You are on page 1of 40

Hala, Y.

, Manajemen Laboratorium

1
1. PENDAHULUAN
Globalisasi merupakan perubahan cepat yang mendasar dalam kehidupan di segala
bidang menuntut kebebasan interaksi antar kehidupan di dunia tanpa mengenal
batas negara. Konsekuensinya, pergeseran cara pandang pelaksanaan
perdagangan internasional yang mengarah ke perdagangan global. Akibatnya, lahir
pasar bebas dunia yang berakibat pada persaingan pasar internasional.
Persaingan pasar bebas berdampak pada perubahan kebijakan organisasi
internasional, di mana negara maju yang merupakan pangsa pasar terbesar
barang ekspor dari negara berkembang, menetapkan baku mutu barang/jasa.
Salah satu baku internasional yang berkembang pesat di bidang industri dan
perdagangan adalah ISO seri 9000 yang telah diadopsi di Indonesia menjadi SNI
19-9000. ISO 9000 berperan mempertahankan dan meningkatkan daya saing
agar lebih kompetitif, sekaligus meyakinkan pasar dunia akan persepsi yang sama
atas produk yang dihasilkan.
Pasar bebas juga menuntut adanya informasi teknis dari setiap produk yang
diperdagangkan. Data hasil uji laboratorium yang tak dapat
dipertanggungjawabkan akan menjadi hambatan teknis. Dengan demikian
kompetensi laboratorium uji juga sangat menentukan.
ISO seri 9000 hanya mengaudit sistem manajemen mutu, tidak
mengevaluasi kemampuan teknis laboratorium. Sertifikasi kehandalan
laboratorium harus menerapkan ISO/IEC Guide 25, yang telah diadopsi di
Indonesia menjadi BSN-101, tentang persyaratan umum kemampuan laboratorium
kalibrasi dan pengujian. Faktor teknis yang diperhatikan adalah :
a) Sumberdaya manusia yang berkualifikasi dan berpengalaman,
b) Kalibrasi dan perawatan peralatan,
c) Sistem jaminan mutu yang sesuai,
d) Teknik sampling dan metode pengujian yang divalidasi,
e) Mampu telusur pengukuran dn sistem kalibrasi ke baku nasional atau
internasional,
f) Sistem dokumentasi dan peaporan, dan
g) Sarana dan lingkungan pengujian.
Tujuan ISO/IEC Guide 25 adalah :
a. Meningkatkan kemampuanndan kepercayaan pada laboratorium kalibrasi
dan pengujian dengan menerapkan persyaratan yang berlaku.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

2
b. Memudahkan penghapusan hambatan non pajak perdagangan melalui
penerimaan hasil kalibrasi dan pengujian antar negara.
c. Memudahkan kerjasama antar laboratorium/instansi dalam sharing
informasi, pengalaman, harmonisasi baku dan prosedur.
d. Menghindari duplikasi pengujian yang berdampak pada biaya dan efisiensi
waktu.

Di awal tahun 2000 ISO/IEC Guide 25 direvisi menjadi ISO/IEC 17025 yang berisi
semua persyaratan manajemen dan teknis. Laboratorium yang memenuhi
persyaratan ISO/IEC 17025 telah sesuai dengan persyaratan ISO 9000, termasuk
model yang diuraikan dalam ISO 9002 jika laboratorium bertindak sebagai penguji
dan kalibrator dengan metode baku. Jika laboratorium terlibat dalam desain atau
pengembangan metode pengujian/kalibrasi, laboratorium tersebut juga memenuhi
ISO 9001.

2. SISTEM BAKU MUTU
Praktek Berlaboratorium yang Benar
Praktek berlaboratorium yang benar (good laboratory practice, GLP) dalam bentuk
peraturan pertama kali ditemukan dalam New Zealand Testing Laboratory
Registration Act of 1972 lalu diadopsi oleh Denmark dalam Danish National Testing
Board Act No. 144 pada 21 Maret 1973. Tahun 19 Nopember 1976, Food and Drug
Administration (FDA) Amerika menuangkan dalam Food and Drug Administration
Non-Clinical Laboratory Studies yang disempurnakan pada 22 Desember 1978.
Tahun 1978, perwakilan 16 negara anggota Organization for Economic Co-
operation and Development (OECD) bertemu di Stockholm antara lain membahas
pengembangan persyaratan metode pengujian dan konsistensi GLP. Salah satu
hasilnya adalah pembentukan dewan yang menangani masalah bahan kimia dan
pengaruhnya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Penerapan GLP meyakinkan bahwa data hasil uji telah mempertimbangkan
pelaksanaan yang benar, termasuk perencanaan dan keterpaduan antara
sampling, analisis, pengukuran, dokumentasi, dan housekeeping practice. Jadi GLP
adalah keterpaduan proses organisasi, fasilitas, personel, dam kondisi lingkungan
yang benar sehingga menjamin pengujian di laboratorium selalu direncanakan,
dilaksanakan, dimonitor, direkam, dan dilaporkan sesuai persyaratan kesehatan,
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

3
keselamatan, dan perdagangan. GLP dapat menghindari kekeliruan yang mungkin
timbul, hasilnya berupa data yang tepat, akurat, tidak terbantahkan, dan dapat
dipertahankan secara ilmiah dan hukum. Jadi, GLP adalah alat manajemen
laboratorium yang mengorganisir laboratorium untuk mencegah kesalahan di
samping meningkatkan mutu.

Perkembangan ISO/IEC Guide 25
Tahun 1977, International Laboratory Accreditation Co-operation (ILAC) didirikan
untuk menciptakan persetujuan saling pengakuan (a multilateral recognition
agreement) sehingga data hasil uji dapat diterima secara internasional, dan
hambatan teknis perdagangan dapat dieliminasi. ILAC juga memfasilitasi peran
laboratorium terakreditasi sebagai alat perdagangan dan pengakuan kompetensi
laboratorium.
Tahun 1978 ILAC mengembangkan persyaratan teknis akreditasi
laboratorium yang diajukan ke International Organization for Standardization
(ISO), lalu lahirlah ISO Guide 25: 1978. Tahun 1980 ILAC menyempurnakan ISO
Guide 25 yang disetujui oleh ISO dan International Electrotechnical Commission
(IEC) yang menghasilkan ISO/IEC Guide 25: 1982. Bersamaan dengan itu terjadi
perubahan dunia terhadap pendekatan sistem mutu pabrik, industri, dan
perdagangan. Kemudian upaya revisi dilakukan pada tahun 1988 dan 1990, dan
diterbitkan ISO/IEC Guide 1990 yang fokus pada kegiatan laboratorium
sebagaimana syarat yang tercantum dalam OECD tentang GLP dan ISO seri 9000.
Dalam ISO/IEC Guide 25: 1990 dinyatakan bahwa laboratorium yang memenuhi
pedoman itu telah sesuai dengan ISO 9002 jika berperan sebagai laboratorium uji
dan kalibrasi. Ketentuan tersebut juga berlaku bagi laboratorium penelitian dan
pengembangan dengan menambahkan elemen sistem mutu yang ada pada ISO
9001.
Tahun 1989 lahir EN 45001 tentang general criteria for the operation of
testing laboratories yang draft awalnya disiapkan oleh Commission of European
Communities (ECC). Sebagai hasil pengalaman dalam menerapkan ISO/IEC Guide
1990 dan EN 45001: 1989, kedua standar tersebut disempurnakan menjadi
ISO/IEC 17025: 2000, General requirements for the competence of testing and
calibration laboratories.

Hala, Y., Manajemen Laboratorium

4
Konsep Mutu Laboratorium
Beberapa istilah tentang mutu antara lain :
ISO 8402 : mutu adalah karakteristik menyeluruh dari barang/jasa yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang
ditentukan atau yang tersirat.
Deming : mutu tidak berarti segala sesuatu yang terbaik, tetapi pemberian
kepada pelanggan tentang apa yang mereka inginkan dengan
tingkat kesamaan yang dapat diprediksi serta ketergantungannya
terhadap harga yang mereka bayar.

Crosby : mutu adalah pemenuhan persyaratan dengan meminimkan
kerusakan yang mungkin timbul atau standard of zero defect yang
berarti memperlakukan prinsip benar sejak awal.

Juran : mutu adalah memenuhi tujuannya.

Definisi lain : mutu adalah pemberian nilai kepada pelanggan untuk uang yang
telah mereka bayarkan.


Mutu sangat tergantung pada situasi dan kondisi orang yang terlibat.
Kebutuhan seorang konsumen dapat berbeda dengan konsumen lainnya.
Kaitannya dengan laboratorium, mutu harus memuaskan pelanggan dengan
mempertimbangkan aspek teknis untuk mencapai precision and accuracy yang
tinggi. Karena itu laboratorium harus mengembangkan dan menerapkan
pengendalian mutu (quality control, QC) dan jaminan mutu (quality assurance,
QA).
Berdasarkan ISO 8420, QA adalah seluruh kegiatan sistematik dan
terencana yang dilakukan, baik di dalam maupun di luar laboratorium untuk
mencapai produk/jasa yang bermutu. QC merupakan pengendalian, monitoring,
dan pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan sistem mutu berjalan benar.
Sumberdaya yang dibutuhkan dalam penerapan sistem mutu antara lain:
peralatan, persediaan dan jasa, personal, fasilitas, dan instruksi kerja. Kebijakan
dan prosedur yang diperlukan:
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

5
a. Siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kaji ulang prosedur?
b. Kegiatan apa yang berhubungan?
c. Siapa pelaksana kegiatan?
d. Kapan, di mana, dan bagaimana kegiatan dilaksanakan?
e. Sumberdaya apa yang digunakan?
f. Rekaman apa yang harus diarsip?
g. Laporan apa yang harus diterbitkan?
Dalam pencapaian tujuan mutu, sumberdaya digunakan untuk memastikan
bahwa:
1. Personil diawasi secara efektif,
2. Metode uji dan instruksi kerja divalidasi dengan QC yang memadai,
3. Semua peralatan berfungsi dengan tepat dan memenuhi spesifikasi,
4. Fasilitas laboratorium memadai untuk kegiatan pengujian.

Sistem manajemen yang diterapkan antara lain untuk memastikan bahwa:
1. Sistem mutu didokumentasikan memadai, dengan mempertimbangkan kaji
ulang
2. manajemen sampel uji dilaksanakan sesuai prosedur keamanan,
penerimaan, identifikasi, pemeriksaan, penyimpanan, dan pembuangan sisa
sampel uji
3. Pengelolaan data dilaksanakan sesuai prosedur keamanan, rekaman,
perhitungan, validasi, wewenang, pengiriman, penyimpanan, dan
pemusnahan seluruh data hasil uji serta rekaman yang berhubungan
4. Manajemen beban kerja dapat diterima sesuai waktu dan verifikasi
sumberdaya tersedia.

