You are on page 1of 11

KAJIAN AYAT

(Betapa Pentingnya Waktu dalam Surat Al-Ashr)




MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Bina Kader (BINDER) Program Tutorial PAI MKDU






Disusun Oleh :
Anisa Fitri Mandagi (1300199)
Ida Pratiwi (1300743)






JURUSAN PENDDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
BINA KADER PROGRAM TUTORIAL MKDU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Waktu adalah milik Tuhan, di dalamnya Tuhan melaksanakan segala perbuatan-Nya, seperti
menciptakan dunia beserta isinya, memberi rizki makhluk-makhluknya, memuliakan dan
menghinakan. Nah, berarti kalau demikian adanya, waktu itu tidak perlu kita kutuk, ataupun kita
sebut waktu membawa keberuntungan atau juga kesialan. Janganlah mencerca waktu, kerena
Allah adalah pemilik waktu, jika kita menghina waktu berarti sama saja kita telah menghina yang
menciptakan waktu tersebut yakni Allah SWT.

1.2 RUMUSAN MASALAH
A. Apa isi kandungan dari surat Al Ashr?
B. Bagaimana Asbabaunnuzul surah Al-Ashr?
C. Bagaimana hadist yang berkaitan dengan surah al-Ashr?
D. Apa hikmah yang terdapat dalam surah Al-Ashr?

1.3 TUJUAN PENULISAN
1.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna dari setiap surat Al-Ashr


Artinya: Demi masa (1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian (2) kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (3). (QS: Al-Asar: 1-3)

Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa manusia itu akan rugi jika ia lalai terhadap waktu. ayat ini
secara tegas menjelaskan bahwa bagi manusia yang tidak menghargai waktu untuk hal-hal yang
bermanfaat niscaya manusia itu akan rugi. Ayat ini juga merupakan wahyu kesembilan yang diterima
oleh nabi Muhammad SAW. Sedangkan wahyu yang sebelumnya adalah surat Alam Nasyrah.
Imam Syafii menilai surat ini sebagai salah satu surat yang paling sempurna petunjuknya,
beliau menyatakan; seandainya ummat Islam memikirkan kandungan surat ini niscaya (petunjuk-
petunjuknya) mencukupi mereka. Kemudian jika kita perhatikan surat ini dimulai dengan huruf
sumpah() yang bermakna Demi masa. Para ulama sepakat kata () pada ayat pertama
pada surat ini, dengan makna waktu, namum mereka tetap berbeda pendapat tentang waktu yang
dimaksud.
Pendapat-pendapat itu antara lain:
1. Waktu atau masa dimana langkah dan gerak tertampung di dalamnya.
2. Waktu tertentu, yakni waktu dimana sholat ashar dapat dilaksanakan.
3. Saat sholat ashar dilaksanakan
4. Waktu atau masa kehadiran Nabi Muhammad SAW dalam pentas kehidupan ini.
Di atas telah disinggung bahwa orang yang tidak bisa memanfaatkan waktu secara maksimal
maka orang itu akan merugi, kerugian itu mungkin tidak akan kita rasakan pada waktu dini, tetapi
pasti akan kita sadarinya ketika pada waktu tua nantinya. Kita sering menemukan atau mendengarkan
orang bilang kalau dia sangat menyesal telah menyia-nyiakan waktu mudahnya dengan hal yang tidak
bermanfaat, mari kita jadikan itu semua sebagai contoh untuk kita lebih berhati-hati dalam
memanfaatkan waktu. Kerena waktu itu tidak akan pernah kembali.
Pada ayat kedua pada surat al-ashr diatas menyebutkan bahwa manusia berada dalam kerugian.
Kerugian itu seakan-akan menjadi suatu tempat/wadah, dan manusia berada olah wadah tersebut.
Yang dimaksud ayat di atas mengandung arti bahwa manusia berada dalam kerugian total, tidak ada
satu sisi dari diri dan usahanya yang luput dari kerugian; dan kerugian itu, amat besar bagi mereka,
maka timbul pertanyaan mengapa demikian?
Kalau kita kembali kepada makna ayat pertama Demi masa serta kaitannya dengan ayat kedua
sesungguhnya manusia berada di dalam kerugian maka kita akan mengetahui bahwa waktu itu
merupakan modal utama manusia. Apabila waktu itu tidak diisi dengan kegiatan yang positif, maka
waktu itu akan berlalu begitu saja; ia akan hilang meninggalkan kita. Dan ketika itu, jangankan
keuntungan yang diperoleh, modal awal saja sudah hilang.
Sayyidina Ali r.a. pernah berkata: Rezeki yang tidak diperoleh hari ini masih dapat
diharapkan lebih dari itu diperoleh esok, tetapi waktu yang berlalu hari ini tidak mungkin
dapat diharapkan kembali esok hari.
Semua manusia diliputi oleh kerugian yang besar dan beraneka ragam, demikian pula ayat kedua
menyebutkan. Kemudian pada ayat ketiga dijelaskan bahwa yang tidak akan merugi adalah orang
yang memiliki empat sifat yang dijelaskan pada ayat ketiga, yakni;
a. Orang yang beriman
b. Orang yang beramal shaleh
c. Orang yang saling berwasiat (menasihat) tentang kebenaran; dan
d. Orang yang saling berwasiat (menasihat) tentang kesabaran/ketabahan.
Pengertian iman
Iman itu bisa kita artikan pembenaran tentu pembenaran disini masih bersifat umum. Pembenaran
yang kita maksudkan adalah pembenaran hati terhadapa apa yang didengar oleh telinga dan
dibenarkan pula oleh anggota badan. Dan juga pembenaran yang disampaikan oleh Nabi SAW .
dimana telah kita ketahui rukun iman yang enam itu:
a. Beriman (membenarkan) akan keesaan Allah.
b. Beriman (membenarkan) adanya Malaikat.
c. Beriman (membenarkan) kitab-kitab suci.
d. Beriman (membenarkan) kepada nabi/Rosul Allah.
e. Beriman (membenarkan) kepada Hari Kemudian (Akhirat)
f. Beriman (membenarkan) kepada ketentuan baik dan buruk
Setelah kita mengenal tentang rukun-rukkun iman tersebut, kita akan bisa membedakan
peringkat dan kekuatan iman yang ada pada diri kita, bahkan kita dapat mengukur apakh iman kita
sedang bertambah ataupun berkurang ( ) demikian lah yang perlu kita ketahui
bahwa iman seseorang itu bisa bertambang dan berkurang.
Sayyidina Ali k.w (karromallahu wajhah) pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama
Zili Al-Yamani: Apakah Anda pernah melihat Tuhan anda? Lalu Ali menjawab: bagaimana saya
menyembah sesuatu yang tidak saya lihat. Orang itu bertanya lagi: bagaimana Anda
melihatnya? Imam Ali menjawab: Allah tidak bisa dilihat dengan pandangan mata, tetapi dapat
dijangkau oleh pandangan hati dengan hakikat keimanan.
Iman sangat sulit digambarkan hakikatnya; ia dirasakan oleh seseorang, tetapi sulit baginya
melukiskan perasaan itu. Kerena itu sangat erat kaitannya dengan keyaqinan yang ada dalam diri kita
(hati). Iman itu bagaikan rasa kagum atau cinta (senang), hanya orang yang sedang mengalami rasa
cinta yang bisa merasakannya, begitu juga dengan iman, jika kita tidak pernah merasakan kecintaan
kepada Allah tentu bagaimana kita bisa melukiskan iman itu ada pada diri kita. Demikian gambaran
tentang arti dan hakikat iman. Kemudian orang yang tidak akan merugi itu yang kedua adalah orang
yang beramal shaleh (perbuatan baik)

Beramal shaleh
Amal shaleh adalah pekerjaan yang apabila dilakukan, maka suatu kerusakan akan terhenti
atau menjadi tiada; atau bisa juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang apabila dilkukan akan
memperolah manfaat, bukan hanya pada dirinya, tapi bagi orang disekitarnya. Orang bisa disebut
orang shaleh apabila aktivitasnya mengakibatkan terhindarnya mudharat, atau pekerjaannya
memberikan manfaat kepada pihak lain, serta pekerjaannya tersebut sesuai dengan ajaran Islam, akal
dan adat istiadat yang baik. Kerena apaupun perbuatan yang kita lakukan di dunia ini, semuanya akan
kita pertanggungjawabkan dihadapan Allah nantinya, sebagaimana firman Allah:

Secara langsung al-Quran tidak menjelaskan secara tegas apa yang dimaksud dengan amal shaleh,
tetapi apabila ditelusuri contoh-contoh yang ada, seperti kata () yaitu kerusakan, yang
merupakan lawan kata dari kebaikan. Jadi orang yang menghindarkan dari berbuat kerusakan atau
menghindarkan diri dari berbuat kerusakan kesemuanya juga dinamakan orang shaleh.
Seperti yang dijelaskan di dalam Al-quran tentang orang yang disebut berbuat kerusakan:
1. Pengrusakan tumbuhan, generasi manusia dan keharmonisan lingkungan. (QS Al-Baqarah:205)
2. Tidakmaunya menerima kebenaran (QS Ali-Imran:63)
3. Perampokan, pembunuhan, dan gangguan keamanan (QS al-Maidah: 32)
4. Pengurangan takaran, timbangan, dan hak-hak manusia (QS al-Araf: 86)
5. Usaha memecah-belah kesatuan (QS Al-anfal)
6. Berfoya-foya dan bermewah-mewah (QS Hud: 115-116)
7. Pemborosan (QS Asy-Syuaro:152)
8. Makar dan penipuan (QS An-naml:49)
9. Pengorbanan nilai-nilai agama (QS Ghafir:26)
10. Keweneng-wenangan (QS Al-Fajr: 12)

Usaha-usaha untuk mencegah hal yang disebut diatas merupakan bagian dari amal shaleh; semakin
besar usaha tersebut maka semakin tinggi pula nilai kualitas keimanan manusia, begitu juga dengan
sebaliknya. Tetapi harus kita ingat, bahwa amal shaleh itu harus dibarengi dengan sifat yang pertama
yang telah kita bahas diatas yakni Iman, kerena tanpa iman kepada Allah SWT amal-amal ini akan
menjadi sia-sia belaka, sebagaimana firman Allah SWT: (QS: Al-Furqan: 23)

Dalam menghadapi kehidupan dunia ini, Al-quran memerintahkan manusia agar melakukan kebaikan,
serta melarang melakukan kemungkaran maupun kerusakan. Apabila orang telah mampu melakukan
amal shaleh disertai dengan iman, maka ia telah memenuhi kedua dari empat hal yang harus
dipenuhinya dalam rangka membebaskan dirinya dari kerugian total. Namun sekali lagi harus perlu
diingat, bahwa menghiasi diri dengan kedua hal tersebut, baru membebaskan kita dari setengah
kerugian; kerena masih ada dua lagi yang harus kita miliki agar kita benar-benar selamat dan
beruntung serta terhindar dari segala kerugian.

Saling menasihat kepada kebaikan
Hal yang ketiga untuk menghindarkan diri dari hal yang merugi yaitu; saling berwasiat
(menasehati kepada kebaikan). Wasiat (menasehati secara umum diartikan sebagai menyuruh secara
baik dalam makna yang lain mewasiati adalah; tampil kepada orang lain dengan kata-kata yang halus
agar yang bersangkutan bersedia melakukan sesuatu pekerjaan yang diharapkan darinya secara
berkesinambungan.
Dengan demikian wasiat (menasihati) dapat dipahami bahwa isi dari nasihat itu hendaknya
dilakukan secara terus-menerus, bahkan mungkin juga yang menyampaikannya juga melakukannya
secara terus-menerus dan tidak bosan-bosannya menyampaikan nasihat itu kepada yang dinasehati.
Di dalam Al-quran kita bisa temukan tentang dua macam wasiat, yakni;
Wasiat Allah SWT
Wasiat Allah itu antara lain adalah:
1. Pelaksanaan ajaran agama, serta bersatu padu dan juga tidak bercerai berai di dalamnya.
2. Bertaqwa kepada-Nya (QS An-nisa; 131)
3. Berbuat baik kepada kedua orang tua, khususnya kepada Ibu (QS Luqman: 14)
4. Sepuluh hal yang disebutkan dalam surat Al-Anam:
a. Jangan mempersekutukan Allah
b. Berbuat baik kepada kedua orang tua
c. Jangan membunuh anak
d. Jangan mendekati zina, baik secara terang-terangan maupun dengan cara
sembunyi-sembunyi
e. Jangan membunuh seseorang kecuali secara sah dan dibenarkan oleh agama
f. Jangan menyalahgunakan harta anak yatim apalagi memakannya
g. Menyempurnakan takaran dan timbangan
h. Percakapan atau sikap hendaknya dilakukan secara benar dan adil walaupun
merugikan oranglain
i. Memenuhi perjanjian-perjanjian.
5. Beberapa perincian ajaran agama, seperti;
a. Pembagian harta warisan (QS An-nisa: 11)
b. Shalat dan zakat (QS maryam: 31)



Wasiat para Nabi
Secara tidak langsung nabi Ibrahim dan nabi Yakub a.s. mewasiatkan agar berpegang teguh
pada ajaran-ajaran agam, berusaha mengamalkannya secara terus-menerus, agar seseorang
tidak dijumpai oleh kematian kecuali dalam keadaan menganut dan mengamalkan ajaran
Islam, sebagaimana dijelaskan dalam Al-quran:
Artinya: dan I brahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian
pula Ya'qub. (I brahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih
agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama I slam".

