You are on page 1of 22

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Karet
Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan digunakan
secara tradisional oleh penduduk asli di daerah asalnya, yakni Brasil-Amerika
Selatan. Akan tetapi, meskipun telah diketahui penggunaannya oleh Columbus
pada akhir abad ke-15 dan bahkan oleh penjelajah-penjelajah berikutnya pada
awal abad ke-16, sampai saat itu karet masih belum menarik perhatian orang-
orang Eropa. Perhatian terhadap karet bertambah meningkat setelah Pries-Tly,
seorang ahli fisika/kimia inggris, pada tahun 1770 menemukan bahwa karet dapat
digunakan untuk menghapus tulisan dari grafit, sehingga orang Inggris menyebut
karet dengan sebutan rubber. Percobaan penggunaan karet dikembangkan
secara terus menerus.
Pohon karet diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1876. Lateks
yang didapat dengan menyadap bagian antara kambium dan kulit pohon karet,
adalah suatu cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan. Lateks
terdiri atas partikel karet dan bukan karet yang terdispersi dalam air. Bahan
bukan karet jumlahnya relatif kecil, sebagian besar terlarut dalam air, dan yang
lainnya terdispersi pada permukaan partikel karet. Selain bahan tersebut, lateks
7


berisi beberapa enzim seperti peroksidase dan tirosinase dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

Gambar1.Pohon Karet



Gambar 2. Anatomi kulit pohon karet
Sumber: http://id.wikipedia.com-karet/
8


Karet merupakan polimer alam dengan rumus (C
5
H
8
)
n
yaitu
gabungan dari unit unit isoprena (C
5
H
8
) yang membentuk rantai panjang dan
jumlahnya sangat banyak. Berat molekul karet tergantung dari jumlah n, dimana
n rata rata berjumlah antara 200 400. Semakin tinggi jumlah n maka
viskositas karet semakin tinggi dan rantai molekul semakin panjang. Molekul
molekul karet berbentuk lingkaran seperti spiral dengan ikatan C=C- di dalam
rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel
yaitu dapat ditekan, ditarik, dan lentur. Karet tidak dapat larut di dalam air tetapi
larut di dalam larutan organik karena karet merupakan senyawa organik.
Kegunaanya mulai dikenal manusia ketika Goodyear dan Hanock menemukan
proses vulkanisasi dalam pada tahun 1840. Sifat karet yang fleksibel dan elastis
tersebut menyebabkannya dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum
seperti ban kendaraan.
Pada suhu kamar, karet alam tidak berbentuk kristal padat ataupun
cairan. Ciri khusus yang membedakan karet alam dengan bahan lain adalah
kelembutan, fleksibilitas dan elastisitasnya. Namun demikian, sifat sifat
mekaniknya menyerupai kulit binatang sehingga harus dilakukan pemutusan
rantai molekulnya menjadi lebih pendek, yang akan mengurangi viskositasnya
sehingga memudahkan dalam memprosesnya.
Lateks yang keluar dari pembuluh lateks adalah dalam keadaan
steril, tetapi karena lateks merupakan media tumbuh yang baik bagi
9


mikroorganisme, maka dengan cepat akan tercemar oleh mikroba dan kotoran
dari lingkungan (udara dan peralatan). Mikroba akan merombak karbohidrat dan
protein menjadi asam lemak eteris (misalnya asam formiat, asetat, dan
propionat). Terbentuknya asam asam ini di dalam lateks akan menurunkan pH,
sehingga kemantapan lateks menjadi terganggu. Jumlah asam asam lemak
eteris dalam lateks menggambarkan tingkat kebusukan pada lateks, semakin
tinggi asam lemak eteris, semakin buruk kualitas lateksnya.
B. Karet alam
Karet alam adalah suatu polimer dari hidrokarbon isoprene dengan
nama kimia cis 1,4 polyisoprena. Rumus umum karet adalah (C
5
H
8
)
n

polyisoprena tersebut terdiri dari unit unit isoprene yang membentuk rantai
panjang dan jumlahnya sangat banyak. Rumus kimia isoprene dan polyisoprena
adalah sebagai berikut :