Biaya Sistem Mutu
Laboratorium pengujian harus selalu mempertimbangkan keseimbangan
biaya, resiko, dan aspek teknis. Sedapat mungkin dihindari pengeluaran biaya
akibat ketakefektifan kegiatan, mengurangi kegagalan, mereduksi limbah,
hilangnya pelanggan karena tak puas atau kesalahan sehingga menuntut secara
hukum.
Biaya kegagalan timbul karena tak sesuainya kegiatan dengan QA. Biaya
kegagalan internal dapat berupa a) kesalahan pengujian, kalibrasi, sampling, dan
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

6
perlakuan sampel, b) kegiatan tertunda karena masalah peralatan dan lingkungan
laboratorium, c) kesalahan pembelian, d) auditing, e) kontrol mutu (QC).
Sedangkan kegagalan eksternal adalah ketaksesuaian yang terdeteksi setelah
berada di luar laboratorium, meliputi: a) investigasi pengaduan, b) pengujian dan
sampling ulang, c) pengulangan pekerjaan sampel uji, d) kesalahan faktur, e)
proses pengadilan karena komplain pelanggan.
Biaya penilaian timbul karena pemeriksaan proses dan hasil uji, khususnya
biaya QC, antara lain a) pengawasan, b) pemeriksaan administrasi, c) peralatan,
pengendalian mutu internal dan eksternal, dan d) audit internal.
Biaya pencegahan meliputi semua biaya yang diadakan dalam perencanaan
dan penerapan sistem mutu, khususnya QA, meliputi: a) penyusunan dan
dokumentasi sistem mutu, b) pelatihan personal, c) program jaminan mutu, d)
pengembangan metode dan validasi, dan e) kaji ulang sistem mutu.
3. DOKUMENTASI MUTU
Dokumentasi mutu merupakan syarat mutlak terakreditasinya sebuah
labotarorium, yang harus dibuat dan diterapkan oleh laboratorium bersangkutan,
sehingga setiap orang merasa memiliki, memahami, dan menerapkan sistem
tersebut.













Gambar 1. Hirarki dokumentasi mutu


Mengapa
Siapa, Apa,
Kapan, Di mana
Bagaimana
Rekaman
Panduan Mutu
Prosedur Pelaksanaan
Instruksi Kerja
Formulir
Kebijakan, tujuan, dan sistem mutu
Pelaksanaan rangkaian kegiatan
operasional laboratorium
Tahapan rinci
kegiatan operasional
Bukti pelaksanaan
kegiatan
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

7
Dokumentasi mutu tak lain dari seri dokumen tentang kebijakan dan tujuan mutu,
sekaligus langkah praktis dalam menerapkan dan memantau operasional
laboratorium.
Hirarki dokumentasi mutu dapat disimak pada Gambar 1 yang antara lain terdiri
atas panduan mutu, prosedur pelaksanaan, instruksi kerja, dan formulir.

Panduan Mutu
Panduan mutu laboratorium adalah kumpulan dokumen yang menguraikan
prosedur khusus berupa perencanaan menyeluruh kegiatan operasional untuk
mencapai tujuan mutu dan kepercayaan publik.
Panduan mutu sudah tentu merupakan dokumen pengendali semua aspek
manajemen mutu, yang diacu secara internal maupun eksternal dalam sistem
audit sekaligus sebagai bahan komunikasi dan pemasaran, berkaitan dengan
kesinambungan operasional laboratorium yang bersangkutan. Penyusunan
panduan mutu dapat dilakukan melalui pendekatan sistem baku mutu atau
menyesuaikan dengan sistem yang ada di laboratorium.


Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan merupakan penjabaran dari panduan mutu untuk memberi
petunjuk kepada pelaksana tentang bagaimana kebijakan dan tujuan harus
dilaksanakan dan dicapai. Secara umum jabaran prosedur pelaksanaan meliputi:
1. Apa yang harus dilaksanakan?
2. Siapa pelaksananya?
3. Di mana dilaksanakan?
4. Mengapa harus dilaksanakan?
5. Kapan dilaksanakan?
6. Tanggung jawab, wewenang, dan hubungan kerja antara orang yang
mengatur, melaksanakan, dan verifikasi.
7. Dokumentasi dan rekaman mutu yang harus dipelihara.
Prosedur pelaksanaan sudah tentu dapat meyakinkan bahwa semua
kegiatan operasional yang dilaksanakan, selaras dengan a) kejujuran teknis dan
komersial, b) tingkat ketelitian dan ketepatan, serta c) kemampuan telusur ulang.

Hala, Y., Manajemen Laboratorium

8
Instruksi Kerja
Instruksi kerja adalah pedoman baku yang detail dalam melaksanakan kegiatan
secara benar sejak awal. Bentuk instruksi kerja dapat berupa lembar kerja, bagan
alir, gambar, rekaman atau uraian kegiatan, dan sebagainya.
Instruksi kerja dapat dibuat oleh pelaksana, namun kadang perlu bimbingan
atasan langsungnya karena tidak semua pelaksana mengetahui pelaksanaan yang
baik dan benar. Instruksi kerja selayaknya:
1. Tahapan kegiatan yang diuraikan langkah demi langkah,
2. Penjelasan detail setiap langkah, lengkap dengan peralatan dan dokumen
penunjang,
3. Telah diuji dan diterapkan.
Semua proses kerja harus direkam dalam bentuk catatan atau formulir baku
yang telah ditetapkan. Dengan rekaman tersebut informasi dapat diidentifikasi
dengan baik dan benar, sehingga dapat dievaluasi demi penyempurnaan dan
efisiensi. Beberapa contoh formulir laboratorium, antara lain:
1. Permohonan pengujian atau kalibrasi.
2. Penerimaan dan distribusi sampel.
3. Analisis atau pengukuran sampel.
4. Laporan hasil uji atau kalibrasi.
5. Inventaris bahan kimia.
6. Inventaris peralatan laboratorium.

4. PERSYARATAN MANAJEMEN
Tujuan kegiatan laboratorium tentunya memuaskan pelanggan dengan
menghasilkan data hasil analisis yang bermutu baik dan terjamin, yang berarti
jaminan ketelusuran pengukuran. Jadi, apabila pengujian sampel yang sama
dilakukan di laboratorium lain yang sejenis akan memberikan hasil yang relatif
sama.

Organisasi Laboratorium
Organisasi mutlak dibutuhkan agar laboratorium dapat berfungsi efektif dan
efisien, meliputi susunan, fungsi, tugas dan tanggung jawab serta wewenang para
pelaksananya. Bentuk organisasi tergantung pada tujuan, ruang lingkup, jenis atau
komoditas, serta volume kegiatan.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

9
Penempatan person dalam organisasi harus sesuai dengan kualifikasi dan
pengalaman mereka, didukung dengan ketentuan yang menjamin para
personalnya bebas dari pengaruh komersial, keuangan, dan pengaruh lain yang
dapat mempengaruhi mutu kerjanya. Sangat dianjurkan agar petugas sampling
(sample boy) bukan analis yang akan melakukan pengujian di laboratorium, untuk
menghindari kolusi.

Sistem Mutu
Agar tetap terpercaya, laboratorium harus mampu menetapkan, menerapkan, dan
memelihara sistem mutu sesuai ruang lingkup kegiatannya. Sistem mutu harus
dikembangkan menjadi dokumen kerja yang merinci kebijakan dan tujuan yang
berkaitan dengan GLP.
Dalam memberikan jaminan mutu kepada pelanggan, kebijakan mutu oleh
manajemen puncak merupakan pencerminan komitmen laboratorium secara
menyeluruh, sangat penting dinyatakan. Kebijakan tersebut, sedikitnya
mengandung:
a. Pernyataan melaksanakan good professional practice dalam
pelayanan.
b. Pernyataan tentang baku pelayanan manajemen.
c. Pernyataan tentang sasaran yang akan dicapai, kaitannya dengan
sistem mutu.
d. Pernyataan bahwa semua person memahami dan menerapkan
kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
e. Pernyataan untuk memenuhi ISO/IEC 17025.
f. Pernyataan tentang kebutuhan pengujian yang harus dilaksanakan
sesuai metode yang ditetapkan oleh pelanggan.

Kebijakan mutu harus singkat, ringkas, dan jelas sehingga mudah dipahami, serta
seyogyanya menyebutkan sumberdaya yang digunakan, seperti sumberdaya
manusia, prosedur, organisasi serta person yang bertanggung jawab.

Pengendalian Dokumen
Data hasil analisis sangat baik jika telah memenuhi syarat yang ditentukan dan
rekamannya didokumentasikan dengan baik, mula dari perencanaan, sampling,
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

10
sampai penerbitan laporan. Laboratorium harus memelihara prosedur untuk
mengendalikan semua dokumen yang dapat berpengaruh pada sistem mutu.
Dokumen laboratorium dapat berupa perundang-undangan, baku, dokumen
normatif seperti metode pengujian, gambar, software, spesifikasi, instruksi, dan
panduan lainnya. Dokumen dapat berupa hard copy atau audio visual.
Dokumen laboratorium harus dipelihara dengan teliti, karena jika
dokumentasi tak lengkap, maka rangkaian dokumentasi tersebut tak berguna.
Semua dokumen harus dikaji ulang untuk memastikan bahwa hanya dokumen
mutakhir yang digunakan oleh staf. Distribusi dokumen harus ditetapkan dan
tersedia di tempat kerja untuk menghindari dokumen yang kadaluarsa. Jika
dokumen kadaluarsa harus tetap disimpan dilaboratorium karena alasan tertentu,
maka dokumen tersebut harus dilabel Dokumen Kadaluarsa atau Dokumen
Tidak Berlaku Lagi. Semua dokumen sistem mutu yang dibuat oleh laboratorium
harus diberi identitas yang jelas, mencakup tanggal penerbitan, nomor, jumlah
total halaman, dan wewenang penerbit.
Perubahan dokumen sistem mutu harus dikaji ulang dan disetujui oleh
fungsi atau bagian yang sama dengan kaji ulang terhadap dokumen aslinya. Kaji
ulang dapat diusulkan oleh semua person yang terlibat di laboratorium jika
sewaktu-waktu menemui dokumen yang perlu direvisi.

