Professional Documents
Culture Documents
PRAKATA
DAFTAR ISI
BAB I PENGETAHUAN, ILMU, DAN PENGETAHUAN ILMIAH
1 1. Pengantar
2 2. Mengenal realita
3 3. Pengetahuan dan penemuan manusia
4 4. Konsep ilmu dan pengetahuan
5. Ciri-ciri ilmiah
1 • Terdiri atas proposisi-proposisi
2 • Konsep-konsep dalam proposisi dibatasi secara tegas
3 • Teori harus bisa diuji
4 • Teori harus melahirkan proposisi-proposisi tambahan yang
sering tak terduga
6. Proses ilmu
1 • Awal adalah akhir, dan akhir adalah awal dari suatu proses
ilmiah
2
1 • Gambar diagram proses ilmu
1 7. Observasi
2 8. Ilmu sosial sebagai sains
0 (3) Reliabilitas
BAB X ETNOMETODOLOGI
1 1. Etnometodologi dan riset survey
0 (1) Proses versus produk
1 (2) Ungkapan indeksis
2 2. Struktur percakapan
3 3. Validitas dan reliabilitas etnometodologi
4 4. Perbandingan posisi
5 5. Keunggulan etnometodologi
6 6. Kelemahan etnometodologi
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENGETAHUAN, ILMU, DAN PENGETAHUAN ILMIAH
1. Pengantar
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah pengetahuan, ilmu pengetahuan,
penemuan, atau bahkan pengalaman-pengalaman yang lebih praktis.
Semua orang mengetahui apa itu ilmu pengetahuan atau pengetahuan. Dokter, guru, insinyur,
atau setiap orang yang memiliki predikat ‘ahli’ di bidangnya, mengetahui apa yang disebut
pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Bahkan orang awam pun mengetahui konsep tersebut.
Namun tentu saja ada perbedaan dalam memahami hakekat dari konsep ilmu dan
pengetahuan dimaksud.
Bagi seseorang, ilmu adalah pola berpikir tertentu, sedangkan bagi orang lain barangkali
suatu pekerjaan yang banyak melibatkan fasilitas laboratorium. Bagi orang awam, ilmu sama
dengan pengetahuan, namun bagi ilmuwan, ilmu bukanlah sekadar pengetahuan.
Di sini ilmu bukan seperti itu maknanya, namun lebih sebagai suatu metode penemuan, yakni
cara dalam mempelajari dan mengetahui segala sesuatu di sekitar kita (Babbie,1989:2). Ia
memang berbeda dengan cara mempelajari dan mengetahui dunia sekitar melalui pendekatan
lain, karena dalam ilmu, terdapat beberapa karakteristik tertentu yang mensyaratkannya.
Kondisi sosial sekitar kita, dan kita pun termasuk di dalamnya, sangat kompleks. Ia berubah
setiap waktu. Artinya kondisi sosial saat sekarang tidak sama dengan kondisi sosial pada
masa yang akan datang. Bahkan kondisi sosial pada masa sekarang di suatu komunitas
tertentu, tidak akan sama bentuknya jika dibandingkan dengan kondisi sosial orang tersebut
pada waktu yang akan datang. Jangankan melihat kondisi sosial secara global, kondisi satu
orang saja akan selalu berubah sejalan dengan perkembangan waktu. Satu orang pada suatu
saat di suatu tempat, akan berbeda dengan orang yang sama pada suatu saat di suatu tempat
yang lain. Setidaknya berbeda dalam keinginannya, kebutuhannya, atau perasaannya. Orang
yang sama akan menjadi atau berperan berbeda jika dihadapkan dengan lingkungan yang
berbeda. Ketika kita menghadap calon mertua, tentu berbeda dengan, misalnya menghadap
atasan kita, dsb.
Perubahan-perubahan yang terjadi tidak hanya di tingkat sosial dan kelompok sosial
masyarakat yang lebih luas, bahkan di tingkat perorangan pun sebenarnya sudah cukup
kompleks. Dulu benci, sekarang rindu. Benci dan rindu datang silih berganti, bahkan
terkadang secara bersamaan.
Itu semua hanya untuk menunjukkan bahwa kondisi sosial itu sangat kompleks. Perubahan-
perubahan yang terjadi di dalamnya juga sangat kompleks, dimamis, dan perubahannya
relatif sangat sulit untuk diprediksi. Ilmuwan seunggul apapun, misalnya, tidak akan mampu
meramalkan secara pasti apa yang akan terjadi pada negara kita sebulan atau setahun
kemudian. Contoh lagi, mengapa sebagian anggota masyarakat kita menjadi anarkis?
Jawabnya tentu bisa bervariasi.
Itu hanya sebagian sangat kecil dari peristiwa sosial yang memang merupakan bagian dari
pekerjaan ilmuwan untuk ‘menjelaskannya’. Banyak peristiwa sosial yang sampai sekarang
tidak bisa diramalkan dengan tepat keadaannya.
