You are on page 1of 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel sel progenitor dari
sel myeloid
1
. Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara
cepat dalam waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis. Di Negara
maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia.
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada anak (15%).
Insidens LMA umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa dewasa
muda. Sesudah usia 30 tahun, insidensi LMA meningkat secara eksponensial
sejalan dengan meningkatnya usia. LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah
0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedang pada orang yang berusia di
atas 65 tahun adalah sebesar 13,7%. Secara tidak umum tidak didapatkan adanya
variasi antar etnik tentang insidensi LMA, meskipun pernah dilaporkan adanya
insidens LMA tipa M3 yang 2,9 hingga 5,8 kali besar pada ras Hispanik yang
tinggal di Amerika Serikat dibandingkan dengan ras Kaukasia
1,2
.
Leukemia akut adalah keganasan tersering pada anak. Angka kejadiannya
mencapai sepertiga dari keganasan pada anak
3
. Terdapat dua kelompok besar leukemia
akut, yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA).
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah leukemia tersering terjadi pada anak.
Sedangkan proporsi LMA sebesar 15%-20% dengan insiden 7,1 per satu juta populasi
4
.
Di Eropa, dalam kurun waktu antara 1988 -1997 insiden leukemia akut sebesar 22,6 per
satu juta dengan proporsi LMA 15%. Di Jerman Barat, proporsi LMA 13,1% sedangkan
di Amerika Serikat 15,6%
5
. Di Yogyakarta, insiden LLA sebesar 20,8/1.000.000
sedangkan LMA sebesar 8/1.000.000. Angka tersebut menghasilkan proporsi LMA
terhadap leukemia akut sebesar 27,7%
6
. Proporsi ini cukup tinggi apabila dibandingkan
dengan negara barat.
Berbeda dengan LLA, LMA lebih sulit diobati. Pada tahun 60-an overall survival
di negara maju kurang dari 10%. Namun demikian, pengobatan LMA mengalami
kemajuan dari waktu ke waktu yang berdampak pada membaiknya prognosis LMA, baik
pada anak maupun dewasa yang meningkat pada dekade terakhir. Di negara maju, angka
2

harapan hidup LMA mencapai 65%
7
. Keberhasilan tersebut bukan hanya karena
pemberian kemoterapi saja, akan tetapi juga dipengaruhi oleh membaiknya supportive
care dan klasifikasi LMA yang didasarkan pada pemeriksaan sitogenetik dan respon awal
terhadap pengobatan. Respon awal ini diukur dengan respon sumsum tulang setelah
pemberian kemoterapi tahap awal dan atau dengan mengukur minimal residual disease
(MRD) yang bisa dilakukan dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) maupun
flow cytometer
8,9
.
Sampai saat ini penyebab penyakit leukemia belum diketahui secara pasti,
akan tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya
leukemia.
1
. Radiasi. Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset
yang menangani kasus Leukemia bahwa Para pegawai radiologi lebih sering
menderita leukemia, Penerita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia,
Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan
Nagasaki, Jepang.
2
. Leukemogenik. Beberapa zat kimia dilaporkan telah
diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, misalnya racun
lingkungan seperti benzena, bahan kimia inustri seperti insektisida, obat-obatan
yang digunakan untuk kemoterapi.
3
. Herediter. Penderita Down Syndrom
memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.
4
. Virus.
Beberapa jenis virus dapat menyebabkan leukemia, seperti retrovirus, virus
leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.
Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda
(blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast
di dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan
pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone
marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia,
leukopenia dan trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien
mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia
akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunistis dari
flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu, sel-sel blast
yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan
3

berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem
syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya
5,8
.

Gambar 1. Patogenesis Leukemia Mieloblastik Akut














4

BAB II
STATUS PASIEN RUANGAN


IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AR
Tanggal Lahir/Umur : 07 Mei 2010/3 Tahun 9 Bulan 27 hari
Tanggal Pemeriksaan : 04 Maret 2014
Nama Orang Tua
Ayah : Tn. A (38 tahun)
Ibu : Ny. S (33 tahun)

ANAMNESA
Keluhan Utama
Pucat
Keluhan Tambahan
Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluarganya dengan keluhan pucat sejak 7 hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Pucat dialami awalnya secara perlahan lahan dan
memberat sejak 3 hari terakhir. Pucat disertai dengan adanya demam. Demam
turun dengan obat penurun panas. Namun setelah itu pasien kembali demam.
Pasien juga mengeluhkan ruam kemerahan yang mengeluarkan nanah di bagian
dahi. Saat ini ruam sudah mengering setelah diberikan obat dari dokter spesialis
anak. Pasien juga mengeluhkan keluar darah dari hidung sebanyak +/- 4 kali
dalam 1 minggu terakhir. BAB pasien konsistensi cair disertai adanya lendir,
BAK tidak ada keluhan, penurunan nafsu makan (+).

Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah dirawat di RSUDZA dengan diagnosis Anemia
ec. DD/1. AML 2. CML, dari tanggal 13 Januari 2014 hingga 22 Januari 2014.
Namun pasien PAPS setelah 9 hari dirawat.
5

Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal yang sama

Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya mendapatkan terapi dari dokter spesialis anak dengan
obat-obatan yang telah diberikan :
Paracetamol
Obat Salep Kulit (Keluarga pasien lupa nama obatnya)

Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara pervaginam dengan BBL 3500 gram.

Riwayat Pemberian Makanan dan Tumbuh Kembang
Umur
Riwayat Pemberian
Makanan
Riwayat Tumbuh
Kembang
0 - 6 bulan ASI Eksklusif Sesuai Umur
6 - 24 bulan
ASI + Nasi Tim
Sesuai Umur
2 Tahun - Sekarang
Makanan Keluarga
Sesuai Umur

Riwayat Imunisasi
Orang tua pasien menyatakan bahwa imunisasi dasar pasien tidak lengkap.

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 37, 9
o
C
Pernafasan : 20 x/menit
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 95 cm
Keadaan Gizi : Gizi Baik
6

1. Berat Badan (BB) = 16 kg
2. Tinggi Badan (TB) = 95 cm
3. BBI= 14 Kg
4. BB/U = (kesan : Gizi Baik)
5. TB/U = (kesan : Gizi Baik)
6. BB/TB = (kesan : Gizi Baik)
7. Kebutuhan kalori = 1150 cc/ hari
8. Kebutuhan protein = 32 - 48 gr/hari

Kulit
Warna : sawo matang
Turgor : kembali cepat
Parut/skar : tidak dijumpai
Sianosis : tidak dijumpai
Ikterus : tidak dijumpai
Pucat : tidak dijumpai
Uremic Frost : tidak dijumpai

Kepala
Rambut : hitam, sukar dicabut, distribusi merata
Wajah : simetris, udema (-), deformitas (-), hiperpigmentasi (-)
Mata : udem palpebrae (-/-), konjungtiva pucat (+/+),
Sklera ikterik (-/-), sekret (-/-),
refleks cahaya (+/+), Pupil bulat isokor 3 mm / 3 mm
Telinga : serumen(-/-), normotia
Hidung : sekret(-/-), Nafas Cuping Hidung (-)

Mulut
Bibir : simetris, bibir lembab (-),sianosis (-)
Lidah : beslaq (-)
Tonsil : T1-T1
Faring : mukosa faring hiperemis (-)
7

Leher
Inspeksi : simetris, retraksi (-), kelainan kongenital (-)
Palpasi : TVJR-2cmH
2
O, pembesaran KGB (-)

Thorax
Inspeksi : Simetris
Statis : Simetris, bentuk normochest.
Dinamis : pernafasan torakoabdominal, cusmaul (-), retraksi
suprasternal (-), retraksi intercostal (-), retraksi
epigastrium (-)

Paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : fremitus taktil normal
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikular (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis, irama reguler
Perkusi : batas jantung atas ICS III, jantung kanan linea
parasternal dextra, kiri di midklavikua sinistra.
Auskultasi : Bunyi Jantung I > Bunyi Jantung II, reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi tidak dijumpai, skar (-)
Palpasi : nyeri tekan di epigastrium (-)
Hepar : tidak ada pembesaran
Lien : nyeri tekan (+) Lien teraba pada schuffner II-III, hepar
dan ren tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-/-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik 3x/menit, kesan normal
8

Genitalia
Dalam batas normal

Anus
Dalam batas normal

Tulang Belakang
Bentuk : simetris

Kelenjar Limfe Inguinal
Pembesaran KGB : tidak dijumpai

Ekstremitas : akral dingin, CRT >3, pucat (-/-), udem (-/-), sianosis (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah:
(25 Februari 2014, Laboratoruim RSUD dr.Zainoel Abidin)
Hemoglobin : 8,8 g/dl
Hematokrit : 17 %
Eritrosit : 3,2 x 10
3
ul
Leukosit : 5,5 x 10
3
ul
Trombosit : 56 x 10
3
ul
KGDS : 100 mg/dl
MDT : Normokrom, Normositer, Anisositosis. Kesimpulan : Anemia
Normokrom Normositer.

