You are on page 1of 11

DAFTAR ISI

PRAKATA
DAFTAR ISI
BAB I PENGETAHUAN, ILMU, DAN PENGETAHUAN ILMIAH
1 1. Pengantar
2 2. Mengenal realita
3 3. Pengetahuan dan penemuan manusia
4 4. Konsep ilmu dan pengetahuan

BAB II ANGGAPAN UMUM DAN CARA ORANG MEMAHAMI


GEJALA-GEJALA ALAM
1 1. Bermacam cara orang dalam memahami gejala-gejala alam
1 • metode keteguhan
2 • metode otoritas
3 • metode intuisi
4 • revelasi
5 • metode ilmiah
2 2. Anggapan umum dan ilmu
3 3. Kaidah ilmu
1 • Orde
2 • Determinisme
3 • Parsimoni
4 • Empirisme
4 4. Tujuan ilmu
1 • Deskripsi gejala
2 • Penjelasan
3 • Prediksi
4 • Mengorganisasikan semua bukti empiris
5 • Penjelasan yang benar dan cermat akan menghasilkan fakta
ilmiah
6 • Fakta-fakta ilmiah yang diorganisasikan secara sistematis
dan tepat disebut pengetahuan ilmiah
7 • Teori ilmiah, sama dengan, penjelasan yang benar.
8 • Penjelasan yang dilakukan berulang-ulang dan hasilnya
benar, maka penjelasan tersebut dinamakan teori.
9 • Tujuan ilmu sebenarnya teori.

5. Ciri-ciri ilmiah
1 • Terdiri atas proposisi-proposisi
2 • Konsep-konsep dalam proposisi dibatasi secara tegas
3 • Teori harus bisa diuji
4 • Teori harus melahirkan proposisi-proposisi tambahan yang
sering tak terduga

6. Proses ilmu
1 • Awal adalah akhir, dan akhir adalah awal dari suatu proses
ilmiah
2
1 • Gambar diagram proses ilmu

1 7. Observasi
2 8. Ilmu sosial sebagai sains

9. Informasi dan Perpustakaan sebagai ilmu sosial


BAB III PENELITIAN BERDASARKAN TUJUAN, HASIL, DAN TEMPAT
1 1. Berdasarkan tujuan
1 • Penelitian deskriptif
2 • Penelitian eksplanatori
2 2. Berdasarkan hasil
1 • Penelitian dasar
2 • Penelitian terapan
3 • Penelitian dasar dan terapan
3 3. Berdasarkan tempat
1 • Penelitian laboratorium
2 • Penelitian lapangan
3 • Penelitian kepustakaan

BAB IV RANCANGAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN


1 1. Mencari, menemukan, dan merumuskan masalah (dibingkai dalam
latar belakang masalah penelitian)
1 • Pengertian masalah penelitian
2 • Syarat masalah yang baik: observable, managable, signifikans,
menarik
2 2. Tujuan penelitian
1 • Apa yang akan kita cari dalam penelitian
2 • Harus jelas dan sejalan dengan masalah yang dirumuskan
3 3. Kegunaan atau manfaat penelitian
1 • Kegunaan teoretis
2 • Kegunaan praktis
4 4. Kerangka berpikir teoretis, atau telaah pustaka
1 • Pengertian kerangka berfikir dan fungsinya
2 • Alur berfikir sehingga menghasilkan rumusan diagramatis
tentang masalah-masalah secara terintegrasi
5 5. Pertanyaan Penelitian
6 6. Hipotesis
1 • Pengertian hipotesis dan fungsinya
2 • Hipotesis dan bentuk-bentuk proposisi
3 • Syarat-syarat hipotesis
4 • Variasi merumuskan hipotesis
5 • Contoh-contoh hipotesis
7 7. Variabel penelitian
• Hubungan konsep, konstruk, dan variabel
• Hubungan antar variabel
8. Pengukuran (skala pengukuran)
9. Pengukuran validitas dan reliabilitas pengukuran
10. Metode-metode penelitian
1 • Metode penelitian historis
0 • Metode penelitian deskriptif
1 • Metode penelitian lainnya

