You are on page 1of 30

BAB I STATUS PASIEN

I.

Identitas Pasien a. Nama/Jenis Kelamin/Umur b. Pekerjaan/Pendidikan c. Alamat : An. I / Laki-laki / 1 tahun 8 bulan : Belum sekolah : Telanaipura.

II.

Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga a. b. c. Status Perkawinan Jumlah anak/saudara Status ekonomi keluarga 1) 2) 3) d. e. f. KB Kondisi Rumah Kondisi Lingkungan Keluarga Mampu Kurang Mampu Miskin :: 2 bersaudara : :+ ::: : baik : baik

III. Aspek Psikologis di Keluarga

: baik

IV. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga : Riwayat keluhan sesak nafas sebelumnya disangkal

V.

Keluhan Utama

: Sesak nafas sejak 12 jam yang lalu.

V.

Keluhan Tambahan -

Pilek dan batuk sejak 4 hari yang lalu Demam sejak 4 hari yang lalu

VI. Riwayat Penyakit Sekarang

: (alloanamnesis)

Pasien datang ke Puskesmas Simpang IV Sipin dengan keluhan sesak nafas sejak 12 jam sebelum datang ke Puskesmas. Ibu pasien

mengaku sejak 4 hari yang lalu anaknya menderita batuk dan pilek. Batuk kering (+), darah (-). Cairan yang keluar dari hidung jernih, encer,

jumlahnya banyak, tidak disertai dengan bau, hidung tersumbat (+), bersinbersin (+). Adanya suara mengi disangkal. Ibu pasien juga mengaku anaknya demam sejak 4 hari yang lalu, demam tinggi mendadak, mereda dengan obat penurun panas, kemudian meningkat lagi 4 jam setelahnya. Sejak 3 hari yang lalu nafsu makan anak sangat menurun, nyeri menelan kemungkinan ada, suara serak (-), dan anak tampak lemah. Ibu pasien lalu membawa anak ke Puskesmas Simpang IV Sipin yang kemudian diberikan obat demam dan batuk-pilek. Ibu diminta membawa anaknya kembali jika tidak membaik sampai obatnya habis. Namun 12 jam yang lalu, ibu membawa anaknya berobat kembali ke Puskesmas Simpang IV Sipin karena tampak sangat sesak. Ibu os terlihat sangat khawatir karena kondisi anak yang semakin memburuk.

VII. Riwayat Imunisasi BCG :+ Polio :+ DPT :+ VIII. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum 1. Keadaan sakit 2. Kesadaran 3. Suhu 4. Nadi 5. Pernafasan - Frekuensi - Irama - Tipe :

Campak Hepatitis Kesan

:+ :+ : imunisasi lengkap

: tampak sakit berat : compos mentis : 39,2C : 128 x/menit

: 48 x/menit : reguler : thorakoabdominal

6. Berat badan 7. Status gizi 8. Kulit - Turgor - Lembab / kering - Lapisan lemak

: 12 Kg : Gizi baik (BB normal)

: baik : lembab : ada

Pemeriksaan Organ 1. Kepala Bentuk Ekspresi Simetri 2. Mata : normocephal : gelisah : simetris

Exopthalmus/enophtal: (-) Kelopak Conjungtiva : normal :anemis (-/-), perdarahan

subconjungtiva (-) Sklera Kornea Pupil : ikterik (-/-) : bulat, warna coklat muda : bulat, tepi rata, isokor, reflex cahaya +/+ Lensa 3. Hidung 4. Telinga 5. Mulut : jernih : nafas cuping hidung (+) : tak ada kelainan, otoskopi tidak dilakukan Bibir Bau pernafasan Gigi geligi Palatum Gusi Selaput Lendir Lidah Faring Tonsil : lembab, sianosis (-) : wajar : karies (+) : deviasi (-) : warna merah muda, : dbn : kebiruan ujung lidah (-) : hiperemis (-), : T1/T1, hiperemis (-).