Pemeriksaan Foto thorax 16 Januari 2014
. Foto Thorax PA - Cor : Bentuk dan ukuran tampak normal
-Pulmo : Tak tampak infiltrat.
Sinus Phrenicocostalis kanan kiri tajam
Kesimpulan: Cor dan Pulmo tak tampak kelainan
9

RESUME
Pasien datang diantar keluarganya dengan keluhan pucat sejak 7 hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Pucat dialami awalnya secara perlahan lahan dan
memberat sejak 3 hari terakhir. Pucat disertai dengan adanya demam. Demam
turun dengan obat penurun panas. Namun setelah itu pasien kembali demam.
Pasien juga mengeluhkan ruam kemerahan yang mengeluarkan nanah di bagian
dahi. Saat ini ruam sudah mengering setelah diberikan obat dari dokter spesialis
anak. Pasien juga mengeluhkan keluar darah dari hidung sebanyak +/- 4 kali
dalam 1 minggu terakhir. BAB pasien konsistensi cair disertai adanya lendir,
BAK tidak ada keluhan, penurunan nafsu makan (+).
Pasien sebelumnya pernah dirawat di RSUDZA dengan diagnosis Anemia
ec. DD/1. AML 2. CML, dari tanggal 13 Januari 2014 hingga 22 Januari 2014.
Namun pasien PAPS setelah 9 hari dirawat.
Pasien sebelumnya mendapatkan terapi dari dokter spesialis anak yaitu
paracetamol dan obat salep kulit namun keluarga pasien lupa nama obatnya
Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai konjungtiva palpebra inferior
anemis, pada pemeriksaan paru, jantung tidak dijumpai adanya kelainan dan pada
pemeriksaan abdomen di temukan pembesaran lien.

DIAGNOSA BANDING
Pansitopenia ec dd/ 1. AML
2. CML



DIAGNOSA SEMENTARA / DIAGNOSA KERJA
Acute Mieloblastik Leukemia

TERAPI
Farmakologis
IVFD RL 15 gtt/ menit
Inj. Ceftriaxone 750 mg/ 12 jam
Inj Ranitidin15 mg / 8 jam
Asam Folat 1 x 1 tablet
10

Piroxicam 10 mg 3 x tablet
Paracetamol syr (k/p)

PLANNING
Pemeriksaan BMP

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanactionam : dubia

FOLLOW UP HARI AN
Tanggal/Hari
Rawatan
Catatan Instruksi
04/3/2014
H1




S/ Pasien datang diantar
keluarganya dengan keluhan pucat
sejak 7 hari sebelum masuk Rumah
Sakit. Pucat dialami awalnya secara
perlahan lahan dan memberat
sejak 3 hari terakhir. Pucat disertai
dengan adanya demam. Demam
turun dengan obat penurun panas.
Namun setelah itu pasien kembali
demam. Pasien juga mengeluhkan
ruam kemerahan yang
mengeluarkan nanah di bagian dahi.
Saat ini ruam sudah mengering
setelah diberikan obat dari dokter
spesialis anak. Pasien juga
mengeluhkan keluar darah dari
hidung sebanyak +/- 4 kali dalam 1
minggu terakhir. BAB pasien
Th/
IVFD RL 15 gtt/
menit
Inj. Ceftriaxone
750 mg/ 12 jam
Inj Ranitidin15 mg
/ 8 jam
Asam Folat 1 x 1
tablet
Piroxicam 10 mg 3
x tablet
Paracetamol syr
(k/p)

P/ - Pemeriksaan
laboratorium darah
lengkap
-Pemeriksaan BMP


11

konsistensi cair disertai adanya
lendir, BAK tidak ada keluhan,
penurunan nafsu makan (+).


Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah
dirawat di RSUDZA dengan
diagnosis Anemia ec. DD/1. AML
2. CML, dari tanggal 13 Januari
2014 hingga 22 Januari 2014.
Namun pasien PAPS setelah 9 hari
dirawat.

Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga
yang mengeluhkan hal yang
sama

Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya
mendapatkan terapi dari dokter
spesialis anak dengan obat-obatan
yang telah diberikan :
Paracetamol
Obat Salep Kulit
(Keluarga pasien lupa
nama obatnya)

O/
Keadaan Umum : Lemas
12

Kesadaran : Compos Mentis
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 37,9
o
C
Pernafasan : 20 x/menit
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 95 cm
PF/
Kepala :
Normocephali, rambut hitam,
distribusi merata.
Mata :
Konj.Palp.Inf anemis (+/+), Sklera
Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor,
3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga:
Normotia, Serumen (-)
Hidung:
Sekret (-), NCH (-)
Mulut:
Mukosa bibir basah, sianosis (-),
Faring hiperemis (-), T1/T1,
beslaq (-)
Leher:
13

pembesaran KGB (-)
Toraks:
I: simetris, retraksi (+)
P: fremitus taktil normal
P: sonor
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung :
BJ1 > BJ2 reguler (+), bising (-)
Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, nyeri tekan (+)
Lien teraba pada schuffner II-III,
hepar dan ren tidak teraba
P : timpani
A : peristaltik (+) normal
Extremitas :
Superior : pucat (-/-),
edema (-/-)
Inferior : pucat (-/-),edema (-/-)
Akral hangat, sianosis (-)
Ass/ Pansitopenia ec dd/ 1. AML
2. CML

05/3/2014
H2
S/ Demam sekitar pukul 02.00 (+)
O/ N : 130 x/i
Th/
IVFD RL 15 gtt/
menit
14




RR : 40 x/i
T : 36,5 C
PF/
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (+/+)
Ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir edema (-), , sianosis
(-), faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB
dextra(+),TVJ R-2
cmH2O
Thorak :
Inspeksi : simetris
Palpasi : SF kanan (N) SF kiri
Perkusi : Sonor (paru dextra),
sonor (paru sinistra)
Ausk :Ves (+/), Rh (-/-), Wh (-
/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising(-)

Abdomen :
Inspeksi : Simetris, Distensi
(+)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan
(+)
Lien teraba pada
schuffner II-III,
Inj. Ceftriaxone
750 mg/ 12 jam
Inj Ranitidin15 mg
/ 8 jam
Asam Folat 1 x 1
tablet
Piroxicam 10 mg 3
x tablet
Paracetamol syr
(k/p)

P/ -Pemeriksaan BMP


15

hepar dan ren tidak
teraba
Perkusi :Timpani, pada lien
redup
Auskultasi : Peristaltik (+)

Extremitas :
Sup: Edema (-/-), Pucat (+/+),
Sianosis (-/-)
Inf : Edema (-/-), Pucat (+/+),
Sianosis (-/-)

Ass/ Pansitopenia ec dd/ 1. AML
2. CML
06/3/2014
H3
S/ Demam (+)
O/ N : 135 x/i
RR : 40 x/i
T : 37,9 C
PF/
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (+/+)
Ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir edema (-), , sianosis
(-), faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB
dextra(+),TVJ R-2
cmH2O
Th/
IVFD RL 15 gtt/
menit
Inj. Ceftriaxone
750 mg/ 12 jam
Inj Ranitidin15 mg
/ 8 jam
Asam Folat 1 x 1
tablet
Piroxicam 10 mg 3
x tablet
Paracetamol syr
(k/p)
Ambroxol 3 x Cth
I

P/-Pemeriksaan BMP


16

Thorak :
Inspeksi : simetris
Palpasi : SF kanan (N) SF kiri
Perkusi : Sonor (paru dextra),
sonor (paru sinistra)
Ausk :Ves (+/), Rh (-/-), Wh (-
/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising(-)

Abdomen :
Inspeksi : Simetris, Distensi
(+)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan
(+)
Lien teraba pada
schuffner II-III,
hepar dan ren tidak
teraba
Perkusi :Timpani, pada lien
redup
Auskultasi : Peristaltik (+)

Extremitas :
Sup: Edema (-/-), Pucat (+/+),
Sianosis (-/-)
Inf : Edema (-/-), Pucat (+/+),
Sianosis (-/-)
Ass/ Pansitopenia ec dd/ 1. AML
2. CML
07/3/2014
H4
S/ Demam (+), batuk (+), nyeri
perut (+), bintik-bintik merah di
badan.