BAB V METODE PENELITIAN SURVEY


1 1. Survey sampling
2 2. Istilah teknis
3 3. Sampel dan populasi dalam survey
4 4. Membuat kuesioner
5 5. Kegagalan dalam membangun kuesioner
6 6. Susunan pertanyaan
7 7. Pertanyaan kontingensi

BAB VI STUDI WAWANCARA


1 1. Keuntungan studi wawancara
2 2. Kelemahan studi wawancara
3 3. Wawancara sebagai interaksi sosial
4 4. Dampak karakteristik wawancara
5 5. Pelaksanaan wawancara
6 6. Sedikit wawancara berstruktur
7 7. Wawancara dengan anak-anak
8 8. Wawancara melalui telepon
9 9. Latihan wawancara
10 10. Tahap memasuki lapangan
11 11. Validitas dan reliabilitas wawancara

BAB VII TEKNIK PENGUMPULAN DATA BUKAN SURVEY


1 1. Observasi
2 2. Keunggulan observasi
1 (1) Perilaku nonverbal
2 (2) Lingkungan alami
3 (3) Analisis longitudinal
3 3. Kelemahan observasi
1 (1) Kurang terkendali
2 (2) Sulit dikuantifikasikan
3 (3) Ukuran sampel kecil
4 (4) Cara mendapatkan data
5 (5) Kurang anonimitas
4 4. Bentuk-bentuk observasi
5 5. Studi lapangan
1 (1) Cara memasuki lapangan
2 (2) Cara mendapatkan laporan
3 (3) Pengamatan dan pencatatan
4 (4) Menghadapi krisis (masalah)
5 (5) Analisis data
6 6. Observasi berstruktur lengkap
7 7. Observasi tidak langsung
8 8. Validitas dan reliabilitas observasi
1 (1) Validitas dan observasi langsung
2 � Kurang anonimitas
3 �Realitas sosial sebagai suatu konstruk
4 �Kurang berstruktur dalam instrumen observasi
5 �Kemampuan organ indera
6 (2) Mengukur validitas

0 (3) Reliabilitas

BAB VIII STUDI DOKUMENTASI


1 1. Keunggulan studi dokumen
1 (1) Subjeknya tidak dapat diakses
2 (2) Nonreaktivitas
3 (3) Analisis longitudinal
4 (4) Ukuran sampel
5 (5) Spontanitas
6 (6) Pengakuan
7 (7) Biaya relatif kecil
8 (8) Kualitas tinggi
2 2. Kelemahan studi dokumen
1 (1) Bias:
2 (2) Selective survival:
3 (3) Tidak lengkap:
4 (4) Kurang ketersediaannya:
5 (5) Bias sampling:
6 (6) Terbatas pada perilaku verbal:
7 (7) Kurangnya format standar:
8 (8) Kesulitasn mengkoding:
9 (9) Data harus disesuaikan untuk membandingkan perbedaan
waktu:
3 3. Sumber-sumber data
4 4. Analisis data sekunder
5 5. Jenis analisis dokumentasi
6 6. Dokumen pribadi

BAB IX ANALISIS ISI


1 1. Tujuan
2 2. Sampling
3 3. Kategori
0 (1) Unit rekaman
1 (2) Unit konteks
2 (3) Sistem enumerasi
4 4. Penelitian historis dalam analisis isi
5 5. Validitas dan reliabilitas analisis isi

BAB X ETNOMETODOLOGI
1 1. Etnometodologi dan riset survey
0 (1) Proses versus produk
1 (2) Ungkapan indeksis
2 2. Struktur percakapan
3 3. Validitas dan reliabilitas etnometodologi
4 4. Perbandingan posisi
5 5. Keunggulan etnometodologi
6 6. Kelemahan etnometodologi

