You are on page 1of 1

Jawa Pos

SABTU PON 27 MEI TAHUN 2000

PON XV
28 HALAMAN

agus wahyudi/jp

DARI KIRI KE KANAN: Minibus milik TNI dijungkirkan massa di depan kampus UI, Salemba, lalu dibakar. Para pemulung ramai-ramai mreteli bangkai minibus setelah kobaran api padam.

Bantah Kenal Suwondo, Akui Pernah Bertemu Sapuan

Balas Dendam, Massa Bakar Mobil Militer


JAKARTA- Kalau sebelumnya hanya panas, kemarin Jakarta membara. Demo mahasiswa benar-benar menjadi anarkis. Di Salemba, demonstran melakukan sweeping terhadap personel angkatan darat dan kepolisian. Setiap mobil militer melewati kawasan kampus itu diberhentikan. Mobil naas itu langsung dibakar. Meski tidak ada korban jiwa, tak kurang dari 5 mobil berplat TNI jadi arang. Kendaraan yang hingga tengah malam tadi masih menjadi rongsokan di tengah jalan adalah minibus Hi-Ace, Mitsubishi L-300, Toyota Kijang, Daihatsu Feroza, dan Suzuki Baleno. Setiap personel militer yang kebetulan menggunakan atribut selalu dicurigai. Tidak jarang malah dikeroyok ramai-ramai. Sehingga kawasan tersebut menjadi kawasan bebas TNI dan polisi. Aksi ini merupakan balas dendam. Sebab, malam sebelumnya, beberapa demonstran sempat dipukuli dan 18 lainnya diamankan. Kejadian inilah yang membuat kaum muda itu melampiaskan dendamnya dengan membakar apa saja yang berbau militer. Aksi brutal ini dimulai pukul 09.00. Di sarang kampus UI Salemba, UKI, Universitas YAI, dan Universitas Gunadarma ini, mahasiswa benar-benar menjadi penguasa. Mereka yang tergabung dalam Jarkot (Jaringan Kota) ini mencegat semua mobil militer yang melintas. Begitu mobil-mobil itu terbakar, suasana menjadi tegang. Asap hitam yang bersaing dengan gedung-gedung jangkung, membuat Jakarta berubah mengerikan. Api yang terus menjilat-jilat di tengah jalan, membuat panik pengguna jalan g
Baca Balas Dendam Hal.19

Bondan Merasa Tersudut


JAKARTA- Pejabat Sementara Sekretaris Negara Bondan Gunawan mengaku pernah bertemu dengan mantan Wakabulog Dr Ir Sapuan setelah bobolnya dana Yayasan Karyawan Bulog Rp 35 miliar. Namun, ia membantah pernah mengantarkan Sapuan menemui Presiden Abdurrahman Wahid di Istana Negara. Ia mengemukakan hal itu kepada lima wartawan termasuk Jawa Pos di Bina Graha, Jakarta, kemarin sore. Pernyataan Bondan tersebut diungkapkan menanggapi hasil temuan Government Watch (Gowa) yang mengindikasikan keterlibatan orang-orang istana kepresidenan dan sejumlah tokoh partai politik dalam kasus Bulog tersebut. Dalam temuan Gowa yang diungkapkan koordinatornya, R. Fakih, kemarin, Bondan disebut pernah ikut mengantar Sapuan menemui presiden di istana. Tokoh Forum Demokrasi ini juga disebut-sebut telah mengadakan pertemuan dengan Sapuan bersama Jaksa Agung Marzuki Darusman setelah pencairan dana yang kini menjadi skandal itu. Berikut ini petikan wawancara dengan pria kelahiran Madiun itu di ruang kerjanya, yang di mejanya terpampang foto Presiden Pertama RI Ir Soekarno: Apakah Bapak kenal dengan MAA Suwondo, Suko Sudarso, Leo Purnomo alias Kie Hau, Siti Farika, dan Teti Sunarti (istri Suwondo) yang diduga terlibat dalam megaskandal dana Yanatera Bulog? Kedekatan saya dengan siapa pun seperti ke teman-teman ini. Jadi, misalnya, kalau ada yang bilang ini dekat sama Bondan, ya semua dekat. Ya kalau saya, tindakan hukum sudah dilakukan, kemudian Sapuan diperiksa. Dari situ akan lebih jelas lagi. Bagaimana saya sama sekali tidak tersentuh dan tidak pernah tahu persoalan itu. Bagi saya ya enteng saja. Silakan saja proses hukum dijalankan secepatnya. Sehingga semuanya menjadi transparan. Tapi, kalau Anda bertanya soal itu, saya katakan saya ini tahu saja nggak dari persoalan itu. Suwondo itu benar-benar ada atau fiktif? Saya pernah tahu. Dia itu dulu sering di PB NU dan mijat Gus Dur. Bahwa saya kenal dia, ya. Tapi, Suwondo pernah masuk istana nggak, Pak? Nggak. Pak Bondan pernah ngantar Suwondo menemui presiden di Istana? O, sama sekali. Kalau Suwondo mencairkan dana taktis Bulog atas nama Aspri (asisten pribadi), bagaimana Pak? Dia ngaku sendiri, ya bagaimana mau..? Secara formalnya bagaimana? Nggak ada. Nggak ada. Tapi, dalam tanda terima cek Bank Bukopin senilai Rp 35 miliar tertera nama Aspri Presiden RI, Suwondo? g
Baca Bondan Hal.19