CH
3
CH
2
C CH CH
2
Gambar 3. Rumus kimia isoprene


10



CH
3
CH
2
C CH CH
2
n
Gambar 4. Rumus Kimia Polyisoprena
(Sumber: Fessenden Kimia Organik 1982)

Berat molekul karet tidak tetap karena harga n tidak tentu, dimana n
adalah derajat polimerisasi yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah monomer di
dalam rantai polimer. Nilai n dalam karet berkisar antara 3000 15.000. dengan
menggunakan mikroskopis elektron besar dan bentuk karet dapat dilihat, yaitu
berbentuk bulat telur dan mempunyai diameter 0,1 3 mikron dalam keadaan
bergerak gerak dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 5. Partikel karet dalam lateks (Tanaka 1998)
11


Sebenarnya molekul molekul polimer karet alam tidak lurus,
tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan ikatan C C di dalam rantai
berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat sifat karet yang fleksibel
yaitu dapat ditarik, ditekan dan lentur. Adanya ikatan rangkap karbon ( - C = C -)
pada molekul karet memungkinkan dapat terjadi reaksi oksidasi. Oksidasi karet
oleh udara terjadi pada ikatan rangkap yang berakhir pada pemutusan ikatan
rangkap molekul karbon tersebut, sehingga panjang rantai polimer
mengakibatkan sifat elastisitas karet jadi rendah. Oksidasi karet oleh udara akan
semakin lambat bila kadar anti oksidan (protein dan lipida) tinggi serta kadar ion-
ion logam dalam karet (Ca, Mg, Na, Rb, Mn) rendah. Untuk itu, dalam
penanganan bahan olah berupa lateks atau koagulum harus dilakukan sebaik
mungkin agar sifat-sifat hakiki karet dapat tetap terjaga baik mulai dari kebun,
pengolahan di pabrik, hingga pada proses pemasaran.

C. Komposisi Lateks
Lateks berasal dari pohon karet (Havea Brasiliensis) yang
diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1876 yang berasal dari lembah Amazone,
Brazil. Lateks diperoleh dengan cara menyadap antara kambium dan kulit pohon
yang merupakan cairan berwarna putih kekuning - kuningan. Komposisi kimia
lateks segar dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
12


Tabel 1. Komposisi Kimia Lateks Segar
Kandungan Lateks Pekat Persentase
Karet (cis Polyisoprena) 25,0 40 %
Air 55,0 75,0 %
Protein 1,0 1,50 %
Karbohidrat 1,0 1,50 %
Damar 1,5 2 %
Senyawa anorganik 0,5 1,0 %
Sumber : M. Ompusunggu 1987.
Bentuk partikelnya pada umumnya bulat, tetapi ada yang lonjong
bahkan ada yang hampir berekor seperti yang terdapat di karet tua. Umumnya
kadar dalam lateks berkisar 35% dengan berat jenis (BJ) 0.945 Kg/l.
Untuk membuat bahan jadi karet, diperlukan lateks yang bersih dan
baik, sehingga perlu penanganan terhadap lateks tersebut, lateks yang baru keluar
dari pohon masih steril, tetapi karena faktor lingkungan dan faktor kesalahan
manusia, maka kebersihan lateks dapat berkurang.
Selain itu di dalam lateks terdapat zat zat bukan karet, misalnya
protein, lipida, dan karbohidrat. Senyawa senyawa bukan karet ini dapat
digunakan oleh mikroba sebagai sumber energi untuk tumbuh dan
13


berkembangbiak, yang dapat menghasilkan asam lemak eteris yang dapat
menurunkan kualitas dari lateks tersebut.
Oleh karena penanganan berkaitan erat dengan mutu lateks, maka
diperlukan hal hal sebagai berikut :
1. Menjaga kebersihan lingkungan kebun dan peralatan.
Lingkungan kebun haruslah diperhatikan, karena dikebunlah
untuk pertama kalinya lateks bersinggungan dengan lingkungan luar,
lingkungan kebun tidak boleh ditumbuhi semak belukar, karena dapat
mempertahankan kelembaban,lingkungan yang lembab sangat sesuai dengan
pertumbuhan bakteri, sehingga pencemaran meningkat. Selain itu, peralatan
yang digunakan harus bersih, tidak boleh ada zat zat pengotor yang
menempel. Kulit bekas sadapan juga tidak boleh ada dalam lateks segar.