BAB XI TEKNIK PENELITIAN EKSPERIMENTAL


(1) Pola kelompok tunggal
(2) Pola kelompok paralel
(3) Pola kelompok rotasi
(4) Pola-pola lainnya
2 BAB XII TEKNIK SOSIOMETRI
3

BAB XIII TEKNIK PENELITIAN KEPUSTAKAAN


BAB XIV POPULASI DAN SAMPLING
1 1. Pengertian populasi
2 2. Pengertian sampling
3 3. Sampling nonprobabilitas
4 4. Sampling probabilitas
5 5. Ukuran sampel (contoh perhitungan)

BAB XV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA


1 1. Reduksi atau penurunan data
2 2. Persiapan koding
3 3. Pengukuran dan skala
4 4. Analisis, penyajian, dan interpretasi data
5 5. Analisis data, statistik dan uji hipotesis
6 6. Interpretasi dan uji signifikansi

BAB XVI TEKNIK PENULISAN LAPORAN


1 1. Judul laporan
2 2. Rangka laporan
3 3. Catatan kaki atau kutipan dan daftar pustaka
4 4. Penulisan Laporan Penelitian

BAB XVII CONTOH RANGKA USULAN PENELITIAN


1 1. Contoh usulan penelitian deskriptif kualitatif
2 2. Contoh usulan penelitian deskriptif kuantitatif
3 3. Contoh usulan penelitian korelatif
4 4. Contoh usulan eksperimental

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENGETAHUAN, ILMU, DAN PENGETAHUAN ILMIAH
1. Pengantar
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah pengetahuan, ilmu pengetahuan,
penemuan, atau bahkan pengalaman-pengalaman yang lebih praktis.
Semua orang mengetahui apa itu ilmu pengetahuan atau pengetahuan. Dokter, guru, insinyur,
atau setiap orang yang memiliki predikat ‘ahli’ di bidangnya, mengetahui apa yang disebut
pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Bahkan orang awam pun mengetahui konsep tersebut.
Namun tentu saja ada perbedaan dalam memahami hakekat dari konsep ilmu dan
pengetahuan dimaksud.
Bagi seseorang, ilmu adalah pola berpikir tertentu, sedangkan bagi orang lain barangkali
suatu pekerjaan yang banyak melibatkan fasilitas laboratorium. Bagi orang awam, ilmu sama
dengan pengetahuan, namun bagi ilmuwan, ilmu bukanlah sekadar pengetahuan.
Di sini ilmu bukan seperti itu maknanya, namun lebih sebagai suatu metode penemuan, yakni
cara dalam mempelajari dan mengetahui segala sesuatu di sekitar kita (Babbie,1989:2). Ia
memang berbeda dengan cara mempelajari dan mengetahui dunia sekitar melalui pendekatan
lain, karena dalam ilmu, terdapat beberapa karakteristik tertentu yang mensyaratkannya.
Kondisi sosial sekitar kita, dan kita pun termasuk di dalamnya, sangat kompleks. Ia berubah
setiap waktu. Artinya kondisi sosial saat sekarang tidak sama dengan kondisi sosial pada
masa yang akan datang. Bahkan kondisi sosial pada masa sekarang di suatu komunitas
tertentu, tidak akan sama bentuknya jika dibandingkan dengan kondisi sosial orang tersebut
pada waktu yang akan datang. Jangankan melihat kondisi sosial secara global, kondisi satu
orang saja akan selalu berubah sejalan dengan perkembangan waktu. Satu orang pada suatu
saat di suatu tempat, akan berbeda dengan orang yang sama pada suatu saat di suatu tempat
yang lain. Setidaknya berbeda dalam keinginannya, kebutuhannya, atau perasaannya. Orang
yang sama akan menjadi atau berperan berbeda jika dihadapkan dengan lingkungan yang
berbeda. Ketika kita menghadap calon mertua, tentu berbeda dengan, misalnya menghadap
atasan kita, dsb.
Perubahan-perubahan yang terjadi tidak hanya di tingkat sosial dan kelompok sosial
masyarakat yang lebih luas, bahkan di tingkat perorangan pun sebenarnya sudah cukup
kompleks. Dulu benci, sekarang rindu. Benci dan rindu datang silih berganti, bahkan
terkadang secara bersamaan.
Itu semua hanya untuk menunjukkan bahwa kondisi sosial itu sangat kompleks. Perubahan-
perubahan yang terjadi di dalamnya juga sangat kompleks, dimamis, dan perubahannya
relatif sangat sulit untuk diprediksi. Ilmuwan seunggul apapun, misalnya, tidak akan mampu
meramalkan secara pasti apa yang akan terjadi pada negara kita sebulan atau setahun
kemudian. Contoh lagi, mengapa sebagian anggota masyarakat kita menjadi anarkis?
Jawabnya tentu bisa bervariasi.
Itu hanya sebagian sangat kecil dari peristiwa sosial yang memang merupakan bagian dari
pekerjaan ilmuwan untuk ‘menjelaskannya’. Banyak peristiwa sosial yang sampai sekarang
tidak bisa diramalkan dengan tepat keadaannya.
Pertanyaannya adalah, mungkinkah para ilmuwan kurang data dalam menyusun ilmunya,
atau mungkinkah juga karena peristiwa-peristiwa sosial itu sendiri yang tidak mempunyai
kecenderungan arah yang jelas karena tidak tunduk kepada hukum-hukum alam (sunatullah)
sehingga tidak bisa diramalkan dengan tepat