Pertanyaannya adalah, mungkinkah para ilmuwan kurang data dalam menyusun ilmunya,
atau mungkinkah juga karena peristiwa-peristiwa sosial itu sendiri yang tidak mempunyai
kecenderungan arah yang jelas karena tidak tunduk kepada hukum-hukum alam (sunatullah)
sehingga tidak bisa diramalkan dengan tepat
tertentu yang tepat, nantinya bisa diketahui fakta yang sebenarnya, apakah memang demikian
kejadiannya, atau hanya sekadar fenomena sosial yang sedang muncul ke permukaan.
Pengamatan yang saksama juga bisa mengungkapkan secara komprehensif realitas-realitas
sosial menjadi fakta sosial.
Kata buku, juga media massa, bulan terdiri atas sebongkah batu besar. Tidak ada tumbuh-
tumbuhan dan air seperti layaknya di bumi. Ukuran gravitasinya pun hanya sekitar
seperenam gravitasi bumi, sehingga jika seseorang mampu meloncat setinggi satu meter di
bumi, maka orang tersebut akan mampu meloncat setinggi enam meter di bulan. Itu juga
sebuah contoh realitas yang tidak mungkin bisa diamati secara langsung oleh semua
ilmuwan. Namun toh orang percaya bahwa faktanya memang seperti itu, sebab percayanya
ilmuwan menggunakan tingkat logika yang relatif tinggi, tidak sekadar percaya karena taklid
atau percaya tetapi tidak mengetahui alasan kepercayaannya itu.
3. Pengetahuan dan penemuan manusia
Pengetahuan sering merupakan dasar dari penemuan manusia. Pengetahuan adalah sesuatu
yang sudah disimpan dalam struktur kognisi manusia. Pengetahuan berkaitan langsung
dengan pengalaman, baik yang langsung seperti halnya pengetahuan atas experiential reality
ataupun pengalaman yang tidak langsung seperti halnya pengetahuan atas agreement reality.
Kedua realitas tersebut merupakan subjek sekaligus objek pengetahuan manusia. Dikatakan
demikian, sebab hanya manusia yang mempunyai pengetahuan (ilmiah), dan tentu saja
pengetahuan adalah milik manusia.
Pengetahuan dan pengalaman dengan demikian merupakan dua unsur yang sangat erat
kaitannya, meskipun tidak selamanya berhubungan secara kausal. Pengalaman selalu
melahirkan atau memunculkan pengetahuan, namun pengetahuan tidak hanya dilahirkan oleh
pengalaman. Contohnya, ilmu terlahir oleh adanya pengalaman empiris manusia (ilmuwan),
namun tidak setiap pengalaman manusia melahirkan ilmu. Pengalaman petani dalam
menggarap sawahnya berasal dari pengalamannya selama bertahun-tahun dan turun temurun,
namun pengalaman menggarap sawah para petani tidak selalu menghasilkan pengetahuan
yang disebut ilmu, sebab pengertian ilmu memiliki persyaratan tertentu.
Setidaknya suatu pengalaman bisa menghasilkan suatu penemuan tertentu yang berkaitan
dengan bentuk pengalaman dimaksud. Pengalaman yang dirancang secara khusus dengan
tujuan untuk mencari sesuatu yang ditargetkan, biasanya memang akan menghasilkan sesuatu
tersebut. Seorang ilmuwan dengan pengalamannya yang khusus sanggup menghasilkan
berbagai formula yang kemudian diwujudkan dalam bentuk karya nyata. Dengan
pengalamannya juga seorang arsitek sanggup menemukan dan menciptakan sebuah
rancangan bangunan yang indah dan menakjubkan. Dan, dengan pengalaman yang kami
miliki selama ini maka tersusunlah sebuah buku yang sedang Anda baca ini.
Semua karya memang sebagian besar hasil dari olahan pengalaman manusia. Tanpa
pengalaman, orang tidak akan tahu banyak tentang apa yang akan dikerjakannya. Bukankah
lapangan pekerjaan yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan kepada masyarakat dewasa
ini umumnya bagi mereka yang sudah berpengalaman?. Dengan harapan mereka yang sudah
berpengalaman di bidangnya lebih mampu menjalankan pekerjaannya secara mandiri, dan
bahkan sanggup mengembangkannya berdasarkan pengalamannya itu. Maka wajar saja jika
para
pengusaha lebih cenderung memilih calon pegawainya dari pelamar yang sudah memiliki
pengalaman kerja di bidangnya.
Dengan melihat konteks seperti itu, maka antara pengalaman dan pengetahuan, dalam hal-hal
tertentu mempunyai makna yang sama. Hanya saja untuk pengetahuan sifatnya lebih luas
karena tidak terbatas oleh pengalaman indera saja.
Penemuan memang tidak hanya dilahirkan oleh pengalaman saja, namun justru sering juga
lahir dari pengetahuan, sungguhpun penemuannya hanya bersifat teoretik belaka. Seorang
penulis buku tentang cara beternak itik terkadang belum pernah mengalami sendiri
bagaimana suka dukanya beternak itik. Dia bisa saja menyusunnya hanya berdasarkan hasil
membaca buku dan sumber bacaan lainnya yang ada kaitannya dengan peternakan itik,
ditambah dengan keterangan lain berupa wawancara dengan para peternak itik yang berhasil,
misalnya. Jika buku tersebut ternyata termasuk laku di pasaran dan mendapatkan sambuta
yang baik di masyarakat, maka dimungkinkan pengarangnya bisa disebut sebagai ahli dalam
peternakan ituk, sebab dialah yang pertama kali dianggap menemukan metode beternak ituk
yang baik. Padahal jika pengarang buku tadi disuruh melakukannya sendiri, belum tentu
berhasil.