6. Leher

KGB

: tak ada pembengkakan

7. Thorax

Bentuk Pergerakan dinding dada

: simetris : tidak ada yang tertinggal

Pulmo Pemeriksaan Inspeksi Palpasi Perkusi Kanan Kiri

Simetris, retraksi (+) intercostal dan subcostal. Stem fremitus normal Sonor Stem fremitus normal Sonor

Auskultasi

Wheezing (-), rhonki Wheezing (-), rhonki basah halus nyaring basah halus nyaring (+) (+)

Jantung Inspeksi Palpasi Ictus cordis tidak terlihat. Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula kiri. Perkusi Auskultasi Batas-batas jantung sulit dinilai. BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

8. Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Datar. Soepel, NT (-), Hepar dan lien tdk teraba Timpani Bising usus (+) frekuensi N

9. Ekstremitas Atas Akral hangat

10. Ekstremitas bawah Akral hangat

IX. Diagnosis Banding Pneumonia berat Bronkiolitis

X.

Diagnosis Kerja Pneumonia berat

XI. Pemeriksaan anjuran

Rontgen Thorak. Pulse oxymetri.

XII. Manajemen

a. Preventif : Menjaga keadaan gizi agar tetap baik Immunisasi Menjaga kebersihan anak dan lingkungan Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

b. Promotif : Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu Immunisasi

c. Kuratif : Non medikamentosa : Bed rest total Makan makanan yang bergizi

Medikamentosa Sesuaikan

: Antibiotik sesuai MTBS Kombinasi

Ampisilin-Kloramfenikol Rujuk RS segera.

Dosis pada anak = Ampisilin : 25-50 mg/kgbb/kali I.V. Pada pasien ini BB 12 kg 600 mg/kali. Kloramfenikol : 25 mg/kgbb/kali I.V. Pada pasien ini BB 12 kg 300 mg/kali.

d. Rehabilitatif

Meningkatkan daya tahan tubuh dan makan yang bergizi untuk pemulihan kesehatan tubuh pasien.

Rawat inap di RS.

Dinas Kesehatan Kota Jambi

Puskesmas : Puskesmas Simpang IV Sipin Dokter Tanggal : M.Fachrendi : 05 Februari 2014

R/ Ampisillin vial simm R/ Kloramfenikol vial simm

no. III

no. III

Pro Alamat

: An. I : Telanaipura

Umur : 1 tahun 8 bln

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Pendahuluan Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut tersering

yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Penyakit ini dapat terjadi secara primer ataupun merupakan kelanjutan manifestasi infeksi saluran napas bawah lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.1

II.2

Definisi Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-

maacam setiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.2 Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia pada abak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia) dan pneumonia interstisialis (bronkiolitis).3 Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.1

II.3

Anatomi Paru Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama

neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan

ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.4 Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum. Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.

10

Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu:4 1. Lobus Superior : dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior 2. Lobus Medius : dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis 3. Lobus Inferior : dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal, posterobasal Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:4 1. Lobus Superior Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis inferior. 2. Lobus Inferior Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan posterobasal

11

II.4

Mekanisme Pertahanan Paru Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien

untuk mencegah infeksi dan terdiri dari :2 1) Susunan anatomis rongga hidung 2) Jaringan linfoid di nasoorofaring 3) Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktur respiratorius dan sekret liat yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut 4) Refleks batuk 5) Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi 6) Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional 7) Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imunoglobulin A (IgA) Anak dengan daya tahan tubuh terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak mampu mengatasi ini dengan sempurna. Faktor lain yangmempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun, misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen seperti trauma pada paru, anestesis, aspirasi, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna. Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup. Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan pembersihan yang efektif.1 a) Pembersihan Udara Temperatur dan kelembapan udara bervariasi, dan alveolus harus terlindung dari udara dingin dan kering. Mukosa hidung, turbinasi hidung, orofaring dan nasofaring, mempunyai suplai darah yang besar dan memiliki area permukaan yang luas. Udara yang terhirup melewati area-area tersebut dan diteruskan ke cabang trakeobonkial, dipanaskan pada temperatur tubuh dan dilembapkan. b) Pembau