2. Pembubuhan bahan pengawet sedini mungkin.
Setelah lateks keluar dari pohon, maka oksigen dan mikroorganisme
akan segera menyerang lateks segar, untuk itulah diperlukan bahan
pengawet. Pemberian bahan pengawet harus sedini mungkin, ini bertujuan
untuk mengurangi tingkat kerusakan, bahan pengawet yang digunakan
biasanya adalah amoniak.
14


3. Secepat mungkin mengangkut lateks dari TPH ke Pabrik.
Setelah lateks kebun terkumpul semua di TPH, maka pengangkutan
lateks harus disegerakan secepat mungkin, ini bertujuan agar jangan sampai
mikroba menyesuaikan diri dalam lateks yang telah megandung amoniak.
Selain itu pengangkutan ini bertujuan agar jangan sampai lateks kebun yang
akan diolah menjadi lateks menggumpal.
Apabila lateks Hevea segar dipusingkan pada kecepatan 32.000 rpm
(putaran per menit) selama 1 jam, akan terbentuk 4 fraksi yaitu :
a. Fraksi Karet
b. Fraksi Kuning (Frey Wessling)
c. Fraksi Serum
d. Fraksi Bawah

a. Fraksi Karet
Terdiri dari partikel partikel karet yang berbentuk bulat dengan
diameter 0,05 3 mikron. Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung
yang terdiri dari protein dan lipida yang berfungsi sebagai pemantap.
Terdapat juga dalam jumlah kecil partikel ion logam Magnesium (Mg),
kalium (K) yang tergabung dalam partikel partikel karet dengan jumlah
0,05 %.
15


b. Fraksi Kuning (Frey Wessling)
Yang terdiri dari partikel partikel kuning yang ditemukan oleh
Frey Wessling. Fraksi kuning berbentuk bulat dengan ukuran diameter 3 8
mikron. Fraksi ini berwarna kuning karena mengandung karotinoida. Jumlah
partikel Frey Wessling ada 1-3% dari volume lateks.
c. Fraksi Serum
Juga disebut fraksi C (Centrifuge Cerum) yang mengandung
sebagian besar komponen non karet yaitu air, karbohidrat, protein dan ion
ion logam seperti Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), Tembaga
(Cu), Besi (Fe), dan Mangan (Mn).

d. Fraksi Bawah
Fraksi ini berkisar 10-20 % dari volume lateks. Fraksi ini pada
umumnya terdiri dari partikel partikel lutoid yang bersifat glatin,
mengandung senyawa senyawa nitrogen dan ion ion kalsium dan
magnesium yang terdispersi dalam cairan yang disebut serum B (Bottom
Serum). Lutoid mempunyai peran penting dalam proses penyumbatan
pembuluh lateks pada penyadapan dan penggumpalan alami.
16


Komposisi ini bervariasi tergantung dari jenis tanaman, umur
tanaman, musim, sistem deres dan penggunaan stimulant.
Untuk lebih jelasnya secara menyeluruh komposisi lateks dapat
digambarkan seperti skema dibawah ini :
Fraksi Karet a. karet
b. lipid
c. protein
d. ion logam

Fraksi Freyy Wessling a. karetoneida
b. lipid
Lateks
Fraksi Serum a. air
b. karbohidrat
c. protein
d. senyawa nitrogen
Fraksi Bawah a. air
b. protein
c. lipid dan ion logam
d. karet dan karetoneida

