You are on page 1of 7

Masyarakat Madani dan Pembangunan Ekonomi

Rendy Wrihatnolo *)

I. Pendahuluan

Wacana masyarakat madani yang sudah menjadi arus utama dewasa ini, baik di lingkungan
masyarakat, pemerintah, dan akademisi, telah mendorong berbagai kalangan untuk memikirkan,
bagaimana perkembangan sektor-sektor kehidupan di Indonesia yang sedang dilanda reformasi itu
dapat diarahkan kepada konsep masyarakat madani sebagai acuan baru. Dalam perkembangan
wacana tersebut bidang ekonomi agaknya belum mendapatkan perhatian. Di bidang ini, yang masih
menjadi acuan utama adalah konsep demokrasi ekonomi, Ekonomi Pancasila, dan akhir-akhir ini,
ekonomi rakyat. Pertanyaannya adalah, apa kaitan konsep ekonomi madani dengan konsep-konsep
yang juga masih ramai diperbincangkan itu? Salah satu masalah yang timbul dalam wacana baru
tersebut adalah bahwa konsep masyarakat madani itu sendiri dewasa ini masih berada dalam proses
pencarian. Masih menjadi pertanyaaan, misalnya, apakah masyarakat madani itu identik dengan
civil society yang bercirikan individualisme, ekonomi pasar dan pluralisme budaya itu?1

Konsep masyarakat madani memang telah menjadi wacana utama dan acuan, termasuk
dalam memikirkan kembali sistem ekonomi Indonesia.2 Konsep ini mengandung unsur-unsur
pemikiran dan kerangka baru yang telah berkembang secara global, tidak saja di negara-negara
sedang berkembang, melainkan juga di negara-negara maju sendiri yang sudah lama mengenal dan
mengembangkan konsep ini.3 Karena itu, maka Sistem Ekonomi Indonesia di era reformasi ini
harus memperhatikan wacana masyarakat madani tersebut.4 Namun, sistem ekonomi, di samping

*)
Rendy Wrihatnolo, S.Sos adalah Staf Perencana pada Direktorat Industri, Perdagangan, dan Pariwisata Bappenas – red
1 Bentuk dan sistem ekonomi di setiap negara berbeda dan memiliki ciri khas masing-masing didasarkan faktor
perbedaan pemilikan sumberdaya, kondisi geografis, sejarah, dan konstelasi politik. Secara garis besar dari berbagai
sistem ekonomi itu bersumber pada dua corak, yaitu: individualistis dan kolektivitas. Indonesia dalam menata dan
mengatur perekonomiannya menganut perpaduan kedua sistem ini. Lihat Mulia Nasution, Pendekatan pada
Perekonomian Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1997.
2 Sementara pihak beragam pandangan dalam menerjemahkan sistem ekonomi yang terimplemntasi di Indoenesia
dewasa ini. Ada yang menyebut sistem ekonomi pra-liberal, sistem ekonomi kapitalis semu (ersazt capitalism), dan
ada uang menyebut sebagai sistem ekonomi campuran berasaskan Pancasila menjadi sistem ekonomi Pancasila.
Wacana menarik tentang hal ini dapat dibaca dalam Tom Gunadi, Ekonomi dan Sistem Ekonomi: Menurut Pancasila
dan UUD 1945, Penerbit Angkasa, Bandung,1995. Bahkan, terakhir karena konsep ekonomi rakyat mendominasi
pelaksanaan kebijakan nasional orang di luar negeri menyebut bahwa Indonesia genah mewujudkan sistem ekonomi
sosialis. Baca harian umum berbahasa Inggris Jakarta Post, Thursday, 15 March 1999, hlm 1 kolom 8-9.
3 Sistem ekonomi global saat ini sedang mencari bentuk yang tepat ke arah terwujudnya sistem ekonomi dunia baru.
Proses menuju ke arah konsep sistem ekonomi global telah dimulai antara lain melalui pembentukan Masyarakat
Ekonomi Eropa (kini Uni Eropa) hingga ke penyatuan mata uang Eropa mulai 1999. Putara Uruguai 1980
merupakan langkah awal menuju sistem ekonomi riil yang telah sedang dipersiapkn dalam bentuk World Trade
Organization (1992) dan berbagai kerjasama ekonomi regional di berbagai belahan dunia. Referensi dapat dirujuk
pada bagian II buku Mari Pengestu dan Ira Setiati (Penyunting), Mencari Paradigma Baru Pembangunan Indonesia,
Penerbitan CSIS, Jakarta, 1997.
4 Diskursus tentang masyarakat madani tersebar luas di berbagai kalangan masyarakat dan akademisi, beberapa yang
baik dapat diikuti dalam Nurchlis Madjid, Islam dan Peradaban, Penerbit Mizan, Bandung, 1990, dan “Menuju
Masyarakat Madani”, dalam Jurnal Ulumul Qur’an Nomor 2/VII/96, hlm.51-55; Ernest Gellner, Condition of
Liberty, Civil Society and Its Rivals, Penguin Group, London, 1994; Mansur Fakih, Masyarakat Sipil Untuk
Transformasi Sosial Pergolakan Ideologi di Dunia LSM Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996; Anwar
Ibrahim, Islam dan pembentukan Masyarakat Madani, dalam Aswab Mahasin et.al.eds., Ruh Islam dalam Budaya
bangsa: Wacana Antaragama dan Bangsa, Yayasan Festival Istiqlal, Jakarta, 1996; dalam artikel ulasan “Masyarakat
Madani, Wajah Indonesia Tahun 2020", harian Republika, 17 September 1998 dan Ahmad Hatta, “Paradigma