Kaji Ulang Permohonan, Tender, dan Kontrak
Agar laboratorium dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, maka harus ditetapkan
dan dipelihara prosedur untuk kaji ulang permohonan, tender, dan kontrak.
Kebijakan dan prosedur tersebut harus dapat memastikan bahwa:
1. Persyaratan, termasuk metode, memadai dan telah ditetapkan,
didokumentasi, dan dipahami.
2. Laboratorium mempunyai kemampuan dan sumberdaya yang memenuhi
syarat.
3. Metode diseleksi secara tepat sehingga dapat memenuhi persyaratan
pelanggan.

Perbedaan antar permohonan dengan kontrak harus diselesaikan sebelum
pengujian dilakukan, sehingga setiap kontrak dapat diterima oleh laboratorium
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

11
maupun pelanggan. Kontrak yang dilakukan dapat tertulis atau lisan, tetapi untuk
kontrak internal dapat dilakukan sesederhana mungkin.
Laboratorium harus mengkonfirmasi ke pelanggan tentang metode baku
yang akan digunakan. Apabila laboratorium mempunyai metode yang sesuai
dengan permohonan tender, tetapi belum dibakukan dan divalidasi, maka
laboratorium harus mengkaji lebih lanjut. Kelengkapan fasilitas pun perlu diperiksa
kembali, dan jika telah memadai, laboratorium masih harus melakukan uji coba
jika prosedur tersebut belum pernah dilakukan. Jika hasil uji coba baik,
laboratorium dapat langsung melaksanakan pekerjaan dan melaporkan data hasil
ke pelanggan. Namun, bila tidak dapat dilaksanakan, laboratorium harus
membicarakan dengan pelanggan, jika mungkin dilakukan subkontrak ke
laboratorium lain sesuai persetujuan pelanggan. Kaji ulang harus dilaksanakan
secara praktis dan efisien dengan mempertimbangkan aspek keuangan, legalitas,
dan jadwal pelaksanaan.

5. PELAKSANAAN MANAJEMEN
Kegiatan laboratorium bertujuan untuk memuaskan pelanggan melalui data hasil
pengukuran yang handal, berkualitas dan efektif. Karena itu laboratorium harus
memiliki dan menerapkan sistem manajemen mutu yang direncanakan dan
didokumentasikan, agar konsisten dan sesuai dengan baku ISO/IEC 17025.

Pengujian dan Kalibrasi
Pengujian dan kalibrasi seharusnya dilakukan di laboratorium uji, namun pada
kondisi tertentu pekerjaan tersebut dapat disubkontrakkan pada laboratorium lain.
Sebab pelaksanaan subkontrak, antara lain:
a. Beban kerja laboratorium demikian besar
b. Pengujian berada di luar kemampuan
c. Sarana dan fasilitas untuk sementara tak berfungsi optimal
d. Belum pernah melakukan pengujian dimaksud

Pekerjaan subkontrak harus mendapat persetujuan tertulis dari pelanggan, dan
hasil pengujian sepenuhnya menjadi tanggung jawab laboratorium pemberi
subkontrak. Karena itu semua dokumen pelaksanaan subkontrak harus
didokumentasikan.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

12

Pelayanan Pelanggan
Pelanggan adalah raja. Karena itu laboratorium harus mampu menjaga hubungan
dengan pelanggan berkaitan dengan mutu hasil pengujiannya. Untuk memberikan
pelayanan yang memuaskan, laboratorium sepatutnya:
a. Menyediakan akses kepada pelanggan untuk memantau dan menyaksikan
pengujian
b. Penyiapan dan pelaporan hasil uji berupa sertifikat, sangat dibutuhkan oleh
pelanggan untuk verifikasi.

Laboratoroium pun harus menjalin komunikasi yang baik berupa arahan,
petunjuk teknis, opini, dan interpretasi yang didasarkan pada hasil pengujian yang
dilakukan. Umpan balik, baik positif maupun negatif, juga diperlukan agar
pelayanan laboratorium optimal. Kepuasan pelanggan dapat dilakukan melalui
wawancara langsung atau telepon.

Pengendalian Pengujian dan Pengaduan
Ketika pengujian tidak sesuai dengan persyaratan yang telah disetujui oleh
pelanggan, maka laboratorium harus bertanggung jawab atas ketaksesuaian
tersebut. Identifikasi harus dilakukan untuk mencari akar permasalahan, yang
antara lain:
a. Pengendalian mutu (QC)
b. Kalibrasi instrumen
c. Bahan kimia
d. Pengamatan personal dan aspek pengawasan
e. Pemeriksaan laporan data uji
f. Kaji ulang manajemen
g. Audit, internal maupun eksternal.
Laboratorium memerlukan kebijakan atau prosedur yang berkaitan dengan
ketaksesuaian tersebut untuk memastikan:
a. Tanggung jawab manajemen dan tindakan yang harus dilakukan saat
ketaksesuaian teridentifikasi; laporan atau sertifikat sebaiknya ditahan.
b. Evaluasi terhadap ketaksesuaian pengujian.
c. Tindakan pemulihan sesegera mungkin yang dapat diterima.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

13
d. Penyampaian kepada pelanggan, jika dianggap perlu.
e. Dilakukan pengulangan atas pengujian yang tak sesuai.


Tidakan Korektif dan Preventif
Jika terjadi ketaksesuaian, laboratorium harus segera mengambil tindakan
korektif. Perbaikan sistem harus dilakukan jika ketaksesuaian dapat terulang
kembali. Laboratorium harus menetapkan kebijakan dan orang yang berwenang
untuk itu.
Ketaksesuaian dapat disebabkan oleh faktor berikut:
a. Ketakmengertian staf dalam operasional karena kurang terencananya
pelatihan, kurangnya tanggung jawab, atau pelimpahan wewenang. Hal ini
mengakibatkan kegagalan dalam implementasi prosedur dan instruksi kerja
yang telah didokumentasikan.
b. Kurang/tidak adanya dokumentasi, dokumen tidak mutakhir, dan tidak ada
validasi.
c. Sumberdaya laboratorium tidak sesuai dengan persyaratan, seperti: kondisi
lingkungan yang tidak sesuai dengan sampel uji, tidak ada metode
pengujian hasil internal quality control, peralatan yang kurang memadai,
bahan kimia yang tidak memenuhi standar teknis, sampel kurang
representatif, QC dan QA yang kurang berjalan baik.
d. Sikap dan perilaku staf, seperti: moral, kelalaian, masa bodoh, salah
penempatan orang, dan sebagainya.

Langkah tindakan korektif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu a)
koreksi, meliputi identifikasi dan investigasi ketaksesuaian, isolasi pada bagian
yang tak sesuai, analisis faktor yang berkontribusi, dan tindakan pencegahan, b)
tindakan korektif, meliputi identifikasi penyebab ketaksesuaian, lakukan prioritas,
tentukan tindakan untuk mencegah keberulangan, terapkan tindakan korektif yang
telah ditetapkan, monitoring tindakan korektif, dan dokumentasikan semua
rekaman yang berkaitan dengan investigasi, faktor penyebab utama, serta
tindakan korektif yang telah dilakukan. Apabila hasil identifikasi menunjukkan
ketaksesuaian dengan ISO/IEC 17025, maka laboratorium harus melakukan audit
internal, untuk selanjutnya dilakukan tindakan korektif.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

14
Tindakan preventif merupakan langkah identifikasi awal untuk menghindari
timbulnya masalah di kemudian hari. Tindakan preventif meliputi analisis data,
termasuk analisis resiko. Laboratorium sebaiknya menerapkan good business
practice, di mana laboratorium bersikap proaktif dengan mencari sumber
kesalahan potensial, termasuk limbah, agar masalah ketaksesuaian tidak terulang
kembali.
Tindakan preventif dapat dilakukan berdasarkan informasi audit internal,
saran personal, QC, pengukuran biaya pengelolaan limbah, analisis resiko
termasuk keselamatan, mutu, dan dampak lingkungan. Di samping itu juga
dipertimbangkan informasi berdasarkan survei pelanggan, laboratorium/pihak lain,
informasi terbaru dari buku, jurnal, pelatihan, dan lain-lain.

6. ATURAN UMUM OPERASIONAL LABORATORIUM
Tanggung jawab person dan lembaga laboratorium sangat penting berkaitan
dengan aspek kesehatan dan keselamatan kerja. Untuk itu dibutuhkan aturan
umum berkaitan dengan pengelolaan laboratorium seperti: a) petunjuk
penggunaan bahan kimia berbahaya dan beracun, b) regulasi tentang jam kerja, c)
penyimpanan bahan, d) audit periodik, e) nama dan nomor telepon untuk
pertolongan pertama.

Organisasi dan Lingkungan Kerja
Pengorganisasian laboratorium, termasuk distribusi pekerjaan, peralatan, sistem
ventilasi, dan aturan operasional, merupakan hal penting untuk ditetapkan
sebelum membangun atau memodifikasi laboratorium.
Eksperimen, khususnya yang melibatkan resiko-resiko seperti hidrogenasi,
ozonasi, destilasi jangan dilakukan secara tersendiri. Pengerjaan yang
menggunakan bahan berbahaya sebaiknya dilakukan pada jam kerja normal,
jangan dikerjakan di luar jam kerja normal seperti malam hari atau hari libur,
untuk mencegah sulitnya pertolongan jika terjadi kecelakaan. Sebelum
mengerjakan eksperimen yang melibatkan bahan berbahaya, segenap kolega
dalam lingkup laboratorium harus diberi tahu, dan eksperimen yang dilakukan
harus dimonitor secara berkesinambungan. Eksperimen harus dilakukan dalam
lingkungan yang bersih, termasuk meja kerja yang kosong dan fuming hood.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

15
Jumlah outlet gas harus dibatasi, satu per laboratorium biasanya cukup.
Pipa-pipa penyaluran air, gas, dan listrik harus mudah dikenali, mudah dicapai,
dan diperiksa secara rutin. Jadi, sebaiknya pipa-pipa tersebut tidak ditanam di
dalam tembok. Bahan-bahan yang mudah terbakar (flammable) harus disimpan
dalam lemari logam berventilasi dengan fasilitas terkunci, di mana jumlah bahan-
bahan mudah terbakar tersebut (umumnya pelarut) sebaiknya dibatasi.
Pengerjaan bahan-bahan ini sebaiknya dilakukan di tempat terbuka.
Sistem ventilasi harus diperiksa dan dirawat secara teratur. Penggunaan alat
pengukur laju alir udara (air velocity meter) dan tabung asap dapat membantu
pengontrolan ini. Pemipetan dengan menggunakan mulut sedapat mungkin
dihindari, atau kalau terpaksa dilakukan harus dipastikan bahwa sifata bahan yang
akan dipipet betul-betul tak beracun.
Bahan-bahan korosif seperti asam dan basa kuat, sama halnya dengan
bahan mudah terbakar agar tidak disimpan di atas rak meja. Bahan yang disimpan
untuk jangka panjang sebaiknya dihindari dari sinar matahari langsung. Khusus
untuk bahan yang sangat reaktif seperti logam alkali, atau bahan beracun
sebaiknya disimpan dalam lemari khusus. Jika bahan mudah terbakar akan
disimpan dalam refrigerator, maka lemari pendingin tersebut harus dimodifikasi
agar termostat dan gelembung gas dihilangkan dari interior. Refrigerator, freezer,
dan ruangan pendingin harus dirawat sedikitnya setahun sekali, agar produk
kondensasi dari bahan toksik, flammable, dan bahan tak stabil lainnya dalam
mekanisme pendinginan dapat dicairkan.
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan sewaktu-waktu apabila
kondisi pekerjaan rutin dimodifikasi, misalnya jika mengundang tim ahli dari
eksternal laboratorium. Jangan sekali-kali membuang sampah atau limbah
sembarangan, seperti:

1. Bahan yang reaktif dengan air seperti logam alkali, organometal, hidrida, dsb.
2. Senyawa toksik seperti fenol, sianida, garam logam berat tertentu: timbal,
raksa, talium, kromium, kadmium, dsb.
3. Bahan mudah terbakar, seperti berbagai pelarut.
4. Bahan berbau tajam seperti merkaptan.
5. Bahan yang tak mudah terbiodegradasi seperti turunan polihalogenasi.

