Professional Documents
Culture Documents
Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun pembuluh darah paru, dan pada trauma yang tersering perdarahan berasal dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna (Sub Bagian Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi Medan, 2000). Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan mungkin berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar (Mancini, 2011). B. ETIOLOGI Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah internal (Mancini, 2011). Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. Penetrasi pada dada Trauma tumpul pada dada Laserasi jaringan paru Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal Laserasi arteri mammaria interna
C. KLASIFIKASI Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu: 1. Hematothoraks ringan Jumlah darah kurang dari 400 cc Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks Perkusi pekak sampai iga IX 2. Hematothoraks sedang Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga VI 3. Hematothoraks berat Jumlah darah lebih dari 2000 cc 35% tertutup bayangan pada foto thoraks Perkusi pekak sampai iga IV D. MANIFESTASI KLINIK Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung (Hudak & Gallo, 1997). Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area mayor (Mancini, 2011) 1. Respon hemodinamik Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi. Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah 2. Respon respiratori Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan dispnea. Secara umum manifestasi klinik dari hematothorak sebagai berikut : Gangguan pengembangan dada Perubahan kedalaman pernapasan Sesak napas mendadak dan terjadi serangan 2yspnea dari ringan hingga berat. Perkusi dada pekak Nyeri dada
Perdarahan
Volume darah
Syok hipovolemik
Kolaps paru parsial atau total Penurunan curah jantung Pergeseran mediastinum pada sisi yang tidak terkena Hipotensi
Penekanan oleh jantung, pembuluh darah besar, dan trakea pada paru normal Penurunan ekspansi paru Ventilasi Oksigenasi Ketidakefektivan pola napas
Pemasangan WSD/Thorakostomy
Hipoksia
Risiko Infeksi
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Sinar X dada Menunjukkan akumulasi cairan pada area pleura Dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung) 2. GDA Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan, dan kemampuan mengkompensasi PaCO2 mungkin normal atau menurun Saturasi oksigen biasanya menurun 3. Torasentesis Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks) 4. Full blood count Hb menurun Hematokrit menurun G. KOMPLIKASI Kegagalan pernapasan Kematian Fibrosis atau parut dari membran pleura Syok H. PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemothoraks adalah: 1. Resusitasi cairan Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah
dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi. Bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula chest tube (WSD) 2. Pemasangan chest tube Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks dapat cepat keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemotoraks
akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural. Macam WSD antara lain: WSD aktif, yaitu continous suction, gelembung berasal dari udara sistem. WSD pasif, yaitu gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien. Tujuan dari pemasangan WSD sebagai berikut : Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican. Perubahan Tekanan Rongga Pleura Tekanan Istirahat Atmosfir 760 Intrapulmoner 760 Intrapleural 756
Indikasi pemasangan WSD sebagai berikut : Hemotoraks, efusi pleura Pneumotoraks ( > 25 % ) Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
Kontra Indikasi Pemasangan sebagai berikut: Infeksi pada tempat pemasangan Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
Cara Pemasangan WSD sebagai berikut : 1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris anterior dan media. 2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan. 3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis. 4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru. 5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps 6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada 7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan. 8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
Ada Beberapa Macam WSD sebagai berikut : 1. WSD dengan satu botol Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung. Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
2. WSD dengan dua botol Botol pertama sebagai penampung / drainase Botol kedua sebagai water seal Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level. Dapat dihubungkan sengan suction control
3. WSD dengan 3 botol Botol pertama sebagai penampung / drainase Botol kedua sebagai water seal Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan
manometer.
3. Thoracotomy Tindakan ini dilakukan bila dalam keadaan: a. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera. b. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml, tetapi perdarahan tetap berlangsung terus. c. Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam waktu 2 4 jam. d. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu atau luka di daerah posterior, medial dari scapula harus
dipertimbangkan kemungkinan diperlukannya torakotomi karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri / vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi Torakotomi sayatan dapat dilakukan di samping, di bawah lengan (aksilaris torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata sternotomy); miring dari belakang ke samping (posterolateral torakotomi); atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan antara tulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25 cm Berdasarkan klasifikasi, penatalaksanaannya sebagai berikut : 1. Hemothorax kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi) dan tidak memerlukan tindakan khusus. 2. Hemothorax sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi. Dipungsi sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata kambuh dipasang penyalir sekat air.
