You are on page 1of 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rinitis (rhinitis) berasal dari 2 kata bahasa Greek
rhin/rhino(hidung) dan itis (radang). Demikian rinitis berarti radang
hidung, atau tepatnya radang selaput lendir(membran mukosa) hidung.
Rinitis terdiri dari beragam jenis, salah satunya yang cukup sering
terjadi adalah rinitis alergi. Penyakit ini sampai saat ini masih menjadi
kajian yang intensif banyak peneliti, karena meski bukan penyakit yang
fatal, tetapi gejala dan tanda yang ditimbulkannya sangat mengganggu
dengan akibat kualitas hidup penderitanya akan mengalami penurunan.
Disamping masalah kualitas hidup, aspek pengibatannya juga menjadi
alasan kenapa rinitis alergi masih sering menjadi kajian para ahli. Penyakit
ini pengobatannya tergolong tidak mudah dan biaya tinggi. Alasan lain
yang menyebabkan rinitis alergi ini memperoleh prioritas tinggi untuk
diteliti adalah potensinya untuk mengalami komplikasi.
Sedangkan nasofaringitis adalah peradangan pada bagian nasofaring yang
di sebabkan adanya respon imun dari tubuh karena kuman atau virus yang
masuk.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian rhinitis dan nasofaringitis
b. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi rhinitis dan nasofaringitis
c. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis rhinitis dan
nasofaringitis
d. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostic rhinitis dan
nasofaringitis
e. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan rhinitis dan
nasofaringitis
f. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi rhinitis dan nasofaringitis
2

g. Meningkatkan pengetahuan dan menemukan wawasan tentang
keperawatan khususnya Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan
Sistem Respirasi ( Rhinitis dan nasofaringitis).


C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode
studi kepustakaan yaitu mempelajari buku buku dan sumber sumber
lainya untuk mendapatkan dasar dasar ilmiah yang berikutnya dengan
permasalahan dalam makalah ini.


3


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM RESPIRASI (RHINITIS)
1. Definisi
Rhinitis alergik ( hay fever, rhinitis alergik kronik, polinosis)
merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan dan
diperkirakan diantarai oleh reaksi immunologi cepat (hipersensitivitas tipe
I).
2. Etiologi
Rhitis adalah suatu gejala yang paling sering ditemukan dan etiologinya
dapat oleh alergi atau non-alegi.
Rhinitis alergika adalah kongesti mukosa hidung, yang dicetuskan
oleh alergen seperti tepung sari, serbuk-serbuk dari tumbuhan pada
musim semi atau musim gugur, dan rumput di musim panas.
Rhinitis alergika non-musiman mungkin disebabkan oleh sisik bulu
binatang, jamur atau debu.
Rhinitis non-alergika menimblkan gejala-gejala yang sama tetapi
tidak bersifat musiman dan tidak dicetuskan oleh alergen. Contoh
rhinitis non alergika adalah rhinitis vasomotor. Rhinitis vasomotor
timbul pada saat stress dan menyebabkan kongesti vena pada
konka yang menimbulkan obstruksi. Ada banyak penyebab lain
untuk rhinitis vasomotor, seperti penyalahgunaan semprot hidung
(dikenal pula sebagai rhinitis medikamentosa), kehamilan dan
hipotiroidisme.
3. Patofisiologi
Respon alergi merupakan respon vascular dan selular yang
menyebabkan inflamasi. Proses ini terjadi secara episodik sebagai
respon terhadap pajanan alergen, tetapi dapat mengakibatkan
perubahan kronis dalam mukosa pernapasan dengan gejala
menetap
4