Karyawan Bulog Terbelah, Sapuan Resmi Ditahan


J AKARTA - Kasus menguapnya dana Bulog Rp 35 miliar menyebabkan karyawan lembaga pemerintah nondepartemen (LPND) itu merasa jengkel dan malu. Jengkel karena duit yang dikabarkan masuk kantong tukang pijat Presiden Abdurrahman Wahid itu adalah hasil keringat karyawan yang dipotong tiap bulan. Uang itu berasal dari Yayasan Bina Sejahtera (Yanatera) yang ditarik dari semua karyawan Bulog tiap bulan. Selain itu, dana tersebut berasal dari usaha lain yang sah berdasarkan AD/ART Yanatera. Saya ditarik iuran Rp 5.000 per bulan. Jadi, setahunnya mencapai Rp 60 ribu, ungkap salah seorang pejabat teras di Bulog yang sudah mewanta-wanti Jawa Pos agar tidak disebutkan namanya. Anehnya, Yanatera selalu mengembalikan dana pegawai itu bahkan lebih banyak daripada jumlah yang disetor per tahun. Yanatera memberikan Rp 100 ribu per tahun kepada tiap pegawainya. Menurut logika, jumlah tersebut sangat tidak mungkin, mengingat besarnya bunga dari simpanan yang harus ditanggung yayasan. Menyangkut kasus bobolnya dana Yanatera Rp 35 miliar yang melibatkan mantan Wakabulog Sapuan, karyawan Bulog kini terpecah menjadi dua. Mereka ada yang mengecam perbuatan Sapuan dan ada juga yang membela Wakabulog yang sudah lengser itu g
Baca Karyawan Hal.19