Hala, Y., Manajemen Laboratorium

16
Untuk alasan kesehatan, makan dan minum di laboratorium dilarang,
demikian juga merokok khususnya dalam daerah kerja.

Intervensi Keadaan Darurat
Sebagai persiapan untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan berkaitan
dengan keselamatan kerja maka nomor telepon penting perlu disiapkan di tempat
yang dapat diakses dengan mudah, antara lain:

1. Telepon darurat untuk kebakaran, polisi, dan regu SAR.
2. Petugas pertolongan pertama kecelakaan.
3. Petugas kesehatan dan dokter.
4. Petugas keamanan laboratorium.
5. Pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja.
6. Pusat racun.

Aktivis laboratorium juga sebaiknya aktif berpartisipasi dalam kelas-kelas
pelatihan pemadam kebakaran. Sedapat mungkin menghindari kontak langsung
anggota tubuh seperti tangan dengan bahan kimia, misalnya dalam kasus bahan
tertumpah, baik dalam operasional maupun penyimpanan atau pembuangan.
Dalam membersihkan tumpahan raksa (lihat 2.23)

Perlindungan Individu
1. Perlindungan terhadap mata
Hamburan dan ledakan umumnya terjadi tanpa peringatan awal, dan diantara
kecelakaan laboratorium, cedera mata paling sering terjadi dan berakibat serius.
Penggunaan kacamata pengaman untuk semua pekerjaan laboratorium merupakan
langkah yang bijaksana, namun cukup merepotkan sehingga penggunaannya
dilakukan secara selektif hanya jika kita bekerja yang benar-benar berpotensi
serius.
Sebenarnya menggunakan kacamata pengaman merupakan keharusan,
bahannya terbuat dari plastik tahan bentur yang juga transparan untuk kedua
sisinya. Penggunaan lensa kontak tidak dianjurkan karena banyak bahan mudah
menguap seperti asam-asam organik, turunan halogenasi Bahan-bahan tersebut
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

17
dapat melarutkan cairan okular di mana lensa terendam, dan dapat berakibat
iritasi yang serius.
Dalam kasus eksperimen yang berbahaya direkomendasikan untuk
melakukannya di bawah fume-hood dengan menggunakan pelindung polikarbonat.

2. Perlindungan terhadap tangan
Perlindungan terhadap tangan perlu mendapat perhatian dalam melakukan
pekerjaan di laboratorium. Produk kaustik seperti: bromin, asam mineral pekat,
basa pekat, bahan-bahan oksidator kuat, dan senyawa yang dapat menembus kulit
seperti: amina aromatik, turunan nitro, harus dilakukan dengan menggunakan
kaus tangan tak tembus cairan, bahkan untuk penanganan bahan beracun
sebaiknya digunakan kaus tangan disposable.
Pemilihan jenis kaus tangan sangat tergantung pada jenis bahan yang akan
dikerjakan. Untuk bahan tertentu mungkin cukup menggunakan kaus tangan yang
permeable tetapi untuk bahan lain seperti nitrosamin misalnya, dapat
menggunakan kaus tangan dari dua campuran bahan yang berbeda (lateks dan
vinil). Setelah menggunakan kaus tangan tersebut dianjurkan mencuci tangan
dengan seksama, terutama setelah bekerja dengan bahan berbahaya antara lain:
a) produk toksik seperti, sianida, arsenat, b) senyawa aktif biologi seperti hormon
estrogenik, alkaloida, c) bahan-bahan allergenik seperti quinon, garam Ni
2+
.
Untuk bahan toksik tak korosif, dianjurkan menggunakan kaus tangan
dispossable. Perlindungan tangan dengan menggunakan bahan krem tidak
dianjurkan. Jika kita akan memasukkan tabung, pipa kaca, atau termometer ke
dalam prob karet, sebaiknya menggunakan pelindung tangan seperti kaus tangan
jenis Kevlar yang khusus didesain untuk menangani kaca. Kenyataannya, banyak
kasus kecelakaan terjadi pada kegiatan ini seperti luka sobek, atau terputusnya
tendon.

3. Perlindungan terhadap alat pernafasan
Ketika kita bekerja dengan bahan-bahan mudah menguap dan toksik seperti:
fosgen, hidrogen sulfida, atau klorin sangat dianjurkan untuk menggunakan
pelindung pernafasan yang disebut masker. Perhatian pada bahan filter perlu
diperketat untuk menjaga efektivitas pemakaian masker gas tersebut.

Hala, Y., Manajemen Laboratorium

18
4. Perlindungan terhadap anggota badan
Jas lab harus selalu dipakai dan dijaga agar tetap bersih, untuk melindungi tubuh
dan pakaian kita selama berada di dalam laboratorium. Umumnya pekerja
laboratorium lebih senang dengan bahan katun, namun untuk pekerjaan tertentu
dianjurkan menggunakan jas lab dari bahan sintetik yang tahan api dan bahan
korosif. Jas seperti ini biasanya dipadukan dengan sepatu tertutup.

Ventilasi
Laboratorium haus selalu dilengkapi dengan sistem aerasi yang efisien sehingga
mutu aliran udara dapat dijamin. Ventilasi udara merupakan hal esensial bagi
keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium. Dengan ventilasi yang baik
maka pekerja dapat terlindungi dari polutan seperti gas, uap,debu atau aerosol
cair. Ventilasi dapat dibagi menjadi dua: ventilasi umum dan ventilasi lokal. Pada
ventilasi umum laju udara di dalam ruang merupakan fungsi jenis ruangan, yang
merupakan perbandingan laju alir (m
3
/jam) dengan volume ruangan (m
3
).
Ventilasi umum tidak dapat mengeliminasi polutan secara sempurna tetapi hanya
mengencerkannya. Jika polutan harus dieliminasi secara sempurna maka ventilasi
lokal harus ditambahkan. Ventilasi Lokal dapat menangkap polutan lebih baik
karena proses pengaliran udara melalui sistem fume-hood yang dilengkapi dengan
filter polutan dengan menggunakan gas lembam.
Jika laboratorium menginstal kedua jenis ventilasi, maka perlu mengatur
keseimbangan antara kedua ventilasi tersebut. Alat ventilasi tidak menimbulkan
sirkulasi udara yang cepat, perubahan suhu dan kelembaban yang drastis, noise
dan getaran. Hal yang penting dalam penerapan teknik ventilasi yakni tidak
meningkatkan noise terhadap lingkungan secara signifikan.
Pemilihan jenis ventilasi tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
1. Norma dan peraturan yang ada
2. Maximum levels of exposure (MLE)
3. Average levels of exposure (ALE)
4. Resiko jika terjadi ledakan atau kebakaran
5. Pekerjaan yang akan dilakukan
6. Sifat fisikokimia bahan yang akan dikerjakan
7. Jenis peralatan yang akan dipakai
8. Jumlah orang yang bekerja.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

19
7. PENANGANAN BAHAN KIMIA DAN RESIKONYA
Pada umumnya bahan kimia yang dipergunakan di laboratorium tergolong dalam
bahan kimia berbahaya, namun jika ditinjau dari salah satu sisi lainnya, beberapa
bahan kimia lebih berbahaya lagi. Akan tetapi aspek berbahaya dari bahan kimia
tersebut tidaklah menjadi hambatan bagi pekerja laboratorium untuk tidak
melakukan apa-apa karena khawatir akan resiko yang akan terjadi berkaitan
dengan kesehatan dan keselamatan kerja personalnya.
Untuk itu perlu diperhatikan dua hal penting, yaitu: (a) Anggap semua
bahan kimia yang dipakai di laboratorium berbahaya, kecuali bila benar-benar
yakin bahwa bahan tersebut tidak berbahaya, bekerjalah dengan bahan sesedikit
mungkin dan gunakan alat pelindung diri, (b) Sebaliknya, jangan sekali-kali
menganggap bahan kimia yang sudah umum dipakai sebagai bahan yang tidak
berbahaya.
Bahan kimia yang secara umum termasuk bahan berbahaya berbahaya,
antara lain sebagai berikut:

a) Beracun/toksik
b) Korosif/iritan
c) Mudah terbakar
d) Mudah meledak
e) Reaktif
f) Radioaktif
g) Gas bertekanan tinggi

Berikut akan dibahas satu per satu jenis bahan berbahaya yang sering
dijumpai di laboratorium sehari-hari beserta cara-cara penanganannya jika
tertumpah, dan sekaligus cara pemusnahannya jika bahan tersebut telah
kadaluarsa.


a. Bahan kimia beracun
Sifat bahan
Hampir semua bahan kimia adalah beracun, tetapi bahayanya terhadap kesehatan
sangat bergantung pada jumlah zat/bahan yang masuk ke dalam tubuh. Masuknya
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

20
bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui berbagai cara misalnya tertelan,
terhirup, atau berkontak dengan kulit. Gangguan racun dari bahan kimia terhadap
tubuh beragam, misalnya CCl
4
dan benzena dapat menyebabkan kerusakan pada
hati, sementara metil isosianida dapat menyebabkan kebutaan dan kematian, dan
senyawa merkuri dapat menimbulkan kelainan genetik atau keturunan.
Senyawa organik yang mengandung cincin benzena, senyawa nikel, krom
dapat menyebabkan karsinogenik (penyebab kanker). Walaupun demikian
gangguan tersebut juga tergantung pada kondisi kesehatan para pekerjanya,
karena kondisi badan yang sehat dan makanan bergizi membuat tubuh akan
mudah mengganti kerusakan sel-sel akibat keracunan, tetapi kondisi tubuh yang
kekurangan gizi akan sangat rawan terhadap keracunan.