kejadian-kejadiannya. Semuanya menjadi timbunan pertanyaan yang juga menambah


kompleksnya pembicaraan mengenai ilmu dan pengetahuan.
Ilmu adalah pengetahuan yang memiliki persyaratan-persyaratan tertentu. Jadi bukan sekadar
penegtahuan belaka.
2. Mengenal realita dan fakta
Babbie (1989) pernah mengatakan adanya dua realitas di dunia sekitar kita. Yang pertama
adalah realitas eksperimensial (experimential reality), dan yang kedua adalah realitas
penyetujuan (agreement reality). Yang pertama orang mengetahui realitas sebagai akibat dari
pengalaman langsung orang tersebut dengan dunianya, sedangkan yang kedua realitas
sebagai akibat dari kabar (informasi) orang lain yang dia terima dan orang lain serta dirinya
sendiri pun turut mendukung (setuju atau membenarkan) adanya realitas dimaksud.
Dunia realitas eksperiensial lebih mudah diyakini kebenarannya, juga segala peristiwa yang
melatarbelakangi peristiwa tersebut lebih mudah dilihat melalui indera kita. Namun dunia
realitas penyetujuan lebih sulit dibuktikannya. Benarkah telah terjadi kerusuhan yang sangat
memprihatinkan di Maluku dan Ambon belakangan ini? Benarkah di sana terjadi perang
antara islam dan kristen? Benarkah rakyat Palestina selalu ditekan oleh penguasa Israel?
Benarkan Aceh ingin merdeka alias melepaskan diri dari NKRI? Satu lagi, benarkah
terjadinya gerhana bulan karena sebagai akibat terhalangnya sinar matahari yang menyorot
bulan oleh bumi?. Senua peristiwa tersebut nyata adanya dan benar pula kejadiannya, namun
orang tidak bisa langsung mengenalnya (merasakannya) secara inderawi. Kita sepenuhnya
percaya (dan membenarkannya) berita-berita tadi melalui orang lain. Namun tuntuk
menambah tingkat kepercayaan kita akan peristiwa-peristiwa tersebut, diperlukan logika dan
tingkat penalaran tertentu (baca: tinggi) sehingga menjadi paham akan kejadiannya atau
kebenaran realitasnya.
Contoh yang mudah dan bisa dilakukan oleh semua orang adalah, bengkoknya sebatang kayu
jika sebagian dimasukkan ke dalam air asal tidak tegak lurus memasukkannya. Benarkah
tongkat tadi betul-betul bengkok? Tidak. Bengkok yang terjadi disebabkan oleh adanya
perbedaan berat jenis antara udara dan air. Bengkoknya tongkat kayu tadi adalah suatu
realitas, suatu kenyataan. Namun apakah faktanya demikian?
Dari sedikit gambaran dalam mengenal realita seperti itu maka sebenarnyalah bahwa untuk
mengetahui segala sesuatu yang terjadi di luar lingkungan kita, diperlukan logika dan tingkat
berpikir yang memadai, yang dalam pelaksanaannya diawali dengan cara bertahap dan runtut
sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual. Di sanalah bedanya antara orang awam
dengan ilmuwan. Kalau ilmuwan menganggap atau mengetahui bahwa gerhana matahari
terjadi sebagai akibat terhalangnya sinar mata hari yang jatuh ke bumu, terhalang oleh bulan,
maka orang awam (antara lain sejumlah anggota masyarakat di suatu desa) menganggapnya
bahwa matahari sedang dimakan raksasa, dan oleh karena itu rakyat dianjurkan untuk
memukul kentongan supaya bulan segera dimuntahkan kembali. Demikian tingginya tingkat
penalaran yang dibutuhkan untuk mengetahui peristiwa yang sebenarnya sehingga tidak
semua orang mengetahui fakta yang sebenarnya.
Di situlah pula ada perbedaan tertentu antara kaum awam dengan ilmuwan dalam mengetahui
segala sesuatu yang berada di sekitarnya. Orang awam tidak banyak menggunakan logika
berpikir ‘canggih’ dalam menghadapi segala peristiwa di sekitarnya. Sementara ilmuwan
