You are on page 1of 25

9.17 Q.S. 9 Bara-ah: 79 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat perintah mengeluarkan zakat (Q.S.

9 Bara-ah: 103), Ibnu Masud sebagai tukang pikul, mengeluarkan zakat dari hasil pikulannya. Pada saat itu apabila ada orang yang bersedekah banyak, kaum munafikin suka mengatakan bahwa ia itu ria, dan apabila sedekahnya sedikit, mereka berkata: Allah tidak menginginkan sedekah yang sedikit. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 79) sebagai ancaman kepada orang-orang yang suka

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Kab al-Qurazhi. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa seorang munafik berkata: janganlah kalian keluar berperang di waktu panas begini. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 9 Baraah: 81) yang mengancam dengan neraka jahanam yang lebih panas. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam Kitab ad-Dalail, dari Ibnu Ishaq yang bersumber dari Ashim bin Amr bin Qatadah dan Abdullah bin Abi Bakr bin Hazm.

mencela/mengejek orang-orang yang bersedekah. Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (al-Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Ibnu Masud. Hadits seperti ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abu Hurairah, Abu Uqail, Abu Said al-Khudri, Ibnu Abbas, dan Umairah binti Suhail bin Rafi.

9.19 Q.S. 9 Bara-ah: 84 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Abdullah bin Ubay mati datanglah anaknya kepada Rasulullah saw. Meminta gamis beliau untuk kain kafan bapaknya. Rasulullah saw. Memberikannya. Ia pun meminta agar Rasulullah bersedia menyalatkan mayat bapaknya. Ketika Rasulullah saw. Akan menyalatkannya, Umar bin al-Khaththab berdiri dan memegang baju Rasulullah seraya berkata: Ya RAsulullah, apakah tuan akan menyalatkan dia padahal Allah telah melarang menyalatkan mayat kaum munafik? beliau menjawab: allah menyuruhku memilih dengan Firman-Nya, Istaghfir lahum au la tastaghfir lahum in tastaghfir lahum sabina marrah IKamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu memohonkan ampun bagi mereka [adalah sama saja.] kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali ) (Q.S. 9 Bara-ah: 80). Dann sekiranya aku tahu bahwa

9.18 Q.S. 9 Bara-ah: 81 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah saw. Memerintahkan untuk berjihad berserta beliau di musim panas. Berkatalah beberapa orang di antara yang hadir: Ya Rasulallah! Sekarang sedang panas terik,, kami tidak kuat keluar unyuk berjihad di waktu panas begini. Maka turunlah akhir ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 81) yang menegaskan bahwa neraka jahanam itu lebih panas. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa pada waktu panas terik, Rasulullah saw. Berangkat ke Tabuk. Berkatalah seseorang dari Bani Salamah: Janganlah kalian berangkat berperang pada waktu panas begini. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Q.S. 9 Bara-ah: 81) sebagai peringatan akan ancaman Allah.

dosanya akan diampuni dengan dimintakan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, pasti aku akan melakukannya. Maka Umar berkata lagi: Ia seorang munafik. Namun Rasulullah saw. Tetap menyalatkannya. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 84)

sebagai larangan menyalatkan orang yang mati dalam keadaan kafir dan munafik. Sejak turun ayat tersebut, Rasulullah saw. Tidak mau lagi menyalatkan kaum munafikin. Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (al-Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Ibnu Umar, serta bersumber pula dari Umar, Anas, Jabir, dan lain-lain.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al-Aufi yang bersumber dari ibnu Abbas. Nama-nama orang yang tidak terbawa dalam peperangan itu dusebutkan di dalam kitab al-Mubhamat.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 92) turun berkenaan dengan Bani Muqrin yang sangkut pautnya dengan turunnya ayat, wa la alal ladzina idza ma atauka li tahmilahum qulta la ajidu ma ahmilukum alaih (Dan tiada [pula dosa] atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu ) (Q.S. 9 Bara-ah: 92) Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid.

9.20 Q.S. 9 Bara-ah: 91 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Zaid bin Tsabit, penulis Rasulullah saw., sedang menulis surah 9 Bara-ah sampai ayat perintah jihad, ia meletakkan pena di telinganya. Rasulullah saw. Menunggu kelanjutan wahyu tersebut. Tiba-tiba datanglah seorang buta seraya berkata: Bagaimana saya yang buta, ya Rasulallah? Maka turunlah ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 91) yang memberikan kelonggaran untuk tidak ikut berperang bagi orang yang lemah, sakit, cacat, ataupun miskin, asal mereka ikhlas kepada allah swt. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin Tsabit.

Keterangan: Menururt Abdurrahman bin Maqil al-Muzani, pasukan yang ada sangkut pautnya dengan ayat itu (Q.S. 9 Bara-ah: 92) terdiri atas sepuluh orang putra Muqrin.

9.22 Q.S. 9 Bara-ah: 102-103, 106 9.21 Q.S. 9 Bara-ah: 92, 99 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Rasulullah saw. Memerintahkan orangorang berangkat jihad bersamanya, datanglah segolongan shahabat di bawah pimpinan Abdullah bin Maqil al-Muzani seraya berkata: Ya Rasulallah, berilah kami tunggangan. Rasulullah saw. Menjawab: Demi Allah, tidak ada lagi tunggangan yang dapat menggangkut kalian. Berlinanglah air mata mereka menyesali dirinya karena tidak punya bekal dan tunggangan untuk turut berjihad. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 92) sebagai kelonggaran bagi orang-orang yang tidak turut berperang karena kekurangan bekal dan angkutan. Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Rasulullah saw. Berangkat jihad, Abu Lubabah dan lima orang kawannya meninggalkan diri. Abu Lubabah dan dua orang temannya termenung dan menyesal atas perbuatannya, serta yakin akan bahaya yang akan menimpanya. Mereka berkata: Kita di sisni bersenang-senang di bawah naungan pohon, hidup tenteram beserta istri-istri kita, sedang Rasulullah saw. Beserta kaum Mukminin yang menyertainya sedang berjihad. Demi Allah kami akan mengikat diri pada tiang-tiang dan tidak akan melepaskan talinya kecuali dilepaskan oleh Rasulullah. Kemudian mereka melaksanakannya, sedang yang tiga orang lagi tidak melaksanakan demikian. Ketika pulang dari medan jihad, Rasulullah bertanya:

Siapakah yang diikat di tiang-tiang itu? berkatalah seorang laki-laki: Mereka itu Abu Lubabah dan teman-temannya yang tidak ikut ke medan perang beserta tuan. Mereka berjanji tidak akan melepaskan diri mereka kecuali jika tuan yang melepaskannya. Bersabdalah Rasulullah saw.: aku tidak akan melepaskan mereka sebelum aku mendapat perintah (dari Allah). Maka turunlah ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 102) yang mengampuni dosa mereka. Setelah turun ayat tersebut, Rasulullah saw. Melepaskanm ikatan dan memberikan maaf kepada mereka. Menegnai ketiga orang lainnya yang tidak disebutkan dalam ayat tersebut, diterangkan oleh allah swt. Dalam ayat selanjutnya (Q.S. 9 Bara-ah: 106) bahwa nasib mereka ada di tangan Allah. Sebagian orang mengatakan bahwa mereka tentu akan binasa karena tidakturun ayat pengampunan, dan yang lainnya mengharapkan ampunan bagi mereka. Maka turunlah ayat selanjutnya (Q.S. 9 Bara-ah: 118) yang menegaskan bahwa Allah menerima tobatnya apabila mereka benar-benar bertobat. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan Ibnu Abi Hatim dari al-Aufi yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Dan diriwaytakan pula seperti riwayat yang dikemukakan oleh ali bin Abi Thalhah tersebut., oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sad bin Jubair, adl-Dlahhak, Zaid bin Aslam, dan lain-lain.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 103) turun berkenaan dengan tujuh orang (yang meninggalkan diri, tidak mengikuti Rasulullah saw. Ke Perang Tabuk). Empat orang di antaranya mengikat dirinya masing-masing di tiang-tiang, yaitu : Abu Lubabah, Mirdas, aus bin Khudzam, dan Tsalabah bin Wadiah. Diriwayatkan oleh Abdullah yang bersumber dari Qatadah.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa di antara orang yang meninggalkan diri tidak ikut perang (di Medan Perang Tabuk) beserta Rasulullah saw. Ialah enam orang: Abu Lubabah, aus bin Khudzam, Tsalabah bin Wadiah, Kab bin Malik, Mararah bin ar-Rabi, dan Hilal bin Umayyah. Abu Lubabah, Aus dan Tsalabah adalah orang-orang yang bertobat, yang mengikat dirinya masing-masing di tiang-tiang dengan harapan

Dalam suatu riwayat dikemukakan seperti riwayat di atas, dengan tambahan bahwa Abu Lubabah bersama kedua temannya, setelah dilepaskan, datang menghadap rasulullah saw. dengan membawa harta bendanya, seraya berkata Ya Rasulullah! Ini adalah harta benda kami, sedekahkanlah atas nama kami, dan mintakanlah ampunan baghi kami. Rasulullah saw. Menjawab: Aku tidak diperintahkan untuk menerima harta sedikitpun. Maka turunlah ayat selanjutnya (Q.S. 9 Bara-ah: 103) yang memerintahkan untuk menerima sedekah mereka dan mendoakan mereka. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ali bin Abi Thalhah yang bersumber dari Ibnu Abbas.