Berbagai efek klinis yang terjadi tergantung pada alerge, individu,
dan jaringan yang terutama menjadi sasaran untuk respons alergi.
Pada rhinitis alergika
- Mukosa nasal mengalami edema dengan peningkatan
mucus
- Upaya inspirasi dengan tekanan jalan napas nasal negatif
mengakibatkan kolaps nasal dan obstruksi jalan napas.
Penyumbatan tuba eustachius dapat mengakibatkan otitis
serosa dan dapat mengakibatkan otitis mesia.
- Inflamasi pernapasan atas berhubungan dengan respon
inflamasi jalan napas bawah dan dapat dihubungkan dengan
asma.
- Sering terjadi respon fase lambat yang dimesiasi oleh
memori sel T dan eosinofil dengan gejala berulang 4
sampai 12 jam setelah pajanan awal.
Sensitisasi dimulai dengan konsumsi atau inhalasi antigen. Pada
pemajanan ulang, mukosa nasal bereaksi dengan perlambatan kerja
silia, pembentukan edema dan infiltrasi leukosit (terutama
eosinnofil). Histamine merupakan mediator utama reaksi alergi
pada mukosa nasal. Edema jaringan terjadi akibat vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler.
4. Pathway

5


6


5. Manifestasi klinis
Gambaran rhinitis alergik yang khas mencakup kongesti nasal,
secret hidung yang jernih serta encer, bersin-bersin dan rasa gatal pada
hidung. Sering terdapat gatal pada tenggorok dan palatum mole. Drainase
mucus ke dalam faring akan merangsang upaya yang berkali-kali untuk
membersihkan tenggorok dan menimbulkan batuk kering atau suara yang
parau. Sakit kepala, nyeri di daerah sinus paranasal dan epistaksis dapat
menyertai rhinitis alergik. Keadaan ini merupakan rhinitis kronik, dan
gejalanya bergantung pada pajanan lingkungan serta daya responsive
intrinsic hospes.
Rhinitis kronis juga dapat diakibatkan dari penggunaan dekongestan
topical hidung yang lama dan berlebihan (rhinitis medikamentosa)
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pada banyak kasus rhinitis alergik msiman diperlukan diagnosis
dini yang dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan
jasmani. Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan mencakup sediaan
apus nasal, hitung darah perifer, total serum IgE, tes epikutan, tes
intradermal, RAST, pemeriksaan eliminasi serta provokasi makanan, dan
ters provokasi nasal.
7. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk meringankan gejala. Terapi dapat
mencakup salah satu atau seluruh intervensi yaitu tindakan menhindari
allergen, farmakoterapi atau imunoterapi.
a. Terapi penghindaran (menghindari allergen)
Dalam terapi penghindaran, setiap upaya harus dilakukan
untuk menghilangkan allergen yang bekerja sebagai faktor pemicu.
Tindakan sederhana dan kontrol lingkungan sering efektif untuk
mengurangi gejala. Contoh-contoh tindakan ini adalah penggunaan
alat pengendali suhu ruangan atau air conditioner, pembersih
udara, pelembab/penghilang kelembaban dan lingkungan yang
bebas asap.
7

b. Farmakoterapi
a) Antihistamin
Antihistamin kini diklasifikasikan sebagai antagonis
reseptor-H
1
atau bloker-H
1
yang digunakan dalam
penanganan gangguan alergik yang ringan, dan antagonis
reseptor-H
2
yang digunakan untuk mengatasi ulkus
lambung serta duodeni. Preparat bloker-H
1
secara selektif
mengikat reseptor-H
1
sehingga mencegah kerja histamine
pada tempat-tempat ini. Preparat ini tidak mencegah
pelepasan histamin dari sel-sel mast atau basofil.
Antagonis-H
1
tidak menimbulkan efek pada reseptor-H
2,
tetapi memiliki kemampuan untuk mengikat reseptor
nonhistamin. Kemampuan preparat antihistamin tertentu
untuk terikat dengan reseptor muskarinik dan memblok
reseptor tersebut melandasi beberapa efek samping anti-
kolinergik yang menonjol pada obat-obat ini.
Antihistamin oral mudah diserap. Preparat ini paling efektif
jika diberikan pada keadaan timbulnya gejala pertama
karena mencegah terjadinya gejala baru dengan
mengahambat kerja histamine pada reseptor-H
1.
Efektivitas
obat-obat ini terbatas pada pasien tertentu yang menderita
hay fever, rhinitis vasomotor, urtikaria (biduran) dan asma
yang ringan. Obt-obat tersebut jarang bekerja efektif pada
kondisi yang berat tipe apa pun.
Antihistamin merupakan kelompok utama obat yang
diprogramkan untuk mengatasi gejala rhinitis alergik. Efek
samping yang utama dari kelompok obat ini adalah sedasi.
Efeksamping tambahan mencakup keadaan gelisah, tremor,
vertigo, mlut yang kering, palpitasi, anorexia, mual, dan
vomitus. Penggunaan antihistamin merupakan
kontraindikasi selama kehamilan trimester ketiga, bagi ibu
yang menyusui serta bayi baru lahir, pada anak-anak, lanjut
8

