You are on page 1of 3

(NGO

in Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nations, Ref. No : D1035)

Jl. Jati Padang Raya Kav.3 No.105, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 Indonesia
Phone (6221) 781 9734, 781 9735, 7884 0497 * Fax (6221) 7884 4703 * Email: infid@infid.org * www.infid.org

Pernyataan INFID Menyambut Pertemuan Konsultasi Regional Komisi HAM ASEAN (AICHR) dengan CSO Mengenai Review ToR AICHR Jakarta, 29 April 2014

Tahun ini Komisi HAM AntarNegara ASEAN (ASEAN InterGovernmental Commission on Human Rights, AICHR) akan berusia lima tahun. Namun sepanjang kurun tersebut kita belum mendengar ada kasuskasus pelanggaran hak asasi manusia di kawasan Asia Tenggara yang dapat diselidiki, apalagi dihentikan. Belum ada suara apalagi tindakan dari AICHR mengenai penghilangan paksa aktivis Laos Sombath Somphone, serial kekerasan yang dialami masyarakat minoritas Rohingya di Myanmar, pembunuhan terhadap aktivis masyarakat adat Filipina William Bugatti, atau kekerasan yang dialami minoritas Ahmadiyah dan Syiah di Indonesia. Masyarakat sipil menilai kelemahan perlindungan HAM oleh AICHR tersebut bersumber salah satunyapada lemahnya Kerangka Kerja (Term of Reference, ToR) yang mendasari kerjakerja AICHR selama ini. ToR dinilai lebih menonjolkan aspek promosi ketimbang proteksi (perlindungan) HAM. Di ToR misalkan tidak disebutkan mandat untuk menerima aduan baik dari individu maupun kelompok mengenai pelanggaran HAM. ToR juga tidak menyebut mandat untuk menginvestigasi pelanggaran HAM di negaranegara anggotanya. AICHR juga belum maksimal menjalankan fungsi promosi HAM seperti yang tercantum dalam ToR. Belum ada desakan dari AICHR kepada Negaranegara anggota ASEAN untuk meratifikasi instrumen HAM internasional seperti Kovenan Internasional mengenai Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Kovenan Internasional mengenai Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR). Dua instrumen yang cukup penting dalam perlindungan HAM. Singapura, Malaysia, Brunei dan Myanmar masih belum menandatangani baik ICCPR maupun ICESCR. Fungsi promosi juga tidak dimanfaatkan untuk mendesak Negaranegara anggotanya untuk mendirikan institusi HAM nasional (National Human Rights Institution). Selain Myanmar pada 2011, tidak ada lagi tambahan negara ASEAN yang mendirikan lembaga HAM nasional. Itu artinya Cuma 5 dari 10 negara ASEAN yang memiliki lembaga HAM nasional.

Page 1

Meski dimandatkan untuk berdialog dengan masyarakat sipil, namun hingga saat ini hubungan AICHR dengan masyarakat sipil masih terbatas dan cenderung tertutup. AICHR berkalikali menolak permintaan dialog dari masyarakat sipil dengan alasan tidak memiliki Pedoman mengenai Hubungan (Engagement Guidelines) dengan masyarakat sipil. Saat ini draf memang telah ada. Tapi draf tersebut belum dibahas apalagi disahkan. Praktik dialog konsultatif hanya dilakukan secara terbatasdi antaranya oleh perwakilan AICHR Indonesia dengan CSOCSO. Sementara praktik yang sama tidak terjadi di negara lain. Akibatnya partisipasi aktif dan dialog bermakna pun tidak tercapai. Sampai saat ini cuma Indonesia dan Thailand saja yang melakukan proses seleksi anggota AICHR secara partisipatif dan transparan. Sementara negara lainnya tidak. Padahal proses pemilihan yang partisipatif dan transparan ini mutlak diperlukan untuk mendapatkan perwakilan AICHR yang kompeten dan berintegritasseperti yang diamanatkan dalam ToR. Dalam pasal 6.7 di dalam ToR disebutkan AICHR wajib memberikan informasi secara berkala kepada rakyat tentang pekerjaan dan kegiatannya melalui materi informasi public yang tepat yang dihasilkan oleh AICHR. Pada praktiknya hal ini pun jarang terjadi. Sampai sekarang tidak ada laporan tahunan AIHCR yang bisa diakses public. Hasil kajian tematik AICHR mengenai CSR dan Hak Asasi Manusia tak pernah benarbenar bisa diakses public. Dalam dialog konsultasi dengan CSO di Jakarta barubaru ini, hasil kajian tersebut dibahas tapi naskah penuhnya tak pernah bisa diakses. Akibatnya sulit bagi masyarakat meminta pertanggungjawaban Peluang untuk memperbaiki ToR tersebut sangat mungkin terjadi. Butir 9.6 ToR AICHR menyebut, Peninjauan Kerangka Acuan ini wajib dilakukan lima tahun sejak tanggal pemberlakuannya Adapun periode peninjauan itu akan berlangsung tahun ini. Masyarakat sipil juga dimungkinkan untuk memberikan penilaian atas kinerja AICHR dan usulan perbaikan di dalam ToR. Rekomendasi 1. Mandat perlindungan HAM AICHR perlu diperkuat dan dilengkapi dengan mekanisme untuk menerima aduan, menginvestigasi, melakukan kunjungan ke lokasi untuk memonitor, dan mengambil langkah darurat dalam menghadapi situasi genting pelanggaran HAM. 2. AICHR harus memanfaatkan mandate promosi HAM yang dimilikinya untuk mendesak negaranegara ASEAN untuk meratifikasi ICCPR dan ICESCR harus mendesak negaranegara ASEAN agar mendirikan institusi HAM nasional yang efektif. 3. AICHR segera menyusun Pedoman Mengenai Hubungan dengan masyarakat sipil dan membuka diri terhadap partisipasi masyarakat sipil sebagai realisasi pasal 4.8

Page 2

4. 5. 6. 7.

di dalam ToR Melakukan dialog dan konsultasi dengan badanbadan ASEAN lain dan entitas yang terkait dengan ASEAN, termasuk organisasi masyarakat sipil AICHR perlu menerapkan mekanisme pemilihan anggotanya secara partisipatif dan transparan, agar perwakilan yang duduk dalam Komisi betulbetul kompeten. AICHR harus bisa mempertanggungjawabkan kerjanya tak cuma kepada pemerintah negaranya, tapi juga public seperti yang tercantum dalam ToR Segala perubahan yang terjadi setelah review tidak boleh menghasilkan ToR yang lebih lemah daripada yang ada saat ini. Sebagai negara tempat Sekretariat ASEAN berada dan sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dunia, Indonesia punya tanggung jawab memainkan peran besar untuk memastikan mandate AICHR yang lebih kuat.

Informasi lebih lanjut hubungi: Hilman Handoni, Program Officer Human Rights and Democracy Tel +62 815 8685 3633 Email hilman@infid.org

Page 3

You might also like