Th/
IVFD RL 15 gtt/
menit
17

O/ N : 130 x/i
RR : 40 x/i
T : 37,2 C
PF/
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (+/+)
Ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir edema (-), , sianosis
(-), faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB
dextra(+),TVJ R-2
cmH2O
Thorak :
Inspeksi : simetris
Palpasi : SF kanan (N) SF kiri
Perkusi : Sonor (paru dextra),
sonor (paru sinistra)
Ausk :Ves (+/), Rh (-/-), Wh (-
/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising(-)

Abdomen :
Inspeksi : Simetris, Distensi
(+)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan
(+)
Inj. Ceftriaxone
750 mg/ 12 jam
Inj Ranitidin15 mg
/ 8 jam
Asam Folat 1 x 1
tablet
Piroxicam 10 mg 3
x tablet
Paracetamol syr
(k/p)
Ambroxol 3 x Cth
I
Lacbon 2 x 1 Tab

P/ -Pemeriksaan BMP


18

Lien teraba pada
schuffner II-III,
hepar dan ren tidak
teraba
Perkusi :Timpani, pada lien
redup
Auskultasi : Peristaltik (+)

Extremitas :
Sup: Edema (-/-), Pucat (+/+),
Sianosis (-/-)
Inf : Edema (-/-), Pucat (+/+),
Sianosis (-/-)

Ass/ Pansitopenia ec dd/ 1. AML
2. CML
27/1/2014
H4

S/ Demam (+), batuk (+), mencret
(+), bintik-bintik merah di badan
bertambah banyak.


O/ N : 135 x/i
RR : 40 x/i
T : 38,2 C
PF/
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (+/+)
Ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir edema (-), , sianosis
(-), faring hiperemis (-)
Th/
IVFD RL 15 gtt/
menit
Inj. Ceftriaxone
750 mg/ 12 jam
Inj Ranitidin15 mg
/ 8 jam
Asam Folat 1 x 1
tablet
Piroxicam 10 mg 3
x tablet
Paracetamol syr
(k/p)

P/ -Pemeriksaan BMP


19

Leher : Pembesaran KGB
dextra(+),TVJ R-2
cmH2O
Thorak :
Inspeksi : simetris
Palpasi : SF kanan (N) SF kiri
Perkusi : Sonor (paru dextra),
sonor (paru sinistra)
Ausk :Ves (+/), Rh (-/-), Wh (-
/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising(-)

Abdomen :
Inspeksi : Simetris, Distensi
(+)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan
(+)
Lien teraba pada
schuffner II-III,
hepar dan ren tidak
teraba
Perkusi :Timpani, pada lien
redup
Auskultasi : Peristaltik (+)

Extremitas :
Sup: Edema (-/-), Pucat (+/+),
Sianosis (-/-)
Inf : Edema (-/-), Pucat (+/+),
Sianosis (-/-)
Ass/ Pansitopenia ec dd/ 1. AML
2. CML
20

BAB III
ANALISA KASUS

Diagnosa Akut Mieloblastik Leukemia pada kasus ini ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
keluhan pucat sejak 7 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pucat dialami awalnya
secara perlahan lahan dan memberat sejak 3 hari terakhir. Pucat disertai dengan
adanya demam. Demam turun dengan obat penurun panas. Namun setelah itu
pasien kembali demam. Pasien juga mengeluhkan ruam kemerahan yang
mengeluarkan nanah di bagian dahi. Saat ini ruam sudah mengering setelah
diberikan obat dari dokter spesialis anak. Pasien juga mengeluhkan keluar darah
dari hidung sebanyak +/- 4 kali dalam 1 minggu terakhir. BAB pasien konsistensi
cair disertai adanya lendir, BAK tidak ada keluhan, penurunan nafsu makan (+).
Pada kasus ini, adanya keterkaitan dengan tanda dan gejala utama LMA
yaitu adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom
kegagalan sumsum tulang. Perdarahan biasanya terjadi adalam bentuk purpura
atau petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis
yang juga dialami oleh pasien. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali
pada kasus yang disertai dengan DIC. Kasus DIC ini paling sering dijumpai di
tenggorokan, paru-paru, kulit dan daerah perirektal, sehingga organ-organ tersebut
harus diperiksa secara teliti pada pasien LMA dengan demam
6
.
Pada umumnya anak yang dicurigai dengan acute mieloblastik leukemia
menunjukkan gejala-gejala yang khas seperti demam, perdarahan spontan.
Penegakan diagnosis leukemia dilakukan secara terperinci melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sehingga dapat diperoleh data-data
yang maksimal untuk mendukung diagnosis. Terkadang diagnosis leukemia
ditemukan secara tidak sengaja saat pasien menjalani pemeriksaan kesehatan
rutin. Pemeriksaan riwayat penyakit yang lebih teliti dilakukan dan pasien dapat
melaporkan riwayat leukemia atau gejala dan faktor resiko yang ada
8
.
Pada pemeriksaan laboratorium pada pasien ditemukan adanya penurunan
jumlah leukosit yang berada pada angka 55.000, dalam hal ini akut mieloblastik
leukemia tidak selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50%
21