usia, dan pada pasien yang kondisinya diperparah dengan
blokade muskarinik (yaitu asma,, retensi urin, glaucoma
sudut terbuka, hipertensi, dan hipertrofi prostat).
b) Preparat adrenergic
Preparat adrenergik merupakan vasokonstriktor
pembuluh darah mukosa dan dapat diberikan secara topical
(nasal serta oftalmika) disamping peroral. Pemberian
topical (tetesan dan semprotan) menyebabkan efek samping
yang lebih sedikit dibandingkan pemberian per oral.
Walapun begitu, pemberian secara topikal dianjurkan
dibatasi selama beberapa hari saja untuk mencegah rebound
congestion. Preparat dekongestan nasal adrenegik
digunakan untuk meringankan kongesti nasal kalau
diberikan secara topical pada mukosa hidung. Preparat ini
mengaktifkan tempat-tempat reseptor alfa-adrenergik pada
otot polos pembuluh darah mukosa hidung. Preparat
adrenergic topical akan mengurangi aliran darah setempat,
eksudasi cairan dan edema mukosa. Tetes mata adrenergic
digunakan untuk mengurangi gejala iritasi mata karena
alergi. Efek samping yang potensial adalah hipertensi,
aritmia, palpitasi, stimulasi SSP, iritabilitas, tremor, dan
takifikasis (percepatan stasus hemodinamika).
c) Natrium kromolin intranasal.
Natrium kromolin intranasal (Nasalcrom)
merupakan semprotan yang bekerja dengan cara
menstabilkan membran sel mast dan menghambat
pelepasan histamin serta mediator lainnya dalam respon
alergi. Preparat ini digunakan sebagai profilaksis sebelum
seseorang terpajan alergen atau sebagai terapi pada
penderita rhinitis alegik yang kronis. Preparat natrium
kromolin sama efektifnya seperti antihistamin, tetapi
kurang begitu efektif bagi pengobatan rhinitis alergik
9

musiman bila dibandingkan dengan preparat steroid
intranasal. Efek yang merugikan biasanya ringan (yaitu,
bersin-bersin, rasa pedih dan terbakar total).
d) Kortikosteroid
Preparat kortikosteroid intranasal merupakan
indikasi bagi kasus-kasus alergi yang lebih berat dan kasus-
kasus rhinitis persisten yang tidak bisa dikendalikan dengan
obat yang lebik konvensional seperti dekongestan,
antihistamin, dan kromilin intranasal. Efek merugikan pada
penggunaan kortikosteroid intranasal adalah mencakup
pengeringan mukosa nasal serta perasaan terbakar dan
gatal.

c. Imunoterapi
Tujuan immunoterapi mencakup penurunan kadar IgE
dalam darah, peningkatan tingkat penghambatan antibody IgG dan
pengurangan sensitivitas sel mediator. Imunoterapi ternyata paling
efektif untuk serbuk sari gulma (ragweed pollen), juga efektif
untuk mengatasi reaksi alergik dengan alergen rerumputan,pollen
sejati, bulu kucing dan tungau debu rumah.