selalu berusaha untuk memahami sedalam-dalamnya peristiwa yang dihadapinya.
Dalam usaha mencari tahu itu, sebenarnya diperlukan dua bentuk realitas tadi. Ilmuwan
menggunakannya sebagai dukungan terhadap usaha pemahaman yang dibutuhkannya, baik
melalui pengalaman langsung (empiris) maupun melalui pengalaman tidak langsung yang
didukung oleh logika berpikir yang dimilikinya. Di dunia filsafat dikenal dengan sebutan
epistemology yang bertindak sebagai ilmu tentang pengetahuan, sedangkan metodology
(sebagai bagian dari epistemologi) lebih sebagai the science of finding out (ilmu mencari
tahu) (Babbie, 1989).
Buku ini mencoba membicarakan konsep yang terakhir tersebut (metodology) di atas yang
diterapkan dalam lingkungan sosial. Bagaimana seorang ilmuwan, atau setidaknya pemerhati
masalah-masalah sosial mencari tahu mengenai peristiwa-peristiwa sosial dan fakta sosial.
Dari pengetahuannya mengenai realita dan fakta sosial itulah, para ilmuwan bisa
menjelaskannya secara ilmiah untuk kepentingan kemaslahatan umat manusia.
Fakta sosial
Sedikit berbeda pengertiannya antara realitas sosial dan fakta sosial. Kalau realitas adalah
objek atau gejala atau kenyataan yang terpersepsikan oleh indera, maka fakta adalah
kenyataan itu sendiri yang tidak ditentukan oleh persepsi manusia. Tongkat kayu yang secara
realitas adalah bengkok jika dimasukkan ke dalam air dengan mengambil sudut tertentu,
maka faktanya tidaklah demikian. Tongkat tadi tetap lurus, tidak bengkok seperti tampak
oleh mata kita. Tampak bengkok karena dipengaruhi oleh perbedaan berat jenis antara air dan
udara di atas permukaan air, serta dipengaruhi juga oleh keterbatasan indera kita.
Dalam dunia sosial dikenal dengan realitas sosial dan fakta sosial. Keduanya mempunyai
makna yang pada dasarnya sama, yaitu sama-sama berupa kenyataan yang sebenarnya.
Hanya yang terakghir ini sudah didukung oleh pengamatan tertentu, sudah teruji atau terbukti
nyata adanya. Dengan kata lain, fakta lebih menunjukkan kepada sesuatu yang sudah diamati,
kata Babbie (1989:55). Sementara realitas belum seperti itu.
Fakta sering dikaitkan dengan istilah dalil atau hukum, yang merupakan suatu generalisasi
menyeluruh tentang sekelompok fakta. Sedangkan teori merupakan penjelasan tentang
seperangkat fakta dan dalil secara sistematik. Fakta juga sering dikaitkan dengan pengertian
paradigma yang lebih berarti sebagai suatu skema atau model mendasar yang
mengorganisasikan pandangan kita tentang suatu objek, peristiwa, atau tentang unsur-unsur
tadi.
Dalam ilmu, pencarian kebenarannya diusahakan sampai kepada terujinya atau terbuktinya
realitas sosial menjadi fakta sosial. Jadi tidak cukup hanya dengan anggapan sekenanya.
Adanya kecenderungan para ibu di kota-kota di jaman sekarang enggan untuk menyusui
anak-anaknya dengan air susunya sendiri (ASI) dan lebih senang menggantikannya dengan
susu sapi, adalah suatu realitas sosial. Adanya perilaku nanarkis sekelompok anggota
masyarakat terhadap pihak-pihak tertentu di kalangan mereka sendiri, juga merupakan
realitas sosial. Satu lagi contoh, banyaknya peristiwa main hakim sendiri (menurut penulis
lebih tepat disebut main hakim bersama-sama) di kalangan masyarakat kita dewasa ini,
adalah juga sebagai realitas sosial. Semua itu menunjukkan realitas sosial. Faktanya tidak
selamanya sama dengan yang tampak di permukaan. Untuk melihat faktanya yang
sebenarnya, bisa dilakukan melalui pengamatan yang saksama dan teliti. Melalui studi
dengan menggunakan metode

