You are on page 1of 72

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Garis Besar Haluan Negara Tahun 1993 disebutkan bahwa data dan informasi kelautan terus digali, dikumpulkan dan diolah melalui peningkatan survei dan penelitian dalam rangka inventarisasi kekayaan sumberdaya kelautan. Pemetaan dasar di Perairan Indonesia terus ditingkatkan karena diperlukan untuk pendayagunaan potensi kelautan Indonesia disamping fungsinya yang strategis bagi pemeliharaan stabilitas dan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Program pemetaan Geologi dan Geofisika Kelautan Bersistem di wilayah perairan Indonesia merupakan salah satu tugas dan fungsi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan dalam rangka inventarisasi data kelautan. Sehubungan dengan hal tersebut maka Proyek Penyelidikan Geologi Kelautan (PGK), untuk tahun anggaran 2001 telah memilih Perairan Laut Natuna, Lembar Peta 1316 sebagai salah satu daerah telitian. 1.2. Maksud Dan Tujuan Penyelidikan Maksud penyelidikan pada lembar 1316 adalah untuk inventarisasi data dasar geologi permukaan dan bawah permukaan. Data dasar tersebut meliputi potensi geologi yang bersifat positip, seperti sumberdaya mineral dan energi, maupun potensi geologi yang bersifat negatip seperti adanya bencana geologi. Tujuan dari penyelidikan ini adalah menyajikan kondisi geologi bawah permukaan laut, dengan menekankan endapan Kuarter dan Tersier, serta inventarisasi data dasar sumberdaya mineral dan energi.

1.3. Lokasi dan Luas Daerah Penyelidikan Daerah penyelidikan seperti yang disajikan pada gambar 1, terletak di Selat Karimata, pada lembar bersistem BAKOSURTANAL 1316 di Perairan Laut Natuna. Secara geografis mempunyai koordinat 00000 00 - 1000 00 LU dan 108000 00 BT - 109030 00 BT, dengan luas daerah penyelidikan kurang lebih 18.000 km2 . Batas-batas daerah selidikan adalah sebelah barat dibatasi oleh lembar peta 1216, sebelah Timur Lembar Peta 1416, sebelah Selatan Lembar Peta 1315 dan sebelah utara berbatasan dengan Lembar Peta 1216. I.4 Waktu Penyelidikan Kegiatan penyelidikan lapangan untuk pengambilan data geologi dan geofisika kelautan lembar peta 1316 berlangsung mulai tanggal 25 April 2001 sampai dengan 24 Mei 2001. Selama kegiatan penyelidikan pelabuhan tempat pengisian bahan bakar dan logistik adalah Pelabuhan Pontianak. Selama melakukan kegiatan penyelidikan tidak terjadi hambatan dalam semua jenis kegiatan, baik penyelidikannya sendiri maupun pengisian bahan bakar dan logistik. 1.5. Luaran Hasil dari penyelidikan geologi dan geofisika Lembar Peta 1316 Perairan Laut Natuan akan menamilkan luaran-luaran berupa tabel dan peta yang disajikan dalam laporan teknis sebagai berikut : . . . . . . Peta Peta Peta Peta Peta Peta Lintasan Pemeruman, Penyelidikan Seismik dan Geomagnet Lokasi Pengambilan Contoh Sedimen Kedalaman Permukaan Dasar Laut (Batimetri) Sebaran Sedimen Permukaan Laut. Intensitas Magnet Total. Tematik Lainnya.

Gambar 1. Peta lokasi daerah selidikan

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN POTENSI SUMBERDAYA MINERAL

2.1. Stratigrafi Darat Daerah Selidikan Berdasarkan Peta Geologi lembar Singkawang, Kalimantan (N. Suwarna dan R.P Langford 1993) sekala 1 : 250.000. stratigrafi daerah selidikan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok besar satuan batuan berurutan dari yang termuda sampai tertua seperti tertera ada gambar 2 sebagai berikut : Satuan endapan berumur Kuarter terdiri dari : Satuan endapan berumur Tersier terdiri dari : 2.2. Geologi Lepas Pantai Daerah telitian merupakan bagian dari perairan Paparan Sunda yang termasuk kedalam perairan laut dangkal.(< 85 meter). Geologi dasar laut Jawa dan paparan Sunda dipengaruhi oleh perubahan muka/genang laut pada zaman Pleistosen. Data menunjukkan adanya indikasi kehadiran sungai purba di bawah dasar laut ditafsirkan berdasarkan data batimetri (Molenggraf, 1922; Kuenen; 1950) dan seismic pantul dangkal (Illahude dan Situmorang, 1994) seperti terlihat pada gambar 2 yang secara jelas menunjukan adanya pola aliran sungai purba. Data endapan dasar laut yang diperooleh dari Ekspedisi Chalanger dan Senllius I (Murray dan Renards, 1891; Neeb, 1934) mengkalisifikasikan berupa lumpur terrigenus berasal dari sedimen yang kaya akan kuarsa dengan sejumlah kecil abu volkanik. Dari data pemboran sedalam 59 meter di bawah dasar laut menunjukan endapan dasar laut di Paparan Sunda terdiri dari beberapa jenis endapan dan sedimen Kuarter antara lain endapan asal darat dan pantai, sungai, delta koluvial, rawa-rawa, lempung kaolin dari lapukan batuan dasar dan lumpur volkanik (Situmorang drr, 1993; Situmorang dan Andi, 1999).

Sedimen tersebut biasanya ditutupi oleh endapan Laut Resen yang ketebalannya berkisar antara beberapa centimeter sampai 5 meter. 2.3. Sumberdaya Mineral Beberapa ptensi sumberdaya mineral yang dijumpai di daerah selidikan adalah sebagai berikut : Emas Jenis sumberdaya mineral ini umumnya dijumpai dalam bentuk endapan letakan (placer deposit) seperti yang dijumpai di daerah aliran Sungai Raya dan Sungai Duri, terutama bagian hulu dari Sungai Duri disertai oleh mineral ikutannya seperti kalkopirit dan mineral tembaga . Emas juga dijumpai dalam urat halus dan kelompok kuarsa dalam zona sentuhan di antara batuan samping Mezoikum (Formasi Banan) dan terobosan granitoid hornblende-biotit seperti di Sikarim. Di Serantak emas terdapat dalam endapan kalkopirit-pirhotit sedangkan di Suren emas dijumpai dalam urat kuarsa mengandung emas dalam sienogranit. Kegiatan penambangan emas di Bumi Kalimnatan Barat telah dimulai sejak 1775 di Sambas dan Seluas Tembaga Keterdapatan tembaga di daerah selidikan secara regional cenderung mempunyai nilai yang cukup ekonomi (Suwarna, drr., 1989) dimana mineral tembaga umumnya terjadi dalam urat-urat halus dalam batuan granitan dari granodiorit Mensibau. Granodiorit di Gunung Raya, juga mengandung jejak beragam mineral tembaga dengan kuarsa dan turmalin, yang di beberapa tempat disertai oleh molibdenit dan emas. Timah dan seng. Timah hitam dan seng hanya sedikit keterdapatannya di Singkawang. Galena dan sfalerit menyertai tembaga dijumpai di timur Mandor. Di dekat Desa Tanjan baratdaya Monterado sebuah urat dalam serpih yang terdiri dari kuarsa, pirit dan galena yang tidak mengandung tembaga. Galena dan sfalerit telah dicatat oleh penyigi Indonesia/Belgia (Anom., 1978) di Tambang Han Muy San dan JICA (1982) menyebutkan sedikit sfalerit dengan

kalokopirit dan molibdenit dalam batuan Terobosan Sintang 12 km sebelah baratlaut Bengkayang. Bauxit Bauxit berkadar rendah terjumpai di pantai, 15 20 km sebelah tenggara Singkawang dengan kandungan silika tinggi. Kaolinit Kaolinit terdapat di sebelah tenggara 5 km dari Singkawang cenderung merupakan proses sedimentasi, bahan tersebut liat, berkohesi, pucat cocok untuk bahan keramik.

Gambar 2. Peta pola aliran sungai purba daerah Paparan Sunda mulai dari Laut Cina Selatan sampai Laut Jawa berdasarkan data batimetri (Molengraaft, 1922)

BAB III METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

3.1. Metoda Penelitian Metoda yang dipergunakan dalam penyelidikan ini disesuaikan dengan peralatan yang dimiliki oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, dimana semua peralatan dipasang pada Kapal Peneliti GEOMARIN I. Secara garis besarnya metoda yang diaplikasikan dalam penelitian ini dapat dibagi 3 (tiga) jenis, yaitu metoda penentu posisi, metoda geofisika dan metoda geologi. 3.1.1. Metoda Penentu Posisi Metoda penentu posisi adalah metoda yang digunakan untuk menentukan posisi kapal selama penelitian, lintasan kapal untuk pengambilan data seismik dan magnet, serta lokasi pengambilan contoh sedimen. Dalam hal ini digunakan peralatan GPS (Global Positioning Sistem) Magnavox MX 1157 yang dihubungkan ke sistem navigasi terpadu dibantu dengan perangkat lunak SEATRAC. Data posisi diperoleh secara otomatis setiap 2 detik dan direkam selanjutnya pemrosesan dilakukan dengan perangkat computer menggunankan program SEATRAC II. Pencatatan posisi di printer setiap 1 menit dan pengeplotan di peta kerja sekala 1 : 250.000 setiap 15 menit. 3.1.2. Metoda Geofisika Metoda geofisika yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah metoda pemeruman, seismik pantul dangkal dan geomagnet. 3.1.2.1. Pemeruman Pemeruman dilakukan sepanjang lintasan yang telah ditentukan bertujuan untuk memperoleh data kedalaman dasar laut. Data ini dipakai sebagai bahan untuk pembuatan peta batimetri yang menggambarkan

morfologi dasar laut. Lintasan pemeruman secara umum adalah utara selatan dengan jarak tiap lintasan lebih kurang 10 km. 3.1.2.2. Metoda Seismik Pantul Dangkal Metoda ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi geologi bawah permukaan dasar laut dalam bentuk penampang yang bersifat menerus sampai batas penetrasi maksimum peralatan yang dapat direkam. Berdasarkan kondisi geologi dan kedalaman laut dari hasil peneliti terdahulu, maka peralatan yang digunakan adalah Sparker. Energi yang digunakan adalah 600 joule dengan selang waktu picu ledak 0,50 detiklsweep, frekuensi 200 - 2000 Hz.