C:\WINDOWS\Desktop\Majalah Perencaan Pembangunan\Edisi 24 Th 2001\Rendy Wrihatnolo.doc # 1


sistem politik dan sistem sosial-budaya adalah salah satu komponen dalam masyarakat madani.
Oleh karena itu maka wacana tentang sistem ekonomi ini juga akan ikut mewarnai corak
masyarakat madani yang dicita-citakan. Konsep ini mencakup komponen-komponen negara (state),
pasar (market), sektor voluntir (voluntary sector) atau gerakan baru masyarakat (new social
movement) serta individu dan keluarga (individuals and family).5 Semua komponen tesrebut dituntut
mengembangkan etos kerja dan kualitas pelayanan lebih baik dan memiliki sikap dan perilaku yang
berintikan pengabdian yang utuh bagi masyarakat (public service oriented). Inilah harapan
masyarakat madani (civil society)6 yaitu masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera dalam suasana
berkeadilan dilandasi oleh iman dan taqwa.

II. Tentang Masyarakat Madani

Konsep masyarakat madani yang menjadi perbincangan dewasa ini pada dasarnya memang
mengacu pada konsep civil society yang sudah berkembang di Barat, walaupun akhir-akhir ini
sedang digali juga pemikiran yang mengacu kepada “masyarakat Madinah”. Konsep civil society
yang telah mapan, sekalipun selalu mengalami pemikiran ulang (rethinking) itu, bukan merupakan
konsep yang universal, melainkan historis-kontekstual. Secara historis, civil society dibentuk oleh
tiga kejadian besar di Eropa Barat. Pertama, Reformasi Teologis yang menghasilkan sekularisme.
Kedua, Revolusi lndustri yang menghasilkan model teknokratisme, baik yang bercorak kapitalisme
pasar, sosialisme maupun negara kesejahteraan (welfare state). Ketiga Revolusi Perancis dan
Revolusi Amerika yang menghasilkan model negara dan masyarakat yang mengacu kepada trilogi
liberte, egalite, fraternite dalam berbagai coraknya. Dalam kaitannya dengan civil society, dua
revolusi itu menghasilkan terutama model demokrasi-liberal yang mendasarkan diri pada
pengakuan hak-hak asasi manusia (human rights).7 Dengan demikian, civil society yang banyak
dibicarakan di tingkat nasional maupun internasional itu sesungguhnya cenderung bersifat euoro-
centris.8

Indonesia menempuh sejarah yang berbeda, walaupun mengalami dampak perkembangan


wacana civil society model Barat tersebut kira-kira sejak pertengahan abad ke-19 ketika pendidikan
kolonial diperkenalkan, mula-mula kepada kalangan bangsawan tinggi kemudian merambah ke
kalangan bangsawan bawahan juga. Jepang juga mengalami sejarah yang berbeda dengan Barat.
Jepang yang mengalami proses modernisasi, masih bisa memelihara keluarga sebagai institusi sosial
dan nilai-nilai kekeluargaan sebagai semangat atau roh (spirit). Jepang modern, sebenarnya
mendasarkan diri pada model konsensus dalam proses pengambilan keputusan yang pada dasarnya
demokratis. Dan di dalam pranata sosial, Jepang mengikuti sistem keluarga besar (extended family)
yang mampu pula menghasilkan local genius individualisme.9

Namun demikian, proses pembentukan civil society di Eropa Barat dan Amerika Utara

Masyarakat Madani”, dalam Republika, 19 Mei 1998.