12

Reseptor pembau berada lebih banyak di posterior hidung dibandingkan dengan di trakhea n alveoli, sehingga seseorang dapat mencium untuk mendeteksi gas yang secara potensial berbahaya, atau bahan-bahan berbahaya di udara yang dihirup. Inspirasi yang cepat tersebut membawa udara menempel pada sensor pembau tanpa membawanya ke paru-paru. c) Menyaring dan membuang partikel yang terhirup Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh bulu hidung. Gerakannya menyebabkan partikel berukuran besar dapat dikeluarkan. Sedimentasi partikel berukuran lebih kecil terjadi akibat gravitasi di jalan nafas yang lebih kecil. Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam mukus yang ada di saluran pernafasan atas, trakhea, bronkus dan bronkhiolus. Partikel kecil dan udara iritan mencapai duktus alveolaris dan alveoli. Partikel kecil lainnya disuspensikan sebagai aerosol dan 80% nya dikeluarkan. Pembuangan partikel dilalui dengan beberapa mekanisme : Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottis Stimulasi reseptor kimia dan mekanik di hidung, trakhea, laring, dan tempat lain di traktus respiratorius menyebabkan bronkokonstriksi untuk mencegah penetrasi lebih lanjut dari iritan ke jalan nafas dan juga menghasilkan batuk atau bersin. Bersin terjadi akibat stimulasi reseptor di hidung atau nasofaring, dan batuk terjadi sebagai akibat stimulasi reseptor di trakhea. Inspirasi yang dalam demi mencapai kapasitas paru total, diikuti oleh ekspirasi melawan glotis yang terutup. Tekanan intrapleura dapat meningkat lebih dari 100mmHg. Selama fase refleks tersebut glotis tiba-tiba membuka dan tekanan di jalan nafas menurun cepat, menghasilkan penekanan jalan nafas dan ekspirasi yang besar, dengan aliran udara yang cdepat melewati jalan nafas yang sempit, sehingga iritan ikut terbawa bersama-sama mukus keluar dari traktus respiratorius. Saat bersin, ekspirasi melewati hidung; saat batuk ekspirasi melewati mulut. Kedua refleks tersebut juga membantu mengeluarkan mukus dari jalan nafas. Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilier Sepanjang traktus respiratorius dilapisi oleh epitel bersilia dimana terdapat mukus yang dihasilkan oleh sel goblet. Eskalator mukosilier adalah mekanisme yang penting dalam menghilangkan dalam menghilangkan partikel yang

13

terinhalasi. Partikel terperangkap dalam mukus kemudian dibawa ke atas kefaring. Pergerakan tersebut dapat meningkat cepat selama batuk. Mukus yang mencapai faring dikentalkan atau dikeluarkan melalui mulut atau hidung. Karenanya, pasien yang tidak bisa mengeluarkan sekret trakheobronkial (misal tidak dapat batuk) terus menghasilkaan sekret yang apabila tidak dikeluarkan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas.

d) Mekanisme pertahanan dari unit respirasi terminal makrofag alveolar pertahanan imun

Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel yang membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia, bertingkat, kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada jalan napas bagian perifer. Masing-masing sel bersilia memiliki kira-kira 200 silia yang bergerak dalam gelombang yang terkoordinasi kira-kira 1000 kali per menit, dengan gerakan ke depan yang cepat dan kembali dalam gerakan yang lebih lambat. Gerakan silia juga terkoordinasi antara sel yang bersebelahan sehingga setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring. Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke sebelah posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau dibatukkan. Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran napas bagian bawah. Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam saluran napas dan diendapkan pada permukaan alveolus dibersihkan oleh sel fagosit dan faktor humoral. Makrofag alveolar merupakan fagosit utama di dalam saluran napas bagian bawah. Makrofag alveolar akan menyiapkan dan menyajikan antigen mikrobial pada limfosit dan mensekresikan sitokin yang mengubah proses imun dalam limfosit T dan B.