kasus LMA, sedang 15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan
sekitar 35% pasien mengalami netropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast
dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan pada 85% kasus LMA.
Oleh karena itu sangat penting untuk memeriksa rincian jenis sel-sel leukosit di
darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk menghindari kesalahan diagnosis
pada anak yang diduga menderita LMA
7,9
.
Pada dugaan akut mieloblastik leukemia, Selain pemeriksaan fisik,
pemeriksaan yang harus dilakukan antara lain adalah pemeriksaan darah,
pemeriksaan bone marrow, yang merupakan tes diagnostik defenitif, analisis
kelainan genetik dan pencitraan. Pada kasus ini pasien direncanakan akan
dilakukan pemeriksaan bone marrow puncture untuk memastikan apakah terdapat
sel blast diatas 20% pada hasil BMP. Pada pemeriksaan hasil aspirasi bone
marrow, dapat dihitung jumlah sel blast. Menurut FAB, AML adalah ketika
terdapat lebih dari 30% sel blast di bone marrow. Menurut klasifikasi terbaru
WHO, AML sudah tegak jika terdapat lebih dari 20% sel blast di bone marrow
9
.
Klasifikasi AML menurut FAB adalah sebagai berikut :

M0 Undifferentiated leukemia
M1 Myeloblastic without differentiation
M2 Myeloblastic with differentiation
M3 Promyelocytic
M4 Myelomonocytic; M4eo
Myelomonocytic with eosinophilia
M5 Monoblastic leukemia; M5a
Monoblastic without differentiation;
M5b Monocytic with differentiation
M6 Eryhtroleukemia
M7 Megakaryoblstic leukemia

Klasifikasi WHO - 2002 mengenai AML adalah sebagai berikut :


- AML with recurrent genetic abnormalities


- AML with multilineage dysplasia


- AML and MDS, therapy related

22


- AML, not otherwise classified AML, minimally differentiated; AML, without
maturation; AML, with maturation; acute myelomonocytic leukemia; acute
monoblastic or monocytic leukemia; acute erythroid leukemia; acute
megakaryoblastic leukemia; acute basophilic leukemia; acute panmyelosis and
myelofibrosis; myeloid sarcoma

Pemeriksaan bone marrow merujuk kepada suatu analisis patologi terhadap
sampel bone marrow yang didapat melalui bone marrow biopsy atau yang biasa
disebut dengan trephine biopsy dan bone marrow aspiration. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mendiagnosa beberapa keadaan, seperti leukemia, multiple
myeloma, lymphoma, anemia dan pancytopenia. Hal ini penting dilakukan karena
informasi yang didapat akan lebih memuaskan mengingat yang diperiksa adalah
sumber dari sel-sel darah yang menggambarkan hemopoiesis. Dewasa ini
pemeriksaan bone marrow merupakan salah satu uji diagnostik paling
diperhitungkan dalam menegakkan diagnosis kelainan-kelainan hematologi
9
.

KASUS PEMBAHASAN
Anamnesis: Dari anamnesis keluhan
pucat sejak 7 hari sebelum masuk
Rumah Sakit. Pucat dialami awalnya
secara perlahan lahan dan memberat
sejak 3 hari terakhir. Pucat disertai
dengan adanya demam. Demam turun
dengan obat penurun panas. Namun
setelah itu pasien kembali demam.
Pasien juga mengeluhkan ruam
kemerahan yang mengeluarkan nanah
di bagian dahi. Pasien juga
mengeluhkan keluar darah dari hidung
sebanyak +/- 4 kali dalam 1 minggu
terakhir. Anamnesis ini ditanyakan
untuk menilai etiologinya.