Demikianlah wasiat-wasiat yang dijelaskan oleh Al-quran yang tentunya merupakan wasiat kepada
kebenaran, yang merupakan kandungan dari surat al-Ashr ayat tiga diatas.
Hal yang ketiga ini menggambarkan bahwa seseorang berkewajiban untuk mendengarkan
kebenaran dari orang lain, serta mengajarkannya kepada orang lain. Kita belum bisa dikatakan
terlepas dari kerugian bila sekedar beriman, beramal shaleh, dan mengetahui kebenaran hanya untuk
diri kita sendiri, tapi kebenaran yang kita ketahui seharusnya kita ajarkan (sampaikan) kepada orang
lain, kerena ini merupakan kewajiban.

Saling menasihat kepada kebenaran
Hal yang keempat atau yang terakhir dari penjelasan ayat al-ashr diatas yakni saling
mewasiati (menasehati) kepada kesabaran. Sabar adalah menahan kehendak hawa nafsu demi
mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik.Di dalam Al-quran bila kita amati, ternyata kebajikan
dan kedudukan tertinggi diperoleh manusia kerena kesabarannya. Sebagaiman dijelaskan dalam Al-
quran: (QS As-sajadah:24)







Dalam ayat yang lain Allah
menjelaskan: (QS Az-zumar: 10)
Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa
terdapat bermacam-macam kesabaran
yang diharapkan ada pada diri
manusia. Secara umum kesabaran
dapat dibagi dalam dua bagian; sabar
jasmani dan kesabaran rohani.
1. Sabar jasmani
Sabar jasmani adalah kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan
yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan
keletihan, atau sabar dalam peperangan dalam membela kebenaran. Termasuk pula sabar dalam
menerima cobaan yang menimpah jasmani, seperti; penyakit, penganiayaan dari orang lain dan
semacamnya.
2. Sabar rohani
Sabar rohani adalah yang menyangkut kemampuan menahan kehendak hawa nafsu yang dapat
mengantar kepada kejelekan, seperti; sabar dalam menahan amarah, dan juga sabar dalam menahan
hawa nafsu seksual.

Wasiat diatas mengandung makna bahwa kita dituntut, disamping mengembangkan kebenaran
pada diri kita masing-masing, kita juga dituntut untuk mengembangkan pada diri orang lain. Kerena
manusia itu bukan hanya sebagai makhluk individu, tetapi kita juga harus ingat bahwa kita ini
makhluk sosial.
Kita dituntut untuk memperhatikan teman disekeliling kita, sebagaimana teman kita juga
diwajibkan untuk memperhatikan kita. Kita manusia ini saling berkewajiban untuk saling
mengingatkan kepeda kebenaran dan kebaikan. Kita semua adalah satu kesatuan, tolong menolong
dalam satu perjuangan serta saling mendukung, kerena jika hal itu tidak ada niscaya kita akan rugi,
bukan hanya diri kita sendiri, tapi orang lain juga.
Rosul telah menggambarkan keadaan ummat seperti keadaan penumpang perahu (kapal), apabila
penumpang yang ada di geladak kapal menimbahkan air dengan membocorkan perahu, sedangkan
penumpang yang lain membiarkannya, maka sudah dapat dipastikan perahu akan kemasukan air dan
tenggelam; dan ketika itu yang tenggelam bukan hanya yang membocorkannya, tetapi semua
penumpang yang ada di dalamnya.
Di dalam surat al-ashr ini secara keseluruhan berpesan agar seseorang itu tidak hanya
mengandalkan imannya saja, tetapi amal shaleh, bahkan amal shaleh dan imanpun belum cukup,
kerena kita masih punya kewajiaban yakni; seling memberi wasiat (nasihat) kepada kebenaran dan
kesabaran kepada sesama kita. Dalam rangka memperolah kebaikan itu dibutuhkan peningkatan
pengetahuan dan dalam rangka memperolah pengetahuan kita dituntut untuk bersabar dan ketabahan.
Iman dan amal shaleh tanpa ilmu pengetahuan belum juga cukup, sebagaimana dijelaskan oleh
Murthada Muthahhary: ilmu memberi kekuatan yang menerangi jalan kita dan iman menumbuhkan
harapan dan dorongan bagi jiwa kita. Ilmu menciptakan alat-alat produksi, sedangkan iman
menetapkan haluan yang dituju serta memelihara kehendak yang suci. Ilmu dan iman keduanya
merupakan kekuatan; kekuatan ilmu terpisah, sedangkan kekuatan iman menyatu. Keduanya adalah
keindahan dan hiasan; ilmu adalah keindahan aqal, sedangkan iman keindahan jiwa; ilmu hiasan
fikiran dan iman hiasan perasaan. Keduanya menghasilkan ketenangan, ketenangan lahir akan kita
dapatkan dari ilmu, dan ketenangan batin oleh iman. Ilmu memelihara manusia dari penyakit-penyakit
jasmani dan malahpetaka duniawi, sedangkan iman memeliharanya dari penyakit-penyakit ruhani dan
kejiwaan serta malapetaka ukhrawi. Ilmu akan menyesuaikan manusia dengan diri dan
lingkungannya, sedangkan iman menyesuaikannya dengan jati dirinya.