Gambar 6. Skema Komposisi Lateks

17


D. Penggumpalan Lateks (Koagulasi Lateks)

Proses koagulasi pada lateks terjadi karena penetralan muatan
partikel karet, sehingga daya interaksi karet dengan pelindungnya menjadi
hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung dengan sesamanya
membentuk gumpalan. Penggumpalan karet pada lateks kebun (pH 6.8) dapat
dilakukan dengan penambahan asam untuk menurunkan pH hingga tercapai titik
isoelektrik yaitu pH dimana muatan positif protein seimbang dengan muatan
negatif. Kerasnya bekuan dapat dipengaruhi oleh 3 macam cara, yaitu:
a. Semakin besar jumlah asam yang dibubuhkan.
b. Kepekatan lateks yang lebih tinggi memberikan bekuan yang lebih keras.
c. Bekuan menjadi lebih keras jika lateks yang telah dibubuhi asam lebih lama
dibiarkan.

1. Kadar Karet Kering (KKK)/Dry Rubber Content (DRC)
Kadar Karet Kering (KKK) atau sering disebut juga Dry Rubber
Content (DRC) adalah jumlah yang menunjukkan banyaknya kadar karet
yang terkandung dalam larutan lateks yang diperoleh dengan cara
menggumpalkan larutan lateks tersebut dengan menggunakan asam lemah,
kemudian digiling tipis dan dicuci, lalu dikeringkan dalam oven pada
temperatur 60 70
o
C. (Brahmana Revondy, 2003)

18


Kadar karet kering yang terkandung di dalam lateks sangat
bervariasi. Hal ini tergantung pada jenis clone, umur, geografis, iklim,
pemupukan, sistem deres, cara produksi, dan sebagainya.

Terdapat beberapa metode dalam penentuan KKK, salah satu di
antaranya adalah metode laboratorium. Prinsip dalam metode laboratorium
adalah pemisahan karet dari lateks yang dilakukan dengan cara pembekuan,
pencucian dan pengeringan. Dengan mengetahui Kadar Karet Kering maka
dapat ditaksir jumlah karet kering dari lateks yang diterima. Kadar Karet
Kering (KKK) dihitung sebagai persen berat berdasarkan persamaan sebagai
berikut:

()



Dimana : m
i
= berat dalam gram krep kering (berat kering)
m
o
= berat dalam gram lateks basah (berat basah)

2. Asam Asetat
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia
asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam
makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C
2
H
4
O
2
. Rumus ini seringkali
19


ditulis dalam bentuk CH
3
-COOH, CH
3
COOH, atau CH
3
CO
2
H. Senyawa ini
mempunyai bau yang sangat menyengat. Asam asetat murni (disebut asam
asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik
beku 16.7C, sedangkan titik didihnya 118,1
o
C.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling
sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan
sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H
+
dan
CH
3
COO
-
. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri
yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti
polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai
macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan
sebagai pengatur keasaman.


Gambar 7. Kristal asam asetat yang dibekukan
20


Sifat kimia Asam Asetat
a. Keasaman
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (COOH) dalam
asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H
+

(proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam
lemah monoprotik dengan nilai pK
a
=4.8. Basa konjugasinya adalah
asetat (CH
3
COO

). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama


dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.

b. Sebagai Pelarut
Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip
seperti air dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang
sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperi
garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak
dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan
mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform
dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat
ini membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia.

c. Penggunaan Asam Asetat
Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk
menghasilkan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari
21


asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi
monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam
asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester.
Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka
relatif kecil. (http://id.wikipedia.com-asam-asetat/)

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi di Acid Bath
1. Sifat-sifat keterolahan bahan
Sifat-sifat keterolahan diketahui dengan menentukan viskositas
terhadap deformasi atau ketahanan terhadap aliran yang disebabkan suatu
tegangan geser dan plastis (kepekaan terhadap deformasi). Nilai viskositas
mempengaruhi ketebalan benang karet yang terbentuk, sehingga
berpengaruh juga terhadap konsentrasi asan dan lamanya waktu
penggumpalan.