5 Baca dalam Alfred Stephan, The Sate and Society: Peru in Comparative Perspective, Princeton University Press,
New Jersey, 1978; Arief Budiman ed., State and Civil Society, Monash Papers on Southeast Asia Nomor 22 tahun
1990; Frederick W. Righ, Interdimensi Perspektif Peran Masyarakat Negara, Rajawali Press, Jakarta, 1994.
6 Lihat John E. Hall (Editor), Civil Society: Theory, History, and Comparisson, kumpulan tulisan, Polity Press,
Cambridge Oxford, UK, 1995.
7 Baca Juan Antonio Morales, Gary McMahon (eds.)., Economic Policy and the Transition to Democracy: The Latin
America Experience, MacMillan Press Ltd., London, 1996.
8 Didin S. Damanhuri, Menuju Masyarakat Madani, makalah tidak diterbitkan dan lihat Reza Rezazadeh,
Technodemocratic Economic Theory: From Capitalism and Socialism to Democracy, First Edition, Eternalist
Foundation, Eastman Street, Wisconsin, 1991.
9 Lihat Stephen K. Sanderson, Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial, Edisi Kedua, Cetakan
Pertama, Rajawali Pers, Jakarta, 1993.

C:\WINDOWS\Desktop\Majalah Perencaan Pembangunan\Edisi 24 Th 2001\Rendy Wrihatnolo.doc # 2


memang telah menggerogoti peranan keluarga (civil society) perdefinisi, adalah justru mereka yang
telah keluar dari sistem keluarga. Banyak peranan keluarga dalam masyarakat modern, sebagaimana
dikatakan oleh Weber, telah diambil alih atau digantikan oleh sekolah, gereja, dan negara.10 Tapi
berbeda dengan di Eropa Barat dan Amerika Utara, modernisasi di Jepang masih bisa
mempertahankan institusi keluarga dan nilai-nilai kekeluargaan. Institusi tersebut di Jepang modern
berperan dalam mempertahankan eksistensi dan peranan perusahaan keluarga (family enterprise),
terutama dalam perusahaan kecil dan menengah (small and medium enterprises) sedangkan
semangat kekeluargaan telah mampu membentuk model korporasi khas Jepang yang mirip dengan
sebuah keluarga besar tetapi tetap mendasarkan dari pada meritokrasi.11

Jika Jepang juga dianggap telah mengembangkan civil society, maka dimana dalam
pemikiran di Indonesia, apakah Jepang juga diposisikan dalam perspektif madani? Perlu dipikirkan
agar proses berkembangnya masyarakat madani di Indonesia, jangan sampai mengikuti model
Eropa Barat dan Anglo-Saxon yang tidak mengenai extended family dan model konsensus. Dalam
kenyataannya, salah satu unsur yang meningkatkan daya tahan masyarakat kita dalam menghadapi
krisis ekonomi dewasa ini adalah peran extended family dan jaringan kekeluargaan yang masih kuat,
paling tidak dalam meringankan beban penderitaan, tetapi lebih dari itu, telah berpengaruh dalam
pembentukan solidaritas sosial yang lebih luas. Perlu pula diperhatikan secara serius bahwa dalam
proses pembentukan masyarakat madani di Indonesia jangan sampai melompat (jumping) secara
ahistoris ke dalam civil society model Barat. Kesimpulannya bahwa sebagai theoritical construct,
masyarakat madani berbeda dengan civil society sebagaimana yang berkembang di Barat.12