8
3. Hemothorax besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan transfusi. I. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji Pengkajian 1. Data fokus Aktifitas/istirahat : adanya sesak nafas Sirkulasi : adanya takhikardia, frekuensi denyut nadi tidak teratur, tekanan darah menurun, didapatkan adanya S3 atau S4 /irama gallop Integritas : ketakutan dan gelisah Makanan/cairan : adanya pemasangan infus IV line Nyeri/kenyamanan : Nyeri dada unilateral, meningkat bila bernapas dan batuk, wajah berkerut karena menahan nyeri Pernapasan : takipnea, peningkatan kerja napas, retraksi interkostal, perkusi pekak, palpasi gerakan dada tidak simetri (paradoksal). Kulit pucat, sianosis, berkeringat Penggunaan ventilator mekanik Keamanan : riwayat trauma
Pengumpulan Data Hal yang penting dalam riwayat keperawatan adalah sebagai berikut : 1. Identitas a. Umur : Biasanya terjadi usia 18 30 tahun. b. Alergi terhadap obat atau makanan tertentu. c. Pengobatan terakhir. d. Pengalaman pembedahan. e. Riwayat penyakit dahulu. f. Riwayat penyakit sekarang. g. Dan Keluhan. 2. Data subyektif Klien mengeluh sesak napas Klien mengungkapkan nyeri dada
3. 4.
Klien bertanya-tanya tentang penyakitnya Klien meminta informasi tentang tindakan yang dilakukan
Data obyektif : Perubahan kedalaman pernapasan Gangguan pengembangan dada Takikardia Gelisah Sianosis Kontur nadi kecil dan lemah Perkusi dada pekak berbatas Klien tampak gelisah Ekspresi wajah meringis
Pemeriksaan fisik a. Sistem Pernapasan : Sesak napas, Nyeri, batuk-batuk, terdapat retraksi pada klavikula atau dada. Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun
dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup). Pada asukultasi, suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang . Pekak dengan batas seperti, garis miring/tidak jelas. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas. b. Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. Takhikardia lemah, Pucat, Hb turu normal, dan hipotensi. c. Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan. d. Sistem Perkemihan. Tidak ada kelainan. e. Sistem Pencernaan : Tidak ada kelainan. f. Sistem Muskuloskeletal Integumen.
10
Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda tajam. Terdapat kelemahan .Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan. g. Sistem Endokrine : Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan. h. Sistem Sosial / Interaksi. Tidak ada hambatan. i. Spiritual : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan. j. Pemeriksaan Diagnostik : Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural. Pa Co2 kadangkadang menurun. Pa O2 normal/menurun. Saturasi O2 menurun (biasanya). Hb mungkin menurun (kehilangan darah). Toraksentesis : menyatakan darah/cairan. J. Diagnosa Keperawatan Masalah keperawatan yang lazim muncul, yaitu (Bulecheck, 2012) : 1. Ketidakefektifan pola napas 2. Defisit volume cairan 3. Penurunan curah jantung 4. Nyeri akut 5. Risiko infeksi 6. Gangguan mobilitas fisik
11
K. Rencana Tindakan Keperawatan (Ackley, 2011) No. 1. Diagnosa Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Deformitas dinding dada, nyeri, gangguan muskuloskeletal NOC Respiratory status: ventilation Batasan karakteritik - Perubahan kedalaman pernapasan - Dispneu - Penurunan kapasitas vital - Pernapasan Kriteria hasil: - Menunjukkan jalan nafas yang paten (irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, 3. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala respiratory status: airway patency vital sign status 2. Tentukan jika penyebab, apakah fisiologis atau psikologis. NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan pola nafas pasien efektif. NIC Airway management 1. Monitor respiratory rate, kedalaman, kenyamanan bernapas. Rasional 1. Ketika respiratory rate meningkat lebih 30x/mnt, dilanjutkan dengan pengukuran fisiologis lain, studi menunjukkan bahwa perubahan fisiologis signifikan terjadi 2. Studi menunjukkan penyebab dispneu psikologis berhubungan dengan kecemasan, sedangkan dispneu fisiologis berhubungan dengan batuk, sputum, dan palpitasi 3. Penelitian menunjukkan duduk tegak menghasilkan volume tidal dan menit ventilasi lebih tinggi daripada posisi duduk
12
cuping hidung - Penggunaan otot aksesorius untuk bernafas - Takipnea - Penurunan tekanan ekspirasi - Penurunan tekanan inspirasi
tidak ada suara nafas abnormal). - Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan).