14

II.5

Etiologi Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus

merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 2540% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :4 - Usia - Status lingkungan - Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara) - Status imunisasi - Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi) Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :2 II.5.1 Faktor Infeksi Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). Pada bayi : o Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus. o Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. o Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,

Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis. Pada anak-anak : o Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP o Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia o Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa. Pada anak besar dewasa muda : o Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. Trachomati o Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

II.5.2 Faktor Non Infeksi. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

15

a. Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin). b. Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan . Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini. Patogenesis 2,4 Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

II.6

16

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.

proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : 1) Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

17

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2) Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 3) Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 4) Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

II.7

Klasifikasi Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan,

dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. 2,4 1) Berdasarkan lokasi lesi di paru Pneumonia lobaris Pneumonia interstitialis

18

Bronkopneumonia

2) Berdasarkan asal infeksi Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP) Pneumonia pneumonia) 3) Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri Pneumonia virus Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur yang didapat dari rumah sakit (hospital-based

4) Berdasarkan karakteristik penyakit Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal

5) Berdasarkan lama penyakit Pneumonia akut Pneumonia persisten

6) Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu

Tipe klinis Pneumonia Komunitas Pneumonia Nosokomial Pneumonia Rekurens Pneumonia Aspirasi Pneumonia pada gangguan imun

Epidemiologi Sporadis atau endemic; muda atau orang tua Didahului perawatan di RS Terdapat dasar penyakt paru kronik Alkoholik, usia tua Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

II.8

Manifestasi Klinik Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.2,3

19

II.8.1 Pemeriksaan fisik Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :1,2 a) Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegak lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.

b) Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan

20

infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. c) Pada perkusi tidak terdapat kelainan d) Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka. Pada Bronkopneumonia Biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.1 Hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

21

II.9

Pemeriksaan Penunjang4

II.9.1 Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan

peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

II.9.2 Pemeriksaan Laboratorium 1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) 2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. 3. Peningkatan LED. 4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab). 5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik. II.10 Kriteria Diagnosis4 Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut : 1. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada 2. panas badan 3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles) 4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus 5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan) Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana.

22

Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:2 1. Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. 2. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. 3. Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun 4. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab: a. kultur sputum atau bilasan cairan lambung b. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus c. deteksi antigen bakteri

II.11 Penatalaksanaan a. Penatalaksaan umum1 Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena. sampai sesak nafas hilang

23

b. Penatalaksanaan khusus1 Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis b. Berat ringan penyakit c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik : Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24- 72 jam pertama) menurut kelompok usia. a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : - ampicillin + aminoglikosid - amoksisillin-asam klavulanat - amoksisillin + aminoglikosid - sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) - beta laktam amoksisillin - amoksisillin-amoksisillin klavulanat - golongan sefalosporin - kotrimoksazol - makrolid (eritromisin)

24

c. Anak usia sekolah (> 5 thn) - amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) - tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)

II.12 Komplikasi Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.2

II.12 Prognosis Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.2

25

II.13 Pencegahan4 Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: Vaksinasi Pneumokokus Vaksinasi H. Influenza Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

