, mereka mengeluarkan versi revisi dari artikel itu dan menurunkan angkanya menjadi 7,4% saja. Sebuah ulasan dari Majalah National Geographic pada tahun 2007 mengemukakan bahwa produksi dan penggunaan etanol dari jagung akan mengurangi emisi CO2 sebesar 22% jika dibandingkan dengan bensin, sedangkan untuk etanol dari tebu maka pengurangan emisinya adalah 56%. Perusahaan Ford mengatakan bahwa akan ada pengurangan emisi CO2 sebesar 70% untuk penggunaan bahan bakar bioetanol pada kendaraan bahan bakar fleksibel mereka.

Perubahan penggunaan lahan


Perkebunan skala besar dibutuhkan untuk memproduksi alkohol dan ini membutuhkan lahan yang luas juga. Universitas Minnesota melaporkan bahwa jika semua jagung yang ditanam di A.S. digunakan untuk memproduksi etanol maka akan menggantikan 12% konsumsi bensin A.S. sekarang ini. Mereka mengklaim bahwa lahan yang digunakan untuk memproduksi etanol diperoleh melalui deforestasi hutan, dan lainnya juga telah meneliti bahwa area yang sekarang ini dipakai untuk menanam tanaman ini biasanya tanahnya tidak cocok. Dalam beberapa hal, pertanian dapat saja membuat kesuburan tanah berkurang karena berkurangnya organisme organik, turunnya kualitas dan kuantitas air, penggunaan pestisida yang semakin besar, dan potensi penggusuran komunitas local. Teknologi yang semakin modern memungkinkan para petani untuk memperoleh hasil yang sama besar dengan pengorbanan yang lebih sedikit. Produksi etanol selulosa merupakan salah satu pendekatan baru yang digunakan untuk menyelesaikan masalah penggunaan lahan ini. Etanol selulosa dapat diproduksi dari bagian mana saja dari sebuah tanaman, sehingga berpotensi akan melipatgandakan hasil, sehingga akhirnya konflik makanan vs. bahan bakar akan bisa diminimalkan. Daripada biasanya yang

hanya menggunakan amilumnya saja, produksi etanol selulosa akan memaksimalkan penggunaan seluruh bagian tumbuhan. Dengan ini, maka pengeluaran karbon pun menjadi lebih sedikit karena mendapatkan hasil yang lebih banyak dengan menggunakan material yang masih bisa dipakai. Teknologi untuk memproduksi etanol selulosa ini sampai saat ini sudah sampai pada tahap komersialisasi. Ongkos biaya akibat emisi etanol Untuk setiap satu miliar galon bahan bakar etanol yang diproduksi dan dibakar di AS, maka diperkirakan ongkos produksi disertai dengan perubahan iklim adalah 469 juta dolar AS untuk bensin, 472952 juta dolar AS untuk etanol jagung tergantung dari sumber panas pengilangannya beserta teknologinya, dan hanya 123208 juta dolar AS untuk etanol selulosa tergantung dari tanamannya (biomassa prairie, Miscanthus, stover jagung, atau switchgrass).

POTENSI BIOETHANOL DI INDONESIA Industri biofuel (biodiessel dan bioethanol) di Indonesia baru memasuki tahap awal perkembangan. Prospek pengembangan Bioetanol dapat dicampur dengan bensin sehingga dihasilkan gasohol (gasoline + alkohol). E-10 merupakan contoh gasohol yang telah digunakan di Indonesia, yaitu gasohol yang mempunyai kadar etanol 10%. Etanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax Faktor-faktor yang mempengaruhi prospek pengembangan bioetanol antara lain adalah : 1. 2. 3. 4. Kebutuhan energi yang tinggi dengan daya beli yang kecil dari masyarakat, Mudahnya mendapatkan bahan baku dengan harga yang murah. Ketersediaan lahan yang relatif memadai. Teknologi produksi bahan baku cukup dikuasai, langkah langkah peningkatan produktivitas dapat didukung dengan panca usaha tani.

Prospek bisnis Dilihat dari segi bisnis, bioetanol mempunyai prospek yang bagus. Sebagai gambaran, biaya investasi kilang bioetanol kapasitas 100 kL/hari berkisar antara Rp 2-3 milyar per-kiloliternya. Dengan harga etanol yang dihitung sama dengan bensin saja, pembangunan 1 pabrik ukuran ini akan menghemat devisa untuk impor bensin sebesar

33.000 kL/tahun x Rp 5.450,- /liter atau Rp 179.850.000.000,-. Dari sudut pandang pemerintah, penggunaan bioetanol juga sangat menguntungkan. Dengan asumsi subsidi untuk BBM Rp 89.2 triliun dan seperempat BBM kita adalah bensin, maka diperoleh angka Rp 22,3 triliun yang dapat digunakan untuk membangun pabrik bioetanol 89 buah @ kapasitas 100 kL/hari. Bioetanol yang dihasilkan adalah 2.937.000 kL/tahun atau mensubsitusi hampir 20 % kebutuhan bensin di tanah air dengan penghematan devisa Rp 89,2 triliun. Ini nantinya akan berdampak pada tersedianya lapangan pekerjaan besarbesaran bagi masyarkat, terutama karyawan pabrik maupun petani. Baru baru ini PTPN X meresmikan pabrik bioetanol berbahan baku tetes tebu atau molasses yang dipasok dari Pabrik Gula (PG) Gempolkrep Mojokerto. Pabrik bioetanol di PG Gempolkrep itu adalah yang pertama dimiliki BUMN. Selama ini kita masih impor bioetanol yang kualitasnya 99,5 persen. Karena grade bioetanol yang ada masih di bawahnya, seperti untuk industri minuman dan farmasi. Sedangkan, tingkat kemurnian bioetanol yang dihasilkan pabrik bioetanol PTPN X mencapai 99,5 persen. Saat ini bahan baku berasal dari PG Gempolkrep Mojokerto sebanyak 120.000 ton tetes tebu per tahun. Dalam setahun pabrik tersebut bisa memproduksi 30 juta liter bioetanol. Sedangkan kebutuhan bahan bakar nabati secara nasional 1,7 juta kiloliter atau 1,7 miliar liter per tahun. Pertamina membeli bioetanol dari pabrik milik PTPN X sifatnya `mandatory` atau wajib dan itu salah satu bagian dari sinergi BUMN. KENDALA : 1. Penggunaan bahan baku yang berpotensi menyaingi kebutuhan pangan. 2. Masih tingginya harga bahan baku tetes tebu. 3. Penggunaan lahan yang besar berpotensi terhadap pembukaan lahan (sangat mungkin hutan) 4. Belum ada peraturan yang tegas dalam industri ini dan standar penggunaan bahanbahan. 5. Kurangnya jaringan distribusi menyulitkan pemasaran bioetanol di pasar domestik. 6. Harga jual belum bersaing. 7. Pemerintah saat ini fokus pada pengembangan biodiesel daripada bioethanol. Hal ini lantaran ketersediaan biodiesel sudah lebih siap.

You might also like