Tanda dan gejala utama LMA yaitu
adanya rasa lelah, perdarahan dan
infeksi yang disebabkan oleh sindrom
kegagalan sumsum tulang. Perdarahan
biasanya terjadi adalam bentuk purpura
atau petekia yang sering dijumpai di
ekstremitas bawah atau berupa
epistaksis yang juga dialami oleh
pasien. Perdarahan yang lebih berat
jarang terjadi kecuali pada kasus yang
disertai dengan DIC. Kasus DIC ini
paling sering dijumpai di tenggorokan,
paru-paru, kulit dan daerah perirektal,
sehingga organ-organ tersebut harus
diperiksa secara teliti pada pasien LMA
dengan demam. (Supriyadi E, el al.
23

2009)

Pemeriksaan Fisik : Pada pemeriksaan
fisik didapatkan pembesaran pada lien
dan teraba pada schuffner II-III serta
nyeri tekan (+).

Dari beberapa kasus Leukemia
Mioblastik Akut, spelomegali sering
sekali dikeluhkan oleh pasien. Fakta
menunjukkan bahwa 69% kasus AML,
ditemukan pembesaran lien pada
pemeriksaan abdomen, hepatomegali
dengan 73% dan limfadenopati
sebanyak 35% kasus. (Naghmi A, et al.
2011)

Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan
Bone Marrow Puncture

Pemeriksaan bone marrow, yang
merupakan tes diagnostik defenitif,
analisis kelainan genetik dan
pencitraan. Pada kasus ini pasien
direncanakan akan dilakukan
pemeriksaan bone marrow puncture
untuk memastikan apakah terdapat sel
blast diatas 20% pada hasil BMP. Pada
pemeriksaan hasil aspirasi bone
marrow, dapat dihitung jumlah sel
blast. Menurut FAB, AML adalah
ketika terdapat lebih dari 30% sel blast
pada pemeriksaan bone marrow
(Klingebiel T, et al. 1990)






24

BAB IV
KESIMPULAN

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari
sel myeloid. Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara
cepat dalam waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis. Patogenesis
utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses
diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat
terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di dalam sumsum
tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada gilirannya
akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure
syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia dan
trombositopenia).













25

DAFTAR PUSTAKA
1. Chowdhury T, Brady HJ. Insights from clinical studies into the role of the
MLL gene in infant and childhood leukemia. Blood Cells Mol Dis
2008;40:192-9.

2. Golub TR, Arceci RJ. Acute Myelogenous Leukemia. Dalam: Pizzo PA,
Poplack DG, penyunting. Princples and Practice of Pediatric Oncology.
Edisi ke-4.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2002.h. 545-89.

3. Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute Lymphoblastic Leukemia.
Dalam: Pizzo PA, Poplack DG, penyunting. Principles and practice of
pediatric oncology. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott, Williams &
Wilkins; 2002.h.1605-16.

4. Kinlen L. Infections and immune factors in cancer: the role of
epidemiology. Oncogene 2004;23:6341-8.

5. Coebergh JW, Reedijk AM, de Vries E. Leukaemia incidence and survival
in children and adolescents in Europe during 1978-1997. Report from the
Automated Childhood Cancer Information System project. Eur J Cancer
2006;42:2019-36.

6. Supriyadi E, Widjajanto PH, Purwanto I, Cloos J, Veerman AJ, Sutaryo S.
Incidence of childhood leukemia in Yogyakarta, Indonesia, 1998-2009.
Pediatr Blood Cancer 2011;57:588-93, Epub ahead of print.

7. Kurniada A. Leukemia Mieloblastik Akut. Dalam: Sudoyo A., Setiyohadi
B., Alwi I., (Ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. Hal: 717

8. T Everington, R J Liesner, A H Goldstone. Acute Leucemia. Ed:Provan D.
Clinical Haematology. Second edition. BMJ books. 2003. P:31

9. Klingebiel T, Creutzig U, Dopfer R, Ehninger G, Schmidt H, Ritter J, dkk.
Bone marrow transplantation in comparison with conventional therapy in
children with adult type chronic myelogenous leukemia. Bone Marrow
Transplant 1990;5:317-20.

10. Naghmi A., Khalid H.,and Nuzhat Y,. Acute Myeloblastic Leukemia In
Children. International Journal of Pathology; 2011; 9(2): 67-70

You might also like