3.1.2.3. Geomagnet Metoda ini diaplikasikan untuk mendapatkan harga intensitas magnet total dari daerah penelitian. Karena cakupan daerah penelitian yang retatif luas serta jarak antar lintasan relatif besar, maka penyelidikan yang dilakukan ini lebih bersifat regional. Lintasan penelitian geomagnet berarah utara - selatan sama dengan lintasan pemeruman dan lintasan seismik pantul dangkal, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pembacaan harga intensitas medan magnet total yang stabil dan amplitudo sinyal yang besar. Pendataan intensitas magnet total dilakukan dengan sistem perekaman secara kontinu oleh sistem perekam Soltec 314 B - MF dan pencatatan langsung secara manual setiap 15 menit. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka pembacaan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan dilakukan pula pembacaan melalui hasil rekaman secara analog. Hasil pembacaan kemudian dirata-ratakan sehingga didapatkan data yang lebih akurat. Untuk menghindari pengaruh badan kapal yang bersifat ferromagnefik dengan memperhitungkan konfigurasi ukuran kapal, panjang rentang sensor, kecepatan kapal dan kedalaman perairan di daerah penyelidikan, maka sensor magnetometer ini ditarik dibelakang kapal (buritan) pada jarak sekitar 60 sampai dengan 90 meter dan kedalaman sensor dari muka air

laut lebih kurang 7 meter. Pengukuran variasi harian medan magnet bumi di sekitar daerah penelitian tidak dilakukan secara langsung namun menggunakan data hasil pengamatan instansi lain yang mempunyai station pengamatan paling dekat dengan tokasi penelitian.

3.1.2. Metoda Penelitian Geologi Metoda penelitian geologi yang diaplikasikan dalam penyelidikan ini adalah pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut, dengan peralatan penginti jatuh bebas (gravity corer) yang mempunyai kemampuan pengambilan contoh mencapai ketebalan 1,5 meter dan penginti comot (grab sampler) untuk sedimen permukaan dasar laut yang terurai. Pengambilan contoh dilakukan secara sistematik pada lokasi terpilih yang diharapkan dapat mewakili keseluruhan daerah selidikan. 3.1.3. Analisa Laboratorium Kegiatan laboratorium dilakukan setelah penyelidikan lapangan selesai, yakni hanya untuk contoh sedimen permukaan dasar laut. Beberapa analisis laboratorium yang akan dilakukan di Kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Cirebon dan Instansi lain di luar PPPGL adalah : .. .. .. .. .. Analisis besar butir Analisis mineral berat Analisis Geokimia Analisis Unsur Tanah Jarang Mikrofauna

3.1.3.1. Analisis Besar Butir Analisis besar butir dilakukan untuk mengetahui jenis endapan sedimen permukaan dasar laut berdasarkan tekstur menggunakan Klasifikasi Folk (1980) yang akan dipakai dasar untuk pembuatan peta sebaran sedimen permukaan dasar laut daerah penelitian.

3.1.3.2. Analisis Mineral Berat. Analisis mineral berat dilakukan terhadap butiran yang berukuran > 3 phi. Pemilahan unsur-unsur mineral berat dilakukan dengan cara mengendapkan di larutan bromoform yang mempunyai berat jenis 2,88 grlcc. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui jenis mineral berat yang terdapat di daerah penelitian 3.1.3.3. Analisis Geokimia Analisis ini dilakukan untuk mengetahui unsur utama dan penunjang dari kandungan sedimen dasar laut dalam bentuk unsur oksida dan hidroksida secara lebih rinci dalam besaran angka. 3.1.3.4. Analisis Unsur Tanah Jarang (rare earth element) Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis unsur tanah jarang dalam sedimen untuk melengkapi analisis mineral berat dan mengamati proses fraksinasi dari unsur tanah jarang dalam suatu batuan maupun mineral sehingga dapat diketahui proses dari genesa batuan ataupun mineral tersebut. , 3.1.3.5. Analisis Mikro Fauna Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui lingkungan pengendapan sedimen di daerah penelitian. Disamping itu juga untuk mengetahui keterlimpahan mikroorganisma dalam sedimen permukaan dasar laut sebagai indikator fertilitas lingkungan laut berdasarkan identifikasi organisma yang hidup ataupun mati dengan rose bengal. 3.2. Peralatan Penelitian Peralatan penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian lapangan adalah sebagai berikut :

3.2.1. Peralatan Penentu Posisi Beberapa peralatan yang digunakan dalam penentua posisi adalah : a) b) c) d) e) Antena penerima Global Positioning System Satellite navigator, Magnavox MX-1157 Seperangkat Komputer dengan Software Hypak. Tracking monitor, Graphtec MP 3100 Data printer, Panasonic KX-P10B

3.2.2. Peralatan Pemeruman Peralatan yang digunakan untuk pemeruman adalah Echosounder SIMRAD 200 KHz Model EA300P. Pengambilan data dilakukan secara grafis yang ditampilkan dalam bentuk rekaman serta pencatatan secara manual setiap 5 menit sekali.

Foto 1. Seperangkat computer dengan perangkat lunak Hypax untuk pengelolaan data posisi yang diterima dari satelit

3.2.3. Peralatan Seismik Pantul Dangkal Peralatan seismik pantul dangkal yang dipakai adalah Sparker yang mempunyai penetrasi cukup dalam sesuai dengan kondisi geologi regional Adapun kelengkapan dari sistem perlatan seismik adalah sebagai berikut : Sparkarray EG&G model 267 A Recorder EPC model 3200 S Khron Hite Filter model 3700 Power Supply EG&G model 232 A Trigger Capacitor Bank EG&G model 231 Steamer 2 x 50 elemen active, Benthos TVG amplifier, TSS - 307 Sweel Filter, TSS - 305 Stacking Unit, TSS - 302

Foto 2. Peralatan rekam echosounder SIMRAD 200 Khz

3.2.4. Peralatan Geomagnet Peralatan yang digunakan untuk pengukuran intensitas magnet total dalam penelitian ini adalah Magnetometer Marin Geometric G-818 dengan ketelitian pengukuran 0,1 gamma. Perangkat kelengkapan dari peralatan ini adalah : a) b) d) e) Magnetometer Marine Geometric, G - 811 Power Supplay, Lamda LM - F28R Recorder Soltec, 3314B - MF Sensor Marine Magnetometer.

Foto 3. Sparkarray EG & G 267 A

Foto 4. Grafik Recorder EPC 3200S Foto 5. Sensor Marine Magnetometer

3.2.4. Peralatan Pengambilan Contoh Sedimen Permukaan Dasar Laut Peralatan pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut yang dipakai dalam penelitian ini adalah penginti jatuh bebas (gravity corer) dan penginti comot.

Foto 6. Recorder Soltec 3314N-MF

Foto 7. Alat untuk mengambil contoh sediment penginti jatuh bebas Foto 8. Alat untuk mengambil contoh sediment penginti comot

BAB IV. HASIL PENYELIDIKAN 4.1. Data Penentuan Posisi Posisi adalah kata kunci dalam sebuah penelitian, karena tanpa mengetahui posisi maka semua hasil yang diperoleh tidak dapat berbicara apa-apa alias buta, sehingga data posisi adalah data yang sangat penting dalam penelitian di laut maupun di darat. Data penentuan posisi merupakan data digital yang disimpan dalam disket 3.5 yang direkam setiap selang waktu 1 menit. Data posisi tersebut selanjutnya diplot kedalam peta kerja dengan selang waktu 15 menit, yang kemudian menghasilkan peta lintasan, dengan skala 1 : 250.000 seperti terlihat pada Lampiran Peta 1 (Lampiran lepas). 4.2. Data Kedalaman Data hasil pemeruman yang diperoleh selama penyelidikan sepanjang lintasan 1243 Km merupakan data digital dan data analog dengan selang waktu pendigitan 5 menit. Seluruh data digital yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel seperti terlihat pada lampiran terikat tabel A. Lintasan pemeruman umumnya berarah utara selatan dengan satu lintasan silang berarah timur barat sebagai titik kontrol data pada setiap perpotongan lintasan. Dari hasil rekaman yang diperoleh seperti terlihat pada gambar 3, serta data digital menunjukkan bahwa daerah penyelidikan mempunyai kedalaman bervariasi antara 5 40 meter. Perubahan kedalaman terjadi secara bergradasi mulai dari pantai Pulau Kalimantan dengan kedalaman terakam sedalam 5 meter berangsur bertambah dalam menjauhi pulau Kalimantan dengan kedalaman maksimum yang terekam sedalam 40 meter. Beradasarkan data kedalaman laut, dibuat Peta Batimetri berskala 1 : 250.000 dengan interval kontur 5 meter lampiran lepas lampiran peta 2.