B. Asbabunnuzul Surah Al-Ashr
Surat Al-Ashr termasuk Surat Makkiyah diturunkan sesudah Surat Alam Nasyrah.
Menurut Muhammad Abduh, Asbabun Nuzul Surat Al-Ashr ini adalah berkaitan dengan
kebiasaan masyarakat Arab yang apabila sore hari duduk bercakap-cakap membicarakan tentang
berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari. Banyak pula yang bermegah-megahan asal usul nenek
moyang mereka, kedudukan, serta harta kekayaan.Akibat pembicaraan yang tidak jelas arahnya
ini, sering terjadi pertikaian dan permusuhan.
Oleh karena itu, sebagian mereka ada yang mengutuk waktu asar, menganggap waktu
asar adalah waktu yang celaka, waktu yang naas, banyak bahaya yang terjadi pada waktu asar.
Dari kejadian ini Allah menurunkan Surat Al-Ashr, yang menjelaskan tentang kerugian manusia
yang menyia-nyiakan waktu asar.
Dalam Al-quran jika kita melihat urutan penulisannya, surat ini terletak pada urutan ke-
103, tepatnya setelah surat al-takasur dan sebelum surat al-humazah. Lalu apa kaitan antara surat
ini dengan surat sebelumnya? Dalam surat at-takasur, Allah SWT memperingatkan manusia yang
menjadikan seluruh aktifitasnya hanya berupa perlombaan menumpuk-numpuk harta, serta
menghabiskan waktunya hanya untuk maksud tersebut, sehingga mereka lalai akan tujuan utama
dari kehidupan ini, yaitu untuk menghambahkan diri kepadanya. Sedangkan pada surat ini (al-
Asahr) Allah memperingatkan tentang pentingnya waktu dan bagaimana seharusnya kita isi
waktu tersebut supaya lebih bermanfaat dan mendapat ridho Allah tentunya.
Apa yang Allah maksudkan, sehingga pada awal surat tersebut Allah bersumpah Demi
waktu. Menurut Abduh: telah terjadi kebiasaan orang-orang Arab pada masanya turunnya Al-
quran untuk berkumpul dan berbincang-bincang menyangkut berbagai hal, dan tidak jarang
dalam perbincangan mereka itu terlontar kata-kata yang mempersalahkan waktu atau masa.
waktu sial demikian sering kali ucapan yang tersdengar dari mulut mereka bila mereka gagal,
atau waktu keberuntungan jika mereka berhasil.
Hal yang demikian dalam ajaran Islam dilarang, kerena dalam ajaran Islam tidak ada
yang namanya waktu sial atau waktu keberuntungan semua waktu itu sama. Yang
berpengarauh adalah kebaikan dan keburukan seseorang dalam berusaha, maupun dalam aktivitas
yang mereka kerjakan, dan inilah yang berperan baik (beruntung) atau buruknya (sial) kesudahan
suatu pekerjaan, kerena waktu itu bersifat tidak memihak kepada kebaikan maupun kepada
keburukan.
J. Hadist yang berkaitan dengan surat Al-Ashr
Dalam suatu riwayat disebutkan:
Dua nikmat yang sering dilupakan (disia-siakan) oleh manusia, yakni; kesehatan dan
waktu.
Di dalam riwayat lain Nabi bersabda:
Bagi yang berakal, selama akalnya belum lagi terkalahkan (gila)berkewajiban mengatur
waktu-waktunya. Ada waktu yang digunakan untuk bermunajat (berdialog dengan Tuhannya,
ada pula untuk berfikir menyangkut penciptaan langit dan bumi (belajar), ada pula untuk
melakukan evaluasi (intropeksi) terhadap dirinya, dan ada pula yang di khususkan untuk diri
dan keluarganya guna memenuhi kebutuhan makan dan minumnya.