III. Masyarakat Ekonomi Yang Madani

Berkaitan dengan ciri masyarakat ekonomi yang madani di Indonesia, maka pelaku ekonomi dalam
sistem Demokrasi Ekonomi di Indonesia seyogianya bersifat pluralistis. Paling tidak ada tiga pelaku
ekonomi utama yang harus diberi kesempatan untuk berkembang secara bersama-sama, yaitu
perusahaan-perusahaan swasta (private enterprise), termasuk di dalamnya, perusahaan keluarga
(family enterprises), koperasi dan perusahaan negara (state enterprise). Dalam hal ini negara dan
pasar mengemban misi bersama-sama memodernisasi ketiga entitas ekonomi di atas. Peran negara
selama ini yang picking on the winners harus dikurangi atau bahkan harus dihilangkan. Pasarlah
yang akan menguji eksistensi dan peranan ketiga entitas di atas. Proses modernisasi pelaku-pelaku
ekonomi sejalan dengan azas pluralisme yang berlaku di bidang-bidang politik, sosial, dan
budaya.13

Dalam masa transisi yang krusial dewasa ini, ada dua hal ekonomi yang mesti dipikirkan.
Dua hal tersebut adalah, pertama, apakah kita masih percaya kepada kekuatan pasar; dan kedua,
apakah kita akan mengikuti proses globalisasi itu. Karena, terlepas dari kelemahan-kelemahannya,
mekanisme pasar masih merupakan cara terbaik untuk menciptakan kekayaan (creating of wealth).
Hanya saja, pasar yang harus kita kembangkan bukanlah pasar yang dikendalikan oleh pemerintah
melalui BUMN dan kelompok konglomerat. Ekonomi pasar (market economy) yang cocok untuk

10 Lihat Ray P. Cuzzort, Edith W. King (eds.), 20th Century Social Thought, Third Edition, Holt Rinehart and
Winston, New York, 1980.
11 Lebih jauh baca E.S. Savas, Privatization: The Key to Better Government, Chatham House Publishers, Inc.,
Chatham, New Jersey,1987.
12 Didin S. Damanhuri, Menuju Masyarakat Madani, dalam Dawam Rahadjo, “Masyarakat Madani”, makalah tidak
diterbitkan, Jakarta, 1999.
13 Wacana yang bagus tentang hal ini dapat diikuti lebih jauh dalam Ravi Ramamurti, Raymond Vernon, Privatization
and Control of State-Owned Enterprises, The World Bank, Washington D.C., 1989.

C:\WINDOWS\Desktop\Majalah Perencaan Pembangunan\Edisi 24 Th 2001\Rendy Wrihatnolo.doc # 3


dikembangkan adalah pasar yang luas dan dalam (broad based and deep market). Board, artinya
mencakup makin banyak pelaku ekonomi, termasuk ekonomi rakyat. Deep, artinya didukung oleh
instrumen-instrumen yang makin beragam, sejalan dengan perkembangan pasar, sehingga
secondary market dapat berjalan dengan baik.14

Peran pemerintah itu ada tiga, yaitu peran yang bersifat regulatory (termasuk melakukan
deregulasi atau relegulasi), promotional atau economic development, dan supervisory. Hanya saja
peran regulational perlu dikurangi dan dua peran lainnya perlu lebih ditonjolkan, sehingga makin
cenderung bersitat supervisory. Dalam peranan developmental-nya, pemerintah harus berpegang
pada prinsip prudentiality sebagaimana telah diterapkan oleh Bank Indonesia terhadap dunia
perbankan.15

Berkaitan dengan pandangan tersebut etika bisnis penting dipromosikan oleh pemerintah
agar menjadi pegangan dunia bisnis dalam pertimbangan moral (moral reasoning). Sebab kalau
tidak, maka pemerintah akan cenderung bersifat regulatory. Lagi pula prinsip prudentiality perlu
diimbangi dengan ethical business practises.16 Ekonomi rakyat adalah bagian penting dari market
economy.17 Ini sejalan dengan pernyataan bahwa mekanisme pasar akan menguji pelaku-pelaku
ekonomi. Sepakat dengan hal itu, maka pandangan tentang perlunya affirmative action untuk
melindungi yang kecil dan pemberdayaan yang lemah, tentu saja tanpa menggangu mekanisme
pasar sehingga tercipta sebuah ekonomi pasar yang manusiawi (market economy with human
face).18