Salim Boleh Masuk BCA Feisal: Saya Minta Maaf Kasus 27 Juli
JAKARTA - Bank Central Asia (BCA), tampaknya, bukan lagi menjadi zona larangan bagi keluarga Sudono Salim. Sebab, Menkeu Bambang Sudibyo telah memberikan lampu hijau kepada taipan yang dekat dengan Soeharto itu untuk memiliki kembali saham bank papan atas tersebut. Menurut Menkeu, pihaknya segara meninjau kembali (review) keputusan Ketua BPPN Cacuk Sudarijanto yang melarang keluarga Salim, mantan pemilik sebagian besar saham bank itu, membeli saham BCA. Review itu akan disesuaikan dengan rekomendasi dari kepala biro hukum Depkeu, kata Bambang Sudibyo di Jakarta, Kamis. Sebagaimana diketahui, Kepala BPPN Cacuk Sudarijanto melarang keluarga Salim memasuki kembali bekas mesin kas Grup Salim itu. Sang taipan hanya dapat membeli saham secara langsung di pasar, enam bulan sejak penyetoran efektif ke BPPN. Jadi, bila hasil rekomendasi
dari Biro Hukum Depkeu mengganggap keputusan Cacuk bagus, ya akan tetap kita teruskan. Tapi, kalau secara hukum langkah Cacuk salah, ya akan kita beri sanksi, tegas Menkeu. Sayangnya, Menkeu tidak menjelaskan apakah kebijaksanaan baru ini terkait dengan kurang nya minat masyarakat membeli saham BCA. Sementara itu, berkait dengan langkah divestasi (pelepasan saham pemerintah) BCA, Menkeu menyatakan meminta maaf kepada DPR karena pihaknya telah melanggar prosedur ketika melakukan langkah rekap BCA. Memang, kata dia, rekap BCA seharusnya untuk melakukan divestasi. Pihak BPPN mestinya meminta izin terlebih dahulu kepada KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan). Lalu, KKSK meminta izin pada Menkeu. Dan, Menkeu meminta persetujuan DPR. Untuk itu, saya atas nama pemerintah meminta maaf karena kami belum meminta persetujuan DPR untuk divestasi dalam rangka rekap BCA, kata Bambang. Sementara itu, jago Abdurrahman Wahid untuk jabatan Dirut BRI, Prijadi Prapto Suhardjo, dikabarkan tak lulus fit and proper test dari BI. Selain itu, sosok Prijadi sesuai ketentuan LoI (letter of intent) sebetulnya tak boleh lagi menjabat dalam jajaran direksi untuk program rekap. Namun, Deputi Senior BI Anwar Nasution ketika dikonfirmasi mengenai hal ini menolak menyebutkan siapa saja yang tidak lulus. Tapi, jika tidak lulus lagi, seharusnya orang itu tidak bisa masuk jajaran perbankan nasional. Kalau itu dilakukan, citra BI bisa terganggu dan independensi tak ada gunanya lagi. Ketika ditanya bila presiden tetap menghendaki calon tersebut, meski tak lulus, Anwar dengan tegas menyatakan bahwa siapa pun yang meminta, bila sudah tidak lulus, tidak bisa diutakatik lagi. (jpnn)

JAKARTA - Mastermind peristiwa 27 Juli 1996, kemarin, diperiksa Mabes Polri. Tokoh yang disebut otak itu adalah Jenderal (pur) Feisal Tanjung. Saat peristiwa itu meletus empat tahun lalu, Feisal menjabat panglima ABRI. Anehnya meski banyak dituding anak buahnya sebagai penanggung jawab utama di tubuh ABRI pemeriksaan Feisal Tanjung tidak berlangsung lama. Bahkan, sangat singkat; hanya dua jam. Feisal yang dikenal garang di kalangan perwira TNI itu datang pukul 09.30 di Korserse Mabes Polri. Dia naik Volvo hitam B176. Saat memasuki Mabes Polri, mobil mewah itu berhenti di antara kerumunan wartawan yang sudah nyanggong sejak pagi di depan gedung Korserse. Wartawan pun sedikit ketarketir, khawatir akan diumpat oleh pria yang dikenal galak itu. Tetapi, suasana menjadi cair saat dia keluar dari mobil. Mengenakan kemeja warna cokelat, Feisal menyambut wartawan dengan senyum yang melegakan. Begitu turun, Feisal dikawal tiga pria berbadan tegap. Juga kuasa hukumnya dari Babinkum Mayor (sus) Nurhazizah, Letkol (mar) M.D. Purnomo, dan Kapten (sus) Bambang Widarto. Wartawan langsung mem-