dibuka oleh Rasulullah saw.. mereka juga menyerahkan harta bendanya kepada Rasulullah saw. Namun Rasulullah saw. Tidak mau membuka ikatannya sampai ada perang lagi. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 102) yang menegaskan bahwa mereka diampuni dosanya karena mereka hanya termasuk orang berdosa, bukan munafik. Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dan Ibnu Mandah di dalam Kitab ashShahabah, dari ats-Tsauri, dari al-Amasy, dari Abu Sufyan, yang bersumber dari jabir. Sanad hadits ini kuat.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat mengenai diampuninya Abu Lubabah (Q.S. 9 Bara-ah: 102), diterima oleh Rasulullah saw. Pada waktu berada di rumah Ummu Salamah, istri beliau. Pada waktu itu Ummu Salamah mendengar Rasulullah saw. Tertawa pada saat menjelang subuh. Ummu Salamah bertanya: Apa yang engkau tertawakan, ya Rasulallah? Rasulallah saw menjawab: Abu Lubabah diterima tobatnya. Ia berkata lagi: Bolehkah saya beritahukan kepadanya? Rasulullah saw. Menjawab: Terserah kepadamu. Kemudian Ummu salamah berdiri di pintu kamar pada waktu itu belum diperintahkan untuk berhijab- dan berkata: Hai Abu Lubabah, bergembiralah karena dosamu telah diampuni dan tobatmu telah diterima. Maka berkumpulah orang-orang untuk melepaskan Abu Lubabah, tapi ia menolaknya seraya berkata: Tunggulah sampai datang Rasulullah saw. Untuk melepaskanku. Ketika Rasulullah keluar untuk shalat shubuh, beliau sendiri yang melepaskannya. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih-salah seorang rawi dalam sanadnya adalah al-Waqidi- yang bersumber dari Ummu Salamah.

Bara-ah: 107) yang melarang rasulullah untuk shalat di Masjid Dlirar, karena masjid itu didirikan untuk memecah belah umat. Lalu rasulullah saw. Memanggil Malik bin adDakhsyin dan Man bin Adi atau saudaranya, Ashim bin Adi, seraya bersabda: Berangkatlah kalian ke masjid yang dihuni oleh orang-orang zalim. Hancurkan serta bakarlah masjid tersebut. Lalu keduanya melaksanakan tugas itu. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaihdari dari Ibnu Isqah, dari Ibnu Syihab az-Zuhri, dari Ibnu Akimah al-Laitsi, yang bersumber dari keponakannya yaitu Abu Rahm al-Ghifari, salah seorang yang berturut berbaiat di bawah pohon.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa setelah lam Rasulullah saw. Mendirikan Masjid Quba, beberapa orang kaum Ansar yang berdekatan dengan Masjid Quba, di antaranya Yakhdad, mendirikan jid an-Nifaq. Bersabdalah Rasulullah swa. Kepada Yakhdad: Celaka engkau Yakhdad, engkau bermaksud melakukan sesuatu yang aku pun tahu maksudnya. Ia menjawab: Saya tidak bermaksud apa-apa kecuali mengharapkan kebaikan. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 107) yang

9.23 Q.S. 9 Bara-ah: 107 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang-orang yang membangun masjid Dlirar datamng menghadap Rasulullah saw., yang pada waktu itu sedang bersiap-siap untuk berangkat ke Perang Tabuk. Berkatalah mereka: Ya Rasulullah! Kami telah membangun sebuah masjid untuk orang sakit, orang berhalangan, dan untuk shalat malam di musim dingin dan musim hujan. Kami mengharapkan sekali kedatangan tuan untuk shalat mengimami kami. Rasulullah saw. Menjawab: Aku sudah siap untuk bepergian. Namun jika kami sudah pulang, insyaallah akan datang untuk shalat mengimami kalian. Ketika pulang dari Tabuk, beliau berhenti sebentar di Dzi Awan, suatu tempat yang jaraknya satu jam dari Madinah. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 9

menegaskan adanya orangt-orang yang mendirikan masjid dengan maksud memecah belah umat. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih, dari al-Aufi yang bersumber dari Ibnu Abbas.

9.24 Q.S 9 Bara-ah: 108 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Abu Amir berkata kepada sebagian kaum Ansar yang sedang mendirikan masjid: Teruskanlah mendirikan masjidmu serta siapakanlah kekuatan dan senjata perangmu sekuat tenagamu. Aku akan berangkat menemui Kaisar Romawi dan kembali membawa tentara Romawi untuk mengusir

Muhammad dan shahabat-shahabatnya. Ketika masjid itu selesai dibangun, mereka datamg menghadap Nabi saw. Dan berkata: Kami telah selesai mendirikan masjid. Kami sangat mengharapkan agar tuan shalat di masjid kami itu. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 108) yang melarang Nabi saw. Shalat di masjid yang dibangun untuk menhancurkan umat Islam. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari Ali bin Abi Thalhah yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 108) turun berkenaan dengan ahli Quba yang suka bersuci (istinja) dengan air. Diriwayatkan oleh Umar bin Syabbah dalam menceritakan kejadian kejadian di Madinah, dari al-Wahid bin Abi Sandar al Aslami, dari Yahya bin Sahl al-Anshari, yang bersumber dari Sahl al-Anshari.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa orang-orang Quba yang berhadats kecil selalu berwudu dengan air. Maka turunlah ayat ini (Qs. Baraah: 108) berkenaan

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum munafikin mendirikan masjid sebagai tandingan Mesjid Quba. Mereka berharap agar Amir ar-Rahib nantinya menjadi imam mereka di masjid itu apabila ia datang menghadap Rsulullah saw. Dan berkata: Kami telah selesai mendirikan masjid. Untuk itu kami mengharapkan agar tuan shalat di masjid kami. Maka turunlah ayat ini(Q.S. 9 Bara-ah: 108) yang melarang Rasulullah shalat di Mesjid Dlirar, yaitu masjid yang dibangun untuk menghancurkan umat Isla. Diriwayatkan pleh al-Wahidi yang bersumber dari Sad bin Abi Waqqash. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa turunnya ayat,.fihi rijaluy yuhibbuna ay yatathahharu wallahu yuhibbul muththahhirin (di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih) (Q.S. 9 Bara-ah: 108) berkenaan dengan ahli Mesjid Quba yang suka bersuci (istinja) dengan air. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari Abu Hurairah.

dengan orang-orang yang Dicintai Allah karena kesungguhan mereka dalam bersuci. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Atha

9.25 Q.S 9 Bara-ah: 111 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Abdullah bin Rawahah bertanya kepada Rasulullah saw. Apakah kewajiban-kewajiban terhadap Rabb dan diri tuan menurut kehendak tuan? rasul menjawab: Aku telah menetapkan kewajiban terhadap Rabb-ku untuk beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukannya, sedang kewajibankewajiban terhadapku ialah agar kalian menjagaku sebagaimana kalian menjaga diri dan harta kalian. Mereka berkata: Apabila kami melaksanakan itu, apakah bagian kami? Beliau menjawab: Surga. Mereka berkata: Perdagangan yang sangat menguntungkan. Kami tidak akan membatalkannya dan tidak akan minta dibatalkan. Ayat ini (Q.s. Baraah: 111) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa Allah akan mengganti kerugian harta dan jiwa kaum mukminin dengan surga. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Kab al Qurazhi.

9.26 Q.S. 9 Bara-ah: 113 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Abu Thalib hamper menghembuskan nafasnya yang terakhir, datanglah Rasulullah saw. Kepadanya. Didapatinya Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berada di sisinya. Nabi saw. Bersabda: Wahai pamanku! Ucapkanlah, la ilaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah), agar dengan mengucapkan kalimat itu saya dapat membela Paman di Hadapan Allah. Berkatalah Abu Jahl dan Abdullah: Hai Abu Thalib apakah engkau benci kepada agama Abdul Munthalib? kedua orang itu tidak henti-hentinya membujuk Abu Thalib sehingga kalimat terakhir yang ia ucapkan pun sesuai dengan agama Abdul Munthalib. Nabi saw. Bersabda: Aku akan memintakan ampun bagi pamanda selagi aku tidak dilarang berbuat demikian. Maka turunlah ayat ini (Q.s. Baraah: 113) sebagai larangan untuk memintakan ampun bagi kaum musrykin. Ayat lan yang diturunkan berkenaan dengan usaha Nabi untuk mengislamkan Abu Thalib adalah surah 28 al-Qashash ayat 56, yang menegaskan bahwa Nabi tidak dapat memberikan petunjuk kepada orang yang ia sayangi selagi tidak diberi petunjuk oleh Allah. Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (al-Bukhari dan Muslim) dari Said bin al-Musayyab yang bersumber dari bapaknya. Menurut zahirnya ayat ini diturunkan di Makkah. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Ali bin Abi Thalib mendengar seorang laki-laki sedang memintakana ampun kepada Allah bagi kedua bapak-ibunya yang musyrik. Ali bertanya kepdanya: Apakah engkau memintakan ampun untuk kedua orangtuamu yang musyrik? Ia menjwab: Ibrahim pun memintakan ampun bagi bapaknya yang musyrik. Hal ini disampaikan oleh Ali kepada Rasulullah saw.. Maka turunlah ayat ini (Q.s. Baraah: 113) yang melarang kaum mukminin memintakan ampun bagi kaum msyrikin.