8. Komplikasi
Kalau tidak diobati, dapat terjadi banyak komplikasi sama seperti
asma alergik, obstruksi nasal kronik, otitis kronik dengan gangguan
pendengaran, anosmia (ganggan kemampuan membau) dan pada anak-
anak, deformitas dental orofasial.
9. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi biodata umum klien (nama, alamat, umur,
jenis kelamin, dan lain-lain), ras/suku bangsa, berat badan, dan faktor
lingkungan ( pekerja berat )
10

b. Keluhan Utama
Keluhan suara parau, biduran,
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Bersin-bersin yang kerapkali berifat serangan mendadak dengan
ingus yang encer serta berair, mata serta hidung yang terasa gatal,
lakrimasi dan kadang-kadang sakit kepala.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat keluarga alergi, terpajan alergen, gejala menetap atau
musiman, penyakit pernapasan yang mendasari, inveksi dan vaksinasi
di masa kanak-kanak.
e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT
f. Riwayat Psikososial
Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih).
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
g. Pola fungsi kesehatan:
Pola persepsi dan tatalaksana hidup. Contohnya, untuk mengurangi flu
biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
Pola nutrisi dan metabolisme. Biasanya nafsu makan klien berkurang
karena terjadi gangguan pada hidung.
Pola istirahat dan tidur. Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat
karena sering flu.
Pola persepsi dan konsep diri. Klien sering flu terus menerus dan berbau
yang menyebabakan konsep diri menurun.
Pola sensorik. Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat
flu terus menerus (baik purulen, serous maupun mukopurulen).

h. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum: keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
Pemeriksaan fisik data focus hidung: nyeri tekan pada sinus, mukosa
merah dan bengkak.

11

i. Intervensi
Rhinitis
Diagnosa 1 : nyeri akut berhubungan dengan inflamasi, dan edema
mukosa
Tujuan : nyeri berkurang hingga hilang
Kriteria Hasil :
Klien menyatakan nyeri berkurang atau hilang secara verbal dan non
verbal dengan skala pengkajian nyeri atau dengan prilaku
Mengalami peredaan gangguan rasa nyaman dan beradaptasi dengan
ketidaknyamanan karena alergi
Mengikuti program pengobatan yang diberikan
Menunjukan penggunaan teknik relaksasi

Intervensi :
1 Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10).
Rasional : identifikasi karakteristik nyeri merupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi
keefektifan dari terapi yang diberikan.
2 Kaji penyebab terjadinya nyeri atau perjalanan nyeri.
Rasional : menentukan tindakakan keperawatan selanjutnya.
3 Berikan pembersihan mulut sering.
Rasional : menurunkan ketidaknyaman sehubungan dengan mulut
kering/pengumpulan secret.
4 Beri pelembab tambahan
Rasional : menghilangkan ketidaknyamanan karena mkosa mulut kering.
5 Beri management nyeri: relaksasi, distraksi, napas dalam.
rasi
Rasional : mengurangi tingkat nyeri yang dialami klien.
6 Kolaborasi dengan tim farmakologi dalam pemberian antihistamin, kortiko
steroid, analgesic.
12

Rasional : kortiko steroid dan antihistamin digunakan untuk mencegah
reaaksi alergi dan menghambat pengeluaran histamine dalam inflamasi
pernapasan, dan analgesic digunakan untuk mengurangi rasa nyeri.

Diagnosa 2 : ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan sputum, rinore
Tujuan : Bersihnya jalan napas dari sekret
Kriteria Hasil :
Memperlihatkan pola pernapasan yang normal yang normal
Paru-paru bersih pada auskultasi
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif
Melaporkan tidak terdapatnya ganguan pernapasan (napas yang pendek,
kesulitan pada inspirasi atau ekspirasi)
Intervensi :
1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan
Rasional : mempengaruhi dalam pamberian tidakan keperawatan
selanjutnya
2. Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi secret. Selidiki perubahan
sesuai indikasi.
Rasional : peningkatan jumlah secret tak berwara/ berasir awalnya normal
dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
3. Kaji pasien untuk posisi nyaman mis, peninggian kepala tempat tidur, atau
duduk pada sandaran tempat tidur.
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapsan
dengan menggunakan gravitasi.
4. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis, debu, asap dan bulu bantal
yang berhubungan dengan kondisi individu
Rasional : pencetus reaksi alergen pernapasan yang dapat mentrigger
episode.
5. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :
6. Kolaborasi dalam pemberian nebulizer dengan dokter sesuai indikasi
13