4. Catat penggunaan otot nafas tambahan yang digunakan, retraksi, konfusi, atau letargy. 5. Auskultasi suara napas, catat penurunan dan hilangnya suara nafas, crackles atau wheezing
5. Suara nafas abnormal dapat mengindikasikan patologi respiratori yang berhubungan dengan perubahan pola nafas
Kolaborasi 6. Monitor saturasi oksigen secara berkesinambungan dengan menggunakan pulse oximetry. 7. Berikan oksigen sesuai resep.
6. Saturasi oksigen kurang dari 90% mengindikasikan masalah oksigenasi yang signifikan.
13
perbaikan hemothorak/pneumothorak dan ekspansi paru. Mengidentifikasi posisi selang endotracheal mempengaruhi inflasi paru 9. Mengkaji status pertukaran gas
9. Awasi GDA dan nadi oksimetri, kaji kapasitas vital/pengukuran volume tidal. 2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas, perubahan afterload, perubahan irama. Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 jam penurunan curah jatung teratasi Tanda-tanda vital dalam rentang normal Tidak ada distensi vena Batasan leher 2. Monitor status pernapasan 1. Catat adanya tanda dan gejala penurunan curah jantung
dan ventilasi.
1. Mengetahui status kesehatan klien sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat 2. Status pernapasan yang menandakan gagal jantung dapat ditemukan secara dini sehigga dapat dilakukan
14
Karakteristik : Perubahan irama jantung : Takikardi Perubahan Afterload : kulit lembab, penurunan nadi perifer, penurunan resistensi vaskular paru, dispnea. Perubahan kontraktilitas :
intervensi dengan cepat 3. Volume cairan tubuh yang kurang dapat menyebabkan penurunan curah jantung 4. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan 5. Monitor adanya dyspnea dan takipnea 5. Dyspnea dan takipnea mungkin terjadi karena kurangnya oksigen yang dibawa oleh darah akibat penurunan curah jantung 6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR 6. Mengetahui perkembangan kondisi klien setelah dilakukan intervesi 7. Monitor jumlah, bunyi, dan 7. Jumlah, bunyi, dan irama irama jantung jantung menunjukkan kerja jantung dalam memompa darah 4. Aktivitas yang berlebih dapat meningkatkan kerja jantung
15
8. Kaji kulit terhadap pucat 8. Pucat menunjukkan dan sianosis. menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi, dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. 9. Tinggikan kaki, hindari 9. Menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus atau pembentukan embolus. 10. Berikan dengan oksigen 10. Meningkatkan sediaan oksigen nasal untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hypoxia atau iskemia.
tambahan
16
3.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 60 menit pasien menunjukkan penurunan nyeri, dibuktikan
Managemen Nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan symbol presipitasi 1. Langkah pertama dalam pengkajian nyeri untuk menentukan jika klien tidak dapat mendiskripsikan nyerinya sendiri. Tanyakan kepada klien tentang intensitas nyerinya kemudian memilih symbol yang sesuai dengan tingkatan nyerinya. 2. Observasi reaksi nonverbal 2. Reaksi nonverbal dari pasien dari ketidaknyamanan seringkali mengungkapkan nyeri yang tidak bias disampaikan secara langsung. 3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 3. Lingkungan yang tidak kondusif juga merupakan faktor yang memperparah rasa nyeri yang dirasakan .
Batasan Karakteristik: Perubahan selera makan Perubahan frekuensi pernapasana, jantung Laporan isyarat Mengekspresikan perilaku Melaporkan nyeri secara verbal
dengan kriteria hasil: - Tanda vital dalam rentang normal - Tidak mengalami gangguan tidur dan tampak tenang
17
4.