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim yang bersumber dari Ali bin Abi Thalib. Menurut at-Tirmidzi Hadits ini hasan.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. Pergi ke kuburan. Beliau duduk di sisi sebuah kuburan serta berdoa di sana lama sekali, kemudian Ibnu Masud pun jadi menangis karena tangisan beliau itu. Rasulullah saw. Bersabda: Kuburan yang aku duduki di sisinya adalah kuburan ibuku. Aku minta izin kepada Rabbku untuk mendoakannya, tapi Dia tidak memberikan izin kepadaku. Permohonan Nabi itu dijawab dengan turunnya ayat ini (Q.s. Baraah: 113) yang melarang kaum mukminin memintakan ampun bagi kaum msyrikin. Diriwayatkan oleh al-Hakim, al-Baihaqi di dalam Kitab ad-Dala-il, dan lain-lain yang bersumber dari Ibnu Masud.

Dalam riwayat lain dikemukakan ketika NAbi saw bersama Buraidah berhenti di Asfan, teringat beliau kepada kuburan ibunya. Beliau berwudu dan shalat, kemudian menangis dan bersabda:Aku minta izin kepada Rabb-ku agar aku dapat memintakan ampun untuk ibuku, akakn tetapi aku dilarang-Nya. Ayat ini (Q.s. Baraah: 113) turun berkenaan dengan larangan tersebut. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Marduwaih dari Buraidah. Hadits ini menurut lafal Ibnu Marduwaih.

Keterangan: Ath-Thabari dan Ibnu Marduwaih meriwayatkan pula hadits seperti di atas yang bersumber dari Ibnu Abbas, dengan tambahan bahwa peristiwa itu terjadi setelah beliau pulang dari perang Tabuk, ketika berangkat ke Mekah untuk mengerjakan

umrah dan berhenti di pendakian Asfan. Menurut Ibnu Hajar, ayat ini (Q.s. Baraah: 113) bias jadi turun dengan beberapa sebab. Mungkin berkenaan dengan Abu Thalib, mungkin juga berkenaan denagn Ibu Nabi (Aminah), atau berkenaan dengan kisah Ali atau kesemuanya itu menjadi sebab turunnya ayat tersebut.

(Q.s. Baraah: 122) yang membenarkan orang-orang yang meninggalkan diri (tidak turut berperang) untuk memperdalam ilmu dan menyebarkannya pada kaumnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ikrimah.

Dalam

riwayat

lain

dikemukakan

bahwa

kaum

Mukminin,

karena

kesungguhanya ingin berjihad, apabila diseur oleh Rasulullah saw. Untuk berangkat ke 9.27 Q.S. 9 Bara-ah: 117-119 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa sebelum terjadi perang Tabuk (perang Nabi yang terakhir) Kaab bin malik belum pernah ketinggalan ikut berperang beserta Rasulullah saw, kecuali Perang Badr. Pada waktu Perang Tabuk Rasulullah saw. Mengadakan mobilisasi umum untuk berangkat ke Tabuk. Hal ini diterangkan dalam hadits yang panjang. Berkenaan dengan Kaab inilah, turun ayat-ayat pengampunan (Q.S. 9 Bara-ah: 117-119). Dikemukakan bahwa Kaab bin Malik tidak mengikuti Rasulullah pada perang Tabuk, sehingga ia diboikot oleh kaum muslimin pada waktu itu. Dengan turunnya ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 117-119), ia dan kaum Muslimin lainnya mendapaat ampunan Allah, dan pemboikotanpun berakhir. Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Kaab bin Malik. medan perang, maka serta merta berangkat meningggalkan Nabi saw. Beserta orangorang yang lemah. Ayat ini (Q.s. Baraah: 122) turun sebagai laranagan kepada kaum Mukminin untuk serta merta berangkat seluruhnya, tapi harus ada yang menetap untuk memperdalam pengetahuan agama. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abdullah bin Ubaid bin Umar.

9.28 Q.S. 9 Bara-ah: 122 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat, Illa tanfiru yuadzdzibkum adzaban alima (jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksamu dengan siksaan yang pedih) (Q.S. 9 Bara-ah: 39), ada beberapa orang yang jauh dari kota yang tidak ikut berperang karena mengajar kaumnya. Berkatalah kakum munafik: Celakah orang-orang di kampong itu karena ada orang-orang yang meninggalkan diri yang tidak turut berjihad dengan Rasulullah. Maka turunlah ayat ini

10 YUNUS (YUNUS)
Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Allah mengutus Muhammad selaku Rasulullah, orang-orang Arab mengingkarinya dan berkata: Bagaimana mungkin allah Yang Maha Agundg mengutus seorang manusia sebagai Rasul? ayat ini (Q.S. 10 Yunus: 2) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. Demikian juga surah 12 Yusuf ayat 109 yang menegaskan bahwa bukan hanya Muhammad yang diutus sebagai Rasul tapi ada pula Rasul-Rasul lainnya. Setelah Allah berulang-ulang memberi bukti-bukti kepada mereka, mereka berkata: Sekiranya Allah mengutus manusia membawa risalah, maka ada dua orang yang lebih berhak menjadi Rasul, dan bukan Muhammad sebagaimanan dilukiskan dalam al-quran (Q.S. 43 az-zukhruf: 31). Kedua orang itu adlah al-Walid bin alMughirah dari Mekah dan Masud bin Amr ats-Tsaqafi, yang menururt mereka lebih mulia daripada Muhammad. Sebagai bantahan atas ucapan mereka, Allah menurunkan kelanjutan ayat tersebut (Q.S. 43 az-zukhruf: 31). Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari adl-Dlahhak yang bersumber dari Ibnu Abbas. 11.1 Q.S. 11 Hud: 5

11 HUD (HUD)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa pada waktu itu banyak orang yang merasa malu apabila tidur telentang dan malu bercampur dengan istrinya. Maka turunlah ayat ini (Q.S. Hud: 5) berkenaan dengan mereka. Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa apabila bertemu dengan Nabi saw. Kaum munafikin suka memalingkan muka dan membalikkan badan agar tidak terlihat oleh beliau karena malu. Maka turunlah ayat ini (Q.S. Hud: 5) yang menegaskan bahwa Allah maha Mengetahui segala yang mereka sembunyikan. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lain-lain abdullah bin Syadad. yang bersumber dari

11.2 Q.S. 11 Hud: 8 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat, Iqtaraba linnasi hisabuhum (Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka ) (Q.S. 21 alanbiya: 1), berkatalah orang-orang: Sesungguhnya saat (kiamat) telah dekat, maka berhentilah kalian dari perbuatan menipu. Merekapun berhenti sebentar, namun kembali melakukan tipu dayanya lebih jahat lagi. Maka turunlah ayat ini (Q.S. Hud: 8) sebgai ancaman terhadap perbuatan mereka.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Qatadah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jareir yang bersumber dari Ibnu Juraij.

Keterangan: Hadits-hadits seperti ini bersumber pula dari Umamah, Muadz bin jabal, Ibnu Abbas, Buraidah, dan lain-lain, dan telah disebutkan di dalam Kitab Turjumanul Qur-

11.3 Q.S. 11 Hud: 114 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang laki-laki setelah mencium seorang wanita datang menghadap Rasulullah saw. Seraya menerangkan peristiwa tersebut. Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S. 11 Hud: 114) yang menegaskan kejahatan itu dapat diampuni Allah dengan melaksanakan shalat lima waktu. Kemudian orang itu berkata: Apakah ini hanya berlaku bagi orang yang ada sekarang saja? Nabi menjawab: Untuk semua umatku. Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (al-Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Ibnu Masud.

an.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Abul Yasar kedatangan seorang wanita yang mau membeli kurma. Ia berkata: Di rumahku ada kurma yang lebih baik daripada ini. Maka masuklah wanita itu bersamanya, kemudian ia merangkul wanita itu serta menciumnya. Setelah itu, ia menghadap Rasulullah saw. Seraya menerangkan kejadian tersebut. Bersabdalah Rasulullah saw.: Beginikah engkau bila dititipi seorang istri oleh suaminya yang sedang berperang? lama sekali abul Yasar menundukkan kepala. Berkenaan dengan peristiwa tersebut, turunlah ayat ini (Q.S. 11 Hud: 114) yang memerintahkan untuk mendirikan shalat lima waktu karena perbuatan yang baik dapat menghapus perbuatan yang tidak baik. Diriwayatkan oleh at-tirmidzi dan lain-lain yang bersumber dari Abul Yasar.