2. Kebersihan atau kemurnian bahan
Karet alam mentah tidak seluruhnya terdiri dari cis 1,4 polyisoprena
tetapi juga mengandung suatu kadar rendah bahan-bahan bukan karet yang
besarnya tidak tetap, karena tergantung pada musim, iklim, keadaan tanah,
faktor-faktor biologis tertentu, dsb. Bahan-bahan bukan karet tersebut antara
lain terdiri dari prtein dan abu.

22


3. Konsentrasi asam asetat
Asam asetat merupakan suatu bahan yang digunakan untuk
menggumpalkan lateks. Konsentrasi asam asetat yang terlalu tinggi ataupun
terlalu rendah akan merusak mutu karet yang diakibatkan oleh
penggumpalan yang tidak sempurna.

F. Standart Mutu Karet Konvensional
Karet konvensional (RSS) yang telah selesai diolah, sebelum
dikirim ke pengolah lain harus dianalisa terlebih dahulu mutunya. Analisa lateks
konvensional diantaranya meliputi :
1. Kadar Karet Kering (Dry Rubber Contents/ DRC)
Kadar karet kering di dalam lateks konvensional yang diendapkan
dengan asam asetat dan dikeringkan pada suhu 125
0
C.
2. Kadar Jumlah Zat Padat (Total Solid Contents / TSC)
Kadar jumlah zat padat adalah persentase berat lateks yang tidak
mudah menguap atau tertinggal pada suhu 70
o
C. Perbedaan antara zat padat
dan kadar karet kering menunjukkan kadar zat bukan karet.


23


3. Kadar Amonia (NH
3
).
Kadar amonia perlu diperhatikan, karena amonia adalah satu bahan
pengawet lateks konvensional supaya tidak cepat terjadi penggumpalan.
Semakin banyak kadar amonia maka mutu lateks semakin bagus.
Kandungan amonia dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Medium ammonia 4,0 5,0 gr/liter
b. High ammonia 7,0 7,5 gr/liter
4. Plasticity Retention Indeks (PRI)
Plasticity Retention Indeks adalah merupakan salah satu ukuran
ketahanan terhadap pengusangan atau oksidasi pada suhu tinggi sedangkan
sebaliknya karet dengan nilai PRI rendah peka terhadap oksidasi dan pada
suhu tinggi cepat menjadi lemah. Nilai PRI adalah perbandingan keliatan
karet setelah dipanaskan selama 30 menit dengan suhu 140
o
C terhadap
keliatan sebelum dipanaskan dengan alat plastimeter Wallace di dapat
persamaan:


Dimana:


24


Suatu bahan yang plastisitasnya tinggi mudah sekali berubah bentuk
atau dengan kata lain mudah sekali mengalir, sehingga telah didefinisikan,
bahwa plastisitas adalah kepekaan terhadap deformasi, pengertian ini
merupakan kebalikan dari pada pengertian viskositas-efektif. Metode
pengujian viskositas umumnya bersifat mengukur konsistensi (ketahan
terhadap deformasi). Plastisitas retensi indeks adalah cara pengujian untuk
mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksidasi pada suhu tinggi.
Karet yang mempunyai plastisitas retensi indeks tinggi mempunyai rantai
molekul yang tahan terhadap oksidasi, sedangkan yang mempunyai plastisitas
retensi yang rendah mudah teroksidasi menjadi karet lunak. Plastisitas retensi
indeks ini sangat penting karena plastisitas retansi index menunjukkan
keadaan dari molekul itu sendiri, menunjukkan sejauh mana akan terjadi
pemecahan karet jika dipanaskan.
Pengujian PRI dilakukan untuk mengukur degradasi atau penurunan
ketahanan karet terhadap oksidasi pada suhu tinggi. Nilai PRI yang paling
tinggi (lebih dari 80%) menunjukkan bahwa ketahanan karet yang terdapat
pada suhu tinggi adalah besar sedangkan karet dengan nilai PRI yang rendah
menunjukkan bahwa karet tersebut sudah.