tertentu yang tepat, nantinya bisa diketahui fakta yang sebenarnya, apakah memang demikian
kejadiannya, atau hanya sekadar fenomena sosial yang sedang muncul ke permukaan.
Pengamatan yang saksama juga bisa mengungkapkan secara komprehensif realitas-realitas
sosial menjadi fakta sosial.
Kata buku, juga media massa, bulan terdiri atas sebongkah batu besar. Tidak ada tumbuh-
tumbuhan dan air seperti layaknya di bumi. Ukuran gravitasinya pun hanya sekitar
seperenam gravitasi bumi, sehingga jika seseorang mampu meloncat setinggi satu meter di
bumi, maka orang tersebut akan mampu meloncat setinggi enam meter di bulan. Itu juga
sebuah contoh realitas yang tidak mungkin bisa diamati secara langsung oleh semua
ilmuwan. Namun toh orang percaya bahwa faktanya memang seperti itu, sebab percayanya
ilmuwan menggunakan tingkat logika yang relatif tinggi, tidak sekadar percaya karena taklid
atau percaya tetapi tidak mengetahui alasan kepercayaannya itu.
3. Pengetahuan dan penemuan manusia
Pengetahuan sering merupakan dasar dari penemuan manusia. Pengetahuan adalah sesuatu
yang sudah disimpan dalam struktur kognisi manusia. Pengetahuan berkaitan langsung
dengan pengalaman, baik yang langsung seperti halnya pengetahuan atas experiential reality
ataupun pengalaman yang tidak langsung seperti halnya pengetahuan atas agreement reality.
Kedua realitas tersebut merupakan subjek sekaligus objek pengetahuan manusia. Dikatakan
demikian, sebab hanya manusia yang mempunyai pengetahuan (ilmiah), dan tentu saja
pengetahuan adalah milik manusia.
Pengetahuan dan pengalaman dengan demikian merupakan dua unsur yang sangat erat
kaitannya, meskipun tidak selamanya berhubungan secara kausal. Pengalaman selalu
melahirkan atau memunculkan pengetahuan, namun pengetahuan tidak hanya dilahirkan oleh
pengalaman. Contohnya, ilmu terlahir oleh adanya pengalaman empiris manusia (ilmuwan),
namun tidak setiap pengalaman manusia melahirkan ilmu. Pengalaman petani dalam
menggarap sawahnya berasal dari pengalamannya selama bertahun-tahun dan turun temurun,
namun pengalaman menggarap sawah para petani tidak selalu menghasilkan pengetahuan
yang disebut ilmu, sebab pengertian ilmu memiliki persyaratan tertentu.
Setidaknya suatu pengalaman bisa menghasilkan suatu penemuan tertentu yang berkaitan
dengan bentuk pengalaman dimaksud. Pengalaman yang dirancang secara khusus dengan
tujuan untuk mencari sesuatu yang ditargetkan, biasanya memang akan menghasilkan sesuatu
tersebut. Seorang ilmuwan dengan pengalamannya yang khusus sanggup menghasilkan
berbagai formula yang kemudian diwujudkan dalam bentuk karya nyata. Dengan
pengalamannya juga seorang arsitek sanggup menemukan dan menciptakan sebuah
rancangan bangunan yang indah dan menakjubkan. Dan, dengan pengalaman yang kami
miliki selama ini maka tersusunlah sebuah buku yang sedang Anda baca ini.
Semua karya memang sebagian besar hasil dari olahan pengalaman manusia. Tanpa
pengalaman, orang tidak akan tahu banyak tentang apa yang akan dikerjakannya. Bukankah
lapangan pekerjaan yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan kepada masyarakat dewasa
ini umumnya bagi mereka yang sudah berpengalaman?. Dengan harapan mereka yang sudah
berpengalaman di bidangnya lebih mampu menjalankan pekerjaannya secara mandiri, dan
bahkan sanggup mengembangkannya berdasarkan pengalamannya itu. Maka wajar saja jika
para
pengusaha lebih cenderung memilih calon pegawainya dari pelamar yang sudah memiliki