12 YUSUF (YUSUF)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa setelah sekian lama turun ayat-ayat alQuran kepada Nabi saw. Dan dibacakannya kepada para shahabat, mereka berkata: Ya Rasulallah, bagaimana jika tuan bercerita kepada kami? Maka Allah menurunkan, Allahu nazzala ahsanal hadits (Allah telah menurunkan perkataan yang baik ) sampai akhir ayat (Q.S. 39 az-Zumar: 23) yang menegaskan bahwa Allah telah menurunkan sebaik-baik cerita. Menurut Ibnu abi Hatim, apra shahabat berkata lagi: Ya Rasulallah, bagaimana jika tuan mengingatkan kami? maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S. 57 al-Hadid: 16), yang mengingatkan banyaknya ayat yang telah diturunkan Allah agar mereka menundudukkan diri kepada-Nya. Diriwayatkan oleh al-Hakim dan lain-lain yang bersumber dari Sad bin abi waqqash. Menurut riwayat lain, para shahabat itu berkata: Ya Rasulallah, bagaimana jika tuan mengisahkan sesuatu kepada kami? maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S. 12 Yusuf: 3) yang menegaskan bahwa di dalam al-Quran sudah terdapat kisah-kisah yang baik sebgai teladan bagi kaum Mukminin. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbas. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Masud. 13.1 Q.S. 13 Ar-Rad: 8-13

13 AR-RAD (GURUH)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Arbad bin Qais dan Amir bin athThufail menghadap Rasulullah saw. Di Madinah. Amir berkata: Hai Muhammad! Jabatan apa yang engkau berikan kepadaku apabila aku masuk Islam? Rasul menjawab: Hak mu sama dengan hak kaum muslimin, dan kewajibanmu serupa dengan kewajiban mereka. Ia berkata lagi: Apakah engkau akan menjadikanku pimpinan setelahmu? Nabi menjawab: Itu bukan urusanmu dan juga bukan urusan kaummu. Kemudian mereka berdua keluar. Berkatalah Amir kepada Arbad: Aku akan mengajak bicara Muhammad sehingga ia tidak memperhatikan kamu, dan saat itulah kamu penggal lehernya. Kemudian mereka kembali lagi kepada Rasulullah saw.. Amir berkata: Hai Muhammad! Mari kita bicarakan sesuatu. Maka berdirilah Rasulullah saw. Bersamanya dan bercakap-cakap dengannya. Pada waktu itu Arbad telah siap-siap memegang hulu pedang untuk mencabutnya, akan tetapi tangannya tidak berdaya. Rasulullah berpaling dan melihat perbuatannya. Kemudian Rasulullah meninggalkan kedua orang itu, dan mereka pun pulang. Ketika sampai di kampong arRaqm, Allah mengirimkan petir untuk menyambar Arbad sampai mati. Allah menurunkan ayat ini (Q.S. 13 Ar-Rad: 8-13) sebagai penegasan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk yang masih berada dalam kandungan, dan Maha Kuasa mengatur hidup dan mati makhluk-Nya.

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan lain-lain yang bersumber dari Ibnu Abbas.

jarak di bumi ini sebagaimana Nabi Sulaiman mendekatkan jarak di bumi untuk kaumnya dengan mempergunakan angin, atau menghidupkan orang mati sebagaimana Nabi Isa menghidupkan orang mati untuk kaumnya. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 13 ar-Rad: 31) yang menegaskan bahwa mereka akan tetap kufur walaupun segala kehendaknya dikabulkan. k. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Warduwaih, yang bersumber dari Athiyyah al-Aufi 13.2 Q.S. 13 Ar-Rad: 31 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat ini (Q.S. 13 ar-Rad: 38), orang-orang Quraisy berkata; Kami berpendapat, kalau demikian engkau ini (Muhammad) tidak memiliki apapun dan segalanya telah selesai. Maka Allah mnurunkan ayat selanjutnya (Q.S. 13 ar-Rad: 39) yang menegaskan bahwa Allah-lah

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Rasulullah saw. Mengutus seorang shahabatnya kepada seorang pembesar jahiliyah untuk mengajaknya kepada agama allah. Berkatalah pembesar itu: Apakah Rabb-mu yang engkau ajak supaya aku menyembah-Nya itu, dibuat dari besi, temabaga, perak, atau emas? utusan itu kembali dan melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah saw.. kemudian ia disuruh kembali mengajak pembesar jahiliyah itu sampai tiga kali. Maka Allah mengirimkan petir untuk menyambarnya sampai terbakar. Turunnya ayat ini (Q.S. 13 Ar-Rad: 13) berkenaan dengan peristiwa tersebut. Diriwayatkan oleh an-Nasa-I dan al-Bazzar yang bersumber dari Anas. 13.2 Q.S. 13 Ar-Rad: 31 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Jahiliyah berkata kepada Nabi saw.: jika benar sebagimana engkau katakan, perlihatkanlah kepada kami nenek moyang kami yang telah mati terlebih dahulu, agar kami dapat bercaka-cakap dengannya, dan singkirkan gunung-gunung kota Mekah yang menyempitkan kami. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 13 Ar-Rad: 31) yang menegaskan bahwa kaum jahiliyah akan tetap kufur walaupun dipenuhi permintaannya. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan lain-lain yang bersumber dari Ibnu Abbas.

yang menghapuskan dan menetapkan segala sesuatunya, dan al-Quran itu sebagai mukjizat Muhammad. k. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum jahiliyah menjawab ajakan Nabi saw. Dengan mengemukakan berbagai syarat, yaitu: agar Nabi dapat menyingkirkan gunung-gunung sehingga Mekah menjadi luas dan dapat ditanami, atau mempersingkat

13 IBRAHIM (IBRAHIM)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini (Q.S. 14 Ibrahim: 28-29) turun berkenaan dengan tokoh-tokoh Quraisy yang terbunuh dalam Peperangan Badr. Ayat ini menegaskan bahwa pengorbanan mereka demi kekufurannya, telah membinasakan dirinya, kaumnya, dan negaranya sendiri. Sementara itu, tempat mereka di akhirat adalah neraka jahanam. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lain-lain yang bersumber dari Atha bin Yasar. 15.1 Q.S. 15 al-Hijr: 24

14 AL-HIJR (AL-HIJR)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada seorang wanita yang sangat cantik shalat bermakmum kepada Nabi saw., sehingga sebagian orang maju ke saf pertama agar tidak melihat wanita itu. Sementara sebagiannya mundur ke saf belakang, sehingga apabila rukuk dapat melihat wanita tersebut dari antara ketiaknya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S. 15 al-Hijr: 24) yang menegaskan bahwa Allah Maha Mengetahui maksud orang-orang yang ada di saf pertama dan di saf belakang. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasa-I, dan al-Hakim, yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Dawud bin Shalih bertanya kepada sahl bin Hunaif al-Anshari tentang ayat ini (Q.S. 15 al-Hijr: 24), apakah turun berkenaan dengan perag fisabilillah? Sahl menjawab: Bukan, akan tetapi turun berkenaan dengan saf dalam shalat. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Dawud bin Shalih.

15.2 Q.S. 15 al-Hijr: 43-46 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Salman al-Farisi mendengar ayat, Wa inna jahannama la mauiduhum ajmain (Dan sesungguhnya jahanam itu benar-benar

tempat yang telah diancamkan kepada mereka [pengikut-pengikut setan] semuanya) (Q.S. 15 al-Hijr: 43) secara tidak sadar ia berlari selama 3 hari menjauhkan diri dari orang-orang karena ketakutan. Kemudaian ia dibawa kepada Nabi saw. Dan ditanya. Ia menjawab: Ya Rasulallah! Dengan turunnya ayat ini (Q.S. 15 al-Hijr: 43), terasa putuslah jantungku. Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (Q.S. 15 al-Hijr: 45) yang menegaskan bahwa bagi kaum Muttaqin disediakan surga yang nyaman. Diriwayatkan oleh ats-Tsalabi yang bersumber dari Salman al-Farisi.

Pengampun lagi Maha Penyayang), tetapi juga mengingatkan mereka bahwa siksa Allah sangat pedih. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani yang bersumber dari Abdullah bin Zubair.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Rasulullah saw. Melihat para shahabat dari pintu Bani Syaibah, sambil bersabda: Aku tidak ingin melihat kalian tertawa. Kemudian beliau meninggalkan mereka. Tak lama kemudian, beliau kembali lagi sambil mundur dan bersabda : ketika aku tiba di Hijr (Ismail), Jibril datang menegurku: Hai Muhammad, sesungguhnya Allah berfirman kepadamu: mengapa engkau memutuskan harapan hamba-hamba-Ku? (sebagaimana firmanNya dalam Qs. Al hijr : 49-50). Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari salah seorang sahabat Nabi. 15.5 Q.S. 15 al-Hijr: 95 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Nabi saw. Lewat di hadapan orangorang kafir Mekah, mereka saling mengedipkan mata tanpa setahu Nabi. Mereka mengejek sambil berkata kepada sesamanya : Inikah orang yang menganggap dirinya Nabi? pada waktu itu kebetulan Jibril menyertai Nabi saw. Maka Jibril menusuk

15.3 Q.S. 15 al-Hijr: 47 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini (Q.S. 15 al-Hijr: 47), turun berkenaan dengan abu Bakr dan Umar (yang rasa dengkinya dicabut Allah swt.) Ada orang yang bertanya: Kedengkian apa? Ali bin al-Husain menjawab: Kedengkian jahiliyah, yaitu sikap permusuhan antara Bani Tamim (Abu Bakr), Bani Adi (Umar), dan Bani Hasyim (Ali). Ketika Abu Bakr terserang sakit pinggang, Ali memanaskan tangannya, dan dengan tangannya itu ia menghangatkan pinggang Abu Bakr. Ayat ini (Q.S. 15 al-Hijr: 47) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ali bin alHusain.