Tingkatkan istirahat
4. Dengan beristirahat perasaan nyeri yang dialami pasien akan lebih bias diminimalkan.
5.
Monitor vital sign sebelum 5. Dengan memonitor vital sign dan sesudah pemberian analgesik pertama kali sebelum dan sesudah pemberian analgesik dapat diketahui seberapa efektif analgesik bisa mengurangi rasa nyeri pasien. Karena nyeri yang meningkat dicerminkan oleh perubahan vital sign di luar batas normal.
6.
4.
Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan Managemen Cairan cairan berhubungan keperawatan dengan kehilangan diharapkan 2x24 volume jam 1. Kaji BB, penyakit yang 1. Informasi disediakan untuk cairan mendasari, dan prosedur menjelaskan cairan. penggantian
18
tingkat
intake 3. Monitor cairan yang masuk 3. Untuk dan keluar. 4. Berikan caiaran dan
kebutuhan diprograrmkan
suhu tubuh dalam batas normal. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor membrane kulit elastisitas baik, mukosa
frekuensi nadi Penurunan turgor kulit Membran mukosa kering Peningkatan hematokrit Peningkatan suhu tubuh Penurunan berat badan
19
5.
Risiko Infeksi
Infection Control 1. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah 1. Standard precaution harus diterapkan pada semua pasien, semua pasien diasumsikan sebagai pembawa pathogen
Faktor risiko Pertahanan tubuh primer dan sekunder yang tidak adekuat Imunologis tidak adekuat Malnutrisi
berkunjung meningggalkan klien 2. Gunakan sabun tangan antimikroba untuk mencuci tangan 2. Untuk mensterilkan tangan dari bakteri
Kriteria hasil - Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi. - Jumlah leukosit dalam batas normal - Temperatur suhu stabil
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. Ikuti standard precautions dan gunakan sarung tangan ketika bersentuhan dengan darah, membran mukosa, kulit terbuka, atau substansi tubuh lainnya.
3. Pencegahan infeksi yang baik dibutuhkan untuk mencegah infeksi saat perawatan, dengan hygiene tangan dan standard precautions
20
Gunakan juga goggle dan celemek sesuai kebutuhan. Kolaborasi 4. Observasi dan laporkan tanda infeksi seperti kemerahan, hangat, pus, dan peningkatan suhu tubuh. 4. Studi surveillance prospective tentang infeksi yang didapat dari perawatan pada unit hamatologi terdapat demam yang tidak diketahui asalnya sebagai tanda klinik yang penting dan umum terjadi 5. Berikan terapi antibiotik bila perlu 5. Antibiotik mampu mencegah terjadinya infeksi dengan cara membunuh mikroorganisme.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ackley BJ, Ladwig GB. Nursing diagnosis handbook an evidence-based guide to planning care. United Stated of America: Elsevier, 2011. Barbara c. long (1996), Perawatan Medikal Bedah , Suatu pendekatan Proses Keperawatan, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan Pajajaran, Bandung Bulecheck, Gloria M, et al . 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 (Nanda). Jakarta : EGC. Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning, Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F. A. Davis Company Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1, EGC, Jakarta Hudak & Gallo. 1997, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1. Jakarta: EGC Lestari, S. 2010. Hematothoraks. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammdiyah Yogyakarta. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=HEMATOTHORAX Magerman, Y. 2010. Pneumothorax/Hemothorax. Lecturer notes Cape Peninsula University of Technology Faculty of Health & Wellness Science. Paper 25. http://dk.cput.ac.za/hw_lnotes/25 Mancini. . 2011. Hemothoraks. http://emedicine.medscape.com/article/2047916overview Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1. Yogyakarta: Mediaction Publishing, 2013. Sjasuhidajat. R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta. Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2002. Sub Bagian Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi Medan. 2000. Pengamatan WSD dan Hasil Penanganan Suction Evakuasi Drainage.
Hemothoraks
antara
Continous
http://www.scribd.com/doc/56222226/HEMOTHORAKS.
22