You are on page 1of 2

Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan darah berkumpul di ruang
subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di bawahnya.
Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan
perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang
ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang fatal.

Tidak semua perdarahan subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut
mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-
gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk
dekompresi otak.

Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada perdarahan.
Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan.
Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut
adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering kali, pembuluh
darah besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya
yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada
perdarahan subdural ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap
individu sendiri.

Patofisiologi Cedera Kepala

Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala primer dan cedera kepala
skunder. Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian
cedera, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini umumnya menimbulkan lesi permanen.
Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sakit dapat
menjalani proses penyembuhan yang optimal.

Cedera kepala skunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih merupakan fenomena
metabolik. Pada penderita cedera kepala berat, pencegahan cedera kepala skunder dapat
mempengaruhi tingkat kesembuhan/keluaran penderita.

Penyebab cedera kepala skunder antara lain; penyebab sistemik (hipotensi, hipoksemia,
hipo/hiperkapnea, hipertermia, dan hiponatremia) dan penyebab intracranial (tekanan intrakranial
meningkat, hematoma, edema, pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan infeksi)

Penanganan Cedera Kepala

Penanganan kasus-kasus cedera kepala di unit gawat darurat/emergensi didasarkan atas patokan
pemantauan dan penanganan terhadap 6 B, yakni :

1.Breathing
Perlu diperhatikan mengenai frekuensi dan jenis pernafasan penderita. Adanya obstruksi jalan nafas
perlu segera dibebaskan dengan tindakan-tindakan : suction, intubasi, trakheostomi. Oksigenasi yang
cukup atau hiperventilasi bila perlu, merupakan tindakan yang berperan penting sehubungan dengan
edem serebri.

2.Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium darah (Hb, leukosit). Peningkatan
tekanan darah dan denyut nadi yang menurun mencirikan adanya suatu peninggian tekanan
intrakranial; sebaliknya tekanan darah yang menurun dan makin cepatnya denyut nadi menandakan
adanya syok hipovolemik akibat perdarahan (yang kebanyakan bukan dari kepala/otak)dan memerlukan
tindakan transfusi. Ayah saya yang biasanya memiliki tekanan darah sistolik 110 mmHg, pada saat di
rumah sakit tekanannya menjadi 140 hingga 180 mmHg. Denyut nadinya juga dibawah nilai normal,
berkisar antara 40-50 kali per menit (normalnya 60-100 kali per menit). Itu menandakan bahwa tekanan
intrakranial ayah saya memang meninggi.

3.Brain
Langkah awal penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-respon mata, motorik, dan verbal
(GCS/Glasgow Coma Scale). Perubahan respon ini merupakan implikasi perbaikan/perburukan cedera
kepala tersebut, dan bila pada pemantauan menunjukkan adanya perburukan kiranya perlu
pemeriksaan lebih mendalam mengenai keadaan pupil(ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya)
serta gerakan-gerakan bola mata.

4.Bladder
Kandung kemih perlu selalu dikosongkan(pemasangan kateter) mengingat bahwa kandung kemih yang
epnuh merupakan suatu rangsangan untuk mengedan sehingga tekanan intracranial cenderung lebih
meningkat.

5.Bowel
Seperti halnya di atas, bahwa usus yang penuh juga cenderung untuk meninggikan TIK.

6.Bone
Mencegah terjadinya dekubitus, kontraktur sendi dan sekunder infeksi

Tidak hanya tenaga medis, orang awam pun sebaiknya mengetahui tindakan apa yang harus
diperhatikan dalam menangani pasien cedera kepala. Secara dua puluh persen penderita cedera kepala
mati karena kurang perawatan sebelum sampai di rumah sakit.

Untuk itu, dua hal yang harus diperhatikan yaitu oksigenasi yang adekuat dan tekanan darah sistolik
dipertahankan di atas 100 mmHg. Penanganan cedera kepala yang benar saat pertama kali akan sangat
bermanfaat untuk mencegah terjadinya cedera kepala sekunder.

You might also like