Gambar 3. Contoh rekaman hasil pemeruman dengan morfologi bergelombang ringan

4.3. Data Seismik Pantul Dangkal Data seismik yang diperoleh sepanjang lintasan 1243 km terdiri dari 22 lintasan merupakan data rekaman analog menerus sepanjang lintasan yang dilalui. Berdasarkan hasil pengolahan data, pemerian dan penafsiran terhadap seluruh rekaman seismik yang diperoleh, didapat gambaran secara umum keadaan geologi bawah permukaan daerah telitian. Interpretasi rekaman seismik difokuskan pada profil profil yang menunjukkan pola konfigurasi reflektor yang khas. Penafsiran konfigurasi reflektor seismik tertentu seperti chaotikc fill, erosional tranction, dan lain lain merupakan bahan awal untuk interpretasi seismik didaerah telitian. Secara umum hasil penafsiran seismik daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 3 rutunan yaitu runtunan A yang diasumsikan sebagai accoustic basement, runtunan B dan paling atas adalah runtunan C. Runtunan A adalah runtunan terbawah yang dapat dikenali dari penampang seismik yang diperoleh, ditafsirkan sebagai akustik basemen dengan gambaran pantulan menunjukan pola yang agak sejajar dan terputus serta kadang-kadang agak miring dan dibeberapa tempat menunjukan gambaran pantulan kaotik. Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras dibatasi oleh bidang pepat erosi dan onlap dengan gambaran pantulan adalah bebas pantulan sampai agak sejajar (sub-paralel). Runtunan C adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali dicirikan oleh gambaran pantulan sejajar sampai agak sejajar diendapkan secara tidak selaras di atas runtunan B dengan bidang batas pepat erosi. 4.4. Data Intensitas Medan Magnet Total Data intensitas medan magnet total yang diperoleh berupa grafik dan juga numerik dari 11 lintasan yang berarah utara selatan dengan jarak antar lintasan kurang lebih 10 km dan panjang seluruh lintasan 1075 km. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan perangkat Marine Magnetometer yang mempunyai ketelitian pembacaan sampai 0.1 gamma. Data intensitas magnet total diperoleh dengan pencatatan langsung secara

numerik dan dengan rekaman grafik yang dilakukan oleh sistem perekam Soltec 3314 B MF. Untuk mengetahui variasi harian medan magnet bumi di sekitar daerah penyelidikan diambil dari data Intensitas Magnet Total hasil pengamatan Station Pengamatan terdekat dengan asumsi bahwa perubahan amplitudo intensitas magnet total terhadap harga rata-rata harian relatf kecil jika dibandingkan dengan harga intensitas magnet total itu sendiri. Data yang diambil dari hasil pengamatan station tersebut adalah hasil pengamatan saat dilakukan penylidikan, hal ini dulakukan sebagai referensi data untuk koreksi harian untuk mengetahui ada tidaknya badai magnet. Harga anomali intensitas mgnet total yang diperoleh dari harga intensitas magnet total hasil pengukuran yang direduksi terhadap variasi harian dan intensitas magnet total secara teoritis di setiap titik pengukuran (IGRF 1992). Harga anomali intensitas magnet total yang direduksi terhadap variasi harian dan intensitas magnet secara teoritis disetiap titik pengamatan menunjukan interval harga yang bervariasi dengan kisaran - 629,4 gamma sampai +342.7 gamma seperti tertera dalam lampiran terikat tabel B. Hasil pengeplotan kedalam peta lintasan di tiap titik pengamatan menghasilkan Peta Potensial yang terdiri dari kontur-kontur iso-anomali dengan kerapatan kontur 50 gamma seperti terlihat pada lapiran peta 3 (lampiran lepas). 4.5. Analisis Besar Butir Analisis besar butir dilakukan untuk membedakan jenis sedimen permukaan dasar laut berdasarkan tekstur butiran sedimen. Berdasarkan hasil analisis besar butir terhadap 63 contoh sedimen permukaan dasar laut dari lokasi contoh seperti terlihat ada lampiran peta 4 (lampiran lepas), dengan mengacu kepada Klasifikasi Folk (1980); jenis sedimen daerah penelitian dapat dibedakan 7 jenis sedimen yaitu : 1. Lanau (Z) 2. Lanau pasiran (sZ) 3. Pasir lumpuran sedikit kerikilan (g)mS

4. Pasir (S) 5. Pasir kerikilan (gS) 6. Lumpur kerikilan (gM) 7. Pasir lanauan (zS) Hasil perhitungan numerik dengan bantuan komputer hasil klasifikasi setiap fraksi dapat dilihat pada lampiran terikat C, sedangkan korelasi jenis sedimen hasil analisis butir dituangkan kedalam peta sebaran sedimen permukaan dasar laut seperti terlihat pada lampiran peta 5 (lampiran lepas).

4.6. Data Pengamatan Megaskopis Contoh Sedimen Permukaan Pengamatan megaskopis dilakukan terhadap seluruh contoh sedimen yang diperoleh baik berupa inti (core) maupun sedimen terurai. Secara umum hasil pengambilan contoh dengan penginti jatuh bebas diperoleh panjang inti berkisar antara 10 - 130 cm dengan jenis sedimen yang variatif. Gambaran umum jenis sedimen dasar laut yang dijumpai adalah berwarna abu-abu pucat sampai sedimen berwarna gelap. Adapan jenis sedimen yang dapat diidentifikasi secara megaskpis adalah Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, Pasir Kerikilan, Lumpur Pasiran, Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, Pasir Kerikilan dan Pasir, Lanau Hasil pengamatan sedimen permukaan dasar laut secara megaskopis disajikan dalam bentuk propil di peta seperti terlihat pada lampiran peta 6 (Lampiran lepas) dan propil hasil deskripsi megaskopis disajikan secara lengkap pada lampiran lekat D. 4.7. Data Analisis Sayatan Oles Analisis sayatan oles pada dasarnya pemerian secara mikroskopis terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam contoh sedimen pada bagian tertentu yang dianggap penting Analisa sayatan oles dilakukan pada semua contoh dan diambil dari bagian-bagian yang mempunyai kenampakan yang berbeda. Hasil lengkap pemerian sayatan oles tersaji pada lampiran terikat E.

Pengamatan dari sayatan oles ditujukan kepada 3 kelompok utama yang terdiri dari : 1. Kelompok Biogenik terdiri dari unsur gampingan, silikaan dan karbonatan 2. Kelompok Non Biogenik dibedakan berdasarkan ukuran butirnya yaitu pasir, lanau dan lempung serta kompsisinya seperti kuarsa (Q), feldfar (F), mika (M) dan mineral berat (HM) yang mempengaruhi total dentritus. 3. Kelompok Authigenik didasarkan kepada keberadaan mineral zeolit, dolomit, dan glakukonit. Prosentase ketiga kelompk tersebut di atas dinyatakan dalam dalam suatu kisaran seperti yang terlihat pada Tabel D lampiran terikat. Dari hasil pengamatan terhadap 63 contoh preparat yang diamati secara mikroskopis maka kelompok biogenik dari unsur gampingan yang terdiri dari foraminefera, fragmen dan mikrit mempunyai kisaran 1 -30 %. Kelompok non biogenik dengan kandungan kuarsa, feldsfar, mika dan mineral berat juga mempunyai kisaran yang sama sedangkan total dentritus mampunyai kisaran 1 - 75 %, sedangkan kandungan lempungnya mempunyai kisaran 15 % sampai sangat banyak. Kelompok autigenik unsur yang dijumpai adalah dolomit dengan kisaran 1 -5 % (jarang sampai sangat jarang)

4.8. Data Analisis Mineral Berat Analisis mineral berat dilakukan terhadap 25 contoh terpilih yang dianggap dapat mewakili seluruh daerah penelitian. Hasil analisis mineral berat yang dilakukan terhadap contoh terpilih dijumpai 15 jenis mineral berat dengan mineral bawaannya seperti terlihat pada tabel 1 yang dapat dikelompokkan kedalam 5 kelompok besar sebagai berikut : 1. Kelompok oksida dan hidroksida yang meliputi magnetit, kassiterit, rutil, brokit, rutil, limonit, hematit, ilmenit, sphene, leukosen, piroklor, monasit, chamoit, xenotime, augit, hipersten dan apatit. 2. Kelompok Silikat meliputi zirkoon, tourmalin, biotit, dan hornblende

3. Kelompok Sulfida yang terdiri dari pirit 4. Kelompok Mika terdiri dari muskopit 5. Kelompok Karbonat terdiri dari dolomit dan siderit 6. Mineral bawaan yang teramati pada analisis mineral berat ini adalah kuarsa, cangkang moluska.

4.9. DATA ANALISIS MIKROFAUNA DAN FORAMINIFERA Dari 17 percontoh sedimen yang telah dianalisis, ternyata tidak kurang dari 64 spesies foraminifera bentos dan satu spesies foraminifera plangton yakni Globorotalia ungulata yang dijumpai di perairan Kalimantan Barat seperti terlihat ada tabel 2. Ke dua hal tersebut tidak terlepas dari faktor kedalaman yang kurang dari 50 m, yang merupakan tempat paling baik bagi foraminifera bentos untuk berkembang. Foraminifera bentosnya yang paling banyak dijumpai adalah Asterorotalia trispinosa. Selain itu yang umum dijumpai antara lain terdiri atas Pseudorotalia schroeteriana, Amphistegina lessonii, Operculina ammonoides dan Quinqueloculina seminulina. Dengan lebih banyaknya spesies Amphistegina lessonii yang kehidupannya sangat tergantung dari intensitas cahaya matahari dan kondisi air yang jernih, maka bagian utara (Muara Singkawang) diperkirakan memiliki turbulensi yang lebih rendah dibandingkan dengan turbulensi di bagian tengah dan selatannya. Langkah langkah dalam melakukan analisa mikro fauna yang dilakukan adalah sebagai berikut : Sedimen ditimbang dan kemudian dicuci dengan menggunakan ayakan dengan bukaan 2, 3 dan 4 . Ketiga fraksi kemudian disatukan dan dipisahkan lagi dengan menggunakan alat pemisah (microsplitter).

Tabel 1. Data analisis mineral berat

Tabel 2. Hasil Analisis Mikrofauna dan Foraminefera

Percontoh sedimen dianalisis, terutama foraminiferanya, di dalam 20 mg berat sedimen sisa (washed residue). Sebaran foraminifera dihitung secara kuantitatif dan bervariasi, tergantung kelimpahannya. Taksonomi foraminifera bentos didasarkan atas Le Roy (1941,1944), Boltovskoy (1978), Van Marle (1991), Yassini & Jones (1995), dan Loeblich & Tappan (1998). Lingkungan pengendapan sebagian spesies foraminifera bentos didasarkan atas pembagian Hedgpeth (1957) dan sebagian lagi berdasarkan Van Marle (1989). 4.10. Data Analisis Unsur Kimia Dalam Sedimen Dasar Laut Analisis unsur kimia dilakukan terhadap tiga contoh terpilih ditujukan untuk mengetahui kandungan unsur utama dalam sedimen permukaan dasar laut. Dari hasil analisis didapatkan unsur utama berupa oksida dari Si. Al, Fe, Mn, Mg, Ca, dan Na seperti terlihat pada tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Hasil Analisis Unsur Kimia Utama Sedimen Permukaan Dasar Laut NO NAMA UNSUR NOMOR CONTOH

1316 - 34 (%) 1316 - 40(%) 1316 - 49(%) 1 SiO2 52,23 52.27 63.85 2 Al2O3 17,27 17,76

17,11 3 Fe2O3 10.10 9,7 5,48 4 MnO 0,19 0,16 0,15 5 MgO 4,41 6,7 1,54 6 CaO 10,35 9,19 5.12 7 Na2O 2,12 3.45 4.32 8 K2O 0.23 0.11