Rasional : untuk membantu dalam pernapasan klien

Diagnosa 3 : gangguan pola tidur berhubungan hidung tersumbat
Tujuan : hidung tidak tersumbat dan bisa tidur
Kriteria Hasil : pasien dapat tidur nyenyak karena hidungnya tidak tersumbat.
Intervensi :
1. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi
Rasional : mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang
tepat
2. Dorong posisi nyaman , bantu dalam mengubah posisi.
Rasional : pengubahan posisi mengubah area tekanan dan
meningkatkan istirahat.
3. Hindari mengganggu bila mungkin (mis, membangunkan untuk obat
atu terapi
Rasional : tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan
pasien mungkin tidak mampu kembali tidur jika terbangun.
4. Buat lingkungan sekelilng klien nyaman dan tenang
Rasional : lingkungan yang nyaman dan tenang dapat membantu
dalam proses tidur klien
5. Kolaborasi penggunaan nebulizer dengan dokter.
Rasional : membantu dalam pernapasan klien.

Diagnosa 4 : kurangnya pengetahuan berhubungan dengan salah
menginterprestasi penyakit
Tujuan : klien memahami pengetahuan mengenai kondisi, penyakit,
prognosis dan pengobatan yang dilaluinya.
Kriteria Hasil :
Memperlihatkan penetahuan tentang alergi dan strategi untuk mengendalikan
gejala
Mengenali alergen penyebab jika diketahui
Menyatakan metode untuk menghindari alergen dan cara mengendalikan
faktor-faktor pemicu di dalam mapun diluar rumah
14

Menguraikan nama, tujuan efek samping dan metode pemberian obat-obat
yang diresepkan dokter.
Mengenali saat harus segera mencari pertolongan medic untk mengatasi reaksi
alergi yang berat
Mengraikan aktivitas yang mungkin menyebabkan reaksi alergi dan
bagaimana keterlibatannya dapat dimaksimalkan tanpa mengaktifkan reaksi
alergi tersebut

Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah,
kelemahan, tingkat partisipasi, seberapa banyak ini, media terbaik, siapa
yang terlibat.
Rasional : belajar tergantug pada emosi dan kesiapa fisik dan ditingkatkan
pada tahapan individu.
2. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat, contoh bersin,
kesulitan bernapas
Rasional : dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit
atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
3. Jelaskan klien dalam alergen yang dapat mencetus penyakit dan cara
menghindari alergen tersebut.
Rasional : agar klien tahu hal apa yang harus dihindari agar penyakit tidak
terjadi berulang.
4. Jelaskan dosis obat, frrekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan
alasan pengobatan.
Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan
mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.

Diagnosa 5 : ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
stress
Tujuan : menurunkan kecemasan yang dialami klien dan keluarga
Kriteria Hasil :
15

Menunjukkan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas ke tingkat
yang dapt di atasi
Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunakan sumber-sumber
secara efektif.
Intervensi :
1 Catat palpitasi, peningkatan denyut/frekuensi pernapasan
Rasional : perubahan tanda vitak mungkin menunjukan tingkat ansietas
yang dialami klien
2 Pahami rasa takut/ansietas klien
Rasional : perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka
sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.
3 Kaji tingkat/realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas dengan
mengamati tingkah laku klien
Rasional :respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola kultural
yang dipelajari
4 Catat pembatasan focus perhatian mis konsentrasi klien
Rasional :penyempitan focus umumnya merefleksikan rasa takut/
kepanikan yang luar biasa.
5 Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan dan jika diminta pasien/
orang terdekat pasien. Menjawab pertanyaan dengan bebas dan jujur dan
dengan bahasa yang dimengerti oleh semua orang.
Rasional : informasi yang kompleks dapat menimbulkan ketidak pahaman
bagi klien dan keluarga yang tentunya hal ini dapat memperbesar
kecemasan bagi mereka.
6 Hindari harapan-harapan kosong
Rasional : adalah tidak mungkin bagi perawat untuk mengetahui
bagaimana situasi khusus dapat ipecahkan, dan harapan-harapanm palsu
akan diinterprestasikan sebagai pemahaman ataupun kejujuran.