26

BAB III ANALISIS KASUS

Studi kasus, An.I usia 1 tahun 8 bulan datang dengan keluhan utama sesak nafas. Diagnosis pneumonia berat et causa Suspek Haemophilus influenza ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan keluhan utama anak yaitu sesak nafas. Ibu pasien mengaku sejak 4 hari yang lalu anaknya menderita batuk dan pilek. Batuk tidak berdahak, darah tidak ada, adanya suara mengi disangkal. Cairan yang keluar dari hidung jernih, encer, jumlahnya banyak, tidak berbau, hidung anak tersumbat dan bersin-bersin. Ibu pasien juga mengaku anaknya demam sejak 4 hari yang lalu, demam tinggi mendadak, yang hanya turun sebentar dengan obat penurun panas. Gejala klinis tersebut menunjukkan adanya infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA) yang besar kemungkinan disebabkan bakteri H. influenza. Sejak 3 hari yang lalu nafsu makan anak sangat menurun dan tampak lemah. Ibu pasien membawa anak berobat ke Puskesmas dan diberikan obat penurun panas dan batuk-pilek biasa. Ibu diedukasi untuk kontrol ulang jika tidak membaik setelah diobati. Namun klinis nampaknya memburuk sebelum obat habis diminum sehingga mengharuskan ibu membawa anaknya berobat kembali ke Puskesmas Simpang IV Sipin dengan keluhan sesak nafas sejak 12 jam yag lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital : keadaan umum tampak gelisah dengan frekuensi pernapasan yang meningkat (48x/i) disertai dengan takikardi (128x/i) dan peningkatan suhu tubuh (39,20C). Pada pemeriksaan fisik organ, didapatkan pernafasan cuping hidung, sianosis tidak

27

ada. Pada thorax retraksi dinding dada ada, dan pada paru kiri dan kanan terdengar suara nafas tambahan yaitu ronkhi basah halus nyaring, wheezing tidak ada.

Diagnosis pneumonia berat (sesuai MTBS) ditegakkan bila adanya klinis pneumonia seperti demam, batuk, dan takipneu disertai minimal 1 atau lebih dari kriteria-kriteria berikut :

1. Kepala mengangguk-angguk 2. Pernafasan cuping hidung 3. Tarikan dinding dada ke bagian dalam. 4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

Pada kasus pneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut selama beberapa hari dan diketahui bahwa pasien mengalami hal yang serupa. Pada kasus ini memenuhi kriteria penegakkan diagnosis pneumonia dengan gejala : sesak nafas yang disertai pernafasan cuping hidung, panas badan dan ronkhi basah nyaring.. Manajemen utama pada pasien ini dilakukan sesuai dengan MTBS yang mana adanya indikasi untuk segera dirujuk ke RS dan diberikan antibiotik kombinasi Ampisilin-Kloramfenikol intravena. Pilihan terapi ini juga diberikan karena diindikasikan untuk infeksi saluran nafas yang disebabkan H.influenza, S. Pneumonia dan hal ini sesuai karena etiologi pneumonia pada anak-anak yaitu karena Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, S. Pneumonia, Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa. Terapi simptomatis juga sebaiknya tetap dilakukan di RS. Pada pasien ini disarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu rontgen thorax jika keadaan anak memburuk dan diduga adanya komplikasi berat

28

seperti stafilokokal pneumonia.

Pulse oxymetri juga diperuntukkan guna

mengetahui adanya hipoksemia yang mengindikasikan anak harus diberikan terapi oksigen. Pasien sangat dianjurkan untuk rawat inap di RS, apabila tidak ada perbaikan dengan terapi yang diberikan maka dilakukan biakan dengan cara hapusan tenggorok (throat swab) untuk mengetahui etiologi pneumonia sehingga terapi yang diberikan lebih maksimal.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Bronkopneumonia. Diunduh dari : http://www.scribd.com/doc/7688175/Referat-Bronkopneumonia. diakses tanggal 08 Februari 2014 2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Imu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI : 2005 3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 2. Jakarta : penerbit Media Aesculapius FKUI : 2001 4. Bronkopenumonia pada anak. Diunduh dari : http://dokmud.wordpress.com/2010/10/11/bronkopneumonia-pada-anak/. Diakses tanggal 08 Februari 2014

30

You might also like