1.23 9 P2O5 0.2 0.11 0.28

4.11. Data Analisis Unsur Tanah Jarang (Rare Earth Element) Analisis unsur tanah jarang dilakukan terhadap 3 contoh terpilih untuk mengetahui derajat fraksinasi unsur tanah jarang dalam suatu satuan batuan

atau mineral sehingga dapat diketahui prses keterjadian batuan ataupun mineral tersebut. Hasil analisis unsur tanah jarang daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi 2 sub kelompok unsur yaitu : Light rare earth element yang terdiri dari lanthanum (La), Cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), samarium (Sm), europium (Eu) dengan kandungan tertentu dalam satuan ppm (part per million) seperti terlihat dalam tabel 4 di bawah ini. Heavy rare earth element yang terdiri dari gadolinium (Gd), terbium (Tb), Dysprosium (Dy), Holmium (Ho), Erbium (Er), thullium (Tm), Yterbium (Yb), dan luthetium (Lu). Tabel 4. Hasil Analisis Unsur Tanah Jarang (Rare earth element) NO NAMA UNSUR NOMOR CONTOH (SATUAN)

1316-34 (PPM) 1316-40(PPM) 1316-49(PPM) 1 Rb 7 18 30 2 Ba 138 307 419 3 Sr 487

431 560 4 La 7 5 12 5 Ce 19 12 28 6 Pr 2,82 7 Nd 13 9 17 8 Sm 2,82 9 Eu 0,95

10 Y 20 19 23 11 Zr 47 38 67 12 Nb 2 2 2 13 Sc 42 39 17 14 V 287 258 46 15 Cr 155

45 2 16 Ni 60 16 1

4.12. Data Analisis Kimia Unsur Emas dan Timah Analisis emas berikut mineral ikutannya serta timah dilakukan terhadap 4 contoh terpilih yang diperkirakan keterdapatan unsur-unsur tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih jelas berdasarkan

analisis kimia dari kemungkinan keterdapatan emas dan timah di daerah telitian. Hasil analisis 4 contoh terpilih menunjukan bahwa hanya 2 contoh yaitu contoh nomor 1316-52 dan 1316-53 yang mengandung timah, sedangkan untuk emas dijumpai pada 3 contoh tesebut seperti tertera pada tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Hasil analisis emas dan timah NO NAMA UNSUR NOMOR CONTOH (SATUAN)

1316-40 (ppm) 1316-50 (ppm) 1316-52 (ppm) 1316-53 (ppm) 1 Cu 6 5 12 9 2 Pb 27 24 54 67 3

Zn 16 22 42 75 4 Ag 4 3 3 5 Au 4 2 12 6 Sn 10 10

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Peta Batimetri Oleh : I Wayan Lugra, Novi Sutisna, Andrian Data hasil pemeruman yang diperoleh selama penyelidikan sepanjang lintasan 1243 Km seperti terlihat pada Gambar 3, merupakan data digital dan data analog dengan selang waktu pendigitan 15 menit. Lintasan pemeruman umumnya berarah utara selatan dengan satu lintasan silang berarah timur barat sebagai titik kontrol data pada setiap perpotongan antar lintasan. Beradasarkan data kedalaman laut yang diperoleh, maka dibuat Peta Batimetri berskala 1 : 250.000 dengan interval kontur 5 meter seperti terlihat pada Gambar 4. Dari hasil pengamatan peta batimetri, daerah penyelidikan mempunyai kedalaman bervariasi antara 5 47 meter. Perubahan kedalaman terjadi secara bergradasi mulai dari pantai Pulau Kalimantan dengan kedalaman terekam sedalam 5 meter berangsur bertambah dalam menjauhi pulau Kalimantan dengan kedalaman maksimum yang terekam sedalam 47 meter. Hal ini terlihat sangat jelas bila mengamati penampang peta batimetri pada lintasan 22 (Gambar 5) yang berarah arah timur - barat menunjukan terjadi perubahan kedalaman secara berangsur mulai dari kedalaman sekitar 5 meter dekat pantai Kalimantan Barat kemudian bertambah dalam sampai kedalaman maksimum yang terekam lebih kurang 47 meter, selanjutnya mendangkal lagi sampai pada batas bagian barat daerah penelitian dengan kedalaman sekitar 40 meter. Bila diamati peta batimetri secara lebih mendalam maka daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 2 zona yaitu : Zona 1 adalah daerah dekat pantai yang mempunyai perubahan kedalaman secara berangsur namun kasar yaitu mulai dari kedalaman 5 meter sampai kedalaman 30 meter dengan rentang jarak sekitar 30 km dan

bagian paling barat daerah penelitian ( 35 - 47 m) dengan kemiringan berkisar antara 50O - 60O

Zona 2 adalah daerah yang mempunyai perubahan kedalaman secara berangsur halus yaitu mulai dari kedalaman sekitar 27 m sampai sekitar 37 m dalam rentang jarak sekitar 50 km dengan kemiringan berkisar 10O - 15O. Kenampakan morfologi dasar laut lebih rinci dapat dilihat dengan jelas pada tampilan diagram blok morfologi permukaan dasar laut seperti terlihat pada gambar 6. Pada gambar tersebut terlihat jelas perubahan morfologi dasar laut secara lebih nyata dimana tonjolan-tonjolan kerucut pada bagian timur laut daerah penelitian adalah gugusan pulau pulau kecil seperti Pulau Lemukutan, Panata Besar, Penata Kecil dan Pulau Kabung. Sedangkan di bagian tengah dekat pantai adalah Pulau Temaju dan agak ke selatan adalah Pulau Sitinjan. 5.2. Seismik Pantul Dangkal Oleh : I Wayan Lugra Data seismik yang diperoleh sepanjang lintasan 1243 km terdiri dari 22 lintasan merupakan data rekaman analog menerus sepanjang lintasan yang dilalui. Berdasarkan hasil pengolahan data, pemerian dan penafsiran terhadap seluruh rekaman seismik yang diperoleh, didapat gambaran secara umum keadaan geologi bawah permukaan daerah telitian. Interpretasi rekaman seismik difokuskan pada profil profil yang menunjukkan pola konfigurasi reflektor yang khas. Penafsiran konfigurasi reflektor seismik tertentu seperti chaotikc fill, erosional tranction, dan lain la in merupakan bahan awal untuk interpretasi seismik didaerah telitian. Secara umum hasil penafsiran seismik daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 3 rutunan yaitu runtunan A yang diasumsikan sebagai accoustic basement, runtunan B dan paling atas adalah runtunan C seperti terlihat pada Gambar 7. Runtunan A adalah runtunan terbawah yang dapat dikenali dari penampang seismik yang diperoleh, ditafsirkan sebagai akustik basemen dengan gambaran pantulan menunjukkan pola yang agak sejajar dan terputus serta kadang-kadang agak miring dan di beberapa tempat menunjukan gambaran pantulan kaotik.

Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras dibatasi oleh bidang pepat erosi (erotional truncation) dan onlap dengan gambar pantulan adalah bebas pantulan (free reflection) sampai agak sejajar (sub-paralel). Runtunan C adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali dicirikan oleh gambaran pantulan sejajar ( pararel) sampai agak sejajar (sub Gambar 6. Penampang seismik pantul dangkal lintasan yang memperlihatkan runtunan seismik secara lengkap.

paralel) diendapkan secara tidak selaras di atas runtunan B dengan bidang batas pepat erosi (erotional trauncation). Rutunan A yang diinterpretasikan sebagai akustik basemen dari kenampakan internal reflektornya diduga berupa material masif dan kompak dengan penyebaran yang merata hampir dijumpai di seluruh daerah penelitian. Runtunan ini diduga telah mengalami depormasi yang sangat intensif, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya banyak sesar-sesar baik mayor maupun minor yang telah mengoyak runtunan ini seperti terlihat pada Gambar 7. Bila dibuat suatu rekonstruksi dengan mengacu kepada geologi darat Kalimantan Barat maka runtunan ini diperkirakan sebanding dengan Batuan Gunungapi Raya di bagian utara dan selatan daerah penelitian, kemudian Granodiorit Mensibau di bagian tengah dan bagian barat serta Batuan Gunungapi Raya di pertengahan bagian selatan barat. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa di bagian barat daerah penelitian yakni di pulau Pengiki Besar dan Pengiki Kecil tersingkap Granodiorit Mensibau dan di pertengahan bagian selatan tersingkap Batuan Gunungapi Raya di Pulau Datuk, di bagian tengah mendekati pantai yaitu ulau Temaju tersingkap Granodiorit Mensibau dan di bagian utara daerah penelitian mendekati pantai tersingkap Batuan Gunungapi Raya terutama pada gugusan Pulau Lemukutan, Penata Besar dan Kecil serta Pulau Kambang. Ketiga jenis batuan yang diperkirakan sebanding dengan runtunan A yang terbentuk pada Zaman Kapur Bawah sampai Kapur Atas.

Bila hal ini dikaitkan dengan sejarah geologi daerah penelitian, runtunan ini terbentuk akibat pengalih tempatan yang terjadi karena pertemuan lempeng kerak samudera dan benua Asia selama Zaman Kapur Awal yang menghasilkan aktifitas tektonik yang intensif sampai berakhirnya Zaman Kapur. Akibat tektonik yang intensif maka runtunan ini mengalami deformasi yang sangat kuat, sehingga terbentuk patahan yang besar maupun kecil Gambar 7. Runtunan A yang mengalami deformasi kuat, dibuktikan dengan banyaknya ditemukan sesar-sesar pada run-tunan ini di lintasan 9.

mengoyak hampir seluruh runtunan A yang dapat dikenali melalui rekaman seismik. Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras dibatasi oleh bidang pepat erosi (erotional truncation) dan onlap dengan gambar pantulan adalah bebas pantulan (free reflection) sampai agak sejajar (sub-paralel). Melihat ciri dari konfigurasi pantulan dari runtunan B kemungkinan besar runtunan ini tersusun oleh material yang berbutir halus dampai sangat kasar serta masa batuan yang cukup besar dan masif. Bila disebandingkan dengan geologi darat, maka runtunan ini diperkirakan diendapkan pada Zaman Tersier yang terdiri dari berbagai jenis batuan secara tumpang tindih. Runtunan B dijumpai beberapa sesar minor di beberapa lokasi tertentu, dan bila dikaitkan dengan tektonik regional daerah penelitian, kemungkinan besar sesar-sesar tersebut terbentuk akibat aktifitas tektonik Periode Tersier (Eosen - Miosen ?). Runtunan C adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali dicirikan oleh gambaran pantulan sejajar (pararel) sampai agak sejajar (sub paralel) diendapkan secara tidak selaras di atas runtunan B dengan bidang batas pepat erosi (erotional trauncation). Melihat ciri dari konfigurasi reflekt or dari runtunan ini kemungkinan besar tersusun oleh endapan yang berbutir halus sampai sedang. Bila disebandingkan dengan geologi darat, maka runtunan C diperkirakan diendapkan pada Zaman Kuarter, berupa endapan, pasir, lempung dan lumpur Dari hasil analisis, foraminifera bentos lingkungan pengendapan runtunan teratas daerah penelitian sublitoral (neritik) bagian dalam. Di beberapa tempat seperti di Lintasan 1, 3 dan lintasan 5 terlihat pada penampang seismik adanya indikasi sedimen mengandung gas yang dicirikan oleh internal reflektor bebas pantul (free reflektor) biasanya terjeba k diantara patahan seperti terlilat pada Gambar 9. Indikasi adanya sedimen mengandung gas yang kemungkinan adalah gas biogenik sangat didukung oleh kondisi geologi setempat. Secara umum gas biogenik terbentuk dari sisa tumbuhan di daerah delta atau di alur sungai purba dan pada lapisan sedimen kuarter.