Hal menemukan dengan tidak melalui pengalaman langsung seperti itu bisa dilakukan oleh
para ilmuwan, termasuk ilmuwan sosial, yang subjek dan sekaligus objeknya sangat gampang
berubah. Saat ini kita sedang berkomunikasi. Kami mengemukakan ide dan Anda menangkap
ide dan mempersepsi ide yang kami sampaikan/maksudkan, dan Anda pun bebas menerima
atau menolak ide-ide kami. Karena demikian bebasnya dan besarnya tingkat kebebasan
berkomunikasi di antara kita, maka hasilnya pun tidak jelas sampai dengan tingkat sini.
Kemampuan Anda dalam menangkap dan mempersepsi ide-ide kami, jauh melampaui batas-
batas apa yang kami maksudkan. Artinya transfer informasi dari kami kepada Anda jauh
dikembangkan oleh kemampuan Anda dalam mentransfer informasi dan berpikir kognitif,
sehingga dengan demikian, maknanya pun menjadi berkembang. Hanya saja tingkat
perkembangannya tidak sama untuk setiap orang. Nah, dari ketidaksamaan arah
perkembangan persepsi kognitif itulah yang akan menghasilkan beragam perbedaan persepsi
yang perkembangannya semakin kompleks. Kalau sudah demikian maka akan sulit sekali
diramalkan hasil akhirnya dari suatu proses sosial komunikasi yang terjadi. Atau dengan kata
lain, sepenggal proses sosial dan komunikasi di antara kita saja sulit diramalkan hasil
akhirnya. Apalagi jika ruang lingkupnya diperluas.
Dari sanalah maka penemuan yang bersifat ilmiah dalam ilmu sosial tetap bersifat
relatif. Karena relatif, maka tentu ada tingkatannya. Dan tingkatannya itulah yang sulit
dikuantifikasikan, atau diukur secara kuantitas. Suatu sapaan yang dilakukan oleh seorang
pria kepada seorang wanita, dengan intonasi dan frekuensi yang sama, akan mempunyai
makna dan maksud yang berbeda, jika dilakukan pada siang hari, malam hari, atau saat-saat
khusus. Misalnya, ‘neng, … neng, …, neng, …!’, jika diucapkan pada pagi dan siang hari di
tempat terbuka barangkali hanya dianggap sebagai panggilan biasa, namun jika diucapkan
pada malam hari yang sepi, akan lain maknanya.
Itu hanya beberapa penggal contoh yang bisa saja dianggap sebagai suatu realitas
penyetujuan (agreement reality), yang bisa saja terjadi pada konteks realitas eksperiensial
(experiential reality), yang jika disusun dngan menggunakan metode yang tetap dan
sistematika yang benar, akan menghasilkan suatu penemuan tertentu.
4. Konsep ilmu dan pengetahuan
Pengetahuan, ilmu, dan ilmu pengetahuan, merupakan istilah dan konsep yang sering
dipertukarkan/membingungkan, namun jika ditilik lebih jauh, ketiganya sebenarnya memiliki
makna yang berbeda.
Knowledge (pengetahuan), sains (science) atau ilmu, terkadang sering dipersamakan dengan
ilmu pengetahuan. Terkadang orang menyebut ilmu pengetahuan untuk konsep ilmu padahal
cukup ilmu saja tanpa ditambah kata pengetahuan.
Ilmu itu sudah pasti bagian dari pengetahuan. Jadi ilmu itu sudah pasti pengetahuan, namun
tidak sebaliknya. Anggapan umum juga merupakan salah satu bentuk pengetahuan, tapi
bukan ilmu. Mengapa? Sebab dalam ilmu ada penjelasan, terorganisasikan, teratur,
sistematis, dapat diuji kebenarannya, dan dalam pencariannya bisa dilakukan oleh orang lain
dengan hasil yang relatif sama, bersifat empiris, tidak metafisis atau yang mendekati
paranormal, bohong, tidak masuk akal sebagian besar orang.
Seperti di muka sudah disinggung, orang percaya kepada adanya kemampuan manusia yang
enam kali lebih tinggi dalam meloncat di bulan jika dibandingkan dengan di bumi, karena hal
ini setidaknya masuk akal karena ukuran dan perbandingan gravitasi bumi dan bulan yang
berbading seperenam. Orang pun percaya bahwa telah terjadi peristiwa kerusuhan bernuansa
SARA di Maluku dan Ambon. Juga orang masih percaya adanya gerakan sebagian orang
Aceh yang menginginkan memisahkan diri dari NKRI. Semua peristiwa tersebut bisa
diterima secara akal sehat, juga diperkuat melalui bantuan teknologi komunikasi modern
seperti telepon, televisi, surat kabar, dan radio.