Dalam kecenderungan liberalisasi di seluruh dunia dewasa ini peranan BUMN memang
terus dipertanyakan. Mungkinkah peranan BUMN dipertahankan? Di masa lalu hingga kini, dari
operasi BUMN, pemerintah berharap untuk memperoleh penerimaan (revenue) baik pajak maupun
non-pajak, yakni dari laba perusahaan. Untuk itu pemerintah, baik pusat maupun daerah telah
menanamkan dananya yang cukup besar dalam investasi di BUMN. Pemerintah juga memberikan
proteksi dan subsidi yang berkepanjangan. Jumlah BUMN pernah mencapai 240-an, tetapi
kemudian susut menjadi sekitar 160-an. Penyusutan tersebut diakibatkan oleh kerugian yang
diderita, sehingga sebagian harus dilikuidasi. Sekarang ini, makin banyak BUMN yang dinyatakan
tidak atau kurang sehat. Pemerintah harus selalu menyuntikkan darah segar atau mendapatkan
kredit dari bank-bank pemerintah. Namun tidak semuanya berhasil menjadi sehat, bahkan akhirnya
menjadi beban, baik pemerintah melalui anggaran atau menjadi kredit macet di bank-bank
pemerintah.19

Di lain pihak, penerimaan pajak terus menerus meningkat, terutama pajak


perusahaan-perusahaan swasta. Karena itu dewasa ini dipertanyakan, apakah masih ada urgensinya
BUMN dipertahankan, karena mengharapkan keuntungan dan pajak, sementara pemerintah bisa

14 Baca Colin Crouch, Wolfgang Streeck, (eds.)., Political Economy of Modern Capitalism: Mapping Convergence and
Diversity, Sage Publications, London, 1997.
15 Lihat Marc Holzer, Kathe Callahan, Government at Work: Best Practice and Model Programs, Sage Publications,
London, 1997.
16 Ibid.
17 Lebih jauh baca D.C. Korten dan Sjahrir (editor), Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 1988.
18 Penjelasan lebih lanjut dapat diikuti dalam Ginandjar Kartasasmita, Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan
Pertumbuhan dan Pemerataan, Cetakan Pertama, PT. Pustaka Cidesindo, Jakarta, 1996; juga dalam Gunawan
Sumodiningrat, Membangun Perekonomian Rakyat, Cetakan Pertama, IDEA-Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998.
19 Lebih jauh baca artikel “Masyarakat Madani dan Pemulihan Ekonomi”, dalam majalah PILAR, No. 25/TH.I/16-29
Desember 1998.

C:\WINDOWS\Desktop\Majalah Perencaan Pembangunan\Edisi 24 Th 2001\Rendy Wrihatnolo.doc # 4


lebih banyak menerima pemasukan dari pajak sektor swasta? Privatisasi dan pengurangan jumlah
BUMN secara drastis mempunyai alasan kuat, yaitu mengurangi beban proteksi, subsidi, dan
penyuntikan darah segar. Lagi pula pemerintah tidak harus menyediakan dana untuk investasi,
karena dana investasi bisa berasal dari masyarakat sendiri.

Sungguh pun begitu pada dasarnya keputusan langkah investasi dalam dunia usaha
dilakukan oleh swasta melalui mekanisme pasar. Namun, seringkali terjadi market failure. Dalam
kondisi kegagalan pasar, negara bisa melakukan intervensi melalui penanaman modal. Hanya saja
selama ini BUMN tidak hanya mengisi kekosongan pasar, tetapi sudah kebablasan memasuki
semua bidang usaha sehingga mendesak dan menyaingi peran swasta secara tidak fair, karena
penanaman modal oleh pemerintah didukung oleh subsidi, proteksi dan pemberian monopoli. Oleh
sebab itu, di masa mendatang, BUMN baru bisa diturunkan jika terjadi kegagalan pasar. Dengan
demikian BUMN berperan sebagai pemicu stabilisator suatu sistem ekonomi yang sedang
bangkrut.20

Sependapat dengan pandangan tersebut bahwa peranan sektor negara masih diperlukan di
bidang-bidang yang swasta tidak mau memasukinya. BUMN juga diperlukan untuk memproduksi
barang-barang dan jasa-jasa yang tidak komersial. Dengan perkataan lain, peranan negara justru
diperlukan untuk memproduksi barang-barang sosial guna menyediakan kebutuhan masyarakat
khususnya yang kurang mampu. Peran negara tentu saja tidak sebagai rule, melainkan exception.
Negara juga bisa berperan merintis, misalnya di bidang penerbangan di daerah-daerah terpencil dan
menangani industri-industri strategis dan menyediakan barang umum (public goods) seperti air,
listrik atau pengelolaan lingkungan hidup. Di samping investasi swasta, diperlukan pula investasi
yang nirlaba (non-profitable) guna mendorong pertumbuhan. lnvestasi (baca: investasi nirlaba) ini
dilakukan melalui pembelanjaan negara (public financing).21