16


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM RESPIRASI (NASOFARINGITIS)

1. Definisi
Merupakan peradangan akibat infeksi virus di saluran pernafasan
atas. Nama lain dari nasofaringitis akut antara lain rhinofaringitis akut,
rhinitis simpleks, selesma, coryza atau orang awam lebih sering menyebut
masuk angin/common cold (CC)
Beberapa penyakit dapat diawali dengan gejala yang mirip dengan
gejala flu seperti pneumonia, bronkitis, pertusis, dan lain sebagainya
padahal penyebabnya berbeda dan penatalaksanaannya juga berbeda.
Nasofaring merupakan penyakit paling sering terjadi pada bayi dan anak-
anak. Nasofaringitis tidak umum terjadi pada bayi sebelum usia 1 tahun.
2. Etiologi
Nasofaringitis disebabkan oleh virus. Virus yang sering
menyebabkan antara lain rhinovirus, coxsackievirus, RSX, adeno-
associated virus, serta influenza dan parainfluuenza
3. Patofisiologi
Invasi Organisme (Virus) memicu proses inflamasi pada sel epitel
lapisan membran mukosa di nasofaring dan orofaring. Terjadi edema dan
vasodilatasi pada sub mukosa. Ilfiltrat sel mononuklear menyertai yang
dalam 1-2 hari, menjadi folimorfonuclear. Perubahan struktural dan
fungsional silia mengakibatkan pembersihan mukus terganggu. Pada
infeksi ringan berat. Epitel superfisial mengelupas. Pada produksi mukus
yang banyak sekali, mula-mula encer kemudian mengental dan biasanya
purulen. Dapat juga ada keterlibatan anatomis saluran pernafasan atas
termasuk oklusi dan kelainan rongga sinus.


4. Pathway
17


18



5. Manifestasi klinis
Kongesti nasal
Rhinitis berair
Demam derajat rendah
Kesulitan bernapas akibat edema dan ongesti
Pembesaran nodus limfe servikal
Gawat napas (pada bayi karena harus bernapas cuping hidung)
Gejala-gejala sekunder seperti muntah dan diare
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan terhadap apus tenggorok.
Skrining terhadap bakteri Streptokokus.
Darah rutin menunjukkan peningkatan jumlah lekosit.
Kultur dan uji resistensi bakteri bila diperlukan.
7. Penatalaksanaan
Antipiretik untuk demam dan ketidaknyamana ringan, aspirin untuk
mengurangi iritabilitas, rasa nyeri badan anak dianurkan untuk istirahat
sampai tidak demam sedikitnya 1 hari, meninggikan kepala tempat
tidur membantu drainase sekres, penghisapan dapat mengurangi
sekresi.
Jaga kebersihan saluran napas pada nasofaring, terutama pada bayi
berusia kurang dari 4 bulan yang bernapas cuping hdung, dengan
menggunakan tetes hidung normal saline dan aspirator nasal.
Gunakan vaporizer yang dingin untuk mempertahankan kelembaban
membrane mukosa
8. Komplikasi
Sinusitis, tuba katar, peradangan telinga, radang tenggorokan, bronkitis,
asma bahkan infeksi paru.

19


9. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a) Identitas klien
Identitas klien meliputi biodata umum klien (nama, alamat, umur, jenis
kelamin, dan lain-lain), ras/suku bangsa, berat badan, dan faktor lingkungan (
pekerja berat )
b) Keluhan Utama
Pilek dengan ingus encer, jernih disertai bersin
Demam derajjat rendah
Batuk ringan
Conjungtiva merah dan mata berair
Gelisah
Kasang-kadang hidung dan tenggoroan kering
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pilek dengan ingus encer, jernih disertai bersin
Batuk ringan tanpa dahak disertai dengan panas derajat rendah dan
conjungtiva merrah dan mata berair
Anorexia
Nyeri telan
d) Riwayat kesehatan keluarga
Ada riwayat keluarga yang menderita nasofaringitis.
e) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Faktor resiko pernah mengalami ISPA, Infeksi menahun.
f) Riwayat Psikososial
Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih).
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
g) Pola fungsi kesehatan:
Pola nutrisi : mual, muntah, sampai anorexia disebabkan penumpukan
secret pada saluran napas.
Pola aktivitas : terlihat lemas dan malas beraktivitas.
20