Di Cina gas biogenik terbesar ditemukan di delta plain Sungai Yangtze dari generasi gas metan kuarter yang dangkal terjebak dalam lapisan pasir yang berinterkalasi dengan lempung Kuarter pada kedalaman berkisar antar 20 - 50 meter di bawah permukaan dasar laut (Yang Qilun, 1995). Seperti diketahui bahwa daerah telitian sebagian merupakan merupakan daerah delta yang sangat luas yaitu Delta Kapuas serta geologi daerah telitian yang dekat pantai didominasi oleh satuan endapan Kuarter terdiri dari endapan alluvial , endapan rawa dan litoral. 5.3. Anomali Intensitas Magnet Total Oleh : I Wayan Lugra, Novi Sutisna, Adrian Pola kontur dari peta Anomali Intensitas Magnet Total secara umum mencerminkan keadaan kemagnetan dari batuan dasar daerah penelitian yang masih berbaur dengan kemagnetan yang berada pada tubuh tubuh kemagnetan lokal. Penafsiran kualitatif berdasarkan peta yang diperoleh lebih merupakan penafsiran secara regional, sehingga tubuh-tubuh massa magnetik lokal yang memberikan harga yang tidak menonjol dapat diabaikan. Dengan demikian massa bermagnet yang menghasilkan kontur anomali tersebut merupakan suatu gambaran keadaan atau struktur masa yang basemen megnetik regional bawah permukaan dasar laut. Secara umum sebaran kontur anomali magnet memperlihatkan harga yang bervariasi dengan kisaran - 448,6 gamma sampai +36,9 gamma seperti tertera dalam lampiran terikat tabel B.

Gambar 8. Indikasi adanya sedimen mengandung gas pada lintasan 3.

Melihat pola penyebaran kontur Peta Intensitas Anomali Magnet Total yang umumnya mempunyai garis kontur menutup berupa klosur klosur, maka daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu bagian utara, tengah dan bagian selatan. Bagian Utara Kontur anomali hampir seluruhnya merupakan kontur terbuka kearah utara beraturan dari arah barat ke timur dengan harga anomali -350 gamma pada bagian paling barat, -100 gamma pada bagian tengah dan -350 gamma pada bagian timur dan -100 gamma di daerah berdekatan dengan daratan Pulau Kalimantan. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa basemen magnetik di bagian barat terletak jauh di bawah permukaan laut atau dengan kata lain ditutupi oleh sedimen yang tebal dan menipis kearah tengah sampai bagian timur mendekati daratan Kalimantan sehingga memberi harga anomali yang mendekati positip. Hal ini senada dengan pola kontur batimetri daerah tersebut di mana kedalaman laut bagian barat hampir 40 meter mendangkal ke arah timur menuju daratan Kalimantan. Anomali -100 gamma yang terjadi pada bagian timur mendekati P. Kalimantan, mungkin akibat dari pengaruh basemen magnetik yang diakibatkan oleh gugusan pulau-pulau tersebut karena terbentuk oleh hasil intrusi berupa andesit, dasit dan batuan beku basal yang terjadi pada Zaman Kapur. Bagian Tengah Pola kontur anomali pada bgaian tengah daerah penelitian hampir sama dengan pada bagian utara, yang membedakan hanyalah besaran angka anomalinya. Umumnya pola konturnya tertutup dengan harga kontur yang bervariasi mulai dari 0 (nol) sampai -250 gamma. Pada bagian barat dan bagian timur menunjukan harga anomali yang sama yaitu nol, sedangkan pada bagian tengah menunjukkan harga anomali +50 gamma sampai -25 gamma. Hal ini menunjukan basemen magnetik dari barat ke arah timur terletak pada kedalaman yang bervariasi. Di bagian timur anomali nol barangkali akibat dari pengaruh basemen magnetik yang

disebabkan oleh Pulau Temajo yang tersusun dari batuan terobosan berupa granodiorit. Bagian Selatan Pola kontur umumnya tertutup dengan harga anomali bervariasi mulai dari + 100 gamma dijumpai di bagian barat dan -300 gamma di jumpai di bagian timur mendekati daratan Kalimantan. Harga anomali positif di bagian barat daerah penelitian barangkali diakibatkan oleh basemen magnetik dari Pulau Pengki Besar yang tersusun oleh batuan terobosan berupa granodiorit, demikian juga halnya anomali positif yang terjadi di sekitar Pulau Datuk akibat dari basemen magnetik pulau tersebut yang tersusun oleh batuan terobosan berupa andesit, dasit dan basal yang terjadi pada Zaman Kapur. Sedangkan bagian timur yang menunjukkan harga anomali negatif akibat basemen magnetik berada jauh di bawah permukaan dasar laut tertutup sedimen tebal hasil pengendapan sedimen yang terbawa oleh sungai Kapuas, beserta anak-anak sungainya. 5.4. Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut Oleh : Agus Setyanto, I Wayan Lugra, Adrian dan Novi Sutisna Jenis sedimen permukaan dasar laut di tentukan melalui analisis besar butir untuk membedakan jenis sedimen berdasarkan tekstur butiran sedimen. Hasil analisis besar butir terhadap 63 contoh (gambar 11), sedimen permukaan dasar laut dengan mengacu kepada Klasifikasi Folk (1980); jenis sedimen permukaan dasar laut daerah penelitian dapat dibedakan 7 jenis sedimen seperti terlihat pada gambar 12 yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Lanau (Z) Lanau pasiran (sZ) Pasir lumpuran sedikit kerikilan (g)mS Lumpur pasiran sedikit krikilan (g)sM Pasir (S) Pasir kerikilan (gS) Lumpur kerikilan (gM)

Lanau (Z) Secara lateral penyebaran lanau tersebar di 3 bagian daerah penelitian yaitu bagian timur laut, tenggara dan barat daya yang menutupi sekitar 15 % dari total luas daerah penelitian. Di bagian timur laut lanau tersebar mulai dari kedalaman 15 meter sampai sekitar 30 meter yang diperkirakan bersumber dari pasokan sedimen Sungai Sambas dan anak-anak sungaiya menyebar sampai di bagian utara gugusan pulau pulau Lemukutan, Panata Besar dll, terbawa oleh sistem arus. Di bagian tenggara lanau tersebar diperkirakan mulai dari pinggir pantai sampai kedalaman sekitar 15 meter. Lanau di daerah ini kemungkinan di pasok oleh sungai-sungai yang bermuara di daerah tersebut seperti Sungai Mempawah, Sei Penyuh dan Sungai Kapuas beserta anak sungainya. Dilihat dari pola penyebaran lanau di bagian tenggara daerah penelitian, pemasok terbesar kemungkinan berasal dari Sungai Kapuas Besar, hal ini terbukti dari penyebaran lanau mulai dari muara Sungai Mempawah melebar menuju keselatan ke arah Muara Sungai Sei Penyuh dan sebaran lanau terlebar terletak di muara Sungai Kapuas Besar. Di bagian barat daya sebaran lanau cukup luas di sekitar Pulau Pengki Besar dan Pengki Kecil tersebar sampai kedalaman 26-40 meter. Keberadaan lanau di daerah ini kemungkinan berasal dari hasil lapukan batuan penyusun pulau Pengki Besar dan Kecil atau terbawa oleh sistem arus dari Laut Cina Selatan yang tertahan oleh keberadaan pulau-pulau tersebut. Lanau pasiran (sZ) Penyebaran secara lateral lanau pasiran menempati dua bagian dari daerah penyelidikan yaitu pada bagian tenggara yang berbatasan dengan daerah sebaran lanau dan pada bagian tengah membentang dari utara sampai selatan. Lanau pasiran menutupi hampir 25 % dari seluruh luas daerah penelitian. Di bagian tenggara lanau pasiran tersebar diperkirakan mulai dari pinggir pantai sampai kedalaman sekitar 25 meter yang tersebar mulai dari