15.4 Q.S. 15 al-Hijr: 49-50 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah menegur para shahabatnya yang sedang tertawa saat beliau lewat di tempat itu, dengan berkata: Apa gerangan yang menyebabkan kalian tertawa, padahal surga dan neraka telah diperingatkan kepada kalian. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 15 al-Hijr: 49-50) sebagai teguran kepada Nabi supaya membiarkan mereka tertawa, karena Allah itu ghafurur Rahim (maha

punggung mereka dengan jarinya sehinga berbekas di badan mereka sebesar kuku, yang kemudian menjadi radang dan luka-luka yang berbau busuk. Tiada seorangpun yang sanggup berdekatan dengan mereka. Ayat ini (Qs. Al Hijr: 95) turun berkenaan dengan persitiwa tersebut, yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad selalu dilindungi oleh Allah swt. dari gangguan mereka. k. Diriwayatkan oleh al Bazzar dan att Thabarani, yang bersumber dari Anas bin Malik.

16 AN NAHL (LEBAH)
16.1 Q.S. 16 An Nahl: 1 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat, Ata amrullah (Telah pasti datangnya ketetapan Allah) (Q.S. 16 An Nahl: 1), gelisahlah hati para shahabat Rasulullah. Maka turunlah kelanjutan ayat tersebut yaitu, fa la tastajiluh ( maka janganlah kamu meminta agar disegerakan [datangnya] k. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas. Dalam riwayat lain dikemukakan, ketika turun ayat, Ata amrullah (Telah pasti datangnya ketetapan allah ) (Q.S. 16 An Nahl: 1), para shahabat berdiri. Maka turunlah kelanjutan ayat tersebut, fa la tastajiluh ( maka janganlah kamu meminta agar disegerakan [dating] nya ). Diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad di dalam Kitab Zawa iduz Zuhd, Ibnu Jarir, serta Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Abu Bakr bin Abi Hafsh.

16 an-Nahl: 38) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai bantahan atas ucapan si musyrik tadi. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul Aliyah.

16.3 Q.S. 16 An Nahl: 41-42 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat, Wal ladzina hajaru fillahi mim badi ma zhulimu (Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya) sampai wa ala rabbihim yatawakkalun ( dan hanya kepada Rabb saja mereka bertawakkal) (Q.S. 16 An Nahl: 41-42) berkenaan dengan Abu Jandal bin Suhail. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Dawud bin Abi Hind.

16.4 Q.S. 16 An Nahl: 75-76 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa firman Allah, Dlaraballahu matsalan abdam mamluka (Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki ) (Q.S. 16 An Nahl: 75), turun sebagai perumpamaan perbedaan antara seorang Quraisy (yang kaya dan dapat berbuat sekehendaknya dengan harta bendanya) dibandingkan dengan budaknya yang tidak dapat berbuat apa-apa. Ayat ini juga sebagai bantahan terhadap penyamaan Allah dengan berhala. Dan firman Allah, rajulaini ahaduhuma abkam ( dua orang lelaki yang seorang bisu ) (Q.S. 16 An Nahl: 76) turun sebagai perumpamaan perbedaan antara Ustman bin Affan dan budaknya. Budaknya membenci Islam, enggan masuk Islam, dan menghalang-halangi Ustman bersedekah dan beramar makruf. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbas.

16.2 Q.S. 16 An Nahl: 38 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada seorang mukmin yang berhutang kepada seorang musyrik. Ketika ditagih, diantara ucapan orang Mukmin itu ialah mendoakan sesuatu bagi kehidupan si musyrik di akhirat. Si musyrik berkata: Apakah engkau beranggapan bahwa engkau akan dibangkitkan setelah mati? Demi Allah, aku yakin bahwa Allah tidak akan membangkitkan orang yang sudah mati. Ayat ini (Q.S.

Keterangan: Kedua ayat ini (Q.S. 16 An Nahl: 75 dan 76) menunjukkan perbedaan antara Allah Yang Maha Kuasa Berbuat menurut Iradat-Nya dan berhala yang justru menjadi beban penyembah-penyembahnya.

16.6 Q.S. 16 An-Nahl: 91 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini (Q.S. 16 An-Nahl: 91) turun sebagai perintah untuk mematuhi baiat pada Nabi saw. (masuk Islam). Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Buraidah.

16.5 Q.S. 16 An-Nahl: 80-83 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika seorang Arab bertanya kepada Nabi saw. Tentang Allah, beliau membacakan ayat, Wallahu jaala lakum mim buyutikum sakana (Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal ) ( Q.S. 16 An-Nahl: 80) . orang itupun mengiyakannya. Kemudian Nabi saw. Pun membaca kelanjutan ayat tersebut, wa jaala lakum min juludil anami buyutan tastakhiffunaha yauma zhanikum wa yauma iqamatikum ( dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah [kemah-kemah] dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan [membawanya] diwaktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim ) ( Q.S. 16 An-Nahl: 80). Orang itupun mengiyakannya. Kemudian Rasulullah pun membacakan lagi kelanjutan ayat tersebut, dan orang itupun mengiyakannya. Namun ketika Rasulullah sampai pada ayat, kadzalika yutimmu nimatahu alaikum laallakum tuslimun ( Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri [kepada-Nya]) ( Q.S. 16 An-Nahl: 81), orang itu berpaling dan tidak mau masuk Islam. Maka turunlah ayat selanjutnya ( Q.S. 16 An-Nahl: 83) yang menegaskan bahwa walaupun orang-orang tahu akan nikmat yang diberikan Allah, tapi kebanyakan mereka tetap kafir. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid.

16.7 Q.S. 16 An-Nahl: 92 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Saidah al-Asadiyyah adalah seorang gila, yang kerjanya hanya mengepang dan mengurai kembali rambutnya berulang kali. Ayat ini ( Q.S. 16 An-Nahl: 92) turun sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang selalu mengikat janji, tidak menepatinya. k. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abu Bakr bin abi Hafsh.

16.8 Q.S. 16 An-Nahl: 103 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah saw. Mengajar seorang bule, abid Romawi yang bernama Balam, di Mekah. Ia tidak dapat berbahasa arab dengan fasih. Ketika kaum musyrikin melihat Rasulullah saw. Sering keluar masuk rumah Balam, mereka berkata; Tentu Balam mengajarinya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S. 16 An-Nahl: 103) sebgai bantahan terhadap pendapata kaum musyrikin itu. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan sanadnya yang daif, yang bersumber dari Ibnu Abbas. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa, Abdullah bin Muslim al-Hadlrami mempunyai dua orang abid yang bernama Yasar dan Jabr, orang sicilia. Keduanya suka membaca dan mengajarkan ilmunya. Rasulullah saw. Sering lewat ke tempat

mereka dan mendengarkan bacaannya. Orang-orang musyrik berkata: Muhammad belajar dari kedua orang itu. Turunnya ayat ini (Q.S. 16 An-Nahl: 103) sebgai bantahan atas tuduhan mereka. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Husain yang bersumber dari Abdullah bin Muslim al-Hadlrami.

16.10 Q.S. 16 An-Nahl: 110 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa, Ammar bin Yasir disiksa hingga tidak tahu apa yang mesti dikatakannya. Demikian juga Shuhaib, Abu Fukaihah, Bilal, Amir bin Fuhairah dan kaum muslimin lainnya. Ayat ini (Qs. An Nahl : 110) turun berkenaan dengan mereka yang telah diselamatkan oleh Allah swt. k. Diriwayatkan oleh Ibnu Sad di dalam Kitab ath Thabaqat, yang

16.9 Q.S. 16 An-Nahl: 106 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Nabi saw. hendak hijrah ke Madinah, kaum Musyrikin menahan Bilal, Khabbab, dan Amr bin Yasir. Amr bin Yasir dapat menyelamatkan diri dengan jalan mengucapkan kata-kata yang mengagumkan mereka. Ketika sampai kepada Rasulullah saw. Ammar menceritakan kejadian itu. Nabi bertanya: Apakah hatimu lapang di kala berkata demikian itu? Ia menjawab: Tidak Ayat ini (Qs. An Nahl: 106) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa Allah tidak akan mengutuk orang yang dipaksa kufur tapi hatinya tetap dalam keimanan. Diriwaytkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini (Qs. An Nahl: 106) turun ketika orang-orang Mekah beriman dikirimi surat oleh para sahabat dari Madinah agar mereka berhijrah. Mereka berangkat pergi ke Madinah, akan tetapi dapat disusul oleh (orangorang kafir) Quraisy. Kemudian orang-orang kafir Quraisy itu menganiaya mereka, sehingga mereka terpaksa mengucapkan kata-kata kufur. Ayat ini (Qs. An Nahl: 106) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa orang-orang yang terpaksa mengucapkan kata-kata kufur akan diampuni oleh Allah, asalkan hatinya tetap beriman. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid.