Efek toksik
Efek toksik terhadap tubuh manusia dapat dibagi dua, yaitu akut dan kronis. Efek
akut adalah pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibatnya dapat dirasakan
dalam waktu yang singkat. Misalnya keracunan yang disebabkan oleh fenol dapat
menyebabkan diare dan keracunan CO dapat segera menimbulkan hilang
kesadaran bahkan kematian dalam waktu yang singkat, beberapa detik, menit,
atau jam.
Efek kronis dapat diakibatkan oleh keracunan bahan kimia dalam dosis kecil
secara terus menerus, dan pengaruhnya baru dapat dirasakan dalam waktu yang
lama (minggu, bulan, atau tahun). Menghirup uap benzena dan senyawa
hidrokarbon terklorinasi seperti kloroform atau karbon tetraklorida, walau dalam
dosis rendah tetapi terjadi secara terusm menerus dapat menyebabkan penyakit
lever setelah beberapa tahun berselang. Uap timbal dapat menyebabkan
kerusakan dalam darah.
Toksisitas bahan kimia perlu diketahui oleh pekerja laboratorium, misalnya
nilai ambang batas (NAB) yang digunakan sebagai petunjuk toksisitas untuk efek
kronis. NAB merupakan konsentrasi maksimum zat, uap, atau gas dalam udara
yang dapat dihirup, diperoleh selama 8 jam per hari selama 5 hari per minggu
tanpa menimbulkan gangguan kesehatan yang berarti. NAB beberapa bahan kimia
dapat dilihat pada Tabel 1.

Hala, Y., Manajemen Laboratorium

21
Tabel 1. Nilai ambang batas beberapa bahan kimia yang umum
No Nama bahan kimia NAB, ppm NAB,
mg/m
3

1 Air raksa 0,05
2 Amoniak 25 18
3 Anilin 2 10
4 Asam bromida 3C 10C
5 Asam klorida 5 7
6 Asam fluorida 3C 2,5C
7 Asam formiat 5 9
8 Asam nitrat 2 5
9 Asam sianida 10C 10C
10 Asam sulfat 1
11 Asam sulfida 10 14
12 Asbes 5
serat/cm
3

13 Aseton 750 1780
14 Benzena 10 30
15 Benzil klorida 1 5
16 Brom 0,1 0,7
17 DDT 1
18 Dioksan 25 180
19 Etil asetat 400 1400
20 Etil eter 400 1200
21 Fenol 5 19
22 Fluor 1 2
23 Formaldehida 1 1,5
24 Heksana 100 360
25 Iodin 0,1C 1C
26 Kadmium (uap, debu) 0,05
27 Karbon dioksida 5000 9000
28 Karbon disulfida 10 30
29 Karbon monoksida 50 55
30 Karbon tetraklorida 5 30
31 Klor 1 3
32 Kloroform 10 50
33 Metanol 200 260
34 Nitrobenzena 1 5
35 Nitrogen dioksida 3 6
36 Ozon 0,1 0,2
37 Sulfur dioksida 2 5
38 Timbal (uap, debu) 0,15
39 Timbal tetra etil 0,1
40 Vinil Klorida 5 10
Keterangan: ppm = bagian per sejuta, C = batas konsentrasi tertinggi dalam
udara tempat kerja
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

22
Cara penanganan
Bekerja dengan bahan-bahan kimia beracun haruslah berhati-hati. Untuk itu perlu
dicermati hal-hal berikut :
o Gunakan lemari asam dalam bekerja
o Hindari makan dan minum di laboratorium
o Gunakan alat pelindung diri yang sesuai
o Periksa ventilasi ruangan agar tidak lembab atau tercemar oleh gas-gas

Syarat penyimpanan
Penyimpanan bahan kimia beracun sebaiknya dilakukan dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut:
o Ruangan dingin dan berventilasi
o Jauh dan aman dari kemungkinan terjadinya kebakaran
o Terisolasi, terutama dengan bahan kimia yang reaktif
o Gunakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan serung tangan

b. Bahan kimia korosif
Jenis bahan kimia korosif
Bahan kimia korosif jika bersentuhan dengan kulit dapat menimbulkan kerusakan
berupa rangsangan atau iritasi dan peradangan. Oleh karena itu bahan korosif
biasa dikatakan pula sebagai bahan iritan. Selain kulit, bagian tubuh yang lembab
atau berlendir seperti mata dan saluran pernafasan merupakan bagian yang
rawan. Bahan korosif dapat dikelompokkan berdasarkan wujudnya, cair, padat,
atau gas.


Bahan cair
Dapat menimbulkan iritasi setempat sebagai akibat reaksi langsung dengan kulit,
proses pelarutan atau denaturasi protein pada kulit akibat gangguan
keseimbangan membran dan tekanan osmosis pada kulit. Pengaruhnya akan
bergantung pada konsentrasi dan lamanya kontak dengan kulit. Asam sulfat pekat
dapat menimbulkan luka yang sulit untuk dipulihkan.
Contoh bahan korosif yang berwujud cair:
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

23
o Asam mineral: asam nitrat, asam klorida, asam sulfat, asam fosfat, asam
fluorida.
o Asam organik: asam formiat, asam asetat, asam monokloroasetat
o Pelarut organik: petroleum, hidrokarbon tetraklorinasi, karbon disulfida,
terpentin

Bahan padat
Sifat korosif dan panas yang ditimbulkan akibat proses pelarutan adalah prnyrbab
iritasi yang sangat tergantung pada kelarutan zat pada kulit yang lembab. Contoh
zat korosif yang berwujud padat adalah:
o Basa: NaOH, KOH, natrium silikat, asam karbonat, CaO, CaC
2
,Ca(CN)
2

o Asam: trikloroasetat
o Lain-lain: fenol, natrium, kalsium, fosfat, perak nitrat

Bahan gas
Bentuk gas paling berbahaya dibandingkan dengan bahan padat atau cair, karena
bahan gas akan menyerang saluran pernafasan yang ditentukan oleh kelarutan gas
dalam permukaan saluran yang lembab atau berlendir. Jenis iritan dapat
digolongkan pada kecilnya kelarutan yang juga menentukan daerah serangan pada
alat pernafasan, sebagai berikut:
o Kelarutan tinggi, dengan daerah serangan pada bagian atas saluran
pernafasan: amonia, HCl, HF, formaldehida, asam asetat, sulfur klorida,
tionil klorida, sulfuril klorida
o Kelarutan sedang, efek pada saluran pernafasan bagian atas dan lebih
dalam (bronchin): belerang oksida, klorin, arsen triklorida, fosfor
pentaklorida
o Lain-lain, efek iritasi oleh mekanisme bukan pelarutan: akrolein, dikloroetil
sulfida, diklorometil eter, dimetil sulfat, kloro pikrin

Cara penanganan bahan kimia korosif
Cara-cara penanganan bahan-bahan kimia yang korosif atau iritan dapat dilakukan
melalui:
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

24
o Hindari kontak tubuh dengan menggunakan pelindung diri seperti sarung
tangan, kaca mata, pelindung muka, atau pelindung pernafasan atau
masker.
o Usahakan pemanfaatan ventilasi seefektif mungkin untuk menjaga
konsentrasi gas di dalam ruangan agar tetap rendah.
o Bila terkena bahan kimia tersebut, lakukan segera penyemprotan atau
pencucian dengan air sebanyak mungkin, bila perlu gunakan air sabun.

Syarat penyimpanan bahan korosif
o Ruangan sebaiknya bersuhu rendah (dingin) dan berventilasi.
o Wadah bahan tertutup dan berlabel (etiket).
o Dipisahkan dari bahan-bahan beracun.

c. Bahan kimia mudah terbakar
Sifat bahan
Kebanyakan bahan kimia mudah terbakar yang umum terdapat di laboratorium,
dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
o Padat: belerang, fosfor merah, fosfor kuning, hibrida logam, logam alkali,
dsb.
o Cair: eter, etanol, metanol, n-heksana, benzena, aseton, pentana, dsb.
o Gas: hidrogen, asetilen, dsb.
Pada umumnya zat cair lebih mudah terbakar dibandingkan dengan padatan.
Sedangkan gas tentu lebih mudah terbakar jika dibandingkan dengan cairan.
Namun, padatan berupa serbuk halus lebih mudah terbakar seperti gas. Bahan
kimia mudah terbakar yang umum dijumpai di laboratorium terutama pelarut
organik. Uap pelarut organik dapat mengalami difusi sejauh 3 meter menuju titik
api, atau seolah-olah tampak api menyambar pelarut tersebut. Ada pula pelarut
organik yang pada suhu tertentu dapat terbakar dengan sendirinya (auti equition)
meskipun tak ada nyala api.

Cara penyimpanan yang baik
o Ruangan dingin dan berventilasi.
o Jauhkan dari sumber api/panas, terutama loncatan api akibat hubungan
listrik atau bara api rokok.
o Sediakan selalu alat pemadam kebakaran yang masih laik.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

25

d. Bahan kimia mudah meledak
Sifat bahan
Bahan oksidator adalah bahan kimia yang dapat menghasilkan oksigen dalam
penguraian atas reaksinya dengan senyawa lain. Bahan tersebut juga bersifat
reaktif dan eksplosif serta sering menimbulkan kebakaran yang sukar dipadamkan
karena mampu menghasilkan oksigen sendiri. Ada 2 macam bahan oksidator,
yaitu:
o Oksidator anorganik seperti permanganat, perklorat, dikromat, hidrogen
peroksida, periodat, dan persulfat.
o Oksidator organik seperti peroksida, asetil peroksida, asam parasetat.
Dalam melakukan percobaan yang menggunakan bahan eksplosif, sebaiknya
dilakukan dalam lemari asam dengan memakai alat pelindung diri, serta sediakan
selalu alat pemadam kebakaran. Akan tetapi ada bahan oksidator yang
tersembunyi seperti peroksida dalam pelarut organik. Peroksida tersebut terjadi
karena auto oksidasi pelarutan, misalnya etil eter, isopropal eter, dioksidan,
tetrahidro furan, dan eter alifatik lain. Pelarut-pelarut tersebut jika mengandung
peroksida akan meledak hebat jika didesilasi ata diuapkan.