K. Hal yang berkaitan dengan Surah Al-Ashr
Menurut Ibnu Katsir, surat Al-Ashr merupakan surat yang sangat populer di kalangan
para sahabat. Setiap kali para sahabat mengakhiri suatu pertemuan, mereka menutupnya dengan
surat Al-Ashr.Imam SyafiI dan juga Tafsir Mizan menyatakan bahwa walaupun surat Al-Ashr
pendek, tapi ia menghimpun hampir seluruh isi Al-Quran. Kalau Al-Quran tidak diturunkan
seluruhnya dan yang turun itu hanya surat Al-Ashr saja, maka itu sudah cukup untuk menjadi
pedoman umat manusia. Thabathabai menyebutkan, Surat ini menghimpun seluruh
pengetahuan Qurani. Surat ini menghimpun seluruh maksud Al-Quran dengan kalimat-kalimat
yang indah dan singkat. Surat ini mengandung ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, meskipun
surat ini lebih tampak sebagai surat Makkiyah.

L. Hikmah yang terdapat dalam surah Al-Ashr
Di zaman Rasulullah ada seorang Nabi palsu, Musailamah Al-Kadzab, yang menyaingi
Rasulullah dengan mendakwakan dirinya sebagai Nabi. Musailamah Al-Kadzab bersahabat
dengan Amr bin Ash, salah satu sahabat Nabi yang termasuk terakhir dalam memeluk Islam.
Ketika surat ini turun, Amr bin Ash belum masuk Islam, tetapi ia sudah mendengarnya. Ketika
ia berjumpa dengan Musailamah Al-Kadzab, Musailamah bertanya tentang surat ini: Surat apa
yang turun kepada sahabatmu di Mekah itu? Amr bin Ash menjawab, Turun surat dengan tiga
ayat yang begitu singkat, tetapi dengan makna yang begitu luas. Coba bacakan kepadaku surat
itu! Kemudian surat Al-Ashr ini dibacakan oleh Amr bin Ash. Musailamah merenung sejenak,
ia berkata, Persis kepadaku juga turun surat seperti itu. Amr bin Ash bertanya, Apa isi surat
itu? Musailamah menjawab: Ya wabr, ya wabr. Innaka udzunani wa shadr. Wa siruka hafrun
naqr. Hai kelinci, hai kelinci. Kau punya dada yang menonjol dan dua telinga. Dan di sekitarmu
ada lubang bekas galian. Mendengar itu Amr bin Ash, yang masih kafir, tertawa terbahak-
bahak, Demi Allah, engkau tahu bahwa aku sebetulnya tahu bahwa yang kamu omongkan itu
adalah dusta.
Jika Imam Syafii berkata bahwa seandainya seluruh ayat Al-Quran tidak turun, maka
surat Al-Ashr ini sudah cukup untuk menjadi pedoman hidup manusia. Maka dengan demikian
kita pun bisa berkata, Seandainya seluruh ayat Al-Quran tidak turun, maka ucapan Musailamah
itu sudah cukup untuk membingungkan orang. Karena tidak mempunyai kandungan apa-apa di
dalamnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ada sebuah riwayat yang menyatakan: Tidak terbitnya suatu fajar kecuali seseorang
(malaikat) berseru: wahai putra-putri Adam, aku adalah mahkluk baru, aku menjadi saksi atas
usaha-usahamu. Ambillah keuntungan (gunakanlah aku) kerena aku tidak akan kembali lagi
hingga hari kemudian.
Kalau demikian, waktu harus dimanfaatkan sebaik mungkin kerena apabila tidak kita isi
dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat maka kita akan rugi, janganlah sekali-kali kita isi
dengan kegiatan yang tidak bermanfaat (negatif), jika hal yang demikian yang selalu kita
perhatikan niscaya kita tidak akan merasa rugi (penyesalan) nantinya.

You might also like