bersumber dari Uman bin al Hakim. Lihat pula surah An Nisa ayat 97

16.11 Q.S. 16 An-Nahl: 126-128 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Rasulullah saw. berdiri di hadapan mayat Hamzah yang syahid dan dirusak anggota badannya bersabdalah beliau: Aku akan membunuh tujuh puluh oorang dari mereka sebagai balasan atas perlakuan mereka terhadap dirimu. Maka turunlah Jibril menyampaikan wahyu akhir surah An Nahl (Qs. An Nahl: 126-128) di saat Nabi masih berdiri, sebagai teguran kepada beliau. Akhirnya Rasulullah pun mengurungkan rencana itu. Diriwayatkan oleh al Hakim, al Baihaqi di dalam Kitab ad Dalaail, dan al Bazzar, yang bersumber dari Abu HUrairah. Dalam suatu riwayat, pada waktu Perang Uhud gugurlah enam puluh empat orang sahabat dari kaum Anshar dan enam orang dari kaum Muhajirin, diantaranya Hamzah. Kesemuanya dirusak anggota badannya secara kejam, kami akan berbuat lebih dari apa yang mereka lakukan. Ketika terjadi pembebasan kepada Mekah, turunlah ayat ini (Qs. An Nahl: 126) yang melarang kaum Muslimin mengadakan pembalasan yang lebih kejam dan menganjurkan supaya bersabar. Diriwayatkan oleh at Tirmidzi yang menganggap hadits ini hasan, dan al Hakim, yang bersumber dari Ubai bin Kaab.

Keterangan: Menurut lahiriahnya, turunnya tiga ayat terakhir ini (Qs. An Nahl: 126-128) ditangguhkan sampai Fathu Makah. Namun, mengacu pada hadits-hadits sebelumnya, dapatlah dikatakan bahwa turunnya ayat-ayat tersebut dalam Perang Uhud. Menurut kesimplan Ibnu Hishar, ayat-ayat ini (Qs. An Nahl: 126-128) turun tiga kali: mula-mula di Mekah, kemudian di Uhud, dan yang ketiga kalinya pada waktu Fathu Makkah, sebagai peringatan Allah bagi hamba-hambaNya. 17.1 Q.S. 17 Al-Isra: 15

17 AN ISRA (MEMPERJALANKAN DI MALAM HARI)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Khadijah pernah bertanya kepada Rasulullah tentang anak-anak musyrikin. Rasulullah menjawab: Nasib mereka itu tergantung pada nasib orang tuanya (berdasarkan amal perbuatan dan akidah orang tuanya). Dan pada waktu itu Aisyah bertanya tentang hal itu, Rasulullah menjawab: Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Setealh Islam kokoh kuat, Aisyah bertanya lagi tentang hal itu. Maka turunlah ayat ini (Qs. Al Isra: 15) sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut, bahwa tiap-tiap orang tidak akan menanggung dosa orang lain. Setalah turun ayat ini, Rasulullah bersabda: Mereka itu sesuai dengan fitrahnya, atau juga pernah bersabda: Mereka di dalam surga". Diriwayatkan oleh Ibnu Abdilbarr dengan sanad yang dhaif, yang bersumber dari Aisyah.

17.2 Q.S. 17 Al-Isra: 26 Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat ini (Qs. Al Isra: 26) Rasulullah memberikan tanah di Fadak kepada Fatimah. Diriwayatkan ole hath Thabarani dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Said al Khudri. Demikian pula Ibnu Marduwaih meriwayatkan hadist seperti ini, bersumber dari Ibnu Abbas.

Keterangan: Menurut Ibnu Katsir, riwayat ini membingungkan, karena dengan riwayat ini seolaholah ayat itu madaniyyah, padahal yang masyhur Makiyyah.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa seoorang anak datang kepada Nabi saw. meminta suesuatu atas suruhan ibunya. Rasulullah menjawab: Kami tidak punya apaapa hari ini. Si anak berkata : Ibukum mengharapkan agar aku diberi pakaian tuan!. Rasulullah membuja baju gamisnya dan menerahkannya kepada anak itu. Sementara itu

17.3 Q.S. 17 Al-Isra: 28 Dalam suatu riwayat dkemukakan bahwa orang-orang dari Muzainah meminta kepada Rasulullah supaya diberi kendaraan untuk berperang fisabilillah. Rasulullah menjawab: Aku tidak mendapatkan lagi kendaraan untuk kamu. Mereka berpaling dengan air mata berlinang karerna sedih, dan mengira Rasulullah saw. marah kepada mereka. Maka turunlah ayat ini (Qs. Al Isra: 28) sebagai petunjuk bagi Nabi saw. dalam menolak permohonan supaya dengan lemah lembut. Diriwayatkan oleh Sad bin Manshur yang bersumber dari Atha al Khurasani. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (Qs. Al Isra: 28) berkaitan dengan penolakan Nabi saw. terhadap orang-orang miskin yang meminta bantuan. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari adl Dlahhak.

beliau sendiri tinggal di rumah tanpa memakai baju gamis. Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 29) sebagai petunjuk kepada Rasulullah agar tidak terallu mengulurkan tangan. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan lain-lain yang bersumber dari Ibnu Masud. Dalam riwayat lain dikemukakan Nabi saw. pernah bersabda kepada Aisyah bahwa beliau akan selalu menginfakkan apa yang ada padanya. Aisyah berkata: Kalau begitu tidak akan tersisa sedikitpun. Maka Allah menurnkan ayat iniQ.S. 17 alIsra: 29) yang memberikan petunjuk kepada Nabi dalam mengeluarkan infaqnya. Berdasarkan riwayat ini, ayat tersebut seolah-olah Madaniyyah. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abu Umamah. 17.5 Q.S. 17 al-Isra: 45

17.4 Q.S. 17 Al-Isra: 29 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kepada Rasulullah saw. datang kiriman pakaian katun. Karenra beliau seorang dermawan, pakapian itu dibagibagikannya, datanglah serombongan orang yang meminta bagian yang meminta bagian, tapi ternyata telah habis. Ayat ini (Qs. Al Isra: 29) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa apa yang didapat jangalha dihabiskan bahwa apa yang didapat janganlah dihabiskan seluruhnya. Diriwayatkan oleh Said bin Manshur yang bersumber dari Yasr Abil Hakam.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa apabila Rasulullah saw. membacakan al-Quran kepada kaum musyrikin Quraisy dan mengajak mereka kepada al-Quran, mereka mempermainkan beliau dengan ucapan: Hati kami tertutup untuk menerima ajakanmu, telinga kami tersumbat, dan antara kami dan kamu terdapat dinding pemisah. Berkenaan dengan peristiwa tersebut, turunlah ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 45) yang menegaskan bahwa kaum musyrikin yang seperti mereka akan tertutup hatinya dari petunjuk Allah. Diriwayatkan oleh Ibnu Mundir yang bersumber dari Ibnu Syihab.

17.6 Q.S. 17 al-Isra: 56 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada segolongan manusia yang menyembah jin. Kemudian bangsa jin itu memeluk agama Islam, namun sebagian orang itu masih tetpa menyembah jin. Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S. 17 alIsra: 56) sebagai kecaman terhadap orang-orang yang menyembah sesuatu yang tidak berdaya menolong mereka. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lain-lain yang bersumber dari Ibnu Masud. 17.7 Q.S. 17 al-Isra: 59 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang-orang Mekah meminta kepada Nabi saw. agar gunung Shafa dijadikan emas , dan gunung-gunung di Mekah diratakan supaya dapat dijadikan ladang untuk bercocok tanam mereka. Berkatalah Jibril kepada Nabi: Apakah engkau akan menangguhkan permintaan mereka atau meluluskannya? Sekiranya engkau meluluskannya dan mereka tetap kufur , tentu mereka akan dibinasakan sebagaimana dibinasakannya umat-umat terdahulu. Nabi menjawab bahwa beliau akan menagguhkannya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S. 17 alIsra: 59) sebagai peringatan kepada Nabi bahwa kalaupun permintaan mereka itu diluluskan, mereka akan tetap kafir kepada-Nya. Diriwayatkan oleh al-Hakim, ath-thabrani, dan lain-lain bersumber dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan pula ole hath-Thabrani dan Ibnu Marduwaih dengan panjang lebar. 17.8 Q.S. 17 al-Isra: 60 yang

Dalam suatu riwayat dikemukakan, setelah rasulullah saw. diisrakan beliau menceritakan kejadiannya kepada segolongan kaum musyrikin Quraisy. Akan tetapi mereka mengejek dan mengolok-olokkan beliau, bahkan meminta bukti kepada beliau. Lalu Rasulullah saw. menerangkan ciri-ciri baitul Maqdis dan juga menceritakan kafilah yang dilaluinya. Berkatalah al-walid bin al-Mughirah: Orang ini (Muhammad) tukang sihir. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Q.S. 17 al-Isra: 60) yang menjelaskan bahwa peristiwa tersebut sebagai ujian bagi manusia. Diriwayatkan oleh Abu Yala yang bersumber dari Ummu Hani. Diriwayatkan pula oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari al-Hasan.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa pada suatu pagi Rasulullah saw. seperti orang yang kebingungan. Ada yang berkata kepada beliau: Apa yang terjadi pada tuan, ya Rasulallah? Janganlah tuan berduka cita, karena apa yang tuan lihat itu adalah ujian bagi mereka. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Q.S. 17 al -Isra: 60) yang membenarkan adanya ujian itu. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari al-Husain bin Ali. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sahl bin Said. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Amr bin al-Ash, Yala bin Murrah, dan Said bin al-Musyyab yang sanad-sanadnya daif. Hadits Said bin al-Musyyab ini mursal.