Feisal Tanjung

berondongnya dengan berbagai pertanyaan. Tak satu pun yang dijawab. Komentar Paaak..., teriak seorang wartawan dengan nada tinggi. Sang jenderal berdehem. Wartawan sudah siap mental kena semprot lagi. Tiba-tiba, dia tersenyum. Wartawan pun lega. Nghhhh,

jangan sekarang ya. Sekarang Pak, sekarang Pak, wartawan ngotot. Nanti, nantilah kalau sudah selesai, sergahnya sambil jalan. Pemeriksaan Feisal yang hanya dua jam itu berlangsung hingga pukul 11.30. Ia mendapat 30 pertanyaan. Ada sedikit beda dengan pemeriksaan jenderal lainnya. Dia didampingi tim babinkum yang komplet. Jumlahnya enam. Selain tiga yang mendampinginya sejak datang, ada lagi Kapten (sus) N. Sirait, Mayor (sus) Damanik, dan Kolonel (CHK) Setiawan. Feisal membeberkan keterangan di depan Dirpidum Brigjen (pol) Engkeesman R. Hillep, Wadirpidum Kolonel (pol) Makbul Padmanegara, dan Kolonel (pol) Suryadharma. Seusai pemeriksaan, Feisal menepati janjinya. Saya sudah ditanya penyidik. Dan, saya jelaskan dengan baik. Pertanyaannya banyak, katanya singkat, lalu menyerahkan ke kuasa hukumnya untuk meneruskan. Dia sendiri lalu masuk mobil dan meninggalkan wartawan meski dicecar banyak pertanyaan. Melalui kuasa hukumnya, Kolonel (CHK) Setiawan, dia menitipkan pesan minta maaf g
Baca Feisal: Saya Hal.19

agus wahyudi/jp

Suwondo dan Pijatan Senilai Rp 35 Miliar Itu (2-Habis)

Sudah Menjadi Pembisik Gus Dur sejak 1980-an


Kapan awal mula Suwondo mengenal Presiden Wahid? Bagaimana caranya? Benarkah senjata piawai memijat itu yang menyebabkan Abdurrahman Wahid tetap menyayanginya meski orang dekat presiden telah mengingatkan bahwa Wondo kelak bisa berbahaya?
AKHMAD ZAINI dan NEVY HETHARIA, Jakarta

MESKI kedekatannya dengan Presiden KH Abdurrahman Wahid sudah lama dan sering mondar-mandir di Kantor PB NU Jalan Keramat Raya Jakarta, sosok Suwondo tetaplah misterius. Beberapa orang dekat Presiden Wahid yang dihubungi Jawa Pos mengaku tidak tahu persis jati diri pria yang belakangan ini sangat populer itu. Yang saya tahu, Suwondo itu orangnya pintar membual, kata Ketua PB NU H Mustofa Zuhad Muqni. Begitu juga ketua PB NU lainnya, M. Fajrul Falaakh SH MA. Pria asal Gresik yang masih keponakan Gus Dur ini juga mengaku tidak tahu persis pria yang digambarkannya sebagai kerempeng itu. Selama Suwondo mondar-mandir ke Kantor PB NU, Zuhad maupun Fajrul mengaku tidak

begitu memperhatikan. Pasalnya, penampilan pria yang bernama lain An Peng Sui ini tidak begitu menyakinkan. Dia suka datang ke Kantor PB NU dengan menumpang mikrolet. Begitu juga dalam berpakaian. Dia sama sekali tidak necis. Memang pakaian Wondo tidak nggembel. Tapi, dia tidak pernah berpakaian rapi. Saya juga tidak pernah melihat Suwondo mengenakan dasi, tutur Zuhad. Terkait dengan kesan yang begitu sederhana tersebut, Zuhad mengaku heran ketika muncul kabar Suwondo berhasil mempedayai Wakabulog Dr Ir Sapuan. Dia lebih heran lagi ketika kemudian diberitakan bahwa Suwondo mempunyai BMW, Opel Blazer, dan Kijang. Bahkan, saat diberi tahu rumahnya di kawasan elite Vila Gading Indah, Zuhad hanya geleng-geleng. Dia tak mampu berkomentar apa-apa lagi. Di mata Fajrul dan Zuhad, kedekatan Suwondo dengan Abdurrahman Wahid tidaklah terlalu istimewa. Suwondo bertandang ke Kantor PB NU ketika hendak memijat Gus Dur. Dan saat akan pulang, seperti tamu Gus Dur lainnya, Suwondo juga sering disangoni. Ia selalu mengumbar senyum setelah menerima angpao dari Gus Dur. Ia lalu