Terhadap proses liberalisasi yang memperluas peranan pasar, maka perlu diperhatikan
adanya dua ciri pasar. Pertama, mengandung externalities yang sifatnya negatif. Dan kedua, tidak
mengakomodsi moral dan etika. Karena itu, sebagai landasan bekerjanya pasar, guna mencegah
dampak negatif eksternalitas, diperlukan institutions before market, yakni infrastruktur sosial
sebagai prasyarat pasar. Pranata yang merupakan infrastruktur sosial itu adalah hak-hak dasar
ekonomi (basic economic rights) pembaharuan agraria (land reform) dan lembaga yang membuka
akses terhadap sumber daya tanah untuk pertanian, industri dan pemukiman, upah minimum
(minimal wages), pendidikan dasar bebas biaya (free basic education) berbagai jenis asuransi
seperti pengangguran (unemployment) kesehatan (health care) dan perumahan (housing). Pranata
dan infrastruktur sosial itu diperlukan karena pasar tidak selalu mampu menyerap tenaga kerja,
menentukan nilai tanah, menyediakan upah yang wajar, mengangkat kesejahteraan rakyat kecil dan
memberikan pendidikan dasar kepada lapisan yang miskin.22

IV. Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi yang dipicu oleh dan diawali dengan krisis moneter itu telah melahirkan kekacauan
sosial yang mengancam, bahkan merusak bangunan masyarakat madani yang telah berkembang di
masa lalu hingga akhir-akhir ini. Karena itu langkah urgen untuk mengembangkan masyarakat
madani di masa mendatang ini adalah menanggulangi krisis itu sendiri. Namun, muncul pandangan
yang berbeda dalam prioritas tentang langkah kunci yang akan diambil.

20 M. Dawam Rahardjo, Mewujudkan Sistem Ekonomi Nasional Yang tangguh Menghadapi Tantangan Globalisasi,
makalah seminar, Surabaya, 21 Agustus 1996.
21 Baca Winarno Zain, Pembiayaan Perusahaan Negara, Rajawali Press, Jakarta, 1994.
22 Lihat Didiek J. Rahbini, transkrip dalam Umar Juoro, Demokrasi dan Sistem Ekonomi, dalam Prisma, No.7 tahun
XIX, 1990.

C:\WINDOWS\Desktop\Majalah Perencaan Pembangunan\Edisi 24 Th 2001\Rendy Wrihatnolo.doc # 5


Saat ini sektor riil dan sektor perbankan praktis telah lumpuh, dan satu-satunya yang bisa
dan diharapkan bertindak adalah pemerintah. Sekali pun akan mendatangkan dampak negatif;
seperti defisit anggaran, tekanan inflator dan meningkatnya utang luar negeri, namun pemerintah
harus turun dengan anggaran ekspansif dan mewujudkan jaring pengaman sosial (social safety net)
guna meningkatkan konsumsi masyarakat, memperbesar permintaan agregat dan menciptakan
lapangan kerja, khususnya untuk membantu yang paling menderita akibat krisis sekarang. Itu semua
dimaksudkan sebagai langkah darurat supaya perekonomian tidak macet total dan masyarakat
menderita. Peran negara adalah mengoreksi kegagalan pasar.23

Guna menggerakkan kembali roda perekonomian, maka disarankan agar suku bunga dapat
diturunkan. Tapi langkah ini tergantung pada dua faktor, yakni tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah.
Suku bunga harus dapat diisolasi dari pengaruh luar, khususnya nilai tuliar rupiah dan
perkembangan internasional seperti turunnya nilai yen terhadap dolar AS.24 Sekarang pemerintah
belum bisa mengontrol perkembangan internasional (uncontrorable variables). Karena disarankan
agar volatilitas nilai rupiah bisa dikontrol pada tingkat yang masuk akal (reasonable), kalau perlu
dengan mengendalikan pasok rupiah maupun mata uang lainnya dengan cara-cara teknis non-pasar
seperti telah dilakukan oleh Malaysia. Secara spesifik ia mengusulkan untuk mengendalikan
“vostro account” pada bank-bank asing yang diawasi secara ketat.25