pengalaman kerja di bidangnya.
Dengan melihat konteks seperti itu, maka antara pengalaman dan pengetahuan, dalam hal-hal
tertentu mempunyai makna yang sama. Hanya saja untuk pengetahuan sifatnya lebih luas
karena tidak terbatas oleh pengalaman indera saja.
Penemuan memang tidak hanya dilahirkan oleh pengalaman saja, namun justru sering juga
lahir dari pengetahuan, sungguhpun penemuannya hanya bersifat teoretik belaka. Seorang
penulis buku tentang cara beternak itik terkadang belum pernah mengalami sendiri
bagaimana suka dukanya beternak itik. Dia bisa saja menyusunnya hanya berdasarkan hasil
membaca buku dan sumber bacaan lainnya yang ada kaitannya dengan peternakan itik,
ditambah dengan keterangan lain berupa wawancara dengan para peternak itik yang berhasil,
misalnya. Jika buku tersebut ternyata termasuk laku di pasaran dan mendapatkan sambuta
yang baik di masyarakat, maka dimungkinkan pengarangnya bisa disebut sebagai ahli dalam
peternakan ituk, sebab dialah yang pertama kali dianggap menemukan metode beternak ituk
yang baik. Padahal jika pengarang buku tadi disuruh melakukannya sendiri, belum tentu
berhasil.
Hal menemukan dengan tidak melalui pengalaman langsung seperti itu bisa dilakukan oleh
para ilmuwan, termasuk ilmuwan sosial, yang subjek dan sekaligus objeknya sangat gampang
berubah. Saat ini kita sedang berkomunikasi. Kami mengemukakan ide dan Anda menangkap
ide dan mempersepsi ide yang kami sampaikan/maksudkan, dan Anda pun bebas menerima
atau menolak ide-ide kami. Karena demikian bebasnya dan besarnya tingkat kebebasan
berkomunikasi di antara kita, maka hasilnya pun tidak jelas sampai dengan tingkat sini.
Kemampuan Anda dalam menangkap dan mempersepsi ide-ide kami, jauh melampaui batas-
batas apa yang kami maksudkan. Artinya transfer informasi dari kami kepada Anda jauh
dikembangkan oleh kemampuan Anda dalam mentransfer informasi dan berpikir kognitif,
sehingga dengan demikian, maknanya pun menjadi berkembang. Hanya saja tingkat
perkembangannya tidak sama untuk setiap orang. Nah, dari ketidaksamaan arah
perkembangan persepsi kognitif itulah yang akan menghasilkan beragam perbedaan persepsi
yang perkembangannya semakin kompleks. Kalau sudah demikian maka akan sulit sekali
diramalkan hasil akhirnya dari suatu proses sosial komunikasi yang terjadi. Atau dengan kata
lain, sepenggal proses sosial dan komunikasi di antara kita saja sulit diramalkan hasil
akhirnya. Apalagi jika ruang lingkupnya diperluas.
Dari sanalah maka penemuan yang bersifat ilmiah dalam ilmu sosial tetap bersifat
relatif. Karena relatif, maka tentu ada tingkatannya. Dan tingkatannya itulah yang sulit
dikuantifikasikan, atau diukur secara kuantitas. Suatu sapaan yang dilakukan oleh seorang
pria kepada seorang wanita, dengan intonasi dan frekuensi yang sama, akan mempunyai
makna dan maksud yang berbeda, jika dilakukan pada siang hari, malam hari, atau saat-saat
khusus. Misalnya, ‘neng, … neng, …, neng, …!’, jika diucapkan pada pagi dan siang hari di
tempat terbuka barangkali hanya dianggap sebagai panggilan biasa, namun jika diucapkan
pada malam hari yang sepi, akan lain maknanya.
Itu hanya beberapa penggal contoh yang bisa saja dianggap sebagai suatu realitas
penyetujuan (agreement reality), yang bisa saja terjadi pada konteks realitas eksperiensial
(experiential reality), yang jika disusun dngan menggunakan metode yang tetap dan
sistematika yang benar, akan menghasilkan suatu penemuan tertentu.
4. Konsep ilmu dan pengetahuan