membungkukkan badan kepada yang lain tanda pamit, katanya. Berapa uang mikrolet dari Gus Dur itu? Ya, seadanya yang di kantong Gus Dur. Kalau ada seratus ribu, yang diberikan ya seratus ribu. Kalau adanya lebih kecil daripada itu, ya diberikan seadanya.

Yang jelas, Gus Dur memang tidak pernah ngantongi uang banyak, tutur Zuhad. Soal kebiasaan Gus Dur nyangoni Suwondo itu, tidak hanya Zuhad yang tahu. Mantan Ketua PP GP Ansor yang saat ini menjadi Ketua DPP Partai Golkar Slamet Effendi Yusuf juga mengaku mengetahuinya. Namun, berbeda dengan Zuhad, Slamet melihat Suwondo tetap saja memiliki hubungan istimewa dengan Gus Dur. Bahkan, secara blak-blakan, Slamet mengatakan bahwa keretakan hubungannya dengan Gus Dur, salah satunya disebabkan oleh Suwondo yang bertubuh kecil dan kerempeng itu. Saya dan teman-teman memang sering mengkritik kedekatan Pak Dur dengan Wondo. Saya bilang, orang ini bahaya karena vested interest-nya tinggi. Tapi, ujung-ujungnya, kamilah yang malah tidak disukai Pak Dur, ungkap Slamet mengenang. (Seperti diketahui, hubungan Slamet dan Abdurrahman Wahid sudah sekian tahun tidak begitu harmonis. Hubungan keduanya memburuk ketika pemerintah Orde Baru memusuhi Abdurrahman Wahid. Apalagi, bersamaan dengan itu, Slamet mulai aktif di Golkar yang menjadi penyokong utama kekuasaan Soeharto). Slamet menceritakan, awal kedekatan Suwondo dengan Gus Dur terjadi pada akhir 80-an.

Kala itu, Suwondo yang masih memeluk Katolik diperkenalkan oleh beberapa LSM yang sudah lebih dulu akrab dengan Abdurrahman Wahid. Seperti biasanya, Gus Dur tanpa raguragu menerima Suwondo. Apalagi, Suwondo terbukti memiliki keahlian memijat. Selang beberapa saat setelah akrab dengan Abdurrahman Wahid, Suwondo akhirnya memeluk Islam. Wondo dan Gus Dur pun semakin akrab. Hampir bisa dipastikan, ketika Abdurrahman Wahid ngantor di Kramat, Suwondo datang bertandang. Dalam perkembangan berikutnya, Suwondo mulai banyak memberikan informasi kepada Gus Dur. Bahasa sekarangnya, pembisik Abdurrahman Wahid. Terutama informasi masalah politik. Yang mengejutkan bagi Slamet, semua informasi dari Suwondo itu begitu dipercaya oleh cucu pendiri NU KH Hasyim Asyari tersebut. Akibatnya, ketika ada informasi lain yang berlawanan dengan informasi yang datang kepada Abdurrahman Wahid, info lain itu dianggap tidak benar. Kondisi semacam itu, menurut Slamet, menjadikan dia dan aktivis NU yang lain, seperti Irham Syam, Fahmi Saifuddin, Said Budairy, Umar Basali, Abdullah Syarwani, dan Asnawi Latif, merasa kurang sreg. Sehingga, lama-kelamaan hubungan mereka dengan Abdurrahman Wahid semakin renggang g
Baca Sudah Menjadi Hal.19

http://www.jawapos.co.id

Harga Eceran Rp 1.700,-/Luar kota tambah ongkos kirim

You might also like