Sementara itu perlu ditekankan pentingnya langkah restrukturisasi perbankan lewat


rekapitalisasi, sebab perekonomian tidak mungkin bisa berjalan tanpa sistem perbankan yang sehat.
Dalam rangka penyehatan perbankan, langkah private debt settlement sangat penting, karena itu
langkah-langkah yang sudah dimulai dengan skema lNDRA dan Jakarta Inisiative harus terus
ditindak-lanjuti. Rekapitalisasi ini perlu dilakukan, tidak saja terhadap bank-bank pemerintah, tetapi
juga bank-bank swasta secara transparan berdasarkan kriteria yang jelas.26

Tindakan pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) merupakan langkah


mendasar, karena KKN merupakan sumber distorsi pasar, menciptakan kesenjangan ekonomi dan
menyebabkan kebijakan tidak dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Pemberantasan KKN
adalah juga kunci terhadap kepercayaan luar negeri, baik pada lembaga-lembaga internasional
maupun investor asing. Langkah-langkah tegas menindak kasus-kasus KKN dapat meningkatkan
kewibawaan pemerintah.

Akhirnya kunci ke arah pemulihan ekonomi adalah dilaksanakannya proses pembangunan


yang demokratis. Pembangunan yang demokratis mengandung maksud pembangunan yang berasal
dari rakyat (pemanfataan segenap sumber daya pembangunan berdasarkan kemampuan lokal/
domestik) yang diselenggarakan oleh rakyat (pembangunan untuk rakyat), dan hasilnya
dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh seluruh lapisan rakyat serta dipelihara kelangsungannya oleh
rakyat itu sendiri. Peranan pemerintah yang kuat sangat diperlukan untuk dapat menjalankan
kebijakan yang berwibawa dalam rangka mendampingi upaya pembangunan yang dilakukan oleh
rakyat itu. Setiap kebijakan --termasuk pembangunan ekonomi-- adalah pilihan di antara alternatif
kebijakan. Tapi pilihan kebijakan itu perlu didukung oleh kekuatan yang bersumber dari dukungan
terhadap pemerintah, baik dari dalam maupun luar parlemen.

23 Winarno Zain, Op.cit.


24 Theo F. Toemion, Restrukturisasi Perbankan, artikel harian Suara Pembaruan, Kamis, 11 Maret 1999.
25 James T. Riyadi, Pengendalian Valuta Asing, artikel harian Suara Pembaruan, Selasa, 2 Maret 1999.
26 Ibid.

C:\WINDOWS\Desktop\Majalah Perencaan Pembangunan\Edisi 24 Th 2001\Rendy Wrihatnolo.doc # 6


V. Penutup

Sebagai penutup perlu dinyatakan bahwa sampai tingkat tertentu sebenarnya proses pembentukan
masyarakat madani telah terjadi di lndonesia. Hanya saja dalam perjalanannya telah timbul
gangguan-gangguan yang menjauh dari jalur masyarakat madani. Dalam era reformasi itu kita perlu
melakukan kaji ulang dan wacana baru dengan mempertimbangan faktor-faktor yang menjadi
kecenderungan nasional, regional, dan global, seperti meningkatnya peranan pasar, perampingan
peranan negara dan perlunya pemberdayaan lembaga-lembaga civil society dan gerakan sosial baru
(new social movement). Berbeda dengan kecendengan perkembangan dan wacana civil society di
Eropa Barat, di Indonesia, pengambilan keputusan melalui konsensus, revitalisasi peranan keluarga
dan aktualisasi nilai-nilai agama dalam masyarakat modern merupakan salah satu ciri yang perlu
diperhatikan dalam wacana masyarakat madani.

Wacana masyarakat madani agaknya berbeda dengan wacana civil society yang berkembang
di Barat, walaupun konsep civil society itu menjadi rujukan penting. Namun harus diingat, bahwa
wacana civil society itu sendiri, baik di negara-negara industri maju maupun di Dunia Ketiga, masih
terus berlangsung dalam konteks baru. Oleh karena itu, masyarakat madani yang sedang dipikirkan
di Indonesia ini merupakan wacana yang tebuka.

C:\WINDOWS\Desktop\Majalah Perencaan Pembangunan\Edisi 24 Th 2001\Rendy Wrihatnolo.doc # 7

You might also like