Pengetahuan, ilmu, dan ilmu pengetahuan, merupakan istilah dan konsep yang sering
dipertukarkan/membingungkan, namun jika ditilik lebih jauh, ketiganya sebenarnya memiliki
makna yang berbeda.
Knowledge (pengetahuan), sains (science) atau ilmu, terkadang sering dipersamakan dengan
ilmu pengetahuan. Terkadang orang menyebut ilmu pengetahuan untuk konsep ilmu padahal
cukup ilmu saja tanpa ditambah kata pengetahuan.
Ilmu itu sudah pasti bagian dari pengetahuan. Jadi ilmu itu sudah pasti pengetahuan, namun
tidak sebaliknya. Anggapan umum juga merupakan salah satu bentuk pengetahuan, tapi
bukan ilmu. Mengapa? Sebab dalam ilmu ada penjelasan, terorganisasikan, teratur,
sistematis, dapat diuji kebenarannya, dan dalam pencariannya bisa dilakukan oleh orang lain
dengan hasil yang relatif sama, bersifat empiris, tidak metafisis atau yang mendekati
paranormal, bohong, tidak masuk akal sebagian besar orang.
Seperti di muka sudah disinggung, orang percaya kepada adanya kemampuan manusia yang
enam kali lebih tinggi dalam meloncat di bulan jika dibandingkan dengan di bumi, karena hal
ini setidaknya masuk akal karena ukuran dan perbandingan gravitasi bumi dan bulan yang
berbading seperenam. Orang pun percaya bahwa telah terjadi peristiwa kerusuhan bernuansa
SARA di Maluku dan Ambon. Juga orang masih percaya adanya gerakan sebagian orang
Aceh yang menginginkan memisahkan diri dari NKRI. Semua peristiwa tersebut bisa
diterima secara akal sehat, juga diperkuat melalui bantuan teknologi komunikasi modern
seperti telepon, televisi, surat kabar, dan radio.

You might also like