Pola Istirahat : terjadi sumbatan napasa yang menyebabkan napas pendek,
dangkal, dan cepar sehingga istirahat malam terganggu

h) Pemeriksaan fisik
TTV : nadi teraba cepat, RR meningkat, suhu meningkat/ dengan
derajat rendah
Kepala/leher : konjungtiva merah muda atau anemis, mukosa bibir
kering, sianosis di sekitar mulut
Dada : pernapasan cepat dan dangkal, auskultasi paru terdengar
ronki sedang, batuk kering.
i) Intervensi
Diagnosa 1 : nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi, dan edema
mukosa
Tujuan : nyeri berkurang hingga hilang
Kriteria Hasil : klien menyatakan nyeri berkurang atau hilang secara verbal dan
non verbal dengan skala pengkajian nyeri atau dengan prilaku
Intervensi :
1 Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala0-10)
Rasional : identifikasi karakteristik nyeri merupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi
keefektifan dari terapi yang diberikan
2 Kaji penyebab terjadinya nyeri atau perjalana nyeri
Rasional : menentukan tindakakan keperawatan selanjutnya
3 Anjurkan teknik manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi
Rasional : menurunkan respon nyeri yang dialami klien.
4 Berikan lingkungan yang tenang kepada klien.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dan tenang membantu meringankan
nyeri
5 Kolaborasi dengan tim farmakologi dalam pemberian analgesic sesuai
petunjuk
Rasional : menrunkan respon nyeri yang dialami klien.

21

Diagnose 2 : ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan sputum
Tujuan :bersihnya jalan napas dari secret/sputum
Kriteria Hasil : pernapasan normal
Intervensi :
1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan
Rasional : mempengaruhi dalam pamberian tidakan keperawatan
selanjutnya
2. Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi secret. Selidiki perubahan
sesuai indikasi.
Rasional : peningkatan jumlah secret tak berwara/ berasir awalnya normal
dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
3. Kaji pasien untuk posisi nyaman mis, peninggian kepala tempat tidur, atau
duduk pada sandaran tempat tidur.
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapsan
dengan menggunakan gravitasi.
4. Ajarkan batuk efektif kepada klien
Rasional : batuk efektif membantu pengeluarran sekret
5. Kolaborasi pemberian pengencer dahak
Rasional : pemberian pengencer dahak membantu mengeuarkan dahak.

Diagnosa 3 :gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan
Tujuan :klien dapat mencapai BB normal
Kriteria Hasil :mempertahankan/ meningkatkan berat badan, tidak menunjukkan
tanda malnutrisi
Intervensi :
1. Identifikasikan faktor yang menimbukan mual/muntah, mis, sputum
banyak, nyeri.
Rasional : pilihan intervensi tergantng pada penyebab masalah.
2. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Beri/bantu kebersihan mulut seteah muntah dan sebelum makan.
22

Rasional :menghilangkan tanda bahaya, rsa, bau dari lingkngan pasien dan
dapat menurunkan mual.
3. Berikan makan porsi kecil dan sering.
Rasional : tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun napsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
4. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional : melihat kemajuan dalam tindakan keperawatan.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan nutrisi klien.
Rasional : menentukan nutrisi yang dibutuhkan pasien saat itu.

Diagnose 4 :Resiko tinggi penularan berhubungan dengan kontak,
penularan melalui udara
Tujuan : menghindari penularan penyakit
Kriteria Hasil : Mengajarkan pasien tentang pentingnya peningkatan kesehatan
dan pencegahan infeksi
Intervensi :
1. Batasi pengunjung sesuai indikasi
Rasional : menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius.
2. Menganjurkan pasien untuk istirahat
Rasional : mempertahankan/ meningkatkan kondisi tubuh klien.
3. Menghindari kontak langsung dengan orang yang terkena infeksi
pernafasan
Rasional : menghindari penularan penyakit melalui kontak langsung
tersebut.
4. Menutup mulut bila batuk / bersin
Rasional: mencegah penyebaran pathogen melalui cairan dan udara.