sebelah utara muara Sungai Mempawah melebar ke selatan berbatasan dengan penyebaran lanau di muara Sungai Kapuas. Di bagian tengah daerah penyelidikan penyebaran lanau pasiran membentang dari utara sampai ke selatan dengan lebar bervariasi mulai dari lebih kurang 10 km sampai sekitar 25 km ada kedalaman 25 - 37 meter. Di bagian tengah dari sebaran lanau pasiran diselingi dengan sebaran sedimen pasir lumpuran sedikit kerikilan ((g)mS) yang membentuk lensa dengan luas penyebaran sekitar 10 % dari luas sebaran lanau pasiran. Di bagian selatannya juga diselingi oleh sebaran sedimen pasir (S) yang juga melensa dengan luas penyebaran sekitar 3 % dari luas penyebaran lanau pasiran. Pasir lumpuran sedikit kerikilan (g)mS Penyebaran secara lateral dari sedimen pasir lumpuran sedikit kerikilan ((g)mS) tersebar di tiga lokasi yaitu di bagian timur, bagian tengah dan barat daya menutupi sekitar 20% dari total luas daerah penelitian. Di bagian timur satuan sedimen pasir lumpuran sedikit kerikilan ((g)mS) tersebar mulai dari utara sampai ke selatan daerah penelitian mengikuti pola garis pantai pada kedalaman 15 - 25 meter. Sebaran di bagian utara sedimen ini diselingi oleh jenis sedimen lanau yang tersisip melensa di ujung paling utara dari daerah penelitian. Lebar dari sebaran sedimen ini bervariasi dengan kecenderungan menebal di bagian tengah. Di bagian barat daya satuan sedimen pasir lumpuran sedikit kerikilan ((g)mS) ini sebaran membentuk huruf L terbalik dengan lebar yang hampir merata mulai dari bagian barat menyebar menuju ke arah timur dan berbelok ke selatan sampai batas paling selatan daerah penelitian. Di bagian selatan sebaran sedimen ini tersisipi oleh satuan sedimen pasir yang sebaran membentuk setengah lensa. Lumpur pasiran sedikit krikilan (g)sM Satuan sedimen lumpur pasiran sedikit krikilan (g)sM sebarannya menempati bagian barat laut daerah penelitian. Satuan ini secara lateral

tersebar mulai dari kedalaman 25 meter sampai kedalaman sekitar 40 meter yang menutupi sekitar 15 % dari total luas daerah penelitian. Pasir (S) Satuan sedimen pasir (S) merupakan satuan sedimen terkecil yang menutupi daerah penelitian yang tersebar di 2 lokasi pada bagian selatan. Sedimen ini menutupi sekitar 5 % dari total luas daerah penelitian. Lokasi pertama terletak di sebelah timur Pulau Datuk tersebar melensa diantara satuan lanau pasiran sedangkan lokasi kedua di sebelah timur Pulau Pengki tersebar membentuk setengah melensa diantara satuan sedimen asir lumpuran sedikit kerikilan, ppasir kerikilan dan lanau pasiran. Pasir kerikilan (gS) Satuan pasir kerikilan (gS) tersebar di bagian tengah barat daerah penelitian, membentang mulai dari utara sampai mendekati batas bagian selatan dengan lebar bervariasi antara 8 - 12 km. Sebaran sedimen ini menutupi hampir 17 % dari total luas daerah penelitian terletak pada kedalaman berkisar antara 30 sampai > 40 meter. Lumpur kerikilan (gM) Satuan sedimen lumpur kerikilan (gM) ini menempati bagian timur laut daerah penelitian dengan sebaran yang sangat terbatas. Sebaran sedimen ini menutupi sekitar 8 % dari total luas daerah penelitian yang terletak di sekitar muara Sungai Raya dan Sungai Singkawang tersebar mulai dari pinggir pantai sampai kedalaman sekitar 8 - 20 meter Satuan sedimen lumpur kerikilan (gM) diperkirakan berasal dari pasokan sedimen dari sungai-sungai yang bermuara di daerah tersebut seperti sungai Singkawang dan Sungai Raya serta dari hasil lapukan dari batuan penyusun gugusan pulau-pulau Lemukutan, Penata Kecil dan Besar yang terdiri dari batuan terobosan.

5.5. MIKROFAUNA DAN FORAMINIFERA Oleh : Mimin Karmini Dari 17 percontoh sedimen yang telah dianalisis, ternyata tidak kurang dari 64 spesies foraminifera bentos dan satu spesies foraminifera plangton yakni Globorotalia ungulata yang dijumpai di perairan daerah penelitian. Ke dua hal tersebut tidak terlepas dari faktor kedalaman yang kurang dari 50 m, yang merupakan tempat paling baik bagi foraminifera bentos untuk berkembang. Foraminifera bentosnya yang paling banyak dijumpai adalah Asterorotalia trispinosa. Selain itu yang umum dijumpai antara lain terdiri atas Pseudorotalia schroeteriana, Amphistegina lessonii, Operculina ammonoides dan Quinqueloculina seminulina. Dengan lebih banyaknya spesies Amphistegina lessonii yang kehidupannya sangat tergantung dari intensitas cahaya matahari dan kondisi air yang jernih, maka bagian utara (Muara Singkawang) diperkirakan memiliki turbulensi yang lebih rendah dibandingkan dengan turbulensi di bagian tengah dan selatannya. Lingkungan pengendapan berdasarkan foraminifera bentos di perairan daerah telitian adalah sublitoral (neritik) bagian dalam. Bagian Selatan (Perairan Jungkat - Mempawah) Di bagian ini, ada 7 (tujuh) percontoh yang telah dianalisis yaitu nomor 1, 7, 11, 9, 11, 25, 27 dan 28. Kedalaman dasar laut tempat pengambilan percontoh tersebut berkisar antara 3 50 m. Di bagian ini, foraminifera plangton yang dijumpai hanya Globorotalia ungulata di lokasi 28, pada kedalaman 31m. Foraminifera bentosnya yang banyak dijumpai antara lain terdiri atas Asterorotalia trispinosa, Cibicides lobatulus, Operculina ammonoides, Pseudorotalia schroeteriana dan Quinqueloculina seminulina. Spesies yang umum antara lain terdiri atas Ammonia beccarii, Amphistegina lessonii, Eponides praecinctus, Quinqueloculina pseudoreticulata, dan Rotaloides gaimardi. Spesies yang sedikit atau jarang seperti Bolivina spp., Cancris, Textularia spp., dan lain-lainnya bisa dilihat dalam Tabel 1.

Pada Tabel tersebut, jumlah individu foraminifera bentos yang paling dominan adalah Asterorotalia trispinosa yang dijumpai pada kedalaman sekitar 16 m. sedangkan ke arah pantai dan lepas pantai jumlahnya menurun. Spesies lain yang juga melimpah adalah Operculina ammonoides, dijumpai pada kedalaman sekitar 19 m dan 31 m, sedangkan pada kedalaman lain jumlahnya tidak terlalu banyak. Bagian Tengah (Mempawah - Muara S. Raya) Di bagian tengah ini, dari tujuh percontoh yaitu nomor-nomor 17,18, 20, 22, 24, 34 dan 36, terlihat bahwa hanya foraminifera bentos yang umum dijumpai, dan tidak ada foraminifera plangton. Foraminifera bentosnya hampir sama dengan di bagian selatannya, hanya jumlahnya saja yang lebih sedikit. Mereka antara lain terdiri atas Amphistegina lessonii, Asterorotalia trispinosa, Cibicides lobatulus, Operculina ammonoides, Pseudorotalia schroeteriana, Rotalia sp. dan Quinqueloculina seminulina. Spesies yang sedikit atau jarang seperti Ammonia beccarii, Lenticulina, Elphidium dan lain-lainnya bisa dilihat dalam Tabel 2. Dominasi spesies di bagian ini ditempati oleh Asterorotalia trispinosa, pada kedalaman sekitar 5 m, sedangkan ke arah yang lebih dalam jumlahnya makin sedikit. Bagian Utara (Muara Singkawang) Di bagian ini, dari tiga contoh yang telah dianalisis yaitu nomor nomor 43 (33 m), 44 (38 m) dan 46 (7 m), ternyata hanya terdiri atas foraminifera bentos, sedangkan foraminifera plangtonnya sama sekali tidak dijumpai. Foraminifera bentos yang paling dominan di bagian utara ini adalah Asterorotalia trispinosa pada kedalaman sekitar 7 m. Pada kedalaman sekitar 38 m spesies dominannya adalah Cibicides lobatulus. Spesies yang umum dijumpai antara lain adalah Ammonia beccarii, Amphistegina lessonii, Elphidium spp. Operculina ammonoides, Pseudorotalia schroeteriana, dan Quinqueloculina seminulina.

Spesies yang sedikit atau jarang seperti Lagena scalaris, Spiroloculina spp., Textularia, Triloculina dan lain-lainnya bisa dilihat dalam Tabel 2 Dari uraian di atas, ternyata perairan daerah telitian banyak dikuasai oleh foraminifera bentos, terutama Asterorotalia trispinosa yang dijumpai secara melimpah antara kedalaman 5 16 m. Ke arah yang lebih dalam, jumlah individu spesies ini semakin berkurang. Di perairan L. Jawa spesies ini jumlahnya sangat melimpah. Selain itu di selatan perairan P. Bangka - P. Belitung, spesies ini paling banyak dijumpai sekitar kedalaman 18 m (Adisaputra, 1997). Spesies lain dari genus Asterorotalia yang dijumpai adalah A. tetraspinosa dan A. multispinosa, dalam jumlah yang sangat jarang dan hanya terdapat di bagian selatan daerah telitian. Amphistegina lessonii pada umumnya lebih banyak berkembang di perairan bagian utara (Muara Singkawang) pada kedalaman lebih dari 30 m. Biasanya spesies ini kehidupannya sangat tergantung dari intensitas cahaya matahari dan kondisi air yang jernih. Perairan di bagian ini diperkirakan memiliki turbulensi yang lebih rendah dibandingkan dengan turbulensi di bagian tengah dan selatannya, sehingga spesies ini bisa lebih berkembang. Spesies Cibicides lobatulus, seperti halnya Amphistegina lessonii, pada umumnya lebih banyak berkembang di perairan bagian utara (Muara Singkawang) pada kedalaman lebih dari 30 m. Menurut Van der Zwaan (1982, dalam Van Marle 1991), spesies ini mempunyai toleransi terhadap pertambahan salinitas. Operculina ammonoides di daerah telitian jumlahnya bervariasi, dan yang paling banyak dijumpai adalah di bagian selatannya. Ada dua lokasi yang lebih banyak akumulasinya yaitu pada lokasi 9 (19 m) dan lokasi 28 (31 m). Menurut Hottinger (1977, dalam Van Marle 1991), spesies ini dijumpai di perairan tropis-subtropis, terutama pada kedalaman antara 30 150 m, dan menyukai substrat yang lunak. Pseudorotalia schroeteriana, dijumpai dalam jumlah yang bervariasi, dan mencapai jumlah paling banyak di lokasi 17 pada kedalaman 25 m.