Dalam riwayat lain dikemukakan, ketika allah menerangkan az-zaqqum (Q.S. 56 al-Waqiah: 52) sebagai peringatan kepada penghuni kampong Quraisy, berkatalah abi Jahl kepada kaumnya: Apakah kalian tahu, apakah az-zuqqum yang dipakai Muhammad untuk menakut-nakuti kalian? mereka berkata: Kami tidak tahu. Abu

Jahl berkata: (az-Zuqqum itu) roti pakai mentega. Jika aku menemukannya, pasti aku akan makan sebanyak-banyaknya. Ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 60) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa dengan turunnya peringatan tentang az-zuqqum itu. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al-Baihaqi di dalam kitab alBats yang bersumber dari Ibnu Abbas. 17.9 Q.S. 17 al-Isra: 73-76, 80 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Umayyah bin Khalaf, Abu Jahl bin Hisyam, dan tokoh-tokoh Quraisy datang menghadap Rasulullah saw. dan berkata: Hai Muhammad! mari kita meminta berkah kepada tuhan-tuhan kami, dan kami akan masuk agamamu. Rasulullah saw. sangat menginginkan mereka masuk Islam dan merasa kasihan kepada mereka. Maka Allah menurunkan ayat-ayat tersebut di atas (Q.S. 17 al-Isra: 73-75) yang menegaskan bahwa ajakan mereka tidak perlu diperhatikan karena akan menyesatkan. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan Ibnu Abi Hatim dari Ishaq dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas.

sebelum engkau mencium tuhan-tuhan kami. Maka Rasulullah saw. berkata: Apa salahnya kalau aku berbuat demikian, karena Allah mengetahui perbedaan perbuatan itu. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Q.S. 17 al-Isra: 73-75) sebagai larangan kepada Rasulullah saw untuk meluluskan permintaan mereka. Diriwayatkan oleh Abu Sayaikh yang bersumber dari Said bin Jubair dan Ibnu syihab.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum quraisy datang menghadap Nabi saw. dan berkata: Jika engkau betul diutus kepada kami, usirlah para pengikutmu yang hina dan para abid itu, nanti kami yang akan menjadi shahabat-shahabatmu. Nabi condong untuk meluluskan permintaan mereka. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Q.S. 17 al-Isra: 73-75) yang melarang Nabi meluluskan permintaan mereka. Diriwayatkan oleh Abu Sayaikh Nufair. yang bersumber dari Jubair bin

Dalam riwayat lain dikemukakan, ketika Nabi saw. membacakan ayat, Wan najmi idza hawa (Demi bintang ketika tenggelam) sampai, A fara-atumul lata wal uzza (Maka apakah patut kamu [hai orang-orang musyrik] menganggap al-Lata dan alUzza) (Q.S. 53 an-Najm: 1-19), setan menyelipkan perkataan, Tilkal gharanikul ula wa inna syafaa tahunna la turtaja (Itulah gharaniq yang paling mulia, yang syafatnya benar-benar dapat diharapkan.) Maka turunlah ayat tersebut di atas (Q.S. 17 al-Isra: 73-75) yang melarang utnuk menggubris ocehan setan. Sejak itu Rasulullah saw. merasa bingung, sehingga turunlah surah 22 al-Hajj ayat 52 yang menegaskan bahwa apa-apa yang diturunkan oleh Allah tidak akan dapat dicampurbaurkan dengan

Keterangan: Imam asy-Suyuthi menganggap bahwa Hadits tersebut paling sahih berkenaan dengan asbabun nuzul ayat-ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 73-75). Hadits tersebut sanadnya kuat serta mempunyai syahid (penguat).

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Rasulullah saw. mencium Hajar Aswad. Kaum Quraisy berkata: Kami tidak akan membiarkan engkau mencium Hajar Aswad

perbuatan makhluk-Nya.

Diriwayatkan oleh Abu Sayaikh yang bersumber dari Muhammad bin Kab al-Qurazhi. Keterangan: Berdasarkan riwayat-riwayat di atas, ayat-ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 73-75) diturunkan di Mekah. Ada pula yang menganggap bahwa ayat-ayat tersebut diturunkan di Madinah berdasarkan riwayat di bawahnya.

akhrijni mukhraja shidqiw wajal li mil aldungka sulthanan nashira ( ya Rabbi, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah [pula] aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong) (Q.S. 17 al-Isra: 80). Ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 73-75, 80) turun berkenaan dengan keharusan Rasulullah pulang dari Tabuk. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al-Baihaqi di dalam Kitab adDala-il, dari Hadits Syahr bin Hausyab, yang bersumber dari abdurrahman bin Ghanam. Hadits ini mursal dan sanadnya daif, tapi memiliki syahid (penguat) seperti Hadits di bawah ini:

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa suatu kaum berkata kepada Nabi saw.: Berilah kami tempo satu tahun agar kami dapat mengumpulkan hadiah untuk tuhantuhan kami. Jika sudah banyak terkumpul, kami akan masuk Islam. Hamper saja Rasulullah saw. memberi tempo kepada mereka. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 17 alIsra: 73-75) sebagai larangan untuk mengabulkan permintaan mereka. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari al-Aufi yang bersumber dari Ibnu Abbas. Sanad Hadits ini dhaif.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum musyrikin berkata kepada Nabi saw.: Nabi-nabi bertempat tinggal di syam, mengapa engkau tinggal di Madinah? ketika hamper dilaksankan oleh Nabi, turunlah ayat ini ) (Q.S. 17 al-Isra: 80) yang memberitahukan maksud kaum musyrikin yang ingin mengusir beliau. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi yang bersumber dari Said bin Jubair.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang-orang Yahudi datang kepada Nabi saw. (untuk menghasut) dengan berkata: sekiranya engkau benar-benar seorang Nabi, pergilah ke Syam, karena Syam itu tempat berkumpul dan negeri para Nabi. Rasulullah percaya akan omongan mereka hingga berkesan di dalam hatinya. Ketika Perang Tabuk, Rasulullah saw. bermaksud menuju ke Syam. Namun sesampainya di Tabuk, Allah menurunkan ayat- ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 73-75 diakhiri dengan ayat 76), sebagai pemberitahuan kepada Rasulullah bahwa kaum Yahudi itu bermaksud mengeluarkan beliau dari Madinah, dan sebagai perintah kepada beliau supaya pulang kembali ke Madinah. Berkatalah Jibril kepada Nabi saw: Minatalah kepada Rabbmu, karena tiap-tiap Nabi itu ada permintaanya. Nabi berkata: Apa yang engkau anjurkan untuk aku minta? Jibril berkata: Mohonlah, rabbi adkhilni mudkhala shidqiw wa

Hadits ini mursal. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jabir, dan disebutkan bahwa yang berkata kepada Rasulullah itu adalah kaum Yahudi. Hadits ini pun mursal. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 80) turun saat Nabi melaksanakan hijrah dari Mekah ke Madinah. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Keterangan: Berdasarkan riwayat ini, jelaslah abhwa ayat tersebut di atas adalah Makiyyah (diturunkan di Mekah). Dan Ibnu Marduwaih meriwayatkan Hadits yang semakna dengan lafal yang lebih jelas lagi. 17.10 Q.S. 17 al-Isra: 85 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa pada suatu hari Nabi saw. berjalan dengan tongkat di Madinah disertai Ibnu Masud, dan lewat di depan segolongan kaum Yahudi. Salah seorang dari mereka berkata: Mari kita bertanya kepdanya. Mereka pun berkata :Coba terangkan kepada kami tentang ruh?. Nabi saw. berdiri sesaat seraya mengangkat kepala ke langit. Terllihat beliau sedang diberi wahyu. Kemudian beliau bersabda bahwa arruhu min amri rabbi wa ma utitum minal ilmi illa qoliila. ( ruh itu termasuk urusan Rabbku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit) (Q.S. 17 al-Isra: 85). Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Masud. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Quraisy berkata kepada kaum Yahudi: Ajarilah kami sesuatu untuk ditanyakan kepada orang ini (Muhammad). Berkatalah orang Yahudi: Coba Tanyakan kepadanya tentang ruh! Mereka pun menanyakannya kepada Nabi saw.. Turunnya ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 85) berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai tuntunan kepada Rasulullah saw. dalam menjawab pertanyaan tersebut. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu Abbas. K e t e r a n g a n: Ibnu Katsir mengemukakan, sehubungan dengan hal tersebut di atas, sebagai berikut: Dari kedua kejadian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ayat ini (Q.S. 17