Diagnosa 5 : ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : menurunkan kecemasan yang dialami klien dan keluarga
Kriteria Hasil :klien dan keluarga lebih memahami tentang proses penyakit dan
penyembuhannya
Intervensi :
23

7 Catat palpitasi, peningkatan denyut/frekuensi pernapasan
Rasional : perubahan tanda vitak mungkin menunjukan tingkat ansietas
yang dialami klien
8 Pahami rasa takut/ansietas klien
Rasional : perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka
sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.
9 Kaji tingkat/realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas dengan
mengamati tingkah laku klien
Rasional :respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola kultural
yang dipelajari
10 Catat pembatasan focus perhatian mis konsentrasi klien
Rasional :penyempitan focus umumnya merefleksikan rasa takut/
kepanikan yang luar biasa.
11 Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan dan jika diminta pasien/
orang terdekat pasien. Menjawab pertanyaan dengan bebas dan jujur dan
dengan bahasa yang dimengerti oleh semua orang.
Rasional : informasi yang kompleks dapat menimbulkan ketidak pahaman
bagi klien dan keluarga yang tentunya hal ini dapat memperbesar
kecemasan bagi mereka.
12 Hindari harapan-harapan kosong
Rasional : adalah tidak mungkin bagi perawat untuk mengetahui
bagaimana situasi khusus dapat ipecahkan, dan harapan-harapanm palsu
akan diinterprestasikan sebagai pemahaman ataupun kejujuran.







24



BAB IV
PENUTUP

1 Kesimpulan
Rhinitis merupakan bentuk alergi merupakan bentuk alergi
respiratorius yang diperkirakan diantarai oleh reaksi immunologi.Rhinitis
dapat disebabkan oleh alergi (serbuk-serbuk tumbuhan, rumput di musim
panas), non alergi (stress, penyalahgunaan semprot hidung, dan
hipotiroidisme). Rhinitis memiliki manifestasi berupa kongesti nasal secret
hidung yang jernih serta encer, bersin-bersin, dan rasa gatal pada hidung.
Kasus rhinitis dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan diagnostic
berupa sediaan apus nasal, hitung darah perifer, total serum IgE, tes
epikutan, tes intradermal, RAST, pemeriksaan eliminasi serta provokasi
makanan, dan ters provokasi nasal. Adapun penatalaksanaannya yaitu
menghindari alergen, farmakoterapi atau immunoterapi. Dan asuhan
keperawatan yang dapat kami angkat dari penyakit rhinitis ini adalah
nyeri, ketidakefektifan jalan napas, gangguan pola tidur, kurangnya
pengetahuan dan ansietas.
Sedangkan nasofaringitis merupakan peradangan akibat infeksi
virus di saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh rhinovirus,
coxsackievirus, RSX, adeno-associated virus, serta influenza dan
parainfluuenza. Adapun manifestasi klinisnya yaitu kongesti nasal, rhinitis
berair, demam derajat rendah, kesulitan bernapas akibat edema dan ongesti
,pembesaran nodus limfe servikal,gawat napas. Penatalaksanaan mediknya
berupa pemberian antipiretik, menjaga kebersihan saluran napas, dan
menggunanakan vaporizer. Adapun diagnose yang kami angkat yaitu
nyeri, ketidakefektifan bersihan napas, gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, resiko tinggi penularan, dan ansietas.
2 Saran
Dari penjelasan diatas ada beberapa saran yang bermanfaat untuk kita :
25

Kita ketahui keadaaan udara yang kita hirup sekarang ini tidaklah bersih.
Banyak sekali polusi udara yang telah terjadi. Alangkah lebih baik kita
waspada akan bahaya penyakit pada pernapasan seperti rinitis dan
nasofaringitis. Dari hal kecil tersebut sangat lah mengganggu pola hidup kita.
.



26

DAFTAR PUSTAKA

Muscari, Mary E.2005.Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Behrman, dkk.2000.Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol II. Jakarta:Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C.2002.Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:Buku
Kedokteran EGC.
Doenges, Marilyn E.2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:Buku
Kedokteran EGC.
Asih, Niluh Gede Yasmin.2004.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

You might also like