Ukuran spesies ini ada yang kecil dan ada yang besar dengan bentuk yang bervariasi dari bentuk kerucut rendah sampai tinggi, yang diduga merupakan akibat dari perubahan kedalaman air dan jenis substrat yang berbeda. Quinqueloculina seminulina, adalah spesies yang jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan dengan Quinqueloculina dari spesies lainnya (Tabel 1). Hageman (1979, dalam Van Marle 1991) dan Boltovskoy et al. (1980, dalam Van Marle 1991), memperkirakan bahwa spesies ini merupakan spesies yang kosmopolitan, yang dijumpai di perairan terbuka, dalam lingkungan paparan dengan salinitas sedikit tinggi. Foraminifera plangton hanya diwakili oleh Globorotalia ungulata yang dijumpai pada di lokasi 28, pada kedalaman 31m. Hal ini, salah satunya disebabkan oleh kondisi kedalaman air yang tidak mendukung, karena masih dalam zona sublitoral bagian dalam, zona yang pada umumnya hanya ditempati oleh foraminifera bentos (Hedgpeth, 1957). 5.6. Mineral Berat Oleh : Hartono dan I Wayan Lugra Analisis mineral berat dilakukan terhadap 25 contoh terpilih yang dianggap dapat mewakili seluruh daerah penelitian. Hasil analisis mineral berat yang dilakukan terhadap contoh terpilih dijumpai 15 jenis mineral berat dengan mineral bawaannya seperti terlihat pada tabel 2 yang dapat dikelompokkan kedalam 5 kelompok besar sebagai berikut : 1. Kelompok oksida dan hidroksida yang meliputi magnetit, kassiterit, rutil, rutil, limonit, hematit, ilmenit, leukosen, 2. Kelompok Silikat meliputi zirkon, tourmalin, biotit, dan hornblende 3. Kelompok Sulfida yang terdiri dari pirit 4. Kelompok Mika terdiri dari muskopit 5. Kelompok Karbonat terdiri dari dolomit dan siderit 6. Mineral bawaan yang teramati pada analisis mineral berat ini adalah kuarsa, cangkang moluska.

Kelompok mineral oksida dan hidroksida Kelompok mineral ini yang dijumpai meliputi magnetit, kassiterit, rutil, limonit, hematit, ilmenit, leukosen. Dari ketujuh jenis mineral tersebut ada 5 mineral yang mendominasi yaitu magnetit, kasiterit, hematit, limonit dan ilmenit. Magnetit dijumpai ada seluruh contoh yang dianalisa dengan kadar tertinggi sebesar 3.1282 % di lokasi contoh 1316-49 dan kadar terendah 0.01839% di lokasi contoh 1316-16. Kasiterit dijumpai pada 23 contoh dari 25 contoh sedimen yang dianalisa dengan kandungan tertinggi 1.46756% di lokasi contoh 1316-42 dan kadar terendah dijumpai di lokasi contoh 1316-7 dengan kadar 0.00152%. Hematit muncul ada 24 contoh sedimen yang dianalisa dengan kadar tertinggi sebesar 0.72728% di lokasi contoh 1316-49, sedangkan kadar terendah dijumpai pada lokasi contoh 1316-28 dengan kadar 0.00796%. Limonit diidentifikasi pada 21 buah contoh dari 25 contoh yang dianalisa dengan kadar terendah sebesar 0.00047% di lokasi contoh 131604 dan kadar tertinggi yaitu sebesar 1.49242% di lokasi contoh 1316-49. Kelompok Silikat Kelompok mineral silikat yang dijumai berdasarkan hasil analisis yang dilakukan adalah mineral-mineral zirkon, tourmalin, dan hornblende. Dari ketiga kelompok mineral ini yang paling banyak dijumpai adalah tourmalin teridentifikasi pada 11 contoh disusul mineral hornblende dijumpai pada 4 contoh dan zirkon dijumpai pada 1 contoh dari 25 buah contoh yang dianalisa. Tourmalin yang dijumpai mempunyai kadar tertinggi yaitu sebesar 0.00407% di lokasi contoh 1316-41, sedangkan kadar terendah adalah 0.00099% di lokasi contoh 1316-27. Kelompok Sulfida Kelompok mineral sulfida yang dijumpai adalah pirit pada 4 contoh dari 25 buah contoh yang dianalisa. Kadar tertinggi yang dapat diidentifikasi

sebesar 0.00236% di lokasi contoh 1316-14, sedangkan kadar terendah sebesar 0.00016% di lokasi contoh 1316-04. Kelompok Mika Kelompok Mineral Mika yang dijumpai adalah muskopit pada 3 contoh dari 25 buah contoh yang dianalisa. Lokasi contoh yang mengandung muskopit adalah 1316-04 dengan kadar 0.0004%, 1316-06 dengan kadar 0.00242% dan lokasi contoh 1316-14 dengan kadar 0.00051%. Kelompok Karbonat Kelompok Mineral Karbonat yang dijumpai terdiri dari dolomit ada 22 contoh dan siderit 2 contoh dari 25 contoh yang dianalisa. Dari 22 kali kemunculan dolomit teridentifikasi kadar tertinggi adalah sebesar 0.00645% di lokasi contoh 1316-06 dan terendah adalah 0.001015 di lokasi contoh 1316-24. Sedangkan siderit dijumpai pada lokasi contoh 1316-14 dengan kadar 0.00072% dan 1316-24 dengan kadar 0.00054%. Mineral yang menarik dari semua mineral berat yang dijumpai adalah dari kelompok oksida dan hidroksida yaitu kasiterit dengan kemunculan yang sangat dominan hampir dari seluruh contoh yang dianalisa, walaupun dengan kadar yang relatif. Melihat kemunculan dari mineral ini begitu dominan barangkali erlu dipikirkan untuk melakukan enelitian khusus dengan kisi pengambilan contoh yang lebih rapat. 5.7. Indikasi Mineral Emas dan Timah Analisis emas berikut mineral ikutannya serta timah dilakukan terhadap 4 contoh terpilih yang diperkirakan keterdapatan unsur-unsur tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih jelas berdasarkan analisis kimia dari kemungkinan keterdapatan emas dan timah di daerah telitian. Hasil analisis 4 contoh terpilih menunjukan bahwa hanya 2 contoh yaitu contoh nomor 1316-52 dan 1316-53 yang mengandung timah,

sedangkan untuk emas dijumpai pada tiga contoh tesebut seperti tertera pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Hasil analisis emas dan timah NO NAMA UNSUR NOMOR CONTOH (SATUAN)

1316-40 (ppm) 1316-50 (ppm) 1316-52 (ppm) 1316-53 (ppm) 1 Cu 6 5 12 9 2 Pb 27 24 54 67 3 Zn 16 22

42 75 4 Ag 4 3 3 5 Au 4 2 12 6 Sn 10 10

Keterdapatan emas dan timah di daerah telitian yang merupakan endapan letakan kemungkinan besar bersumber dari daratan Kalimantan yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di laut. Di daratan Kalimantan endapan emas dijumpai dalam urat-urat kuarsa yang beragam dari batuan perangkap termasuk batusabak dan batupasir Kelompok Bengkayang yang terdiri dari Formasi Sungai Betung dan Formasi Banan diperkirakan terbentuk dari kegiatan magmatisma Zaman Kapur, berlanjut Eosen dan Oligosen-Miosen. Endapan emas juga dijumpai pada breksi sesar yang terjadi pasca Tersier (Anom, 1978). Banyaknya batuan terobosan yang terjadi ada Zaman Tersier menerobos batuan yang berumur Trias - Jura sangat berkaitan erat dengan terjadinya proses mineralisasi. Akibat pelapukan kimia maupun fisik terhadap batuan dasar yang

mengandung emas ataupun timah, dan hasil lapukan tersebut tererosi serta tertransportasi kesuatu tempat maka terjadilah endapan letakan seperti yang dijumpai di daerah telitian. 5.8. Citra Landsat Daerah Penelitian

Berdasarkan hasil interpretasi Citra Landsat TM, Path/row 118/60 RGB : 432, tanggal 20 Januari 1998, seperti terlihat pada gambar 9, garis pantai daerah penelitian mengalami perubahan yang siginifikan bila di bandingkan dengan peta kerja terbitan AMS, 1949, sekala 1 : 250.000.

Perubahan yang sangat menonjol disini adalah proses majunya garis pantai/ akresi akibat dari pasokan sedimen oleh sungai-sungai yang bermuara di pantai daerah penelitian. Beberapa sungai besar seperti Sungai Duri di bagian utara, Sungai Mempawah di bagian tengah serta Sungai Kapuas di bagian selatan mempunyai andil yang sangat besar dalam proses akresi daerah penelitian. Hal ini nampak jelas dari rona yang nampak pada citra landsat, yaitu abu-abu pada muar-muara sungai tersebut, menunjukan suspended sediment secara kuantitas sangat tinggi. Dari pengamatan terhadap citra landsat, proses akresi yang paling intensif terjadi pada muara sungai Mempawah, sampai terbentuknya Tanjung Bangkai di sebelah utara mulut muara oleh sistem arus memanjang pantai dari selatan ke utara.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Berdasarkan data penyelidikan dan pembahasan yang telah diuraikan ada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting hasil penyelidikan geologi dan geofisika kelautan LP 1316 sebagai berikut : 1. Dari hasil rekaman serta data digital yang diperoleh menunjukkan bahwa daerah penyelidikan mempunyai kedalaman bervariasi antara 5 40 meter. Perubahan kedalaman terjadi secara bergradasi mulai dari pantai Pulau Kalimantan dengan kedalaman terakam sedalam 5 meter berangsur bertambah dalam menjauhi pulau Kalimantan dengan kedalaman maksimum yang terekam sedalam 40 meter. 2. Secara umum hasil penafsiran seismik daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 3 rutunan yaitu runtunan A yang diasumsikan sebagai accoustic basement, runtunan B dan paling atas adalah runtunan C. 3. Runtunan A adalah runtunan terbawah yang dapat dikenali dari penampang seismik yang diperoleh, ditafsirkan sebagai akustik basemen dengan gambaran pantulan menunjukan pola yang agak sejajar dan terputus serta kadang-kadang agak miring dan dibeberapa tempat menunjukan gambaran pantulan kaotik. Runtunan ini diperkirakan terbentuk pada Zaman Kapur. 4. Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras dibatasi oleh bidang pepat erosi dan onlap dengan gambaran pantulan adalah bebas pantulan sampai agak sejajar (sub-paralel). Runtunan ini diperkirakan terbentuk pada Zaman Tersier. 5. Runtunan C adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali dicirikan oleh gambaran pantulan sejajar sampai agak sejajar diendapkan secara tidak selaras di atas runtunan B dengan bidang