Penanganan yang perlu
o Lakukan uji KI terhadap pelarut sebelum destilasi, yaitu dengan
menambahkan 1 mL larutan KI 10 % dan larutan kanji ke dalam 10 mL
pelarut (eter). Warna biru menunjukkkan adanya peroksida. Pengambilan
peroksida dilakukan dengan mengocok larutan dengan larutan ferosulfat (60
g FeSO
4
dalam 110 mL air + 6 mL H
2
SO
4
) dan uji kembali sampai tidak ada
peroksida.
o Lakukan destilasi tanpa pengaduk udara dan gunakan pelindung muka saat
destilasi pelarut organik dilakukan.
o Jangan lakukan pelarut yang telah lama.
o Hindari penyimpanan sisa-sisa pelarut, seperti eter.
o Hindari proses ekstraksi dengan menyimpan pelarut dalam botol
gelap/coklat.

Syarat penyimpanan bahan oksidator
Untuk menyimpan bahan kimia oksidator sebaiknya diperhatikan, hal-hal berikut:
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

26
o Ruangan dingin dan berventilasi.
o Jauhkan dari sumber api dan panas, terutama loncatan api listrik dan bara
rokok.
o Jauhkan dari bahan-bahan mudah terbakar dan bahan yang bersifat
reduktor.

e. Bahan kimia reaktif
Sifat bahan reaktif
Bahan kimia reaktif umumnya dapat dibagi menjadi 2 kelompok sesuai sifatnya,
yaitu:
o Bahan yang reaktif terhadap air, adalah bahan yang mudah bereaksi dengan
air menghasilkan panas yang hebat dan gas yang mudah terbakar.
Contohnya: logam Na, K, Ca, halida anhidrat, oksida non logam halida, dan
asam sulfat pekat.
Dalam menangani bahan kimia tersebut, sebaiknya dijauhkan dari air atau
disimpan dalam ruangan yang kering dan bebeas kebocoran. Kebakaran
yang disebabkan oleh bahan kimia tersebut tidak dapat dipadamkan dengan
penyiraman air.
o Bahan yang reaktif terhadap asam, adalah bahan kimia yang mudah
bereaksi dengan asam menghasilkan panas, gas mudah terbakar atau
beracun. Misalnya logam alkali seperti Na, K, dan alkali tanah seperti Ca.
Logam-logam tersebut, selain reaktif terhadap air juga reaktif terhadap
asam. Contoh lain adalah oksidator kalium klorat atau perklorat, kalium
permanganat, dan asam kromat amat reaktif terhadap asam sulfat dan
asam asetat. Bahan-bahan kimia tersebut harus dijauhkan penyimpanannya
dari bahan yang bersifat asam.

Syarat penyimpanan
Untuk bahan yang reaktif terhadap air:
o Ruangan dingin, kering, dan berventilasi.
o Jauhkan dari sumber api atau panas, dan asam.
o Bangunan ruang harus kedap air.
o Sediakan pemadam kebakaran non air seperti CO
2
, halon, dry powder.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

27
Untuk menyimpan bahan kimi yang reaktif terhadap asam sebaiknya diperhatikan
hal berikut:
o Desain ruang harus memenuhi syarat agar tidak memungkinkan
terbentuknya kantong-kanting hidrogen.
o Jauhkan dari sumber api, panas, dan asam.
o Ruangan dingin da berventilasi.
o Gunakan selalu alat pelindung diri seperti kaca mata, sarung tangan, dan
pakaian kerja.

f. Bahan kimia radioaktif
Sifat bahan
Bahan kimia radioaktif dapat memancarkan radiasi sinar-, sinar-, atau sinar-.
Bahan seperti itu banyak dipakai dalam laboratorium dan analisis. Radian yang
dipancarkan tersebut dapat merusak sel-sel tubuh karena masuknya bahan
radioaktif berupa uap atau debu melalui paru-paru, mulut, dan kulit.

Cara menghindari radiasi
Untuk bekerja dengan bahan radioaktif secara aman, perlu diperhatikan syarat
perlindungan diri dari radian yang mungkin terpancar dengan:
o Gunakan pelindung diri yang mengandung protektor timbal.
o Sedapat mungkin menjauhkan diri dari sumber radiasi.
o Usahakan sekecil mungkin waktu berkontak.

g. Gas bertekanan tinggi
Jenis gas
Gas bertekanan tinggi banyak digunakan di laboratorium sebagao pereaksi, bahan
bakar, atau gas pembawa. Gas-gas tersebut disimpan dalam tabung selinder
dalam bentuk:
o Gas tekan seperti udara, hidrogen, dan klor.
o Gas cair seperti nitrigen dan amonia.
o Gas terlarut dalam pelarut organik di bawah tekanan seperti asetilen.
o Selain bahaya, gas-gas tersebut juga bersifat racun, korosif, dan mudah
terbakar. Karena itu juga berpotensi menyebabkan bahaya mekanik seperti
ledakan, meluncurnya selinder gas akibat tekanan, atau kebocoran selinder.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

28

Cara penanganan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menangani gas-gas bertekanan tinggi
tersebut di laboratorium, yaitu:
o Letakkan tabung gas dalam keadaan tegak, di tempat yang bebas dari
panas, terikat kuat, serta diberi label yang jelas.
o Gunakan regulator tekanan dan selalu memeriksa adanya kebocoran.
o Jangan menggunakan pipa atau klep yang terbuat dari tembaga atau perak
pada gas asetilen.
o Gunakan troley dalam pengangkutan gas tersebut.
o Jauhkan dari api dan panas.

8. NETRALISASI DAN DESTRUKSI BAHAN KIMIA
Pembuangan bahan kimia sisa pakai
Dalam melaksanakan percobaan dan pekerjaan laboratorium kimia seperti titrasi,
sintesis, destilasi, dan ekstraksi selalu menghasilkan bahan kimia sisa pakai yang
mau tidak mau harus dibuang. Demikian juga kalau terdapat bahan kimia yang
tertumpah atau bahan yang telah lama tidak terpakai, harus dibuang untuk
mengurangi beban laboratorium.
Sebenarnya masalah pembuangan bahan kimia tidak hanya di laboratorium,
tetapi juga dialami oleh industri atau distributor. Dalam pembuangan bahan itu
haruslah diperhatikan kepentingan masyarakat dan lingkungan. Hanya pihak yang
mengelolalah yang tahu persis tingkat bahaya dari bahan kimia yang akan
dibuang. Dalam beberapa hal, dengan sedikit pengolahan atau sentuhan teknologi,
bahan-bahan kimia itu dapat dijinakkan sehingga tidak menimbulkan dampak
keracunan atau kerusakan lingkungan. Secara garis besar, berikut diuraikan
berbagai jenis sistem pembuangan dan pemusnahan bahan kimia.

Metode Umum
Secara umum metode pembuangan dan pemusnahan bahan kimia dapat dibagi
dalam beberapa cara, seperti berikut:
a. Netralisasi dan pembuangan langsung
Berbagai sisa jenis asam seperti HCl, H
2
SO
4
, HNO
3
atau basa seperti NaOH,
Ca(OH)
2
, dan sebagainya akan amat mengganggu kehidupan dalam air apabila
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

29
dibuang langsung. Hal ini disebabkan karena semua makhluk hidup amat sensitif
terhadap pH dari lingkungannya. Di samping itu asam sangat berpengaruh
terhadap kerusakan saluran pembuangan air laboratorium yang umumnya terbuat
dari besi.
Asam sebelum dibuang perlu dinetralkan dengan basa yang relatif murah
seperti NaOH atau NaHCO
3
. Demikian juga sebaliknya, buangan basa dinetralkan
dulu dengan asam yang murah seperti HCl atau H
2
SO
4
. Netralisasi dapat dilakukan
sampai pH 6-8.

b. Pengendapan, netralisasi, dan pembuangan
Ion-ion logam berat seperti merkuri, perak, tembaga, krom, timbal, kadmium, dan
lain-lain, merupakan bahan yang sangat beracun bagi hewan dan manusia. Ion-ion
logam tersebut dengan mudah dapat diendapkan dengan penambahan basa
seperti NaOH hingga pH mencapai 10-12.
M
2+
+ OH
-
M(OH)
2

Endapan hidroksida logam dapat dipisahkan untuk diproses dan digunakan kembali
atau dibuang di tempat tertentu. Dalam pembuangan ini juga harus dipikirkan agar
sisa pengendapan dinetralkan dulu seperti poin (a) sebelum dibuang. Secara
skematik proses pembuangan ion-ion logam berat dapat ditampilkan dalam
Gambar 3.


Ion-ion logam
berat
Netralisasi
pH 10-12
Endapan
Larutan
Recovery
Netralisasi
pH 6-8
Buang
Buang

Gambar 3. Skema pembuangan ion-ion logam berat

Hala, Y., Manajemen Laboratorium

30

c. Pembakaran terbuka
Beberapa bahan kimia seperti benzena, asetaldehida, benzaldehida dapat
dimusnahkan dengan pembakaran langsung di tempat yang aman. Perlu
diperhatikan bahwa dalam pembakaran dapat terjadi lepasnya zat iritan atau asap
toksik yang dapat mengganggu kesehatan atau merusak tanaman.

d. Pembakaran dalam insenerator
Zat beracun seperti pestisida atau TEL amat berbahaya bila dibakar secara
terbuka. Oleh karena itu harus dibakar pada kondisi tertentu dalam suatu
insenerator. Dengan desain tertentu insenerator dapat membakar sempurna
secara otomatis pada suhu sekitar 1000 C.

e. Penguburan dalam tanah
Beberapa zat buangan terutam yang bersifat reaktif dapat dibuang dengan
menguburkannya ke dalam tanah atau sebagai pengisi galian tanah (landfill).
Tetapi zat yang dapat larut dalam air akhirnya dapat pula merembes ke dalam
sumur atau mata air. Zat eksplosif akan berbahaya pada penggalian tanah untuk
keperluan pembangunan berikutnya.