25


Tabel 2. Hubungan Konsentrasi Asam Asetat terhadap PRI
No
.
Perlakuan
Asam Asetat
(%)
Bobot
Sampel
(g)
Nilai PRI Jenis
RSS
P
0
P
30
PRI (%)
1. 2 10 44 32 73 RSS 1
2. 3 10 42 32 76 RSS 1
3. 4 10 41 31 75 RSS 1
4. 5 10 42 31 74 RSS 1
5. 6 10 43 31 72 RSS 1
6. 7 10 40 28 70 RSS 1
Sumber: PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para
Dari data yang ada dapat dilihat bahwa penambahan asam asetat ke
dalam lateks sebagai penggumpal dengan konsentrasi yang berbeda
menghasilkan nilai plastisasi retensi indeks yang variatif pula. Pada tabel
dapat dilihat bahwa nilai PRI tertinggi diperoleh pada penambahan asam
asetat sebesar 3%, hal ini berarti dengan penambahan penggumpal sebanyak
3% pemecahan molekul lateks lebih sempurna dibandingkan dengan
penambahan dengan konsentrasi 2, 4, 5, 6, dan 7% yang mengakibatkan lateks
lebih tahan terhadap oksidasi pada saat pemanasan dan karet yang dihasilkan
tidak mudah rusak (sobek). (Ompusunggu, M. 1997)

G. Ribbed Smoke Sheet
Ribbed Smoke Sheet atau biasa disingkat RSS adalah jenis karet
berupa lembaran yang mendapat proses pengasapan dengan baik. Ribbed Smoke
Sheet terdiri dari beberapa kelas sebagai berikut:


26



a. X RSS
Mutu nomor satu dari semua jenis RSS adalah X RSS. Karet yang
dihasilkan betul-betul kering, bersih, kuat, bagus, dan pengasapannya
merata. Contoh resmi internasional untuk X RSS belum ada.

b. RSS 1
Lembaran sheet harus diperiksa dan dipastikan bebas dari cendawan
(jamur) tetapi adanya sedikit cendawan kering pada pembalutnya atau
permukaan bandela yang melekat pada pembalutnya masih di izinkan,asal
cendawan tidak menembus kedalam bandela.
Adapun syarat yang harus dipenuhi pada lembaran sheet adalah:
1. Harus bersih,keadaanya baik dan tidak meliki cacat.
2. Tidak diperbolehkan adanya noda (serpihan bambu dari lori) dan bebas
dari gelembung udara .
3. Tidak dibenarkan adanya sheet yang berbintik bintik, bergaris garis
karena oksidasi, lembek, mengalami pemanasan tinggi, kurang matang,
terlampau lama diasap.
c. RSS 2
Persyaratan mutu RSS II pada bandela masih diizinkan adanya
sedikit bahan yang berwarna seperti karat ( coklat kemerah merahan) dan
sedikit cendawan kering.
27


Adapun syarat yang harus dipenuhi pada lembaran sheet adalah:
1. Tidak dibenarkan adanya sheet yang berbintik bintik, bergaris garis
karena oksidasi, lembek, mengalami pemanasan yang tingggi, kurang
matang, terlalu lama diasap, buram, hangus, pembungkus yang kotor
dan benda lainnya yang tidak diperbolehkan melekat.
1. Mutu harus kering,bersih,kekar,keadaannya baik dan tidak mengandung
cacat atau lepuh.
2. Adanya gelembung kecil dan noda kecil yang berasal dari kayu sampai
batas tertentu diperbolehkan.

d. Cutting (Potongan)
Adanya guntingan-guntingan yang cukup baik yang berasal dari
RSS I, RSS II dan RSS III tidak mengandung karet mentah atau kurang
matang (undercured) dan tidak lebih dari 15 cm.
Kemudian lembaran yang telah disortir dilipat dengan cara melipat
bagian dari lebar sheet menjadi dua bagian. Bagian dari panjang sheet juga
dilipat sehingga diperoleh lipatan dengan panjang 48 cm. (Tim Penulis,
1999)

You might also like