batas pepat erosi. Runtunan ini diperkirakan terbentuk ada Zaman Kuarter. 6. Harga anomali intensitas magnet total yang direduksi terhadap variasi harian dan intensitas magnet secara teoritis disetiap titik pengamatan menunjukan interval harga yang bervariasi dengan kisaran - 629,4 gamma sampai +342.7 gamma. 7. Jenis sedimen permukaan dasar laut daerah penelitian dapat dibedakan 7 jenis sedimen yaitu : Lanau (Z), Lanau pasiran (sZ), Pasir lumpuran sedikit kerikilan (g)mS, Pasir (S), Pasir kerikilan (gS), Lumpur kerikilan (gM), Pasir lanauan (zS) 8. Secara garis besar hasil pengambilan contoh dengan penginti jatuh bebas diperoleh panjang inti berkisar antara 10 - 130 cm dengan jenis sedimen yang variatif. Gambaran umum jenis sedimen dasar laut yang dijumpai adalah berwarna abu-abu pucat sampai sedimen berwarna gelap. Adapan jenis sedimen yang dapat diidentifikasi secara megaskpis adalah Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, Pasir Kerikilan, Lumpur Pasiran, Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, Pasir Kerikilan dan Pasir, Lanau 9. Pengamatan dari sayatan oles menunjukkan 3 kelompok utama yang terdiri dari kelompok Biogenik terdiri dari unsur gampingan, silikaan dan karbonatan, kelompok Non Biogenik dibedakan berdasarkan ukuran butirnya yaitu pasir, lanau dan lempung serta kompsisinya seperti kuarsa (Q), feldfar (F), mika (M) dan mineral berat (HM) yang mempengaruhi total dentritus dan kelompok Authigenik didasarkan kepada keberadaan mineral zeolit, dolomit, dan glakukonit. 10. Hasil analisis mineral berat yang dilakukan terhadap contoh terpilih dijumpai 15 jenis mineral berat dengan mineral bawaannya yang dapat dikelompokkan kedalam 5 kelompok besar sebagai berikut kelompok oksida dan hidroksida yang meliputi magnetit, kassiterit, rutil, limonit, hematit, ilmenit, leukosen, kelompok Silikat meliputi zirkon, tourmalin, biotit, dan hornblende, kelompok Sulfida yang terdiri dari pirit,

kelompok Mika terdiri dari muskopit, dan kelompok Karbonat terdiri dari dolomit dan siderit 11. Dari 17 percontoh sedimen yang telah dianalisis, ternyata tidak kurang dari 64 spesies foraminifera bentos dan satu spesies foraminifera plangton yakni Globorotalia ungulata yang dijumpai di perairan daerah penelitian. Ke dua hal tersebut tidak terlepas dari faktor kedalaman yang kurang dari 50 m, yang merupakan tempat paling baik bagi foraminifera bentos untuk berkembang. 12. Foraminifera bentosnya yang paling banyak dijumpai adalah Asterorotalia trispinosa. Selain itu yang umum dijumpai antara lain terdiri atas Pseudorotalia schroeteriana, Amphistegina lessonii, Operculina ammonoides dan Quinqueloculina seminulina. Dengan lebih banyaknya spesies Amphistegina lessonii yang kehidupannya sangat tergantung dari intensitas cahaya matahari dan kondisi air yang jernih, maka bagian utara (Muara Singkawang) diperkirakan memiliki turbulensi yang lebih rendah dibandingkan dengan turbulensi di bagian tengah dan selatannya. 13. Lingkungan pengendapan daerah telitian, berdasarkan foraminifera bentos adalah sublitoral (neritik) bagian dalam. 14. Hasil analisis 4 contoh terpilih menunjukan bahwa hanya 2 contoh yaitu contoh nomor 1316-52 dan 1316-53 yang mengandung timah, sedangkan untuk emas dijumpai pada tiga contoh yaitu 1316-14, 131650 dan 1316-52. 15. Kadar emas tertinggi dijumpai pada lokasi contoh 1316-52 dengan kadar 12 ppm, sedangkan Sn kadarnya 10 ppm pada lokasi contoh 1316-52 dan 1316-53 6.2. Saran 1. Dari hasil analisa mineral berat dijumpai mineral kasiteri yang hampir terdapat disemua contoh yang dianalisa, sehingga disarankan untuk melakukan penelitian khusus tentang keberadaann mineral tersebut secara lebih detail pada daerah yang luasnya terbatas.

2. Hasil analisisa kimia terhadap emas juga menujukkan bahwa kemunculan mineral tersebut cukup dominan dari 4 contoh yang dianalisa. Dari kenyataan di atas barangkali perlu dipikirkan untuk melakukan kajian khusus terhadap keberadaan mineral tersebut di laut mengingat sumbernya di darat cukup prospek.

DAFTAR PUSTAKA TERPILIH Abdul Wahib, drr., 2000, Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan Perairan Ketapang, Kalimantan Barat, Lembar Peta, 1313, PPPGL.

Alleva, GJJ., 1973, Aspect of the Historical and Physical Geology of the Sunda Shelf Essensial too the Exploration of Submarine Tin Placer, Geol. Minjnb 52

Ben-Avraham, Z. and Emery, K.O., 1973, Structural framework of Sunda Shelf, Bull. Am. Assoc. Petr. Geol., 57 : 2323 2366.

Blow, W.H., 1969. Late Middle Eocene to Recent planktonic foraminiferal biostrati-graphy. In Bronnimann, P. and H.H. Renz (eds.) Proc. of the 1st Internat. Conf. on Plank. Microfoss. Leiden: E.J. Brill, vol. 1, p. 199-422.

Boltovskoy, E., 1978. Late Cenozoic Benthonic Foraminifera of the Ninetyeast Ridge (Indian Ocean). In Von den Borch, C. C. (Ed.), 1978. Synthesis of Deep-Sea Drilling Results in the Indian Ocean. Elsevier Oceanographic series No. 21, p. 139-175.

Curray, J.R., Shor, G.G., Raitt, R.W. and Henry., 1977, Seismic refraction studies of crustal structure of the eastern Sunda and western Banda Arcs, Journ. Of Geoph. Res, 17 : 2497 2489.

Emery, K.O., 1974, Pagoda structure in marine sediments, in Kaplan, I.R. (ed) : Natural gases in marine sediments, 309-317, Plemum Press, New York.

Folk, R.L., 1980, Petrology of the Sedimentary Rock, Hemphis Publishing Company, Austin.

Friedman G.M., Sander, J.E., 1976, Principles of Sedimentology, Jonh Wiley & Sons. PP 34 - 37.

Ilahude D., dan Situmorang, M., 1994, Seismic Reflection Study oon Paleodrainage Pattern of the Sunda River, off Southeast Kalimantan around Masalembo Waters, Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Vol. IV No. 29.

Situmorang, M., Andi, S., 1999a, Laporan Hasil Awal Survai Tindak Lanjut Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan Lembar Peta 1413/1414, Perairan Sukadana, Ketaang, Kalimantan Barat, PPPGL.

Koesoemadinata, R.P., Samuel, L. and Taib, M.I.T., 1999, Subsidence Curves and Basin Mechanism of Some tertiary Basins in Western Indonesia, Buletin Geologi, Vol. 31, No. 1, pp.23-56.

Kuenen, .H., 1950, Marine Geology, New York, Jonh Wiley & Son Inc.

Letouzey, J., Werner, P., and Marty, A., 1990, Fault reactivation and structural inversion, backarc and interplate compressive deformations, example of the eastern Sunda shelf (Indonesia), Tectonophysics, 183 : 341 362.

Le Roy, L.W. 1941. Small Foraminifera from The Late Tertiary of The Sangkoelirang Bay area, East Borneo, Netherland East Indies, vol. 36, No. 1. Quarterly of The Colorado School of Mines.

Le Roy,L.W. 1944. Miocene Foraminifera from Sumatra and Java, Netherland East Indies, vol. 39, No. 3. Quarterly of The Colorado School of Mines.

Loeblich Jr., A.R. and Tappan,H. 1988. Foraminiferal Genera and Their Classification, Van Nostrand Reinhold. New York, 847 p.

Mc. Quillin, Fannin, N.G.T. and Judd, A., 1979, IGS Pockmarc investigation 1974-1978, report no. 98, Institute of Geological Science, Continental Shelf Division.

Molengraaff, GAF., 1922, Geologie Hoofdstuk VI van de Zeen van Netherland Oost Indie; 272-357

Murray,J., and Renard, 1981 Report n the Deep Sea Deposits Inc. Wyville (Editor) Report on the Science Results of Voyage of HMS Challenger, Eyre and Spottiswode, London.

N Suarna, drr., 1993, Geologi Lembar Singkawang, Kalimantan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Postuma, J.A., 1970. Manual of Planktonic Foraminifera.Elsevier Pub. Comp., 420 p.

Saito, T, P.R.Thompson and D. Breger., 1981. Recent and Pleistocene Planktonic Foraminifera. University of Tokyo Press, 190 p.

Sangree, J.B. and J.M. Wiedmier 1979. Interpretation of Depositional Facies From Seismic Data. Geophysics, 44, No.2, 131p.

Sheriff, R.E. 1986. Seismic stratigraphy. International Human Resources Development corporation, Boston, 222p.

Sunargi., E., 1999, Mengenal Unsur-Unsur Tanah Jarang (REE), PPTP.

Setiawan, B., Kuncara, U., 1996, Potential of Rare Earth Mineral Resources in Indonesia, JICA and DMRI, 1996., Proceeding.

Van Marle, L.J., 1989. Benthic Foraminifera from the Banda Arc region, Indonesia and their paleobathymetric significance for geologic interpretations of the Late Cenozoic sedimentary record., Thesis Doctor. Free University, Amsterdam. The Netherland.

Van Marle, L.J., 1991. Eastern Late Cenozoic Smaller Benthic Foraminifera. Verhandel. Koninklj. Nederlandse Akad. van Wetenschapp. Afd. Natuurkunde. Eerste Reeks. deel. 34.

Yassini,I and Jones, B.G. , 1995. Foraminifera and Ostracoda from Estuarine and shelf Environments on the southeastern coast of Australia. The University of Wollongong Press. Northfields Avenue, Wollongong, NSW 2522, Australia., 269p.

You might also like