Mengatasi tumpahan bahan kimia secara aman
Tumpahan bahan kimia (spills) dapat mengenai kulit atau pakaian/sepatu. Secara
umum kontaminasi pada kulit harus segera dicuci dengan sabun dan dibilas
dengan banyak air. Apabila tumpahan tersebut mengenai pakaian atau sepatu,
maka cuci dengan sabun atau dibakar. Tumpahan juga dapat terjadi pada meja
atau lantai di mana tatacara atau prosedur penanganan banyak berbeda.
Pembuangan atau pemusnahan bahan kimia yang jumlahnya banyak (package
lots) memerlukan penanganan tersendiri. Pembuangan langsung akan merusak
lingkungan. Dalam menangani pembuangan atau pemusnahan bahan kimia perlu
memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker, pakaian laboratorium
atau pelindung muka.
Untuk ringkasnya prosedur di bawah ini akan membahas penanganan
tumpahan pada meja atau lantai dan pembuangan atau pemusnahan bahan kimi
jumlah banyak.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

31

Halida asam organik
Contoh bahan: asetil bromida, asetil klorida, benzoil klorida

Pembuangan bahan tertumpah dilakukan dengan menutup bahan dengan NaHCO
3

dan pindahkan dalam wadah serta tambahkan air. Biarkan sebentar. Lalu dibuang
bersama dengan sejumlah air.
Pembuangan atau pemusnahan bahan dilakukan dengan mencampurkan
NaHCO
3
, dalam wadah gelas atau plastik dan tambahkan air dalam jumlah banyak
sambil diaduk. Buang ke dalam saluran air diikuti dengan banyak air.

Halida organik
Contoh bahan: aluminium klorida, asam klorosulfonik, stannil klorioda.

Penanganan bahan tertumpah untuk bahan ini dilakukan dengan menutup bahan
tertumpah dengan NaHCO
3
dan pindahkan ke dalam wadah serta tambahkan air.
Biarkan sebentar dan buang ke dalam saluran air bersama-sama dengan sejumlah
besar air.
Pembuangan atau pemusnahan bahan dilakukan dengan mencampurkan
NaHCO
3
dalam sebuah wadah penguap. Semprot dengan NH
4
OH 6 M dan aduk
serta tambahkan es untuk mendinginkan hasil reaksi. Setelah tak terbentuk uap
NH
4
Cl, tambahkan air lalu diaduk. Netralkan dengan HCl sebelum dibuang
bersama-sama dengan sejumlah air.

Aldehida
Contoh bahan: asetaldehida, akrolein, benzaldehida, kloral, formaldehida, furfular,
paraldehida

Penanganan bahan tertumpah, jika sedikit, dilakukan dengan menyerapkan pada
kertas serap dan uapkan dalam lemari asam, lalu dibakar. Jika tumpahan banyak,
penanganan dilakukan dengan menutup tumpahan menggunakan NaHSO
3
, lalu
ditambahkan air lalu diaduk. Selanjutnya dipindahkan ke dalam wadah dan biarkan
selama 1 jam. Buang dengan sejumlah besar air.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

32
Pembuangan atau pemusnahan bahan dapat dilakukan dengan 1) serap
dalam adsorben, bakar secara terbuka atau dalam insenerator, dan 2) larutkan
dalam aseton atau benzena, lalu dibakar dalam insenerator.

Halida organik dan senyawanya
Contoh bahan: aldrin, klordan, dieldrin, lindane, tetraetil lead (TEL), vinil klorida

Penanganan bahan tertumpah dilakukan dengan menghindarkan sumber api.
Absorpsi ke dalam kertas tissu, lalu masukkan ke dalam wadah gelas atau besi dan
selanjutnya diuapkan dalam lemari asam dan dibakar. Cuci wadahnya dengan
sabun.
Pembuangan atau pemusnahan bahan dilakukan dengan cara 1) tuangkan
ke dalam NaHCO
3
, atau campuran pasir dengan NaOH (90:10), aduk baik-baik lalu
pindahkan ke dalam insenerator, 2) larutkan ke dalam pelarut organik mudah
terbakar seperti aseton atau benzena lalu dibakar dalam insenerator.

Asam organik tersubstitusi
Contoh bahan: asam benzena sulfonat, asam kloroasetat, asam trikloroasetat,
asam fluoroasetat

Bahan tertumpah ditutup dengan NaHCO
3
lalu dipindahkan ke dalam wadah lalu
ditambahkan dengan air. Biarkan reaksi sampai selesai lalu dibuang ke dalam
saluran air.
Pemusnahan bahan dilakukan dengan 3 cara yaitu: 1) tuangkan ke dalam
NaHCO
3
berlebihan lalu tambahkan air. Biarkan 24 jam, setelah itu secara perlahan
buang dengan sejumlah air, 2) tuangkan ke dalam adsorben dalam insenerator,
lalu ditutup dengan sisa kayu atau kertas, disiram dengan alkohol bekas dan
dibakar, 3) larutkan dalam pelarut mudah terbakar atau sisa alkohol, lalu dibakar
dalam insenerator.

Amin aromatik terhalogenasi dan senyawa nitro
Contoh bahan: diklorobenzena, dinitrianilin, endrin, metil isotiosianat, nitribenzena,
nitrofenol

Hala, Y., Manajemen Laboratorium

33
Bahan tertumpah diserap dengan kerts tissu, diuapkan dalam lemari asam dan
dibakar. Jika tumpahan dalam jumlah besar dapat diserap dengan campuran pasir
dengan NaHCO
3
. Selanjutnya dicampurkan dengan potongan kertas dan dibakar
dalam insenerator.
Pemusnahan bahan dilakukan dengan 3 cara yaitu: 1) seperti pada
tumpahan banyak, 2) dibakar langsung dalam insenerator dengan schrubber, 3)
dicampurkan dengan pelarut mudah terbakar seperti alkohol, benzena, dan bakar
dalam insenerator.

Senyawa amin aromatik
Contoh bahan: anilin, benzidin (karsinogenik), piridin

Penanganan bahan tertumpah jika sedikit diserap dengan kertas tissu atau kertas
bekas, dibiarkan menguap dalam lemari asam dan sisanya dibakar. Jika jumlahnya
banyak ditutup dengan campuran pasir-NaOH (90:10)lalu aduk dan campurkan
dengan potongan kertas lalu dibakar dalam insenerator.
Pemusnahan bahan dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1) seperti pada
tumpahan banyak, 2) larutkan dalam pelarut mudah terbakar seperti alkohol,
benzena, dan bakar dalam insenerator.

Fosfat organik dan senyawa sejenis
Contoh bahan: malathion, metil parathion, parathion, tributil fosfat

Bahan tertumpah diserap dengan kertas tissu atau kertas bekas lalu dibakar.
Pemusnahan bahan dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1) bakar langsung dalam
insenerator setelah dicampurkan dengan pelarut organik mudah terbakar, 2)
campurkan dengan kertas bekas lalu dibakar dalam insenerator dengan schrubber
alkali.

Basa alkali dan amonia
Contoh bahan: amonia anhidrat, kalsium hidroksida, natrium hidroksida.

Bahan tertumpah diencerkan dengan air lalu dinetralkan dengan HCl 6 M,
selanjutnya diserap dengan kain atau pindahkan pada wadah untuk dibuang.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

34
Pemusnahan bahan dilakukan dengan menuangkan ke dalam bak air,
diencerkan dengan air lalu dinetralkan, dan dibuang dalam saluran air.

Bahan kimia oksidator
Contoh bahan: aminium dikromat, amonium perklorat, amonium persulfat, asam
perklorat.

Bahan tertumpah padat atau cair ditutup atau dicampur dengan reduktor seperti
garam hipo, bisulfit dan ferosulfat yang ditambah dengan sedikit H
2
SO
4
3 M.
Dipindahkan ke dalam wadah dan dinetralkan lalu dibuang ke dalam saluran air.
Pemusnahan bahan dilakukan dengan menambahkan sejumlah larutan
pereduksi seperti hipo, bisulfit, atau ferosulfat yang ditambahkan H
2
SO
4
. Biarkan
sampai reaksi selesai lalu netralkan dengan NaOH atau HCl, lalu dibuang dengan
banyak air.

Bahan kimia reduktor
Contoh bahan: natrium bisulfit, natrium nitrit, natrium sulfit, belerang oksida

Bahan tertumpah ditutup dengan NaHCO
3
lalu biarkan reaksi selesai
dandipindahkan ke dalam wadah lalu ditambahkan kalsium hipoklorit, Ca(OCl)
2

perlahan-lahan. Tambah dengan air, biarkan reaksi sampai selesai lalu encerkan
dan netralkan sebelum dibuang ke dalam saluran air.
Pemusnahan bahan jika gas seperti SO
2
dilakukan dengan mengalirkan ke
dalam NaOH atau larutan kalsium hipoklorit. Jika padatan, dicampurkan dengan
NaOH (1:1) lalu tambahkan air sampai membentuk bubur. Setelah itu tambahkan
kalsium hipoklorit dan air serta biarkan selama 2 jam. Netralkan sebelum dibuang
dalam saluran.

Sianida dan nitril
Bahan tertumpah untuk sianida dilakukan dengan menyerap cairan pada kertas
tissu lalu uapkan dalam lemari asam dan selanjutnya dibakar. Dapat juga dengan
memindahkan ke dalam wadah gelas lalu dibasakan dengan NaOH dan diaduk. Ke
dalam slurry ditambahkan ferosulfat berlebih, lalu setelah 1 jam dibunag ke dalam
saluran.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

35
Untuk nitril, tumpahan ditambahkan NaOH berlebih dan Ca(OCl)
2
untuk
membentuk sianat. Pindahkan ke wadah gelas dan buang ke dalam saluran air
setelah 1 jam reaksi berlangsung. Jangan lupa mencuci wadah bekas dengan
larutan hipoklorit.
Pemusnahan bahan untuk sianida dilakukan dengan menambahkannya ke
dalam larutan basa dari kalsium hipo klorit berlebih, dibiarkan 24 jam lalu buang
ke saluran air. Untuk nitril, pemusnahan dilakukan dengan menuangkannya ke
dalam NaOH-alkohol untuk membentuk sianat. Setelah 1 jam, uapkan alkohol.
Tambahkan ke dalam residu sianat sejumlah larutan basa kalsium hipoklorit
berlebih. Setelah 24 jam dibuang ke dalam saluran pembuangan.

Eter
Contoh bahan: anisole, etil eter, metil eter.

Bahan tertumpah ditangani dengan menghilangkan semua sumber api, lalu serap
eter ke dalam kertas tissu, uapkan sampai kering dalam lemari asam, dan dibakar.
Pemusnahan bahan dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1) siramkan ke atas
tanah yang terbuka, biarkan proses penguapan dan bakar dari jarak jauh dengan
amat hati-hati, 2) larutkan dalam alkohol lebih tinggi seperti butil alkohol,
benzena, atau petroleum eter, dan bakar dalam insenerator.
Perlu diperhatikan bahwa eter yang telah lama dapat mengandung peroksida
yang dapat meledak. Karena itu dalam penanganannya, botol-botol harus
dimasukkan dalam selinder pelindung yang dapat menahan akibat ledakan.