al-Isra: 85) turun berkenaan dengan kedua peristiwa itu. Demikian juga menurut pendapat al-Hafizh Ibnu Hajar, dengan tambahan bahwa diamnya Nabi saw. ketika ditanya oleh Yahudi, bisa jadi menunggu penjelasan lebih jauh tentang masalah itu. Sekiranya bukan karena menunggur penjelasan lebih jauh, tentu yang diriwayatkan oleh al-Bukhari itu lebih sahih. Menurut Imam as-Suyuthi, apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari itu lebih shahi, Karena sumber rawinya hadir pada waktu terjadinya peristiwa itu, sedang Ibnu Abbas tidak hadir dalam peristiwa itu. 17.11 Q.S. 17 al-Isra: 88 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Salam bin Musykam bersama-sama kawannya, kaum Yahudi, datang menghadap Nabi saw. dan berkata: Bagaimana kami bisa mengikuti engkau, sedang engkau sendiri telah meninggalkan kiblat kami, dan yang engkau bawa tidak teratur rapi seperti Taurat. Turunkanlah kepada kami sebuah kitab yang kami kenal. Kalau tidak, kami akan mendatangkan kepadamu seperti yang engkau bawa. Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 88) berkenaan dengan peristiwa tersebut. Diriwayatkan oleh Ibnu Isqah dan Ibnu Jarir, dari Said atau Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu Abbas. 17.12 Q.A. 17 al-Isra: 90-93 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah, Abu Sufyan bin Harb, seorang Bani Abid Dar, Abdul Bukhturi, al-Aswad bin al-Muththalib, Rabiah bin al-Aswad, al-Walid bin al-Mughirah, Abu jahl, Abdullah bin Ummayah, Ummayah bin Khalaf, al-Ash bin Wail, Nabih bin al-Hajjaj, dan Munabbih bin al-Hajjaj (kesemuanya kafi Quraisy) berkumpul dan berkata: Hai Muhammad! Kami belum pernah menemukan seorang bangsa Arab yang membuat

kekusutan bagi kaumnya sebagaimana yang engkau lakukan terhadap kaummu. Engkau mencaci maki nenek moyang, mencela agama, menganggap bodoh pada cendekiawan, mencaci maki tuhan-tuhan, dan memecah belah persatuan umat. Apa yang engkau bawa ini hanya menyebabkan hubungan antara kemi dan engkau menjadi buruk. Sekiranya denagan membawa hal yang baru itu engkau mengharapkan kekayaan, kami akan mengumpulakannya untukmu sehingga engkau menjadi seseorang yang paling kaya di antara kami. Jika engkau menginginkan kemuliaan, kami akan mengangkatmu menjadi pemimpin kami. Dan jika engkau membawa hal-hal yang baru itu karena kerasukan jin sehingga engkau menjadi seorang yang kurang ingatan, kami akan kerahkan harta benda kami untukl menyembuhkan penyakitmu itu. Bersabdalah Rasulullah saw.: Tidak satu pun yang kalian katakana itu terlintas di dalam diriku. Akan tetapi sebenarnya Allah mengutusku menjadi Rasul kepada kalian, menurunkan sebuah kitab kepadaku, dan memerintahkan supaya aku menjadi seorang pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Mereka berkata: Jika engkau tidak mau menerima pa yang kami ajukan tadi, tentu engkau mengetahui bahwa negeri Mekah ini merupakan negeri yang sempit dan padat penduduknya, sumber alamnya sendikit, serta penghidupannya sulit. Alangkah beiknya jika engkau memohon kepad Rabb yang telah mengutusmu agar menyingkirkan gunung-gunung yang menyempitkan kita ini sehingga negeri kita menjadi luas; agar mengalirkan sungai-sungai di negeri kita ini seperti negeri syam dan Irak; dan supaya membangkitkan nenek moyang kami yang sudah mendahului kami. Sekiranya engkau tidak dapat melaksanakan permintaan kami ini, cobalah minta kepada Rabb-mu agar mengutus Malaikat yang membenarkan ajakanmu ini, dan agar ia membuat kebun-kebun, harta terpendam, dan gedung-gedung dari emas dan perak. Dengan demikian, kami dapat menolong engkau menyebarkan agamamu dengan harta yang kami lihat engkau pun membutuhkannya, karena kami pun melihat engkau suka

ke pasar mencari penghidupan. Sekiranya engkau tidak dapat melaksanakannya, runtuhkanlah langit sebagaimana anggapanmu bahwa Rabb-mu dapat melaksanakannya apabila dia menghendaki. Kami tidak akan beriman kepadamu, sebelum engaku penuhi permintaan kami ini. Pergilah Rasulullah saw. meninggalkan mereka, diikuti oleh Abdullah bin Abi Umayyah yang berkata: Hai Muhammad, kaummu meminta kepadamu beberapa permintaan, tapi engkau tidak mau memperkenankannya. Kemudia mereka meminta kepadamu beberapa bukit agar mereka mengetahui kedudukan di sisi Allah, tapi engkau juga tidak membuktikannya. Kemudian mereka meminta kepadamu agar engkau mempercepat siksa Tuhan yang selalu engkau peringatkan kepada mereka. Demi Allah, aku tidak akan beriman kepadamu selama-lamanya sebelum engkau membuat tangga ke langit, terus engkau naik ke sana dan aku melihatnya, lalu engkau membawa sebuah naskah yang dapat disebarkan, dan membawa empat malaikat yang menjadi saksi atas kerasulanmu sebagaimana yang engkau katakana. Rasulullah pulang dengan perasaan sedih. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Q.S. 17 al-Isra: 90-93) berkenaan dengan peristiwa tersebut, sejalan dengan ucapan Abdullah bin Abi Umayyah. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Isqah, dari seorang alim dari Mesir, dari Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu Abbas. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 90-93) turun berkenaan dengan saudara Ummu Salamah (isteri Rasulullah) yang bernama Abdullah bin Abi Umayyah. Diriwayatkan oleh Said bin Manshur di dalam Kitab Sunan-nya, yang bersumber dari Said bin Jubair. Hadits ini mursal, tapi sahih dan menjadi syahid (penguat) dan penyempurna sanad riwayat yang sebelumnya.

17.13 Q.S 17 al-Isra: 110 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. shalat di Mekah dan berdoa, yang kalimatnya atra lain: Ya Allah! Ya Rahman! berkatalah kaum musyrikin: Perhatikanlah orang yang murtad dari agamanya ini. Ia melarang kita menyeru dua tuhan, sementara dia sendiri menyeru dua tuhan. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 110) yang menjelaskan bahwa Allah itu Maha Esa, tapi mempunyai nama-nama yang terbaik. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu Abbas. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat, . . . wa la tajhar bi shalatik ( dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalat-mu)(sebagian dari Q.S. 17 al-Isra: 110) turun pada waktu Rasulullah saw. menyebarkan agama di Mekah secara diam-diam. Pada waktu itu, apabila Rasul shalat bersama shahabat-shahabatnya, beliau menyingkirkan suaranya pada saat membaca al-Quran. Apabila kaum musyrikin mendengar al-Quran, mereka mencaci maki al-Quran, yang menurunkan (Allah), dan yang membawanya (Nabi saw). ayat ini melaranga Rasul, pada waktu itu, menyaringkan suaranya dalam shalat. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lain-lain, yang bersumnber dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan pula oleh al-Bukhari yang bersumber dari Aisyah, yang menegaskan bahwa ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 110) turun berkenaan dengan adab berdoa. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Keterangan: Ibnu jarir menganggap bahwa riwayat yang menyebutkan peristiwa shalat itu lebih kuat senadnya daripada riwayat yang menyebutkan peristiwa berdoa. Demikian juga menurut an-Nawawi dan yang lainnya. Menurut Ibnu Hajar, turunnya ayat itu (Q.S. 17 al-Isra: 110) bisa berkenaan dengan kedua peristiwa tadi, yaitu turun berkenaan dengan doa di waktu shalat.

Dalam eiwayat lain dikemukakan bahwa Rasulullah saw. , apabila shalat di Baitullah, menyaringkan suaranya di waktu berdoa. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 17 alIsra: 110) yang melarang menyaringkan suara waktu doa dalam shalat. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abu Hurairah. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 110) berkenaan dengan bacaan tasyahud. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan al-Hakim, yang bersumber dari Aisyah. Keterangan: Riwayat ini lebih menjelaskan riwayat yang terdahulu, yaitu yang menegaskan bahwa doanya dilakukan di waktu shalat. Menurut Ibnu Mani di dalam Musnad-nya yang bersumber dari Ibnu Abbas, mereka itu menyaringkan doanya di waktu membaca, Allahummarhamni (Ya Allah, rahmatilah saya). Ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 110) memerintahkan agar jangan terlalu perlahan dan terlalu keras di waktu berdoa dalam shalat. 17.14 Q.S 17 al-Isra: 111

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Yahudi dan nasrani mempunyai anggapan bahwa Allah berputra. Sedangkan orang Arab beranggapan bahwa Tuhan tidak bersekutu, kecuali sekutu yang Dimiliki dan Dikuasai-Nya sendiri. Adapun ashShabi-un (orang-orang yang menyembah bintang) dan kaum Majusi beranggapan bahwa Allah akan menjadi hina apabila tidak ada pembela dan penjaga-Nya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S. 17 al-Isra: 111) yang menegaskan bahwa Allah tidak berputra, tidak bersekutu, dan tidak mempunyai pembela ataupun penjaga. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Kab al-Qurazhi.

You might also like