Hidrokarbon, alkohol, dan ester
Contoh bahan: antrasen, benzena, crude oil, sikloheksana, fenol, toluen, metil
akrilat

Bahan tertumpah diserap dengan kertas dan diuapkan dalam lemari asam, lalu
kertasnya dibakar. Jika bahannya berbentuk padat diletakkan di atas kertas lalu
dibakar di dalam lemari asam.
Pemusnahan bahan dilakukan dengan mencampurkan bahan cairan dengan
pelarut yang lebih mudah terbakar lalu dibakar dalam insenerator. Untuk bahan
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

36
padat dibakar bersama kertas dalam insenerator, atau dapat juga dilarutkan dalam
pelarut mudah terbakar dan dibakar dalam insenerator.

Asam organik
Contoh bahan: asam asetat, asam benzoat, asam sitrat, asam formiat, asam
oksalat, asam stearat.

Bahan tertumpah ditutup dengan NaOH atau NaHCO
3
, lalu campur dan tambahkan
air bila perlu. Pindahkan slurry untuk dinetralkan dan dibuang dalam saluran
pembuangan.
Pemusnahan bahan dilakukan dengan melarutkan bahan cair atau padat
dalam pelarut organik yang mudah terbakar, lalu dibakar dalam insenerator.

Asam anorganik
Contoh bahan: HCl, HF, HNO
3
, H
3
PO
4
, H
2
SO
4
.

Bahan tertumpah ditutup dengan NaHCO
3
atau campuran NaOH dan Ca(OH)
2

dengan perbandingan 1:1, campurkan dan jika perlu tambahkan air agar
membentuk slurry Selanjutnya slurry dibuang.
Pemusnahan bahan dilakukan dengan mencampurkan asam anorganik sisa
ke dalam sejumlah besar campuran NaOH dan Ca(OH)
2
lalu buang campuran
tersebut ke dalam air yang mengalir.
Cara penanganan bahan kimia yang telah dibahas di atas hany untuk bahan
yang umum digunakan di labotarorium. Masih banyak bahan kimia yang belum
dibahas.

9. RAGAM RESIKO PENGELOLAAN LABORATORIUM
Ledakan asam perklorat
Suatu ledakan keras yang melengking disertai pecahan kaca dan jeritan histeris.
Itulah salah satu drama kecelakaan akibat perklorat dalam laboratorium kimia.
Memang asam perklorat telah dikenal mudah meledak, tetapi sampai kini masih
tetap dipakai sebagai pereaksi yang efisien untuk mendestruksi bahan organik
dalam analisis kimia. Hingga saat ini belum ditemukan bahan pengganti lain yang
lebih aman dan berkemampuan sama atau lebih.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

37
Kecelakaan akibat ledakan asam perklorat sering terjadi, dengan sebab
musabab kecelakaan yang telah diketahui. Kenapa pula masih terus terjadi?
Apakah hal ini akan terjadi dalam laboratorium kita?
Memang benar, jika sebab kecelakaan perklorat telah diketahui, demikian juga
dengan cara menjinakkannya agar tak meledak. Dapat dipastikan kalau para
pekerja laboratorium telah mengatahui hal tersebut, apalagi bagi mereka yang
telah berpengalaman, tentunya tak akan bermain api yang amat beresiko.
Tetapi, bukankah tenaga kerja dalam laboratorium kimia tetap bertambah.
Laboran baru biasanya belum berpenglaman dengan perklorat, karena itu
karyawan dan laboran baru berpotensi mengalami ledakan perklorat, bukan
semata karena kelalaian tetapi juga karena ketidaktahuannya.
Asam perklorat yang dipakai sebagai finishing dalam destruksi basah bahan
organik dengan HNO
3
akan mudah meledak jika:
o Sisa bahan organik yang harus dioksidasi langsung oleh asam perklorat
tanpa adanya HNO
3
, masih tertinggal cukup banyak di dalam labu
destruksi.
o Pemanasan yang dilakukan terlalu cepat.
o Ada inisiasi ledakan yang disebabkan oleh getaran pada saat mengatur
kran gas atau membuka pintu lemari asam.
Suatu pengalaman cara destruksi bahan organik dengan menggunakan asam
perklorat akan diuraikan di bawah ini. Prosedur kerja berikut cukup aman dan
belum pernah menimbulkan ledakan.
o Beberapa gram contoh organik ditambahkan 10-15 mL HNO
3
pekat,
dipanaskan sampai keluar uap coklat dan dibiarkan semalam pada suhu
kamar.
o Besoknya, panaskan dengan api kecil sampai larutan jernih.
o Bila larutan belum jernih melainkan berubah kembali menjadi coklat atau
hitam, tambahkan kembali 2,5 mL HNO
3
pekat, dipanaskan hati-hati agar
larutan jernih.
o Kisatkan larutan menjadi 2 mL. Larutan tetap jernih dan uap coklat tak
tampak lagi. Ini berarti oksidasi olah HNO
3
telah selesai tetapi masih ada
bahan organik lain yang tertinggal seperti lemak yang harus dioksidasi
dengan asam perklorat.
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

38
o Karena itu dinginkan larutan dan tambahkan 2,5 mL HNO
3
pekat dan
0,5-1,0 mL asam perklorat untuk mengoksidasi sisa bahan organik
tersebut. Bila masih timbul warna coklat lagi, tambahkan sedikit HNO
3
.
o Panaskan perlahan-lahan sampai keluar kabut putih dari asam perklorat
dan teruskan pemanasan sampai hampir kering.
o Larutkan sisa pemanasan dengan air, dan larutan ini siap untuk
dianalisis.
Semua pekerjaan di atas tentunya dilakukan di dalam lemari asam, demikian juga
dengan pelindung diri minimal kacamata dan pakaian kerja harus dikenakan, wajib
hukumnya.

Pestisida dan bahayanya
Dampak positif penggunaan pestisida tidak meragukan lagi, tetapi dampak negatif
terhadap kesehatan dan lingkungan masih perlu mendapat perhatian, terutama
bagi peneliti yang banyak bekerja dengan pestisida di laboratorium.

CH
3
O
CH
3
O
S O
P-S-CHCOOC
2
H
5
NADPH, O
2
I
50
= 4,6 x 10
-4
M
I
50
= 1,0 x 10
-8
M
NADPH = nikotinamid adenin dinukleotid fosfat + H
CH
3
O
CH
3
O
P-S-CHCOOC
2
H
5


Gambar 4. Mekanisme kerja pestisida terhadap aktivitas enzim

Bekerja langsung berarti mensintesis bahan aktif, memformulasi atau memekatkan
sejumlah residu pestisida untuk keperluan analisis. Pestisida adalah bahan kimia
berbahaya berupa partikel yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui
mulut, saluran pernafasan, atau kulit. Partkel pestisida terdapat bersama udara
atau air. Dalam jumlah kecil pestisida dapat menghambat kerja enzim
asetilkolinesterase. Aktivitas penghambatan terhadap enzim itu dinyatakan dalam
I
50
yaitu besaran yang menunjukkan konsentrasi pestisida yang dapat
menghambat 50 % aktivitas enzim dalam masa inkubasi tertentu. Terhambatnya
Hala, Y., Manajemen Laboratorium

39
kerja enzim dapat menyebabkan melemahnya kerja syaraf, bahkan kematian.
Untuk menggambarkan mekanisme kerja pestisida (Elsan 60) terhadap aktivitas
enzim dapat disimak pada Gambar 4.
Setelah gugus P=S berubah menjadi P=O di dalam tubuh, bahan aktif
pestisida akan masuk ke pusat anionik dan pusat esteratik dari enzim, seperti
ditunjukkan dalam Gambar 5. Dengan demikian tampak bahwa pusat aktif enzim
(anionik dan esteratik) akan segera tertutup oleh bahan aktif pestisida Elsan 60.
Hampir semua pestisida, terutama golongan organofosfor yang populer belakangan
ini telah dirancang sedemikian rupa sehingga dapat aktif (phosphorilating agent)
dan menutup pusat aktif enzim.

S O P
O
C H
H
5
C
2
O-CHC
CH
3
O OCH
3
(-)
O P
C H
CH
3
O OCH
3
(-)
O
H
5
C
2
O-C-CHSH
inhibisi
pusat anionik pusat esteratik
pusat esteratik pusat anionik

Gambar 5. Skema penutupan pusat aktif enzim oleh pestisida Elsan 60

Tingkat keaktifan pestisida sangat bergantung pada gugus yang terikat dekat
dengan atom-atom aktif atau teraktifkan. Jadi bila gugus makin banyak bersifat
elektronegatif maka tingkat keaktifan pestisida makin tinggi (harga I
50
makin
kecil). Tidak jarang bahan baku dan hasil degradasi pestisida bersifat lebih toksik
dibanding pestisida asalnya. Contohnya, Elsan 60 dengan sedikit air saja dapat
berubah menjadi senyawa O,O-dimetilditiofosforoditiofenilasetat yang bersifat lebih
toksik, karena gugus COOH lebih bersifat penarik elektron dibandingkan dengan
gugus COOC
2
H
5
. Agar jelasnya dapat disimak struktur berikut:
S
CH
3
O
CH
3
O
P - S - CHCOOH

Hala, Y., Manajemen Laboratorium

40
Karena itu pengetahuan tentang sifat fisikokimia pestisida sangat dibutuhkan
agar aplikasi pestisida dapat optimal, demikian juga dengan persiapan kerja
analisis pestisida yang akan dilakukan di laboratorium. Ventilasi, ruang asam yang
bekerja baik, shower, lemari pendingin, dan tempat pembuangan sisa bahan aktif
sangat diperlukan oleh labaratorium demi kesehatan dan keselamatan pekerjanya.
Dewasa ini sedang dikembangkan metode pemusnahan bahan kimia aktif secara
mikrobiologis.
Faktor-faktor pendukung keselamatan kerja tersebut sangat penting,
mengingat pestisida mempunyai tekanan uap yang rendah dan mudah
terdegradasi dengan adanya kelembaban dan suhu yang relatif tinggi. Rusaknya
pestisida sering malah meningkatkan daya toksik.
Perlengkapan perlindungan diri seperti kaus tangan, masker, pelindung wajah,
dan sebagainya, termasuk obat-obatan yang dapat segera diminum atau
disuntikkan berikut cara penggunaannya juga harus selalu tersedia.

You might also like